Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

SAIYYANG PATTUQDUQ DAN KHATAMAN AL-


QUR’AN DIMANDAR

Oleh: Khairul Alam


Nim: 20156122005

PRODI HUKUM KELUARGA ISLAM


JURUSAN SYARIAH DAN EKOOMI BISNIS ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI MAJENE
TAHUN 2024/2025
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb.

Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul
"Teknik Penulisan Karya Tulis Ilmiah dan Langkah- langkah Penulisan Karya Tulis
Ilmiah" ini dengan tepat waktu.

Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini berkat bantuanAllah


Swt. dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini
kami menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada
semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan


masihmelakukan banyak kesalahan. Oleh karena itu penulis memohon maaf atas
kesalahan dan ketidaksempurnaan yang pembaca temukan dalam makalah ini.
Penulis juga mengharap adanya kritik serta saran dari pembaca apabila menemukan
kesalahan dalam makalah ini.

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................... ii

DAFTAR ISI..................................................................................... iii

BAB 1 ……...................................................................................

PENDAHULUAN …....................................................................

A. LATAR BELAKAN MASALAH 1


B. RUMUSAN MASALH 2
C. TUJUAN 2
D. MANFAAT 2

BAB II............................................................................................... 3

NILAI-NILAI YANG TERAPAT DALAM SAYYANG PATTUQDUQ DAN


KHATAMAN ALQUR’AN DI MANDAR........................................3

A. NILAI DALAM PERSPEKTIF KEBUDAYAAN 3


B. PENGERTIAN ADAT ISTIADAT 3
C. NILAI-NILAI YANG TERDAPAT DALAM TRADISI SAYYANG
PATTUQDUQ DANKHATAMAN AL QUR’AN DI MANDAR
a. PENDIDIKAN AKHLAK 4
b. SEBAGAI BENTUK MOTIVASI 5
c. PENDIDIKAN SOSIAL 6

BAB III............................................................................................. 8

A. KESIMPULAN 8
B. SARAN 8

DAFTAR PUSTAKA …… ...........................................................

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Menggali dan menelusuri nilai-nilai budaya tradisional merupakan salah


satu langkah kongkrit yang mesti dilakukan dalam upaya mempertahankan dan
melestarikan peninggalan nilai budaya pendahulu kita. Hal ini menjadi penting
mengingat budaya yang merupakan seni dimensi ruang dan waktu, yang berarti
bahwa seni budaya yang berkembang saat ini merupakan transformasi budaya
yang telah ada sebelumnya dan akan berkembang seiring majunya peradaban.
Dan untuk mencapai hal itu, maka manusia hendaklah sadar dengan
kebudayaan.1

Pembangunan kebudayaan ditujukan untuk meningkatkan harkat, dan


martabat manusia, jati diri dan kepribadian bangsa, mempertebal rasa harga diri
dan kebanggaan nasional serta memperkokoh jiwa persatuan dan kesatuan
bangsa sebagai pencerminan pembangunan yang berbudaya yang menjunjung
tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Pembangunan kebudayaan bukan sekedar
menggali segenap nilai-nilai budaya local yang tumbuh ditengah masyarakat
dan mendinamisasikannya dalam konteks sekarang, tetapi kemampiuan untuk
menyerap dan mengapresiasi budaya asing yang positif perlu ditumbuhkan agar
tidak terasing dari pergumulan berbagai macam budaya yang dapat
memperkaya pengetahuan tentang berbagai macam pemikiran kebudayaan.2

Budaya adalah produk sekaligus sebagai proses. Budaya sebagai produk


dan proses bukan sekedar warisan yang harus dilestarikan dengan segala
sublasi pemaknaannya yang mungkin terlembagakan atau tidak, tapi juga
menunut kesadaran kognisiuntuk mencermati hokum dialektika
perubahandemi mengembang dengan amanat kebudayaan. Daam konteks
sistem nilai, sebagai proses maka yang terjadi adalah peneriamaan nilai-nilai,

