Disusun Oleh :
Agustinus Safuf/57213113644
Ghina Kamila Firdaus/57213213676
Risa Novella Dianita Anshori/57213213707
Yohannes Kalo/57213113723
TPH-A
DOSEN PENGAMPU :
Dr. Yulianti Sipahutar, S.Pi., M.M.
1.2 Tujuan
Praktikum ini dilakukan dengan bertujuan :
Agar taruna/i mengetahui cara uji viskositas pada keragenan rumput
laut
Agar taruna/i mengetahui viskositas pada keragenan rumput laut
BAB II
METODEOLOGI
Rumput laut merupakan salah satu jenis alga makroskopis. Rumput laut
tumbuh melekat pada substrat tertentu. Baik itu terumbu karang maupun
bebatuan. Tanaman ini tidak memiliki akar, batang dan daun sejati. Oleh karena
itu, rumput laut termasuk kedalam golongan tanaman yang berderajat rendah.
Tanaman ini hanya memiliki bagian tubuh yang menyerupai batang yang sering
disebut thalus, thalus pada rumput laut ada yang tanpa percabangan dan
bercabang-cabang dengan sifat mulai dari lunak, keras, seperti tulang rawan ,
hingga berserabut. Rumput laut dapat diandalkan sebagai salah satu produk
perikanan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat dipesisir karena teknologi
yang digunakan sederhana dan murah sehingga cocok untuk masyarakat
membudidayakannya (Fikri et al., 2015)
Karagenan adalah hasil kerja ekstraksi dari rumput laut. Karaginan sangat
berperan sebagai stabilisator ( pengatur keseimbangan), thicker (bahan
pengetal), pembentuk gel, pengemulsi, koloid pelindung, penggumpal dan
pencegah kristalisasi. Karaginan sangat dimanfaatkan dalam industry.
Karagenan juga dapat digunakan sebagai bahan baku makanan, obat-obatan,
kosmetik, tekstil, cat, pasta gigi dan industry lainnya. Karagenan terdiri dari
beberapa tipe yaitu kappa karagenan (k-karagenan), iota keragenan (i-
karagenan), dan lamda (julaika et al., 2017).
Viskositas merupakan salah satu sifat fisik keraginan yang cukup penting.
Pengujian viskositas dilakukan untuk mengetahui tingkat kekentalan keraginan
sebagai larutan pada konsentrasi dan suhu tertentu. Menurut wibowo et al.,
(2012) bahwa faktor yang mempengaruhi viskositas adalah konsentrasi alkali,
suhu ekstraksi, tingkat dispersi, kandungan sulfat, perlakukan yang diberikan
pada rumpu laut, dan adanya elektrolit dan non-elektrolit dalam sistem.
BAB III
METODE KERJA
3.1 Alat dan Bahan
Hot plate
Gelas beker
Batang pengaduk
Gelas ukur
Viscometer
Timbangan digital
Thermometer
Spindle
Rumput laut 10% (3 gram)
Aquades 200ml
3.2 Cara Kerja
1. Siapkan gelas beker lalu timbang rumput laut
2. Tambahkan aquades 200ml
3. Panaskan diatas hotplate sambal diaduk hingga suhu 75 derajat
celcius
4. Setelah panas dipindahkan larutan ke gelas beker khusus
viscometer
5. Setting alat viscometer dengan kecepatan putar 100 rem. Aduk
menggunakan spindle nomor 02
6. Catat hasil saat suhu mencapai 75 derajat celcius
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Dari praktikum yang telah dilakukan mendapatkan hasil yang diperoleh
dan pada rumput laut karagenan adalah 75,0°L dengan konsentrasi 10% dan
44,61 mPas
4.2 Pembahasan
Metode SRC (Solvent Retertion Capacity) 2002 adalah salah satu metode
yang digunakan untuk mengukur viskositas pada termasuk rumput laut karagenan.
Viskositas merupakan parameter penting dalam industry makanan, farmasi,
dan lainnya. Karena mempengaruhi aliran dan tekstur produk. Untuk mengukur
viskositas pada rumput laut karagenan dengan konsentrasi 10%
Karagenan merupakan polisakarida yang diesktrasi dari rumput laut merah.
Karagenan 10% dalam lingkungan, udara. Karagenan digunakan dalam makanan
sebagai pengental dan pengemulsi.
