Anda di halaman 1dari 20

BAB 1

SKENARIO 3

SULIT MENELAN

Tn A, 29 tahun datang di RS dengan keluhan batuk darah, Sesak nafas sejak 2 hari yang lalu
dengan intensitas yang semakin meningkat, demam tinggi sejak seminggu yang lalu, nyeri pada
dada, sekret berwarna kuning kecoklatan, klien mengatakan klien merasa lelah walaupun tidur
cukup, batuk berlendir dan kesulitan bernapas. Klien selalu tidak menghabiskan makanan, karena
merasa tidak nyaman di area lidah dan sulit menelan. Hasil inspeksi menunjukkan konjungtiva
anemis, terdapat bintil kehitaman pada seluruh badan, kulit terlihat kering dan menggelupas. Saat
dirawat di RS aktivitas klien dibantu oleh perawat sepenuhnya, keluarga hanya datang dan melihat
klien, saat ditanya oleh perawat keluarga mengatakan bahwa keluarga belum bisa menerima
kenyataan seperti ini. Saat dilakukan. pengakajian seringnya klien mengatakan ingin mati saja,
hidupnya tidak berguna, merasa tidak berdaya. Sering bertanya apa tujuan Tuhan memberikan ini,
hidupnya sudah tidak bermakna, Hasil pengakajian menunjukkan BB: 45 Kg, TB: 175 cm,
pemeriksaan Infokus, Vikia, D½ yang menunjukkan hasil reaktif, pemeriksaan radiologi didapatkan
infiltrat padakedua paru. Penderita sebelumya telah dirawat namun karena keadaan yang membaik,
pasien menghentikan pengobatan. Saat ini diberikan : 02 3 -4 liter/menit, infus RLD5 / Aminofusin,
Parasetamol 3x500 mg, direncanakan
pasien akan dilakukan tranfusi packet red cell (PRC)

1.1 KLASIFIKASI ISTILAH –ISTILAH PENTING


1. Batuk darah
Batuk berdarah (hemoptisis) adalah batuk berdahak yang mengandung darah.
Darah ini dapat berasal dari saluran pernafasan bagian bawah dengan jumlah
minimal yang dapat membahayakan jiwa. (Rizky Nurdianty.,2021)
2. Sesak Nafas
Sesak nafas atau Dipsnea adalah gejala yang umum terlihat sebagai perasaan nyeri
karena kesulitan bernapas, napas menjadi pendek (sesak napas) dan pasien merasa
tercekik pada saat bernapas. (Cahya nyai.,2021).
3. Demam
Demam adalah keadaan ketika suhu tubuh meningkat melebihi suhu tubuh norma.
demam terjadi karena adanya

kemungkinan masuknya suatu bibit penyakit dalam tubuh. Secara alami suhu tubuh
mempertahankan diri dari serangan suatu penyakit dengan meningkatkan suhu
tubuh. (Ina indryana.,2023)
4. Nyeri dada
Nyeri dada atau rasa tidak nyaman di dada (angina) merupakan rasa tidak nyaman
di dada (chest discomfort) yang disebabkan oleh menurunnya aliran darah koroner
menuju otot jantung. Nyeri ini bersifat progresif.(Nurkhalis.,2022)
5. Lelah
Lelah adalah kondisi fisik atau mental di mana seseorang merasa kehilangan energi
atau stamina karena aktivitas fisik, mental, atau emosional yang berlebihan atau
berkelanjutan. Ini dapat disebabkan oleh sejumlah faktor, termasuk kurang tidur,
tekanan kerja, stres, atau gangguan kesehatan (Hardaniyati et al., 2023).
6. Batuk berlendir
Batuk berdahak adalah batuk yang mengeluarkan dahak atau lendir. Batuk
berdahak ditandai dengan adanya dahak pada tenggorokan. Batuk berdahak
dapat terjadi karena adanya infeksi pada saluran nafas,seperti influenza,
bronchitis,radang paru dan sebagainya. Selain itu batuk berdahak terjadi
karena saluran nafas peka terhadap paparan debu, polusi udara, asap rokok, lembab
yang berlebihan dan sebagainya. (Riyanti adha.,2021)
7. Sekret
Sekret atau lendir adalah cairan yang dihasilkan oleh berbagai jaringan tubuh,
seperti kelenjar lendir di saluran pencernaan, saluran pernapasan, dan saluran
reproduksi. Fungsinya meliputi pelumasan, perlindungan, dan pengangkutan zat-zat
tertentu (Hanski, E., Saarela,.2020).
8. Konjungtiva Anemis
Konjungtiva adalah selaput lendir atau lapisan mukosa yang melapisi
permukaan dalam kelopak mata (konjungtiva palpebra),berlanjut kepangkal
kelopak (konjungtiva forniks) dan melipat balik melapisi bola mata hingga tepi
kanan (konjungtivita bulbi). Konjungtiva anemis adalah keadaan dimana
lekukan pada mata berwarna pucat. (Romadhonnietal.,2020)

9. Pemeriksaan Infokus
Infokus atau fokus diasnotic merupakan rangkaian test HIV tahap kedua
apabila pada tahap satu pemeriksaan SD HIV dinyatakan positif
(Romadhonnietal.,2020)

10. Vikia
Vikia merupakan rangkaian test HIV yang dilakukan pada tahap ketiga apabila
tahap pertama pemeriksaan SD HIV dinyatakan positif dan fokus diasnotic
juga dikatakan positif (Romadhonnietal.,2020)
11. Infiltrat
Infiltrat adalah bintik atau bintik di paru-paru yang dapat dilihat pada foto
rontgen dada. Adanya infiltrat menunjukkan adanya dahak (lendir)di paru-paru
yang menyebabkan peradangan. (Yuwono,etal.,2021)