1 Van Peursen. 1999. Strategi dan Keudayaan Yogyakarta: Kanisius, h. 13


2 Lihat Maryaeni, Metode Penelitian Kebudayaan

1
penolakan nilai-nilai yan sudah diterima dan penerimaan nilai nilai-nilai yang
baru. Budaya sebagai ekspresi pemikiran kreatif bagi manusia tidak dapat
melepaskan diri dari lingkungan soialnya sehingga persentuhan, baik antara
budaya dengan budaya antara budaya dengan agama menjadi sesuatu yag
terelakkan. Persinggungan kebudayaan menjadi proses akulturasi yang dapat
melahirkan bentuk kebudayaan baru.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Nilai dalam perspektif kebudayaan?
2. Apa pengertian adat istiadat?
3. Nilai-nilai apa saja yang terdapat dalam tradisi sayyang pattuqduq
dan khataman al-qur’an di mandar ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa pengertian Nilai dalam perspektif
kebudayaan
2. Untuk mengetahui apa pengertian adat istiadat
3. Untuk mengetahui Nilai-nilai apa saja yang terdapat dalam tradisi
sayyang pattuqduq dan khataman al-qur’an di mandar
D. Manfaat

Dengan mengetahui nilai-nilai yang ada didalam budaya sayyang pattuqduq


dan khataman al-qur’an di mandar, kita akan dapat mengaplikasikannya
dalam kehidupan sehari-hari serta tetap menjaga dan melestarikan budaya
leluhur kita yaitu mappatammaq.

5
BAB II
NILAI-NILAI YANG TERAPAT DALAM SAYYANG PATTUQDUQ
DAN KHATAMAN ALQUR’AN DI MANDAR

A. Nilai dalam perspektif kebudayaan

Nilai adalah sesuatu yang baik yang selalu diinginkan, dicita-citakan dan
dianggap penting oleh seluruh manusia sebagai anggota masyarakat, karena itu
sesuatu dikatakan memiliki nilai apabila berguna dan berharga nila kebenaran, nilai
estetika, baik nilai moral, religius dan nilai agama (Elly Setiadi, 2006:31).3 Hal 9
Menurut Rusmin Tumangor dkk (2010:25) menjelaskan bahwa: “Nilai adalah
sesuatu yang abstrak (tidak terlihat wujudnya) dan tidak dapat disentuh oleh panca
indra manusia. Namun dapat di identifikasi apabila manusia sebagai objek nilai
tersebut melalukan tindakan atau perbuatan mengenai nilai-nilai tersebut. Bagi
manusia nilai dijadikan sebagai landasan, alasan, ataupun motivasi dalam segala
tingkah laku dan perbuatannya. Dalam bidang pelaksanaannya nilai- nilai
dijabarkan dan diwujudkan dalam bentuk kaidah atau norma sehingga merupakan
suatu larangan, tidak diinginkan, celaan, dan lain sebagainya”.4

B. Pengertian Adat istiadat


Adat dapat dipahami sebagai tradisi lokal (local custom) yang mengatur
interaksi masyarakat. Dalam ensiklopedia disebutkan bahwa adat adalah
“Kebiasaan” atau “Tradisi” masyarakat yang telah dilakukan berulang kali secara
turun-temurun. Kata “adat” di sini lazim digunakan tanpa membedakan mana yang
mempunyai sanksi seperti “hukum adat” dan mana yang tidak mempunyai sanksi
seperti disebut adat saja.5

Secara terminology kata tradisi mengandung suatu pengertian yang


tersembunyi tentang adanya kaitan antara masa lalu dan masa kini. Ia menunjuk
kepada sesuatu yang diwariskan oleh masa lalu, baik dalam kehidupan bersifat
3 https://sc.syekhnurjati.ac.id/esscamp/risetmhs/BAB21414143105.pdf
4 https://sc.syekhnurjati.ac.id/esscamp/risetmhs/BAB21414143105.pdf
5 Ensiklopedi islam, jilid 1. (cet,3. Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoven 1999) hal: 21