Tujuan pengujian viskositas adalah untuk mengukur ketebalan atau
kekeuatan rumput laut keragenan konsentrasi 10%. Ini revelan dengan
pengggunaan bahan tersebut dalam produk-produk yang memerlukan sifat-sifat
revelan tertentu.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Jadi kesimpulan dari praktikum ialah dalam uji viskositas keraginan rumput
laut dengan konsentrasi 10% didapatkan nilai 44,61 mPas. Dilakukannya
pengujian ini dikarenakan untuk menguji kekuatan karagenan dengan konsentrasi
10%.
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA
UJI FORMALIN PADA IKAN ASIN TONGKOL
Disusun Oleh :
Agustinus Safuf/57213113644
Ghina Kamila Firdaus/57213213676
Risa Novella Dianita Anshori/57213213707
Yohannes Kalo/57213113723
TPH-A
DOSEN PENGAMPU :
Dr. Yulianti Sipahutar, S.Pi., M.M.
Formalin, atau formaldehida (HCHO), adalah senyawa kimia dengan rumus kimia
CH2O. Ini adalah gas yang larut dalam air dan digunakan dalam bentuk larutan air
yang dikenal sebagai formalin. Formalin memiliki beberapa sifat dan karakteristik
yang membuatnya digunakan sebagai bahan pengawet, termasuk
kemampuannya untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan
mikroorganisme dan mencegah pembusukan.
Berikut adalah beberapa dasar teori terkait formalin :
5. Alternatif Pengawet :
- Mengingat kekhawatiran terkait kesehatan, banyak penelitian dan
pengembangan dilakukan untuk menemukan alternatif pengawet yang lebih aman
dan lebih ramah lingkungan daripada formalin.
Penting untuk diingat bahwa penggunaan formalin dalam makanan harus sesuai
dengan regulasi dan pedoman yang berlaku di setiap wilayah untuk memastikan
keamanan konsumen dan mencegah dampak negatif pada kesehatan manusia.
BAB III
METODOLOGI
3.1 Alat dan bahan
Alat
1. Desilator
2. Kertas saring
3. Corong
4. Gelas ukur
5. Erlenmeyer
6. Timbangan digital
7. Stomacher
8. Hotplate
9. Plastic
Bahan
1. Sampel ikan asin
2. Aqudes
3. Asam fosfat
4. Asam kromat
4.1 Hasil
Hasil pada pengujian kali ini menghasilkan positif, karena larutan pada
tabung reaksi berubah menjadi sedikit keunguan. Apabila suatu sampel berubah
menjadi warna ungu maka menandakan sampel mengandung formalin.
4.2 PEMBAHASAN
Pada praktikum ini, kami melakukan uji formalin pada sampel makanan
yang banyak di jual belikan yaitu ikan asin tingkol. Pada uji ini menggunakan asam
kromat dan asam fosfat untuk identifikasi pada ikan asin tongkol. Selain membuat
sampel, kami juga membuat standar yang digunaka sebagai pembanfding.
Dari hasil percobaan yang telah dilakukan mendapatkan hasil positif
karena larutan berubah menjadi warna keunguan. Hal tersebut menunjukan bahwa
sampel ikan asin tongkol mengandung formalin. Jika makanan ini dikonsumsi,
maka beberapa tahun kemudian akan menimbulkan berbagai macam penyakit
seperti kanker
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan tentang kandungan formalin pada ikan asin
tingkol, maka dapat disimpulkan bahwa sampel mengandung formalin. Hal ini
dibuktikan antara perbandingan antara standar dengan sampel dimana sampel
menunjukan warna merah muda setelah ditambahkan asam kromat.
Dengan standar, produk yang mengandung formalin dalam pengawetan makanan,
dengan lebih bijak dalam memilih ikan asin yang akan dikonsumsi
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA
UJI FENOL
Disusun Oleh :
Agustinus Safuf/57213113644
Ghina Kamila Firdaus/57213213676
Risa Novella Dianita Anshori/57213213707
Yohannes Kalo/57213113723
TPH-A
DOSEN PENGAMPU :
Dr. Yulianti Sipahutar, S.Pi., M.M.
1.2 Tujuan
Pada praktikum ini bertujuan untuk mengetahui kandungan fenol dalam ikan
asap serta dapat mengetahui uji fenol.