12. PRC
PRC atau Packet red cell adalah komponen darah yang didapat setelah
sebagian besar plasma dipisahkan dari whole blood. PRC berfungsi untuk
mengurangi penularan penyakit dan mengurangi reaksi imunologis, sehingga
pasien sangat jarang mengalami reaksi transfusi selain itu transfusi PRC
diberikan dengan maksud untuk memperbaiki pengiriman oksigen kejaringan
yang membutuhkan (Zulva Yolandri,2020)

1.2 KATA KUNCI /PROBLEM KUNCI


1. Batuk darah
2. Sesak nafas
3. Demam tinggi
4. Nyeri pada dada
5. Sekret berwarna kuning kecoklatan
6. Merasa lelah
7. Batuk berlendir
8. Sulit menelan
9. Konjungtiva anemis
10. Bintil kehitaman diseluruh badan
11. Kulit kering dan mengelupas
12. BB: 45 kg
13. TB: 175 cm
14. Infokus,vikia D½ reaktif
15. Infiltrat pada paru
SULIT MENELAN
1.3 MIND MAP

SLE HIV SKLERODERMA


Definisi SLE adalah singkatan dari Definisi HIV atau Human Definisi Sklerosis sistemik
Systemic Lupus Erythematosus atau Immunodeficiency Virus merupakan (skleroderma atau SSc) adalah penyakit
dalam bahasa Indonesia disebut sebagai salah satu jenis virus yang dapat autoimun multisistem yang
LES (Lupus Eritematosus Sistemik) menyebabkan penurunan imunitas dikarakteristikkan dengan cedera
atau seringkali kita dengar sebagai tubuh manusia. (Sulastri, 2022). vaskular yang luas dan fibrosis kulit
'sakit lupus'. SLE merupakan penyakit dan organ internal progresif.(Zubir &
autoimun yang multisistem, kronis, Manifestasi Klinis:. Tahap pertama Zakiah, n.d.)
memiliki perjalanan penyakit yang Manifestasi klinis: manifestasinya
terinfeksi, orang dengan HIV bisa
bervariasi, dan penyebabnya belum bisa pada berbagai sistem seperti
diketahui secara pasti hingga saat ini. merasakan flu beberapa minggu muskoloskeletal, kulit, gastrointestinal,
Manifestasi Klinis: Keletihan, sakit ginjal, paru, diantaranya yaitu
kemudian. Sakit tenggorokan, demam,
kepala, nyeri pada sendi/bengkak pengerasan kulit, nyeri kaku sendi,
(artritis), demam, anemia, nyeri dada, kelenjar bengkak, nyeri sendi dan otot, penurunan berar badan, kelelahan,
ruam kemerahan seperti kupukupu sesak napas, mata dan mulut kering,
berat badan menurun drastis, diare,
pada pipi, sensitif terhadap sinar atau batuk.(Zubir & Zakiah, n.d.)
cahaya matahari (fotosensitif), rambut kelelahan (putri et al.,2020)
yang rontok sampai dengan botak,
perdarahan, Jari pucat atau kebiruan
saat dingin (Fenomena Raynaud)
(Cahyati et al.,2023)
No Katakunci S HIV SKLERODERMA
L
E
1 Batukdarah ✓ ✓ ✓
2 Sesak nafas ✓ ✓ ✓
3 Demam tinggi - ✓ -
4 Nyeri dada ✓ ✓ ✓
5 Sekret kuning kecoklatan ✓ ✓ ✓
6 Merasa lelah ✓ ✓ ✓
7
Batuk berlendir
- ✓ -
8 Sulit menelan ✓ ✓ ✓

9 Konjungtiva anemis ✓ ✓ ✓

10 Bintil kehitaman ✓ ✓ ✓
11 Kulit kering mengelupas - ✓ -
12 BB : 45 kg ✓ ✓ ✓
13 TB : 175 cm ✓ ✓ ✓
14 Infokus, vikia D½ reaktif - ✓ -
15 Infiltrat kedua paru ✓ ✓ ✓
1.3 PERTANYAAN PENTING

1. Mengapa klien mengalami batuk berdarah?


2. Mengapa klien merasa sesak nafas dengan intensitas yang meningkat?
3. Mengapa klien merasa lelah walau tidur yang cukup?
4. Mengapa sekret klien berwarna kuning kecoklatan?
5. Mengapa klien mengalami batuk berlendir?
6. Mengapa klien merasa tidak nyaman di area lidah dan kesulitan untuk menelan?
7. Apa yang menyebabkan bintil hitam,kulit kering dan mengelupas pada tubuh klien?
8. Apa yang menyebabkan infiltrat pada kedua paru pasien?
1.4 JAWABAN PERTANYAAN PENTING
1) Pada penderita HIV,batuk berdarah terjadi akibat pecahnya pembuluh darah. Berat dan
ringannya batuk darah yang timbul,tergantung dari besar dan kecilnya pembuluh darah
yang pecah. Batuk darah tidak selalu timbul akibat pecahnya aneurisma pada dinding
kavitas, juga dapat terjadi karena ulserasi pada mukosa bronkhus.(Santosoetal.,2020

2) Klien yang mengalami sesak nafas dengan intensitas yang meningkat pada pasien HIV
dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti masalah gangguan sistem pernafasan.
Latihan pernafasan seperti active cycle of breathing dapat membantu membersihkan
secret, mempertahankan fungsi paru, dan meningkatkan mobilisasi sangkar toraks
untuk memenuhi kebutuhan oksigen Selain itu, terapi non-farmakologi seperti teknik
pursed-lip breathing juga efektif dalam mengurangi sesak nafas pada pasien dengan
asma, meningkatkan saturasi oksigen, dan menurunkan frekuensi pernafasan
Intervensi lain seperti teknik relaksasi nafas dalam dan pemberian oksigen dengan
nasal kanul juga dapat membantu menurunkan sesak nafas pada pasien CHF Selain
itu, terapi non-farmakologi seperti teknik pursed-lip breathing juga efektif dalam
mengurangi sesak nafas pada pasien dengan asma, meningkatkan saturasi oksigen, dan
menurunkan frekuensi pernafasan. Intervensi lain seperti teknik relaksasi nafas dalam
dan pemberian oksigen dengan nasal kanul juga dapat membantu menurunkan sesak
nafas pada pasien CHF. (Arief Yanto.,2021)

