Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PRAKTIKUM MINGGUAN

FISIOLOGI HEWAN

ACARA III
HEMOLISIS DAN KRENASI

OLEH:
NAMA : ASWANGGA ABIGAIL HIDAYAT
NIM : E1A021071
KELAS : C / VI

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MATARAM
2024
ACARA III
HEMOLISIS DAN KRENASI

A. Pelaksanaan Praktikum
1. Tujuan Praktikum : Mempelajari terjadinya hemolisis dan
krenasi.
2. Hari, Tanggal Praktikum : Selasa, 26 Maret 2024
3. Tempat Praktikum : Laboratorium Biologi II FKIP,
Universitas Mataram.

B. Landasan Teori
Hemoglobin (Hb) adalah molekul protein pada eritrositsebagai
menghantarkan oksigen keseluruh tubuh selain itu hemoglobin juga sangat
penting untuk mempertahankan bentuk sel darah merah yang bikonkaf.
Hemagblobin (Hb) berfungsi mengangkut oksigen dari paru kejaringan
tubuh dan membawa karbon dioksida kembali ke paru - paru dari jaringan
tubuh. Kesalahan sebagian besar terletak di luar fase analitik, sedangkan
pada fasepra dan pasca analitik lebih rentan untuk terjadi resiko kesalahan
yang lain (Istiqomaria & bastian, 2021:227).
Eritrosit adalah sel darah merah yang paling mudah mengalami
kerusakan ini. Konsentrasi antikoagulan yang tidak tepat juga dapat
menyebabkan pembengkakan sel, krenasi. Krenasi adalah bentuk eritrosit
yang mengkerut dan timbul tonjolan-tonjolan pada permukaannya. Krenasi
biasanya terbentuk pada darah yang dibiarkan dalam waktu cukup lama
yang berarti juga semakin lama terpapar dengan antikoagulan. Perubahan
eritrosit ini dapat disebabkan oleh pengaruh faktor intrinsik seperti
berkurangnya adenosin triphosphate (ATP) atau karena faktor ekstrinsik
seperti peningkatan pH antikoagulan (Yunus, dkk. 2022:331).
Hemolisis merupakan gangguan yang terjadi pada membran eritrosit
sehingga terjadi pelepasan hemoglobin. Hemolisis ditandai dengan kondisi
serum yang berwarna kemerahan karena lepasnya hemoglobin dari eritrosit
yang rusak. Hemolisis dapat terjadi secara in vitro dan in vivo. Hemolisis
secara in vivo dapat disebabkan oleh adanya infeksi, zat beracun, reaksi
transfusi dan anemia hemolitik Walaupun hemolisis dapat terjadi secara in
vivo, hemolisis secara in vitro dalam pra analitik menjadi salah satu masalah
utama pada laboratorium klinik (Nugrahena, dkk. 2021:109).

C. Alat dan Bahan


1. Alat
a. Alat tulis.
b. Kaca benda.
c. Kaca penutup.
d. Kamera hp.
e. Mikroskop.
f. Pipet.
g. Rak tabung reaksi.
h. Tabung reaksi.
2. Bahan
a. Aquadest.
b. Kapas.
c. Kloroform.
d. Larutan NaCl 0,3%.
e. Larutan NaCl 0,9%.
f. Larutan NaCl 3%.
g. Sel darah merah (eritrosit).