BAB II
LANDASAN TEORI
Phylum : Animalia
Kelas : Pisces
Sub Kelas : Teleostei
Ordo : Perchonomorphi
Sub Ordo : Scombrina
Family : Scombridae
Genus : Euthynnus
Spesies : Euthynnus affinis
Sumber : Djuanda (1991)
Ikan tongkol tergolong kelompok scombridae dengan bentuk tubuh seperti cerutu
dengan kulit licin, sirip dada melengkung dengan ujungnya lurus dan pangkalnya
lebar. Sirip ekor bercabang dua dengan kedua ujungnya Panjang dan pangkalnya
bulat kecil. Dibelakang sirip punggung dan dubur terdapat sirip tambahan yang
kecil. Ikan tongkol memiliki tubuh berwarna biru hitam pada 6 bagian punggung
dan biasannya terlihat totol hitam pada bagian pelvic dan sirip pectoral. Panjang
total dapat mencapai 1 meter, tetapi umumnya 40-60 cm (Djuanda, 1991)
2.2 Pengasapan Ikan
Pengasapan ikan adalah salah satu cara mengolah dan mengawetkan ikan
yang cukup populer di Indonesia. Cara ini dapat dijumpai diberbagai daerah,
namun jumlahnya tidak sebanyak produk pengasinan atau pengeringan.
Pengasapan dapat menunda proses kemunduran mutu ikan (Sulistijowati dkk.,
2011). Teknologi pengawetan makanan terus berkembang untuk menciptakan
pengawet makanan yang aman bagi tubuh. Pengawetan makanan dengan cara
menambahkan zat aditif yang alami merupakan salah satu pengembangan zat
pengawet makanan yang berkembang pesat. Asap cair merupakan salah satu
bahan pengawet makanan yang dikembangkan.
3.1.1 Alat
1) Erlenmeyer
2) Labu ukur
3) Batang pengaduk
4) Beaker gelas
5) Corong
6) Kertas saring
7) Stomacher
8) Gunting
9) Lemari asam
10) Buret
3.1.2 Bahan
4.1 Hasil
4.2 Pembahasan
Disusun Oleh :
Agustinus Safuf/57213113644
Ghina Kamila Firdaus/57213213676
Risa Novella Dianita Anshori/57213213707
Yohannes Kalo/57213113723
TPH-A
DOSEN PENGAMPU :
Dr. Yulianti Sipahutar, S.Pi., M.M.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesegaran ikan akan menurun sejalan dengan meningkatnya kandungan
nitrogen yang mudah menguap. Larutan kalium sorbat dan larutan natrium klorida
memperlihatkan pembentukan volatile base yang lebih rendah. Hal ini disebabkan
oleh pemberian garam yang menekan aktivitas bakteri sehingga perombakan
senyawa makromolekul menjadi senyawa-senyawa menguap lainnya dapat
ditekan senyawa-senyawa yang dapat menguap (Hadiwiyanto, 1993 dalam Rudi
et al; 2005)
Senyawa kimia yang dihasilkan dalam dekomposisi bacterial dapat
dinyatakan sebagai indicator tingkat kesegaran atau kebusukan udang,
diantaranya indol, hipoxantin, histamine, total volatile base (TVB), dan
Trimethylamine (TMA) (Zaitzel et al ; 1969 dalam Subrata et al ; 2001). Sedangkan
menurut Jay (2000) dalam Yuliana (2007), TMA terbentuk dari penguraian
senyawa lipoprotein menjadi kolin lalu diuraikan menjadi TMAO oleh enzim
dehiddrogenase, kemudian direduksi menjadi TMA sebagai senyawa yang
sebagian besar terdapat pada spesies ikan laut.
1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini yaitu dapat menganalisis TMA pada daging ikan
serta dapat mengetahui uji TMA
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
TVB atau total volatile bases adalah banyaknya basa menguap. TVB
diproduksi oleh reaksi oksidasi aktivitas enzim dan mikroba di dalam otot jaringan
ikan yang sebagian besar terdiri dari senyawa amin, diantaranya amonia,
trimethylamine (TMA) dan dimethylamine (DMA). TVB biasanya digunakan untuk
mengukur tingkat kesegaran ikan, semakin menurun mutu ikan, akan semakin
tinggi kadar TVB- nya. Selain itu dapat pula digunakan untuk mengetahui batasan
ikan yang masih layak untuk dikonsumsi. Ikan yang sudah benar- benar busuk
memiliki kadar TVB melebihi 30 mg-N/100 gram (Soekarto, 1990)
TMA atau trimethylamine merupakan jenis senyawa yang tidak berwarna,
bersifat higroskopik, dan mudah terbakar dimana amina tersier memiliki bau amis
yang kuat. Biasanya TMA digunakan dalam system kolin, hidroksida,
tetramethylammonium, dan pengatur pertumbuhan tanaman. Senyawa ini
merupakan produk dekomposisi dari tumbuhan dan hewan. Keberadaannya pada
ikan juga dapat berasal dari penggabungan asam laktat dan TMAO (Murdjiharto,
1993).