3) Karena Fase kronis Pergantian virus yang meluas akan disertai dengan kehilangan sel
CD4+ yang berlanjut. Namun, karena kemampuan regenerasi imun besar, sel CD4+
pakan tergantikan dengan jumlah yang besar. Oleh karena itu penurunan sel CD4+
dalam darah perifer hanyalah hal yang sederhana. Setelah melewati periode yang
panjang dan beragam, pertahanan mulai berkurang, jumlah CD4+ mulai menurun, dan
jumlah CD4+ hidup yang terinfeksi oleh HIV semakin meningkat. Limfa denopati
persisten yang disertai dengan kemunculan gejala konstitusional yang bermakna
seperti demam,ruam,dan mudah lelah. (Feronika Kaat,2019)

4) Sekret klien berwarna kuning kecoklatan dapat disebabkan oleh infeksi atau proses
infeksi, seperti infeksi paru-paru (tuberculosis paru-paru) atau infeksi lainnya yang
mengakibatkan peningkatan sekresi mucus. Sekret klien berwarna kuning kecoklatan
juga ada pada pasien HIV/AIDS dapat terjadi karena infeksi virus HIV yang
menyebabkan sistem kekebalan tubuh pasien menurun. Pada kasus ini, pasien
mengalami gangguan sistem imunologi yang menyebabkan terbentuknya sekret
dengan warna kuning kecoklatan, yang mungkin disebabkan oleh infeksi virus HIV
yang menyebabkan sistem kekebalan tubuh menurun. (Kurniawati.,2019)

5) Pada tahap lanjut HIV, sistem kekebalan tubuh yang melemah meningkatkan risiko
terkena infeksi oportunistik yang dapat menyebabkan batuk berlendir pada pasien
HIV. Selain itu juga Infeksi jamur pada mulut dan tenggorokan, seperti kandidiasis,
dapat menyebabkan iritasi dan lendir berlebihan yang mengakibatkan batuk. (Dewi
Purnamasari.,2022)

6) Karena Pada umumnya pasien HIV AIDS mengalami penurunan nafsu makan. Hal ini
dapat disebabkan oleh pengaruh obat-obatan ARV yang diminum. Di samping itu
pasien AIDS sering mengalami kesulitan menelan karena infeksi jamur pada mulut.
Keadaan tersebut memerlukan terapi diet khusus dengan memperhatikan kebutuhan
asupan gizi pasien dan cara pemberiannya. (ekafinia,2022)

7) HIV menyebabkan defisiensi imunitas selular yang ditandai dengan berkurangnya


limfosit Thelper (sel CD4 ). Sebagian besar infeksi dan proses neoplastik kulit pada +
pasien HIV difasilitasi oleh berkurangnya sel CD4 pada +sistem imun. Sel CD4 juga
terdapat di jaringan kulit seperti sel Langerhans. Sel Langerhans epidermal dapat
terinfeksi oleh HIV,penurunan fungsi ini bertanggung jawab pada beberapa
manifestasi kelainan kulit pada pasien HIV/AIDS. Penyebab manifestasi kelainan kulit
tersebut karena infeksi berbagai jenis mikroorganisme seperti infeksi bakteri, virus,
jamur,atau timbulnya penyakit kulit, meliputi infeksi oportunistik,neoplasma
oportunistik,erupsiobat (adverse drug reactions), dermatosis, xerosis (kulit kering),dan
kelainan pada orofaring. (Ihsani,2020)

8) Infiltrat sering terjadi dilapangan tengah paru pada pasien dengan imunitas rendah
seperti pasien HIV, Hal ini dikarenakan oleh anatomi dari lapangan tengah
memudahkan untuk terjadinya infiltrat disana sebagai akibat inflamasi atau
edema.Diameter yang kecil dari bronkus lobaris menyebabkan drainase yang buruk.
Distribusi dari droplet yang diinhalasi ditentukan oleh pola ventilasi dan volum dari
tiap lobus paru, sehingga implantasi yang sering di lobus tengah dan lobus
bawah,walaupun lobus manapun dapat terkena. Sedangkan pada tuberkulosis post
primer predileksinya dilapangan atas paru dikarenakan kombinasi dan berbagai faktor
antara lain tekanan oksigen yang tinggi didaerah tersebut dan terganggunya aliran
kelenjar getah bening didaerah tersebut. Gambaran klinis tuberkulosis pada pasien
HIV tergantung pada derajat ringannya imunosupresinya. (Yazmiatietal.,n.d.)

1.5 TUJUAN PEMBELAJARAN SELANJUTNYA

1. Diharapkan bisa menganalisa penyakit yang terdapat pada skenario


2. Diharapkan bisa mengerti dan mendalami sistem endokrin
3. Untuk mengetahui diagnosa keperawatan pada kasus diatas
4. Untuk mengetahui apakah adanya penatalaksanaan dari kasus di atas
1.6 INFORMASITAMBAHAN
Dalam jurnal yang ditulis oleh Narayana, Dyatmika, Swari dan Supadmanaba. 2020
mengenai “Potensi Nano Analog RN-18 (NARN18) Berbasis Nano partikel PLGA – CS -
PEG dalam Penatalaksanaan HIV Tipe-1”.
https://scholar.archive.org/work/uygxg2s4l5ginm7dkvxvnenkbe/access/wayback/https://
journal.uwks.ac.id/index.php/jikw/article/download/864/pdf

1.7 KLASIFIKASI INFORMASI


Penatalaksanaan HIV yaitu Penggunaan kitosan dan PLGA-PEG sebagai mekanisme
konstruksi dari NARN-18 dapat meningkatkan drug loading dan drugr elease dari Analog
RN 18 yang diadministrasikan secara peroral untuk kenyamanan dalam penggunaan.
Mekanisme kerja dari NARN-18 ini adalah dengan adminstrasi secara peroral NARN-18
akan melewati GI tract, NARN-18 yang terenkapsulasi dengan kitosan akan melindungi
NARN-18 sehingga mencapai usus halus dan diabsorpsi kemudian berdifusi ke dalam
system sirkulasi sistemik dan mencapai jaringan yang terdapat sel target. Setelah masuk
ke dalam sel target, Analog RN-18 akan berikatan pada kompleks Vif-A3G dalam sel
inang dan merangsan degradasi Vif sehingga enzim A3G dapat tetap ada didalam sel dan
melakukan fungsinya sebagai hostrestriction factor. Analisis manfaat dari molekul NARN-
18 ini yaitu dapat menghambat pertumbuhan virus di dalam tubuh serta dapat berperan
sebagai agen pencegahan infeksi HIV-1. (Setula Narayanaetal.,2020)

1.8 ANALISA DAN SINTESA INFORMASI


Berdasarkan hasil analisis dari manifestasi klinis yang ada pada kasus
keluhan batuk darah,sesak Nafas dengan intensitas yang meningkat dan demam
tinggi semenjak seminggu yang lalu. klien merasa lelah walaupun tidur
cukup,batuk berlendir,kesulitan bernapas, merasa tidak nyaman di area lidah dan
sulit menelan, konjungtiva anemis, terdapat bintil kehitaman pada seluruh badan,
kulit terlihat kering dan menggelupas, BB : 45 Kg, TB :175 cm,pemeriksaan
Infokus, Vikia, D ½ yang menunjukkan hasil reaktif,pemeriksaan radiologi
didapatkan infiltrat pada kedua paru dan direncanakan pasien akan dilakukan
tranfusi packet red cell (PRC). serta klasifikasi informasi di atas dapat
disimpulkan kasus diatas adalah HIV AIDS.
BAB 2
KONSEP MEDIS
HIV AIDS
A. Definisi
HIV adalah kelompok Retrovirus yang menyerang sistem kekebalan tubuh
manusia, sedangkan kumpulan kondisi klinis tertentu yang merupakan hasil akhir dari
infeksi HIV disebut AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome).Salah satu virus
yang menyerang sel darah putih yang bernama sel CD4yaitu Human Immunodeficiency
Virus (HIV), virus tersebut dapat menyebabkan AIDS dalam rentang waktu tertentu
dapat merusak sistem kekebalan tubuh pada manusia. Infeksi oportunistik yang
menyertai dapat menjadi manifestasi klinis yang terlihat.Menurunnya imun tubuh
terjadi karena melemahnya kekebalan tubuh akibat infeksi HIV sehingga dapat terjadi
infeksi oportunistik (Martilova, 2020).
AIDS (Aquared Immunodeficiency Syndrome) yang terjadi akibat efek dari
perkembang biakan virus HIV dalam tubuh makhluk hidup, kondisi dimana tubuh
sudah diserang sepenuhnya/ sudah tidak mempunyai kekebalan tubuh lagi.Jadi ketika
tubuh sakit tidak bisa sembuh dengan kekebalan sendiri.HIV hidup didalam darah dan
cairan tubuh orang yang terinfeksi.Cairan yang bisa mengeluarkan HIV itu dari cairan
darah, dinding anus, ASI, sperma dan cairan vagina termasuk darah menstruasi.
Sedangkan penularan dapat terjadi melalui: hubungan sek bebas/seks yang tanpa
menggunakan pengaman dengan orang yang terinfeksi HIV, jarum suntik atau tindik
dan bisa melalui tato yang tidak steril dan dipakai secara bergantian, dapat juga melalui
transfusi darah yang mengandung virus HIV, ibu penderita HIV positif saat proses
persalinan atau melalui Air Susu Ibu (ASI) yang diberikan (Martilova, 2020).

B. Etiologi
Penyebab HIV/AIDS adalah golongan virus retro termasuk famili lentivirus yang
disebut Human Immunodeficiency virus (HIV). HIV pertama kali ditemukan pada tahun
1983 sebagai retrovirus dan disebut HIV-1. Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan lagi
retro virus baru yang diberi nama HIV-2. HIV-2 dianggap sebagai virus kurang
pathogen dibandingkan dengan HIV-1. Maka untuk memudahkan keduanya disebut
HIV (Wahyuny & Susanti, 2019).
Terdapat beberapa faktor yang berisiko terjadinya kejadian HIV di Indonesia, yaitu
(Rohmatullailah & Fikriyah, 2021):
1. Jenis Kelamin
Menurut penelitan Yunior dan Ika (2018), didapatkan bahwa jenis kelamin laki-laki
lebih berisko terinfeksi HIV/AIDS sebesar 1,77 kali dibandingkan perempuan.
2. Usia
Berdasarkan penelitian Amelia dkk (2016), usia 28-44 tahun berisiko 5,4 kali
berpengaruh terhadap kejadian HIV/AIDS pada laki-laki (10). Selain itu, menurut
Yunior dan Ika (2018), usia <40 tahun berisiko berusia terinfeksi HIV/AIDS 7,252
kali lebih besar dibandingkan dengan yang berusia ≥40 tahun
3. Status Menikah
Menurut Sumini dkk (2017), status menikah ternyata lebih mungkin terjadi HIV/AIDS
sebesar 2,54 kali dibanding individu yang statusnya belum menikah.
4. Pendidikan
Kejadian HIV juga dipengaruhi oleh tingkat pendidikan yang rendah. Tingkat
pendidikan yang rendah berisiko 4,709 kali lebih besar berpengaruh terhadap
kejadian HIV/AIDS.
5. Pengetahuan
Selain pendidikan rendah dapat berpengaruh pada kejadian HIV, ternyata pengetahuan
yang rendah juga dapat mempengaruhi individu untuk terinfeksi HIV sebesar 3,32
kali.
6. Riwayat Konsumsi Alkohol
Individu yang memiliki riwayat mengonsumsi alkohol memiliki risiko 7,65 kali lebih
besar untuk terinfeksi HIV/AIDS.
7. Riwayat Tindik
Menurut Susilawati, Muchlis dan Ana (2018), riwayat melakukan tindik dengan jarum
suntik yang tidak steril dapat berisiko terhadap kejadian HIV/AIDS sebesar 3,42
kali dibandingkan dengan tindik yang menggunakan jarum suntik steril.
8. Riwayat HIV/AIDS
Pada Keluarga atau Pasangan Selain memiliki riwayat infeksi menular seksual, HIV
berisiko terjadi pada individu yang memiliki riwayat HIV/AIDS dalam keluarga
ataupun pasangannya. keluarga yang memiliki riwayat HIV/AIDS berisiko 2,59 kali
terjadi penularan HIV.

9. Riwayat Penyakit Menular Seksual


Peningkatan risiko HIV selanjutnya adalah riwayat penyakit menular seksual pada
penderita atau pasangan. penyakit menular seksual berisiko 2,67 kali lebih besar
berpengaruh terhadap kejadian HIV/AIDS.
10. Hubungan Seks Tanpa Kondom
Selain pasangan seksual lebih dari satu, ternyata risiko HIV juga dipengaruhi oleh
hubungan seks anal atau vaginal tanpa kondom. ketika berhubungan seksual,
banyak pasangan yang tidak menggunakan kondom secara konsisten, hal ini
berisiko terjadinya HIV/AIDS 5,34 kali dibanding memakai kondom secara
konsisten.
11. Pengguna Narkoba Suntik (Penasun)
Terdapat beberapa populasi yang mengalami peningkatan risiko HIV, yaitu penggunaan
jarum suntik yang tidak aman secara bersama-sama di antara pengguna narkoba
suntik. penggunaan narkoba suntik berisiko 4,51 kali lebih besar berpengaruh
terhadap kejadian HIV/AIDS.

C. Prognosis
Prognosis HIV bergantung pada berbagai faktor, termasuk tahap diagnosis, akses
terhadap pengobatan, dan kesehatan secara keseluruhan. Dengan deteksi dini dan
perawatan medis yang tepat, banyak orang dengan HIV dapat berumur panjang dan
sehat. Terapi antiretroviral (ART) adalah komponen kunci dalam penanganan HIV,
membantu mengendalikan replikasi virus dan mendukung fungsi kekebalan tubuh.
Tindak lanjut medis secara teratur sangat penting untuk memantau dan menyesuaikan
rencana perawatan. Sangat penting bagi orang dengan HIV untuk bekerja sama dengan
profesional kesehatan untuk mengoptimalkan prognosis dan kesejahteraan mereka
secara keseluruhan (Widyaningrum et al., 2023).
Prognosis serta angka harapan hidup pasien terinfeksi HIV mengalami perubahan
sejak ditemukannya Highly Active Antiretroviral Therapy (HAAT).HIV mempengaruhi
sistem kekebalan tubuh setelah masuk ke dalam tubuh inang sehingga menyebabkan
munculnya infeksi oportunistik . Beberapa pengetahuan terbaru mengenai patofisiologi
infeksi oportunistik terus berkembang namun tidak semua diketahui secara pasti. Oleh
karena ini, penting untuk mengetahui perkembangan. terbaru mengenai patofisiologi
dari HIV sampai dengan terjadinya infeksi oportunistik. Selain itu, seperti halnya obat
yang lain, obat-obatan untuk terapi HIV juga memiliki efek samping yag seringkali
mempengaruhi tingkat kepatuhan sedangkan obat ini harus diminum seumur hidup
(Widyaningrum et al., 2023).

D. Patofisiologi
Patofisiologi infeksi HIV pada prinsipnya adalah defisiensi imunitas selular oleh
HIV yang ditandai dengan penurunan limfosit T helper (sel CD4). Terjadinya penurunan
sel T helper CD4 menyebabkan inversi rasio normal sel T CD4/CD8 dan disregulasi
produksi antibodi sel B. Respon imun terhadap antigen mulai menurun, dan host gagal
merespon terhadap infeksi oportunistik maupun organisme komensal yang seharusnya
tidak berbahaya. Defek respon imun ini terutama terjadi pada sistem imunitas selular
sehingga infeksi cenderung bersifat nonbakterial (Prawira et al., 2020).
HIV bereplikasi dalam sel T yang teraktivasi, kemudian bermigrasi ke limfonodi
dan menyebabkan gangguan struktur limfonodi. Gangguan jaringan dendritik folikular
di limfonodi yang diikuti kegagalan presentasi antigen secara normal ini berperan dalam
proses penyakit.Beberapa protein HIV menganggu fungsi sel T secara langsung, baik
melalui gangguan siklus sel maupun melalui penurunan regulasi molekul CD4. Efek
sitotoksik langsung dari replikasi virus bukanlah penyebab utama penurunan sel T CD4,
melainkan karena apoptosis sel T sebagai bagian dari hiperaktivasi imun dalam
merespon infeksi kronik. Sel yang terinfeksi juga dapat terdampak oleh serangan imun
tersebut. HIV menyebabkan siklus sel berhenti sehingga menganggu produksi profil
sitokin. Pada infeksi HIV terjadi penurunan IL-7, IL-12, IL-15, FGF-2, dan peningkatan
TNF-alpha, IP-10.Gut-associated lymphoid tissue (GALT) juga berperan penting dalam
replikasi HIV. Meskipun portal masuk HIV melalui inokulasi darah secara langsung
atau paparan virus ke mukosa genital, traktus gastrointestinal memiliki banyak jaringan
limfoid yang ideal untuk replikasi HIV. GALT diketahui merupakan tempat penempelan
awal virus dan pembentukan reservoir proviral (Prawira et al., 2020).
Infeksi HIV terdiri dari 3 fase, yaitu fase serokonversi akut, fase asimtomatik, dan
fase Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) (Prawira et al., 2020).
1. Fase Serokonversi Akut
Viremia plasma yang cepat disertai penyebaran virus yang luas terjadi 4-11 hari
setelah virus masuk ke dalam mukosa. Virus cenderung akan berintegrasi pada area dengan
transkripsi aktif. Hal ini dimungkinkan terjadi karena area tersebut memiliki kromatin
terbuka yang lebih banyak dan deoxyribonucleic acid (DNA) yang lebih mudah diakses.
Selama fase ini, proses infeksi mulai terjadi dan terbentuk reservoir proviral.
Reservoir ini mengandung sel yang terinfeksi (makrofag) dan mulai melepaskan virus.
Beberapa virus yang terbentuk mengisi kembali reservoir, beberapa melanjutkan proses
infeksi aktif. Reservoir proviral ini sangat stabil. Besarnya reservoir proviral berkorelasi
dengan viral load yang stabil dan berbanding terbalik dengan respon sel T CD8 anti-HIV.
Pada fase ini, viral load sangat tinggi (sangat menular) dan jumlah sel T CD4
menurun cepat. Dengan munculnya respon sel T CD8 dan antibodi anti-HIV, viral load
turun dan jumlah sel T CD4 kembali ke rentang normalnya namun sedikit lebih rendah
dibandingkan sebelum infeksi.
2. Fase Asimtomatik
Pada fase asimtomatik, pasien yang terinfeksi menunjukkan sedikit atau bahkan
tidak ada gejala sama sekali selama beberapa tahun sampai 1 dekade atau lebih. Meski
begitu, HIV tetap dapat ditularkan pada fase ini. Replikasi virus tetap berlangsung. HIV
tetap aktif namun diproduksi dalam jumlah sedikit. Respon imun melawan virus juga
terjadi, yang ditandai dengan munculnya limfadenopati generalisata persisten pada
beberapa pasien.
Selama fase ini, jika tidak diterapi, viral load akan tetap stabil (tidak meningkat
atau menurun), dan sel T CD4 akan menurun. Fase ini dapat berlangsung sampai 1 dekade
atau lebih. Pada akhir fase asimtomatik, viral load akan meningkat, jumlah sel CD4
menurun, mulai muncul gejala, dan memasuki fase AIDS.
3. Fase AIDS
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) terjadi jika sistem imun telah
rusak dan muncul infeksi oportunistik. Pasien didiagnosis AIDS jika Sel T CD4 di bawah
200/µL atau ada infeksi oportunistik. Pada fase AIDS, sel CD4 terus turun sehingga terjadi
immunosupresi yang menyebabkan infeksi oportunistik. Viral load pada fase ini tinggi dan
sangat infeksius. Tanpa pengobatan, kesintasan hidup pasien dengan AIDS adalah sekitar 3
tahun.

E. Manifestasi Klinis
Infeksi HIV tidak akan langsung memperlihatkan tanda atau gejala tertentu. Dalam
perjalanannya, infeksi HIV dapat melalui 3 fase klinis (Afif, 2020) :
1. Infeksi Akut
Dalam 2 hingga 6 minggu setelah terinfeksi HIV, seseorang mungkin mengalami
penyakit seperti flu, yang dapat berlangsung selama beberapa minggu. Ini adalah respons
alami tubuh terhadap infeksi. Setelah HIV menginfeksi sel target, yang terjadi adalah
proses replikasi yang menghasilkan berjuta-juta virus baru (virion), terjadi viremia yang
memicu sindrom infeksi akut dengan gejala yang mirip sindrom semacam flu. Gejala yang
terjadi dapat berupa demam, nyeri menelan, pembengkakan kelenjar getah bening, ruam,
diare, nyeri otot, dan sendi atau batuk.
2. Infeksi Laten
Setelah infeksi akut, dimulailah infeksi asimtomatik (tanpa gejala), yang umumnya
berlangsung selama 8-10 tahun. Pembentukan respons imun spesifik HIV dan
terperangkapnya virus dalam sel dendritik folikuler di pusat germinativum kelenjar limfe
menyebabkan virion dapat dikendalikan, gejala hilang dan mulai memasuki fase laten.
Meskipun pada fase ini virion di plasma menurun, replikasi tetap terjadi di dalam kelenjar
limfe dan jumlah limfosit T-CD4 perlahan menurun walaupun belum menunjukkan gejala
(asimtomatis). Beberapa pasien dapat menderita sarkoma Kaposi's, Herpes zoster, Herpes
simpleks, sinusitis bakterial, atau pneumonia yang mungkin tidak berlangsung lama.
3. Infeksi Kronis
Sekelompok kecil orang dapat menunjukkan perjalanan penyakit amat cepat dalam 2
tahun, dan ada pula yang perjalanannya lambat (non-progressor). Akibat replikasi virus
yang diikuti kerusakan dan kematian sel dendritik folikuler karena banyaknya virus, fungsi
kelenjar limfe sebagai perangkap virus menurun dan virus dicurahkan ke dalam darah. Saat
ini terjadi, respons imun sudah tidak mampu meredam jumlah virion yang berlebihan
tersebut. Limfosit T-CD4 semakin tertekan oleh karena intervensi HIV yang semakin
banyak, dan jumlahnya dapat menurun hingga di bawah 200 sel/mm³. Penurunan limfosit T
ini mengakibatkan sistem imun menurun dan pasien semakin rentan terhadap berbagai
penyakit infeksi sekunder, dan akhirnya pasien jatuh pada kondisi AIDS. Seiring dengan
makin memburuknya kekebalan tubuh, ODHA mulai menampakkan gejala akibat infeksi
oportunistik seperti berat badan menurun, demam lama, rasa lemah, pembesaran kelenjar
getah bening, diare, tuberkulosis, infeksi jamur, herpes, dan lain-lain. Sekitar 50% dari
semua orang yang terinfeksi HIV, 50% berkembang masuk dalam tahap AIDS sesudah 10
tahun, dan sesudah 13 tahun, hampir semua menunjukkan gejala AIDS, kemudian
meninggal.
Gejala dan klinis yang patut diduga infeksi HIV adalah sebagai berikut (Afif, 2020):
1. Keadaan umum, yakni kehilangan berat badan > 10% dari berat badan dasar; demam
(terus menerus atau intermiten, temperatur oral > 37,5) yang lebih dari satu bulan;
diare (terus menerus atau intermiten) yang lebih dari satu bulan; limfadenopati
meluas.
2. Kulit, yaitu didapatkan pruritic papular eruption dan kulit kering yang luas;
merupakan dugaan kuat infeksi HIV. Beberapa kelainan kulit seperti genital warts,
folikulitis, dan psoriasis sering terjadi pada ODHA tapi tidak selalu terkait dengan
HIV.
3. Infeksi jamur dengan ditemukan kandidiasis oral; dermatitis seboroik; atau
kandidiasis vagina berulang.
4. Infeksi viral dengan ditemukan herpes zoster (berulang atau melibatkan lebih dari
satu dermatom); herpes genital berulang; moluskum kontangiosum; atau kondiloma.
5. Gangguan pernapasan dapat berupa batuk lebih dari satu bulan; sesak napas;
tuberkulosis; pneumonia berulang; sinusitis kronis atau berulang.
6. Gejala neurologis dapat berupa nyeri kepala yang semakin parah (terus menerus dan
tidak jelas penyebabnya); kejang demam; atau menurunnya fungsi kognitif.

F. Klasifikasi
Klasifikasi klinis HIV pada orang dewasa dibagi menjadi 4 stadium klinis, yaitu
(Fitrianingsih et al., 2022):
1. Stadium I
Bersifat asimptomatik, aktivitas normal dan dijumpai adanya Persisten Generalized
Lymphadenophaty (PGL): yakni pembesaran kelenjar getah bening di beberapa tempat
yang menetap.
2. Stadium II
Simptomatik, aktivitas normal, berat badan menurun <10%, herpes zooster dalam 5
tahun terakhir, infeksi saluran napas atas rekuren (seperti: sinusitis bakterial) dan terdapat
manifestasi mukokutaneus minor (seperti: ulserasi oral, infeksi jamur kuku).
3. Stadium III
Pada umumnya kondisi tubuh lemah, aktivitas di tempat tidur <50%, berat badan
menurun >10%, terjadi diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan, demam
berkepanjangan yang tidak jelas sebabnya selama lebih dari 1 bulan, terdapat Kandidiasis
oral, Oral hairy leukoplakia, TB paru, infeksi bakterial berat (seperti: pneumonia dan
piomiositis).
4. Stadium IV
Pada umumnya kondisi tubuh sangat lemah, aktivitas di tempat tidur >50%, terjadi
HIV wasting syndrome, semakin bertambahnya infeksi oportunistik seperti pneumonia
pneumocystis carinii, toksoplasmosis otak, kriptosporidiosis dengan diare lebih dari 1
bulan, terdapat penyakit infeksi cytomegalovirus (CMV) pada organ lain selain hati, limpa,
dan kelenjar getah bening Selain itu, terdapat kandidiasis esophagus, TB ekstrapulmonar,
limfoma, sarkoma kaposi, dan ensefalopati HIV.

G. Komplikasi
Komplikasi yang disebabkan karena infeksi HIV memperlemah system kekebalan
tubuh, yang dapat menyebabkan penderita banyak terserang infeksi dan juga kanker
tertentu. Infeksi umum terjadi pada HIV/AIDS antara lain (Aminah, 2020) :
5. Tuberculosis (TB)
Tuberkulosi pada pasien HIV sering ditemukan. Jika dilihat dari manifestasi klinis atau
gejala maka sama antara pasien normal dan penderita HIV namun perlu penekanan bahwah
pada pasien HIV seringkali tidak menemukan gejala batuk. Juga tidak ditemukan adanya
kuman BTA pada pasien – pasien yang HIV positif karena adanya penekanan imun
sehingga dengan CD4 yang rendah membuat tubuh tidak mampu untuk membentuk adanya
granuloma/ suatu proses infeksi didalam paru yang kemudian tidak bermanifes dan tidak
menyebabkan adanya dahak. Namun penderita HIV yang yang memiliki kuman TB sangat
berisiko sepuluh kali untuk terkena Tuberculosis terutama pada pendrita HIV/AIDS yang
memiliki sel CD4 dibawah 200.