6
duniawi maupun terdapat hal-hal ghaib atau keagaaman. Di dalam tradisi diatur
bagaiman manusia manusia berhubungan dengan manusia yang lain atau satu
kelompok manusia dengan kelompok manusia yang lain, bagaimana manusia
bertindak dengan lingkungannya, dan bagaiamana perilaku manusiaterhadap alam
yang lain. Ia berkembang menjadi suatu system, memiliki pola dan norma yang
sekaligus juga mengatur penggunaan sanksi dan ancaman terhadap pelanggaran
dan penyimpangan.

C. Nilai-nilai yang terdapat dalam tradisi sayyang pattuqduq dan


khataman al-qur’an di mandar

Berbicara tentang nilai yang terdapat dalam tradisi mappatammaq dan


khataman al-qur,an di mandar, tentu saja banyak nilai yang terdapat di dalamnya
diantaranya adalah

a. Pendidikan akhlak

Kata taqwa adalah simpul predikat manusia yang berkualitas dalam islam
yang jika diurai maka kata taqwa mengandung dari ciri-ciri- manusia yang
mencapai kualiatas bertaqwa yang semuana bertumpu pada perilaku dan akhlak
dalam kahidupan sehari-hari. Perilaku atau akhlak terhadap anak merupakan hal
yang sangat penting setelah pendidikan iman. Iman dan akhlak dua hal yang sangat
penting demi membentuk manusia yang utuh dan utama. Dengan kata lain,
pendidikan akhlak merupakan konsep dasar pendidikan islam yang kedua. Akhlak
tanpa tauhid dapat membuat orang tidak tahu akan tujuan hidupnya dan tauhid
tanpa akhlak akan membuat manusia kehilangan makna di tengah kehidupan
sosialnya.6

Salah satu sifat manusia yang bertaqwa adalah tawadhu, seperti sifat
Rasulullah Saw. dalam tradisi mappatammaq nilai-nilai sifat utama ini terekspresi
di dalamnya baik langsung maupun tidak.

6 Ma’lum Rasyid, Muh. Idham Khalid Bodi Saiyyang pattuqduq dan khataman Al-Qur’an
dimandar Zadahaniva Publishing JL.Trisula 54 Kauman, Solo 1 juni 2016. hal: 176

7
Seorang anak sebelum melakukan proses arak-arakan, maka ia harus
mirau tawe (sowan) kepada guru mengajinya bahkan jauh sebelumnya orang tua
anak yang akan ikut, memanggil khusus guru mengajinya untuk hadir di rumah dan
di masjid mengikuti acara mappatammaq, sebuah penghormatan sebagai cerminan
nilai tawadhu bagi orang tua terhadap guru mengaji yang selama ini mendidik
anaknya. Orang tua si anak menyadari bahwa tanpa bimbingan dari guru mengaji
maka anaknya tidak akan khatam Al-Qur’an.

b. Sebagai bentuk motivasi

Dengan adanya tradisi mappatammaq ini akan menjadi dorongan kepada


anak-anak khuusnya di daerah mandar untuk berusaha belajar mengaji dan
menumbuhkan budaya kecintaan terhadap Al-Qur’an. Oleh karena upacara seperti
ini, merangsang anak-anak untuk lebih berminat dan membaca Al-Qur’an.

Senada dengan ini (nilai) juga diungkapkan oleh salah satu pemerhati
budaya yang ada di pambusuang, sebagai berikut:

“ Terdapat dua nila yang bisa kita jumpai dalam tradisi ini yaitu: nilai positif
dan. Nilai positifnya adalah sebagai benetuk apresiasi dan motivasi terhadap anak-
anak untuk lebih giat lagi mempelajari Al-Qur’an. Nilai negatifnya itu adalah
pandudu manyang (peminum ballo) biasanya kebiasaan ini juga turut mengikuti
prosesi mappatammaq. Harus diakui kebiasaan-kebiasaan ini tidak boleh hadir
dalam bentuk kebudayaan ini, namanya kebudayaan yang asalnya dari masyarakat
namuapami tia lao andani mala dihindari di’o (mau diapa kita tidak bisa
menghindarinya). Saya rasa awalnya mereka memiliki niat yang baik dalam
melakukan tradisi mappatammaq ini namnya kita manusiawi ada sekelompok
saudara kita yang napolei rasa alece-lecenagan (didatangi rasa ingin jadi pusat
perhatian) maka mereka melakukan kebiasaan-kebiasaan buruk ini (meminum
ballo). Kebiasaan-kebiasaan buruk ini bisa kita katakana bukan bgian dari
kebudayaan mappatammaq. Karena orang yang melakukan kebiasaan- kebiasaan
buruk ini tetap mereka lakukan meskipun tidak bersamaan dengan

8
tradisi mappatammaq. Karena pakem atau unsur-unsur yang ada di dalam tradisi
tdk meliputi kebiasaan-kebiasaan buruk ini.”7

c. Pendidikan sosial

Penyelenggaran upacara tradisional mappatammaq bersifat kolektif artinya


ada beberapa komponen yang ada di dalamnya, yang saling berkontribusi demi
berjalannya acara ini dengan lancar. Jika salah satu komponen atau orang yang
terlibat tidak berkontribusi secara aktif, baik dalam penyedian kebutuhan upacara
maupun dalam pelaksanaannya maka pasti acara ini tidak akan berjalan dengan
lancar, dan itu bisa menurunkan semangat kerjasama antar penduduk budaya
termasuk dalam hal kesepakatan waktu pelaksanaan, urutan dalam arak-arakan
menjadi sesuatu yang tak dapat ditawar. Kerja sama ini bukan hanya antar orang
perorang, tapi juga kerjasama intern komponen atau kelompok maupun kerjasama
antara satu komponen dengan komponen lainnya. Sebagai contoh; jika dalam
kelompok passikkir tidak bekerjasama dengan baik maka sikkir yang dilanjutkan
iramanya akan kedengaran hambar. Begitu juga jika kerja sama antara
pakkalindaqdaq (pelantun pantun) dengan parrawana (pemain rebana) pada saat
arak-arakan, maka akan saling mengganggu. Intinya, hanyalah denagn kerjasama
yang baik dengan segenap pihak acara ini berlangsung dengan lancar dan
semarak.8

Semangat kerjasama timbul kalau para pendukung merasa terlibat dalam


upacara ini, tentunya spirit itu akan muncul jika semua yang terlibat menyadari
tanggung jawabnya, baik secara individual maupun kelompok dengan mengacu
pada maksud dan tujuan upacara. Semangat (spirit) inilah yang perlu ditumbuh
kembangkan dewasa inidalam menghadapi persatuan dan persaudaraan yang kian
rapuh, hal ini merupakan tanggung jawab semua pihak.

7 As’ad sattari, Pemerhati Budaya Desa Pambusuang , Kec. Balanipa Kab. Polewali

Mandar , Sulawesi Barat. Wawancara dengan Khairul Alam di pambusuang tanggal 3 oktober
2023
8 Ma’lum Rasyid, Muh. Idham Khalid Bodi Saiyyang pattuqduq dan khataman Al-Qur’an

dimandar Zadahaniva Publishing JL.Trisula 54 Kauman, Solo 1 juni 2016. hal: 194

9
Semangat kerjasama dalam kehidupan masyarkat Mandar tersimpul dalam
kata siwali parri (saling merasakan susah) dan sirondo-rondoi (saling membantu),
konsep ini telah lama tersemai dan menjadi sistem nilai dalam pergumulan
kehidupan masyarakat Mandar sebagai perwujudan dari semangat kerja sama atau
solidaritas antar sesama warga masyarakat.

Seiring berkembangnya zaman, tradisi mappatammaq juga tak terelakkan


dari yang namanya perubahan. Perubahan yang terjadi adalah alat musik yang
dipakai untuk mengiringi sayyang pattuqduq (kuda penari). Dulu alat yang dipakai
untuk meniringi sayyang pattuqduq adalah rebana, tapi sekarang tak jarang bahkan
sering kita jumpai khususnya di daerah pambusuang, sayyangpattuqduq itu diiringi
dengan drum band. Mengenai hal ini juga ditanggapi oleh salah satu pemerhati
budaya yang ada di pambusuang, sebagai berikut:

“Budaya itu sifatnya dinamis. Mustahil kita dapat mepertahankan


kebudayaan, karena budaya akan berubah seiring berkembangnya zaman. Tapi hal
yang bisa kita pertahankan dalam kebudayaan adalah nilai yang terkandung
didalamnya.”9

9 As’ad sattari, Pemerhati Budaya Desa Pambusuang , Kec. Balanipa Kab. Polewali
Mandar , Sulawesi Barat. Wawancara dengan Khairul Alam tanggal 3 oktober2023

1
0
BAB III

A. Kesimpulan

Bagi masyarakat mandar yang mendiami Sulawesi Barat, kuda awalnya


hanya merupakan alat transportasi. Akan tetapi, dengan pengetahuan lokal Kuda
diajar menjadi pintar menari (saiyyang pattuqduq) yang menjadi sarana
pertunjukan dalam upacara tammaq mangaji, penjemptan tamu, hajatan (nadzar)
dan hanya sekedr pertunjukan.

Mappatammaq mangaji (khataman Al-Qur’an) dengan saiyyang pattuqduq


(kuda penari) adalah bentuk apresiasi masyarakat Mandar yang tinggi terhadap
nilai-nilai keislaman dan cerminan betapa masyarakat kita arif dan santun
mempertemukan dengan apik dan unik antara agama dan tradisi. Di tengah
pengkaburan identitas manusia Indonesia dan massifnya serbuan kebudayaan luar
sekarang ini, mappatammaq mangaji dan saiyyang pattuqduq sebagai ciri khas ke-
islam-an dean ke-indonesia-an kita.

C. Saran

Saiyyang pattuqduq yang merupakan karya pergumulan antara budaya


dengan agama Islam kiranya tetap dipertahankan. Karya budaya ini adalah bukti
pergumulan budaya lokal dengan budaya islam yang dapat dijadikan sebagai
penarik wisatawan

Kiranya mappatammaq mangaji (khataman Al-Qur’an) dengan


mengendarai saiyyang pattuqduq tetap dapat dilestarikan sebagai upaya
mendorong minat anak didik agar mau lebih giat belajar, khususnya Al-Qur’an.

1
1
DAFTAR PUSTAKA

Van Peursen. 1999. Strategi dan Keudayaan Yogyakarta: Kanisius

Lihat Maryaeni, Metode Penelitian Kebudayaan

https://sc.syekhnurjati.ac.id/esscamp/risetmhs/BAB21414143105.pdf

Ensiklopedi islam, jilid 1. (cet,3. Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoven 1999)

Ma’lum Rasyid, Muh. Idham Khalid Bodi Saiyyang pattuqduq dan khataman Al-
Qur’an dimandar Zadahaniva Publishing JL.Trisula 54 Kauman, Solo 1 juni 2016

As’ad sattari, Pemerhati Budaya Desa Pambusuang , Kec. Balanipa Kab. Polewali
Mandar , Sulawesi Barat. Wawancara dengan Khairul Alam di pambusuang
tanggal 3 oktober 2023

1
2

Anda mungkin juga menyukai