Pengujian TVB dan TMA diawali dengan mempersiapkan alat dan bahan. Alat
yang akan digunakan antara lain cawan Conway, pipet ukur 1 mL, blender, kertas
saring, Erlenmeyer, dan incubator. Sedangkan bahan yang disiapkan adalah
sampel (bakso ikan dan otak-otak), larutan TCA 7.5%, larutan 4% asam borat,
larutan K2CO3jenuh, larutan 1/70 N HCl dan vaselin. Pada pengujian TMA bahan
yang digunakan sama, hanya saja ditambah larutan formalin 40%
Kadar TMA secara umum digunakan untuk menentukan mikroba pembusuk
yang dapat menyebabkan pembusukan pada ikan. Trimetil amin (TMA) terbentuk
dari reduksi TMAO oleh bakteri pembusuk. TMA merupakan senyawa yang
memberikan karakteristik bau amis (fishy) dari ikan. TMA juga merupakan bagian
dari TVB, oleh sebab itu kandungan TMA selalu lebih rendah dari TVB (Murtini et
al. 2014).
BAB III
METODEOLOGI
3.1 Alat dan Bahan
Timbangan digital
Cawan Conway
Oven
Corong
Erlenmayer
Stomacher
Sampel 10 gram
TCA 30 ml
K2CO3
Indikator Conway
Formalin
H3BO3
4.1 Hasil
Hasil Blanko
0,26 0,06
4.2 Pembahasan
Dari praktikum TMA diatas dapat dilihat bahwa kesegaran ikan masih
terbilang segar karena dari hasil titrasi tersebut angka hasil titrasi tidak jauh
berbeda dengan blanko. Hal tersebut dapat dinyatakan bahwa ikan masih
segar dan belum banyak terjadi kemunduran mutu.
Pengujian TVB dan TMA diawali dengan mempersiapkan alat dan
bahan. Alat yang akan digunakan antara lain cawan Conway, pipet ukur 1 mL,
blender, kertas saring, Erlenmeyer, dan incubator. Sedangkan bahan yang
disiapkan adalah sampel (ikan segar), larutan TCA 7.5%, larutan 4% asam
borat, larutan K2CO3 jenuh, larutan 1/70 N HCl dan vaselin. Pada pengujian
TMA bahan yang digunakan sama, hanya saja ditambah larutan formalin 40%.
Prosedur awal yang dilakukan adalah membuat filtrate yang berasal dari
sampel yang telah ditambah TCA 7.5% dan diblender. Menurut Sudarmadji
(1996), TCA berfungsi untuk menghentikan jalannya reaksi hidrolisis dengan
cara mendenaturasi enzim karena sifat TCA adalah asam.
Kemudian menyiapkan 2 buah cawan Conway untuk masing-masing
pengujian. Mengolesi tepian cawan Conway dengan vaselin yang berfungsi
untuk melekatkan cawan Conway sehingga tidak terjadi pertukaran gas dari
dalam keluar atau sebaliknya. Cawan Conway 1, diisi larutan asam borat
sebanyak 1 mL yang dimasukkan dalam inner chamber, dimana larutan ini
berfungsi sebagai indicator perubahan warna saat dititrasi dengan HCl dan
berubah warna menjadi merah muda. Outer chamber sisi kanan diisi filtrate
dan sebelah kiri diisi K2CO3 masing-masing sebanyak 1 mL. K2CO3
berfungsi untuk mengikat basa volatile pada jaringan sampel. Setiap kali
memasukkan larutan kedalam cawan Conway, harus segera ditutup karena
larutan tersebut mempunyai sifat yang mudah menguap. kemudian ditambah
dengan larutan formalin 40% sebanyak 0.5 mL yang diletakkan
diantara sampel dan K2CO3. Larutan formalin berfungsi untuk mengikat
senyawa lain selain TMA. Larutan dalam outer chamber dicampur sesaat
sebelum diinkubasi pada suhu 370 derajat celcius 30 menit dengan oven.