D. Langkah Kerja
Adapun langkah kerja yang dilakukan pada praktikum ini adalah
sebagai berikut:
1. Menyiapkan alat dan bahan.
2. Menyiapkan 4 buah tabung reaksi, kemudian diberi lebel/nomor 1
samapi 4.
3. Mengisi tabung nomor 1 dengan larutan NaCl 0,9% sebagai kontrol,
tabung 2 diisi dengan larutan NaCl 0,3%, tabung 3 dengan NaCl 3% dan
tabung 4 dengan aquadest, masing-masing sebanyak 5 ml.
4. Menambahkan 1–2 tetes darah ke dalam masing-masing tabung, biarkan
selama 30 menit.
5. Memeriksa warna dan kekeruhan larutan dalam tabung. Warna merah
cerah menunjukkan adanya hemolisis, warna merah keruh kemungkinan
sebagian eritrosit mengalami hemolisis atau perubahan lainnya.
6. Mengamati semua tabung di bawah mikroskop, dengan cara teteskan
satu tetes larutan pada kaca benda tutup dengan kaca penutup, amati
bentuk sel dan bandingkan dengan hasil dari tabung 1 sebagai kontrol.
7. Membersihkan dan merapikan kembali alat dan bahan yang digunakan.
E. Hasil Pengamatan
1. Tabel Hasil Pengamatan
No Konsentrasi Dokumentasi Gambar Keteramgan
Mengalami
hemolisis,
karena
larutan
1. Aquades
bersifat
(Gambar
hipotonis
(Perbesaran pembanding)
40 x 10)
Mengalami
hemolisis
sempurna,
Larutan
2. karena
NaCl 0,3%
(Gambar larutan
(Perbesaran 40 x pembanding) bersifat
10) hipotonik
Mengalami
krenasi,
karena
larutan
NaCl 3%
diluar sel
Larutan
3. bersifat
NaCl 3 %
hipertonik
(Perbesaran 40 x (Gambar dari pada
pembanding)
10) konsentrasi
NaCl di
dalam sel
eritrosit.
Tidak
mengalami
hemolisis
maupun
Larutan
4. krenasi,
NaCl 0,9%
karena
(Perbesaran 40 x (Gambar larutan
pembanding)
10) bersifat
isotonik.

F. Pembahasan
Berdasarkan praktikum mengenai hemolisis dan krenasi yang
bertujuan untuk mempelajari terjadinya hemolisis dan krenasi. Kerusakan
membran eritrosit dapat disebabkan oleh antara lain penambahan larutan
hipotonis atau hipertonis ke dalam darah, penurunan tekanan permukaan
membran eritrosit, zat atau unsur kimia tertentu, pemanasan atau
pendinginan, serta rapuh karena ketuaan dalam sirkulasi darah. Tekanan
osmosa isi sel darah merah (eritrosit) adalah sama dengan tekanan osmosa
larutan NaCl 0,9% (isotonis). eritrosit yang ditempatkan dalam larutan
garam yang isotonis tidak akan mengalami kerusakan dan tetap utuh. Tetapi
bila eritrosit ditempatkan dalam air distilasi (hipotonis), eritrosit akan
mengalami hemolisis. Hemolisis adalah peristiwa keluarnya hemoglobin
dari dalam eritrosit menuju ke cairan sekelilingnya. Keluarnya hemoglobin
ini disebabkan karena pecahnya membran eritrosit. Membran eritrosit
mudah dilalui atau ditembus oleh ion-ion H+, OH-, NH4+, Po4,HCO3-, Cl-
dan juga oleh substansi-substansi yang lain seperti glukosa, asam amino,
urea dan asam urat. Bila eritrosit dimasukkan ke dalam larutan NaCl yang
lebih tinggi (hipertonis) daripada cairan isi sel daran merah, air yang ada di
dalam eritrosit akan banyak yang keluar. Akibatnya eritrosit akan
mengkerut, keadaan yang demikian ini disebut krenasi.
Pengamatan ini dilakukan menggunakan 4 perlakuan yang
berbeda dari masing-masing tabung. Tabung 1 dengan larutan aquadest,
tabung 2 diisi dengan larutan NaCl 0,3%, tabung 3 dengan larutan NaCl 3%
dan tabung 4 laruttan NaCl 0,9% sebagai kontrol, masing-masing tabung
diisi sebanyak 5 ml sampel yang telah ditentukan. Berdasarkan hasil
pengamatan yang telah dilakukan didapatkan hasil pada pengamatan
pertama yaitu aquadest yang ditambahkan 2 tetes sel darah merah
mengalami perubahan warna larutan menjadi merah cerah sehingga terjadi
hemolisis. Hal tersebut dapat terjadi karena larutan aquadest bersifat
hipotonis. Pada pengamatan kedua yaitu larutan NaCl 0,3% yang
ditambahan 2 tetes sel darah merah mengalami hemolisis sempurna, karena
larutan bersifat hipotonis karena konsentrasi NaCl 0,3% di luar sel lebih
rendah dibandingkan dengan konsentrasi NaCl di dalam sel darah merah.
Pengamatan ketiga yaitu larutan NaCl 3% yang ditambahkan 2 tetes sel
darah merah menyebabkan warna darah menjadi merah keruh dan terjadi
krenasi karena konsentrasi NaCl 3% di luar sel lebih tinggi dibandingkan
dengan konsentrasi NaCl di dalam sel darah merah sehingga terjadinya
hipertonis dan menyebabkan sel menjadi mengkerut.
Pengamatan terakhir yaitu pada laruttan NaCl 0,9% yang
dijadikan sebagai kontrol yang ditambahkan 2 tetes sel darah merah
menghasilkan larutan menjadi merah transparan. Hal tersebut dapat terjadi
karena larutan NaCl 0,9% bersifat isotonis, dimana larutan ini merupakan
larutan yang memiliki konsentrasi sama atau seimbang, baik di dalam sel
maupun di luar sel. Jadi apabila medium di sekitar eritrosit menjadi
hipotonis (Karena penambahan larutan NaCl hipotonis) medium tersebut
(plasma dan larutan NaCl) akan masuk ke dalam eritrosit melalui membran
yang bersifat semipermiabel dan menyebabkan sel eritrosit menggembung
dan akan mengalami hemolisis, sebaliknya bila eritrosit berada pada
medium yang hipertonis, maka cairan eritrosit akan keluar menuju ke
medium luar eritrosit (plasma), akibatnya eritrosit akan keriput atau disebut
dengan krenasi. Adapun kendala dari praktikum ini yaitu tidak cukupnya
waktu dalam melakukan praktikum ini sehingga sebagian kelompok tidak
dapat mengamati beberapa sampel larutan yang akan di amati sehingga data
yang diperoleh kurang lengkap.

G. Penutup
1. Kesimpulan
Berdasarkan tujuan, hasil pengamatan dan pembahasan dapat
disimpulkan bahwa peristiwa hemolisis yang ditandai dengan pecahnya
sel darah merah yang disebabkan oleh penambahan larutan yang bersifat
hipotonis, seperti aquades dan larutan NaCl 0,3%. Sebaliknya peristiwa
krenasi dapat ditandai dengan adanya kerutan sel darah merah yang
disebabkan oleh penambahan larutan yang bersifat hipertonis seperti
larutan NaCl 3% ke dalam sel darah merah, dan larutan NaCl 0,9% yang
dijadikan sebagai kontrol bersifat isotonis, karena larutan ini memiliki
konsentrasi sama atau seimbang, baik di dalam sel maupun di luar sel.
2. Saran
Harap untuk praktikan untuk mematuhi peraturan yang ada di dalam
laboratorium dan mencatat hasil praktikum dengan teliti.
DAFTAR PUSTAKA

Istiqomaria, I., & Bastian, B. (2021). Perbedaan Kadar Hemoglobin Pada Darah
Simpan Suhu 20oC–25oC dan 4oC–8oC Selama 6 Jam. Anakes: Jurnal
Ilmiah Analis Kesehatan, 7(2), 226-232.
Nugrahena, N. P., Sudarsono, T. A., & Wijayanti, L. (2021). Pengaruh Hemolisis
Terhadap Nilai Trombosit Dengan Menggunakan Metode Direct
Counting. Jurnal Analis Medika Biosains (JAMBS), 8(2), 108-113..
Yunus, R., Astina, F., & Hasan, F. E. (2022). Analisis Kualitatif Morfologi
Eritrosit Pada Apusan Darah Edta (Ethylene Diamine Tetraacetic Acid)
Untuk Pemeriksaan Segera (0 Jam) Dan Pemeriksaan Ditunda (2 Jam).
Borneo Journal of Medical Laboratory Technology, 5(1), 326-334.
LAMPIRAN
Pertanyaan

1. Jelaskan mengapa NaCl 0,9% digunakan sebagai kontrol ?


Jawaban :
NaCl 0,9% digunakan sebagai kontrol dalam percobaan hemolisis dan krenasi
karena menciptakan kondisi lingkungan yang mirip dengan tubuh manusia
dan memberikan dasar untuk membandingkan respons sel darah terhadap
lingkungan yang berbeda secara konsisten. Selain itu larutan ini merupakan
larutan yang memiliki konsentrasi sama atau seimbang, baik di dalam sel
maupun di luar sel
2. Mengapa aquadest disebut hipotonis terhadap sel darah merah ? jelaskan.
Jawaban :
Aquadest disebut hipotonis terhadap sel darah merah karena memiliki
konsentrasi zat terlarut yang lebih rendah dibandingkan dengan sel darah
merah. Hal ini menyebabkan air bergerak dari aquadest ke dalam sel darah
merah melalui osmosis, yang menyebabkan sel darah merah membengkak
dan pecah.

Anda mungkin juga menyukai