6. Masalah di Otak
Pasien HIV seringkali mengalami masalah diotak. Masalah diotak yang sering
dijumpai pada pasien HIV dibagi menjadi 2 :
a. Infeksi Oportunistik di Otak
Disebabkan oleh berbagai macam kuman misalnya toksoplasma yaitu suatu parasit
atau oleh jamur meningitis criptococus, infeksi Tuberculosis (TB).
b. Dimensia HIV/lupa atau gangguan memori pada pasien HIV
Disebabkan oleh proses infeksi HIV itu sendiri didalam otak yang menimbulkan
berbagai reaksi peradangan diotak sehingga manifestasinya adalah pasien
mengeluh sering lupa dan mengalami kesulitan untuk melakukan ativitas harian
akibat memori jangka pendeknya terganggu. Deminsia HIV merupakan suatu
keadaan yang harus didiagnosis karena penyakit ini jika terjadi pada seorang
pasien HIV dapat mengganggu pengobatan, pasien akan lupa untuk minum
obat.
7. Meningitis
Pasien dengan gejala meningitis paling sering dengan 4 tanda dan keluhan nyeri kepala,
panas badan, kemudian penurunan kesadaran dan juga adanya kaku kuduk.
8. Hepatitis C
Pasien HIV dengan hepatitis C biasanya terjadi pada pasien HIV akibat Injection Drug
User (IDU). Gejala awal yang dirasakan yaitu mudah lelah, tidak nafsu makan dan bisa
tibul mata yang kuning lalu kemudian perut membuncit, kaki bengkak dan gangguan
kesadaran. Pasien HIV dengan hepatitis kemungkinan lebih besar untuk terjadi penyakit
kronik/hepatitis kronik jka tidak diobati maka akan terjadi serosis hati, setelah itu bisa
menjadi kanker hati yang akan menimbulkan kematian.
9. Koinfeksi sifilis dan HIV
Biasanya terjadi pada pasien Male Sex Male (MSM) yang terinfeksi HIV, sifilis
adalah suatu infeksi menular seksual yang disebabkan oleh karena bakteri
Treponemapalidum.Bakteri ini dapat meyerang sistemik, awalnya melakukan infeksi lokal
pada tempat kontak seksual bisa di oral, genetal ataupun di anus dan kemudian
berkembang menimbulkan gejala ulkus kelamin. Koinfeksi HIV menyebabkan manifestasi
klinis sifilis menjadi lebih berat yang disebut Sifilis Maligna, meyebar luas ke seluruh
badan sampai ke mukosa.

H. Pemeriksaan Penunjang
Adapun beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat kita lakukan yaitu pada pasien
dengan HIV-AIDS (Hidayanti, 2019) :
1. Tes Darah
Tes darah untuk penyakit HIV/AIDS bertujuan untuk mendeteksi keberadaan virus
Human Immunodeficiency Virus (HIV) dalam tubuh seseorang. Tes ini penting untuk
diagnosis dini, pengelolaan penyakit, serta pencegahan penularan kepada orang lain.
2. Tes HIV RNA
Pemeriksaan HIV RNA atau pemeriksaan viral load dilakukan untuk mengetahui
seberapa banyak virus yang terdapat di dalam tubuh pasien juga untuk menilai efektivitas
terapi HIV.
3. Tes CD4
Sejak infeksi HIV/AIDS menjadi epidemik di seluruh negara di dunia, pemeriksaan
sel T-CD4 rutin dilakukan untuk memantau perjalanan infeksi dan sebagai indikator
penurunan sistem imun.

I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan HIV tergantung pada stadium penyakit dan setiap infeksi
oportunistik yang terjadi. Secara umum, tujuan pengobatan adalah untuk mencegah
sistem imun tubuh memburuk ke titik di mana infeksi oportunistik akan bermunculan.
Sindrom pulih imun atau Immune Reconstitution Inflammatory Syndrome (IRIS) yang
dapat muncul setelah pengobatan juga jarang terjadi pada pasien yang belum mencapai
titik tersebut (Afif, 2020).
Untuk semua penderita HIV/AIDS diberikan anjuran untuk istirahat sesuai
kemampuan atau derajat sakit, dukungan nutrisi yang memadai berbasis makronutrien
dan mikronutrien untuk penderita HIV & AIDS, konseling termasuk pendekatan
psikologis dan psikososial, dan membiasakan gaya hidup sehat. Terapi antiretroviral
adalah metode utama untuk mencegah perburukan sistem imun tubuh. Terapi infeksi
sekunder/oportunistik/malignansi diberikan sesuai gejala dan diagnosis penyerta yang
ditemukan. Sebagai tambahan, profilaksis untuk infeksi oportunistik spesifik
diindikasikan pada kasus-kasus tertentu (Afif, 2020).

Prinsip pemberian ARV adalah menggunakan kombinasi 3 jenis obat yang


ketiganya harus terserap dan berada dalam dosis terapeutik dalam darah, dikenal dengan
highly active antiretroviral therapy (HAART). Istilah HAART sering disingkat menjadi
ART (antiretroviral therapy) atau terapi ARV. Pemerintah dalam Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia no 87 Tahun 2014 menetapkan paduan yang digunakan
dalam pengobatan ARV dengan berdasarkan pada 5 aspek, yaitu efektivitas, efek
samping/ toksisitas, interaksi obat, kepatuhan, dan harga obat (Afif, 2020).

J. Pencegahan
Pencegahan penularan HIV/AIDS dapat dilakukan dengan formula ABCDE,
dimana A adalahabsistensia, tidak melakukan hubungan seks sebelum menikah, B
adalah be faithful, artinya jika sudah menikah hanya berhubungandengan pasangannya
saja, C adala condom, artinya jika memang cara A dan B tidak dipatuhi maka harus
digunakan alat pencegahan dengan menggunakan kondom. D adalah drug no artinya
dilarang menggunakan narkoba, E artinya Education artinya pemberian Edukasi dan
Informasi yang benar mengenai HIV, cara penularan , pencegahan dan pengobatannya
(Parmin et al., 2023).
Tingginya kasus HIV/AIDS menjadi masalah serius yang harus ditanggulangi oleh
pemerintah baik pusat maupun daerah dengan berbagai strategi yang dilakukan untuk
menghentikan laju penyebaran HIV/AIDS. Upaya pencegahan yang diggalakkan oleh
pemerintah adalah pendidikan kesehatan ataupun sosialisasi kepada masyarakat
Indonesia.Upaya Pencegahan tersebut tertuang pada Peraturan Menteri Kesehatan 21
Tahun 2013 pada pasal 1 yang mengatakan penanggulangan HIV/AIDS yang dilakukan
adalah promotif guna untuk membatasi penularan serta penyebaran penyakit agar tidak
meluas serta mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan (Permenkes RI,
2013).Purba.S.D, DKK Jurnal Pengaruh peer edecation terhadap pengetahuan dan sikap
remaja dalam pencegahan HIV-AIDS,2021) (Parmin et al., 2023).

Anda mungkin juga menyukai