Setelah itu, asam borat dalam blanko dititrasi dengan HCl sampai berwarna
merah muda. Warna merah muda terbentuk karena adanya HCl berlebih yang
menyebabkan suasana asam. Selanjutnya asam borat dalam dalam sampel
juga dititrasi dengan HCl sampai warnanya seperti yang didapatkan pada
blanko, kemudian dihitung kadarnya
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Jadi dapat disimpulkan bahwa ikan yang telah diuji TMA memiliki
kesegaran yang masih dibilang segar karena pada saat titrasi memiliki nilai kecil
yaitu 0,26.
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA
UJI TBA
Disusun Oleh :
Agustinus Safuf/57213113644
Ghina Kamila Firdaus/57213213676
Risa Novella Dianita Anshori/57213213707
Yohannes Kalo/57213113723
TPH-A
DOSEN PENGAMPU :
Dr. Yulianti Sipahutar, S.Pi., M.M.
1.2 Tujuan
1. Mengidentifikasi kandungan TBA pada ikan tongkol asin
2. Mengetahui hasil pengujian TBA pada ikan tongkol asin
BAB II
DASAR TEORI
2.2 Garam
Ikan yang mengalami proses penggaraman menjadi awet karena garam
dapat menghambat atau membunuh bakteri penyebab pembusukan pada ikan,
oleh karena itu , kemurnian garam sangat menentukan. Garam yang dipakai
adalah garam dapur (NaCl) murni, artinya garam yang sebanyak mungkin
mengandung NaCl dan sekecil mungkin unsur-unsur lainnya.
3.1. Alat
1) Gelas ukur
2) Breaker glass
3) Erlenmeyer
4) Pipet tetes
5) Tabung reaksi
6) Stomacher
7) Hotplate
8) Timbangan analitik
9) Gunting
10) Plastik Pe
11) Kuater bat
12) Destilasi
13) Alumunium foil
3.2. Bahan
1) Ikan asin tongkol 10 gr
2) Aquades
3) HCI
4) TBA
3.3. Cara Kerja
1) Siapkan alat dan bahan
2) Timbang 10 gr sampel lalu pindahkan ke labu destilasi
3) Cuci kembali dengan 485 ml aquades kemudian masukan kedalam
erlemeyer
4) Tambahkan HCl 4N 1,5 ml
5) Destilasi hingga larutan mencapai 40 ml
6) Masukan 10 ml larutan kedalam labu reaksi dengan menambahkan 1
ml reagen TBA
7) Rebus 35 menit tabung reaksi yang berisi larutan
8) Hasil dibaca menggunakan spektrofotometri 520 mm
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
HCl 4N = 20 ML
20 ×4
HCl pekat 12N , = 7 ml
12
TBA = 50 L
Reagen TBA = 0,02 N
𝑔𝑟 1000
μ= ×
𝐵𝑒 𝐵𝑒
𝑔𝑟 1000
0,002 = ×
144,15 19
gr = 0, 14
Sampel Percobaan
Ikan asin tongkol 1) 0,675
2) 0,720
3) 0,623
7,8 ×𝐷×3
TBA =
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
7,8 ×𝐷×3
=
10
=1,574 mg melonadehid/kg
4.2. Pembahasan
Ikan asin adalah ikan yang telah diawetkan dengan cara mengeringkan dan
biasanya diberi ttambahan garum untuk mengawetkan lebih lama. Proses
pengawetan ini biasanya dilakukan dengan menghilangkan kadar air dari
ikan. Sehingga mikroorganisme yang dapat merusak ikan tidak dapat
tumbuh.
Disusun Oleh :
Agustinus Safuf/57213113644
Ghina Kamila Firdaus/57213213676
Risa Novella Dianita Anshori/57213213707
Yohannes Kalo/57213113723
TPH-A
DOSEN PENGAMPU :
Dr. Yulianti Sipahutar, S.Pi., M.M.
Ikan asin merupakan produk olahan ikan tradisional yang paling banyak
dan mudah dilakukan, namun pengembangan pengolahan ikan asin ke dalam
suatu produk masih jarang dilakukan sehingga dibutuhkan diversifikasi produk dari
ikan asin agar dapat meningkatkan variasi konsumsi masyarakat terhadap produk
ikan asin. (3) Tahitu (2014) melaporkan bahwa konsentrasi garam dan waktu
perendaman yang terbaik adalah 6 jam pada konsentrasi garam 40%. Standar
mutu ikan asin kering (SNI 8273:2016), antara lain: kadar air maksimum 40 %,
kadar garam maksimum 12-20 %, dan ALT maksimum 1 x 105 koloni/g, kadar abu
tidak larut asam 0,3% (BSN 2016).
Phylum : Animalia
Kelas : Pisces
Sub Kelas : Teleostei
Ordo : Perchonomorphi
Sub Ordo : Scombrina
Family : Scombridae
Genus : Euthynnus
Spesies : Euthynnus affinis
Sumber : Djuanda (1991)
Ikan tongkol tergolong kelompok scombridae dengan bentuk tubuh seperti cerutu
dengan kulit licin, sirip dada melengkung dengan ujungnya lurus dan pangkalnya
lebar. Sirip ekor bercabang dua dengan kedua ujungnya Panjang dan pangkalnya
bulat kecil. Dibelakang sirip punggung dan dubur terdapat sirip tambahan yang
kecil. Ikan tongkol memiliki tubuh berwarna biru hitam pada 6 bagian punggung
dan biasannya terlihat totol hitam pada bagian pelvic dan sirip pectoral. Panjang
total dapat mencapai 1 meter, tetapi umumnya 40-60 cm (Djuanda, 1991)
2.2 Ikan asin
Ikan merupakan komoditi pangan yang dihasilkan dari perairan antara lain
ikan, udang, kerang atau kepiting dan cumi-cumi. Ikan pada umumnya lebih
banyak dikenal daripada hasil perikanan yang lain karena paling banyak di tangkap
dan dikonsumsi. Menurut tempat hidupnya terapat tiga golongan ikan yaitu ikan
laut, ikan darat (ikan air tawar) dan ikan migrasi (Warsito, Rindiani dan
Nurdyansyah, 2015). Ikan merupakan salah satu jenis bahan yang mempunyai
nilai gizi yang tinggi dan sangat penting bagi manusia serta merupakan sumber
protein yang harganya relatif murah, namun ikan merupakan komoditas yang
sangat mudah busuk dan produksinya musiman terutama ikan laut (Niswah, Pane
dan Resanti, 2016). Ikan asin atau ikan kering merupakan hasil proses
penggaraman dan pengeringan. Ikan ini mempunyai kadar air rendah karena
penyerapan oleh garam dan penguapan oleh panas. Beberapa jenis ikan yang
biasanya diawetkan menjadi ikan asin atau ikan kering adalah ikan kakap, tenggiri,
tongkol, kembung, layang, teri, petek, mujair, dan lain–lain (Antoni, 2010)
3.1.1 Alat
1. Timbangan
2. Gunting
3. Gelas beker
4. Tungku pengebuan
5. Desikator
6. Cawan porselin
7. Erlenmeyer
8. Labu ukur 200 Ml
9. Corong
10. Gelas ukur
3.1.2 Alat
1. Tuang abu kedalam laiu ukur 250 ml, ditambahkan aquades 250 ml
2. Kocok perlahan
3. Siapkan 3 erlenmeyer dan tuangkan masing-masing 25 ml pada
Erlenmeyer
4. Tambahkan 1 ml kalsium kromat pada tiap Erlenmeyer
5. Kemudian melakukan titrasi untuk melihat hasilnya.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Hasil Kadar
Percobaan Warna Blanko M AgNO3
titrasi garam (%)
1 30,2 Merah bata
2 37,5 Merah bata 0,2 0,457 0,099
3 44,6 Merah bata
Rata-rata 0,0181
4.2 Pembahasan
Penambahan kalium kromat (K2CrO4) dan aquades (air murni atau air
destilasi) pada pengujian kadar garam pada ikan tongkol asin dapat digunakan
dalam titrasi argentometri untuk mengukur kadar garam (khususnya klorida) dalam
sampel ikan tongkol asin. Berikut adalah fungsi masing-masing bahan:
Fungsi: Air murni atau air destilasi digunakan untuk membilas dan
mendispersikan bahan-bahan dalam sampel ikan tongkol asin
selama persiapan sampel sebelum titrasi. Penggunaan air murni
penting untuk mencegah kontaminasi dari ion-ion yang mungkin
terkandung dalam air biasa.
Reaksi Kimia: Tidak ada reaksi kimia khusus, tetapi air murni
penting untuk menjaga kebersihan dan ketepatan analisis.
Prosedur umum untuk titrasi argentometri dalam mengukur kadar garam
(klorida) dalam sampel ikan tongkol asin melibatkan penambahan larutan
argentometrik (biasanya larutan AgNO3) ke dalam sampel yang telah diencerkan
dengan air murni. Kalium kromat digunakan sebagai indikator untuk menunjukkan
titik akhir titrasi ketika semua ion klorida telah bereaksi dengan ion perak,
membentuk endapan putih (AgCl).
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan