Anda di halaman 1dari 14

RASIONALISME DAN EMPIRISME

Makalah
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Filsafat Ilmu
Program Studi Pedidikan Agama Islam
Program Pascasarja (Magister)
UIN Alauddin Makassar

Oleh :

AHMAD JAMALUDDIN
80200223112

DOSEN PENGAMPU:

Dr. Muh. Yahdi, M.A.


Dr. H. Ibrahim, M.Pd.

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2024
ii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puja dan puji syukur semoga selalu tercurahkan atas kehadirat Allah swt.

yang telah memberikan segala nikmat yang luar biasa, baik nikmat kesehatan, kesempatan dan

nikmat iman. Sehinggah pada akhirnya dapat menyelesaikan tugas makalah ini

S}alawat dan salam semoga tetap tercurah kepada junjungan nabi besar Muhammad saw.

nabi yang membawa manusia dari alam gelap gulita menuju alam yang terang benderang.

Dalam penyusunan makalah ini, penulis telah banyak menerima masukan, arahan,

bimbingan dan bantuan serta motivasi dari berbagai pihak. Maka dari itu, untuk semua pihak yang

telah membantu penulis dalam menyelesaikan studi, penulis mengucapkan banyak terima kasih

dan semoga apa yang telah diberikan kepada penulis, Allah swt. akan membalasnya dengan lebih

baik lagi.

Penulis sadar masih terdapat banyak kekurangan di dalam makalah, oleh karena itu penulis

tidak menutup diri dari kritikan dan saran yang ingin diberikan oleh para pembaca, dan semoga

makalah ini dapat berguna bagi para pembaca.

Gowa, 27 Maret 2024

Penulis

Ahmad Jamaluddin
80200223112
iii

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................................. ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1

A. Latar Belakang............................................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah.......................................................................................................... 1

C. Tujuan ........................................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................................... 3

A. Pengertian Rasionalisme dan Empirisme ........................................................................ 3

B. Tokoh Rasionalisme dan Empirisme .............................................................................. 4

C. Kelebihan dan Kekurangan Rasionalisme dan Empirisme .............................................. 8

BAB III PENUTUP ................................................................................................................. 10

A. Kesimpulan.................................................................................................................... 10

B. Implikasi........................................................................................................................ 10

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 11


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembahasan aliran-aliran filsafat merupakan penelahan salah satu aspek sekaligus

menyangkut dengan faham dan pandangan para ahli pikir dan filosuf. Dari kajian ini para ahli

melihat sesuatu atau menyeluruh, mendalam dan sistematis. Para filsus menggunakan sudut

pandang yang berbeda sehingga menghasilkan filsafat yang berbeda pula. Antara aliran atau

paham satu dengan yang lainnya, ada yang saling bertentangan dan ada pula yang memiliki konsep

dasar yang sama. Akan tetapi meskipun bertentangan, bukanlah untuk saling dipertentangkan.

Justru dengan banyak aliran atau paham yang sudah diperkenalkan oleh tokoh-tokoh filsafat, kita

dapat memilih cara yang pas dengan persoalan yang sedang kita hadapi.

Memahami sistem filsafat sesungguhnya menelusuri dan mengkaji suatu pemikiran

mendasar dan tertua yang mengawali kebudayaan manusia. Suatu sistim, filsafat berkembang

berdasarkan ajaran seorang atau beberapa orang tokoh pemikir filsafat. Sistem filsafat sebagai

suatu masyarakat atau bangsa. Sistem filsafat amat ditentukan oleh potensi dan kondisi masyarakat

atau bangsa itu, tegasnya oleh kerjasama faktor dalam dan faktor luar. Faktor-faktor ini diantaranya

yang utama ialah sikap dan pandangan hidup, citakarsa dan kondisi alam lingkungan. Apabila cita

karsanya tinggi dan kuat tetapi kondisi alamnya tidak menunjang, maka bangsa itu tumbuhnya

tidak subur (tidak jaya).Tujuan dari penulisan makalah ini sendiri, selain memenuhi kewajiban

membuat tugas, adalah untuk memenuhi rasa ingin tahu dan keterkaitan penulis terhadap bab aliran

filsafat idealisme, materialisme, eksistensialisme, monisme, dualisme, dan pluralisme.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah pengertian Rasonalisme dan Empirisme?

2. Siapakah Tokoh Rasionalisme dan Empirisme?

3. Apakah Kelebihan dan Kekurangan Rasionalisme dan Empirisme?

C. Tujuan

1. Mengetahui Pengertian Rasionalisme dan Empirisme

1
2

2. Mengetahui Tokoh Rasionalisme dan Empirisme

3. Mengetahui Kelebihan dan Kekurangan Rasionalisme dan Empirisme


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertiaan Rasionalisme dan Empirisme

1. Rasionalisme

Rasionalisme adalah paham filsafat yang menyatakan akal (reason) adalalah terpenting

untuk memperoleh pengetahuan. Menurut aliran rasionalisme, sesuatu pengetahuan diperoleh

dengan cara berpikir1. Rasio adalah sumber kebenaran. Hanya pada rasio sajalah yang dapat

membawa orang kepada kebenaran.

Rasionalisme tidak mengingkari kegunaan indera dalam memperoleh pengetahuan,

pengalaman indera diperlukan untuk merangsang akal yang dapat memberikan bahan-bahan yang

menyebabkan akal tersebut bekerja. Akan tetapi untuk sampainya manusia kepada kebenaran

adalah semata-mata dengan akal. Laporan indera menurut rasionalisme merupakan bahan yang

belum jelas. Bahan ini kemudian dipertimbangkan oleh akal dalam pengalaman berpikir. Akal

membentuk bahan tersebut sehingga terbentuk pengetahuan yang benar. Jadi akal bekerja karena

bahan dari indera. Akan tetapi akal juga dapat menghasilkan pengetahuan yang tidak berdasarkan

bahan inderawi sama sekali, jadi akal juga dapat menghasilkan pengetahuan tentang objek yang

betul-betul abstrak.2

Rasionalisme adalah paham filsafat yang mengatakan bahwa akal (reason) adalah alat
tepenting untuk memperoleh pengetahuan dan mengetes pengetahuan. Jika empirisme mengatakan

bahwa pengetahuan diperoleh dengan alam mengalami objek empiris. Maka rasionalisme

mengajarkan bahwa pengetahuan diperoleh dengan cara berpikir. Alat dalam berpikir itu kaidah-

kaidah logis aau kaidah- kaidah logika. 3

1
Atang Abdul Hakim, Beni Ahmad Saebani, Filsafat Umum dari Metodologi sampai Teofilosofi, (Bandung,
Pustaka Setia,2008), h.247
2
Ahmad Tafsir, Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Thales sampai Capra, (Bandung, Remaja Rosdakarya,
2013), h.25
3
Ahmad Tafsir, Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Thales sampai Capra, (Bandung, Remaja Rosdakarya,
2013), h.127

3
4

Ada dua macam rasionalisme yaitu dalam bidang agama dan bidang filsafat. Dijelaskan

bahwa bidang agama dalam rasionalisme ialah lawannya autoritas, sedangkan dalam bidang

filsafat lawannya ialah empirisme. Jelas sekali perbedaanya karena di dalam agama rasionalisme

mengkritik ajaran agama dan bidang filsafat rasionalisme menjelaskan teori pengetahuan.

2. Empirisme

Kata ini berasal dari bahasa Yunani emoeiria, empeiros (berarti berpengalaman dalam,

berkenalaan dengan, terampil untuk).4 Empirisme adalah suatu aliran dalam filsafat yang

menyatakan bahwa semua pengetahuan berasal dari pengalaman manusia. Berbeda dengan

anggapan rasionalis yang mengatakan bahwa sumber pengetahuan adalah rasio. Paham ini

berpendapat bahwa indera atau pengalaman adalah sumber satu-satunya atau paling tidak sumber

primer dari pengetahuan manusia, sehingga pengenalan inderawi merupakan pengenalan yang

paling jelas dan sempurna. Sumber ilmu pengetahuan dalam teori empirisme adalah pengalaman

dan penginderaan inderawi.

Empirisme berpendirian bahwa pengetahuan dapat di peroleh melalui indera. Indera

memperoleh kesan-kesan dari alam nyata. Untuk kemudian kesan-kesan tersebut berkumpul dalam

diri manusia sehingga menjadi pengalaman. Pengetahuan yang berupa pengalaman terdiri dari

penyusunan dan pengaturan kesan-kesan yang bermacam- macam. 5

B. Tokoh Rasionalisme dan Empirisme


1. Tokoh Rasionalisme

a. Descartes (1596-1650)

Rene Descartes (Renatus cartesius) adalah putra keempat Joachim Descartes, seorang

anggota parlemen kota britari, propinsi renatus di prancis. Kakeknya, piere Descartes, adalah

seorang dokter. Neneknya juga berlatar belakang kedokteran, dilahirkan pada tanggal 31 Maret

1596 di La Haye (sekarang disebut La Haye Descartes), propinsi Teuraine. Descartes kecil yang

mendapat nama baptis Rene, tumbuh sebagai anak yang menampakan bakatnya dalam bidang

4
Lorens Bagus, Kamus Filsafat, (Cet.I, Jakarta : Gramedia, 1997), h.196
5
Abd. Gafur, Filsafat Ilmu, (Malang: Kantor Jaminan Mutu (KJM) UIN Malang: 2007), h.59
5

filsafat, sehingga ayahnya pun memanggilnya dengan julukan Si Filsuf Cilik. Pendidikan

pertamanya diperoleh dari sekolah Yesuit di La Fleche dari tahun 1604-1612. Disinilah ia

memperoleh pengetahuan dasar tentang karya ilmiah Latin dan Yunani, bahasa Prancis, music dan

acting, logika aristoteles dan Etika Nichomacus, fisika, matematika, astronomi dan ajaran

metafisika dari filsafat Thomas Aquinas. 6

Descartes dianggap sebagai bapak aliran filsafat modern. Ia merupakan filosof yang ajaran

filsafatnya sangat populer, karena pandangannya yang tidak pernah goyah, tentang kebenaran

tertinggi berada pada akal atau rasio manusia. Descartes menjelaskan kebenaran melalui metode

keragu-raguan. Dalam karyanya Anaxemens Discourse on Methode ada 4 hal yang harus

diperhatikan sebagai berikut:

1) Kebenaran baru dinyatakan sahih jika benar-benar indrawi dan realitasnya telah jelas dan

tegas (clearly and distincictly), sehingga tidak ada keraguan apapun yang mampu

merobohkannya.

2) Pecahkanlah setiap kesulitan atau masalah sampai sebanyak mungkin sehingga tidak ada

keraguan apapun yang mampu merobohkannya.

3) Bimbinglah pikiran dengan teratur (mulai dari yang sederhana atau mudah diketahui sampai

hal yang paling sulit atau kompleks).

4) Pencarian dan pemeriksaan harus dibuat dengan perhitungan yang sempurna serta
mempertimbangkan secara menyeluruh sehingga diperoleh keyakinan bahwa tidak ada

satupun yang terabaikan atau terlewatkan.

b. Spinoza (1632-1677)

Spinoza memiliki pemikiran bahwa kebenaran itu berpusat pada pemikiran dan keluasan.

Pemikiran adalah jiwa, sedangkan keluasan adalah tubuh, yang ekstensinya berbarengan antara

jiwa dan tubuh pada setiap individu. 7

6
F. Budi Hardiman, Pemikiran- Pemikiran yang Membentuk Dunia Modern, (Jakarta: Erlangga, 2010), h. 33-
34
7
Simon Petrus, L.Thahjadi, Petualang Intelektual, (Yogyakarta, Kanisius, 2004),h.212
6

Baruch Spinoza atau Benedictus de Spinoza merupakan salah satu pengikut pemikiran

Descartes yang menjadikan substansi sebagai tema pokok dalam metafisika yang sampai saat ini

dikenal dengan mazhab rasionalisme. Spinoza menjawab pertanyaan-pertannyaan kebenaran

dengan tentang sesuatu, menggunakan metode deduksi matematis yang meletakkan definisi

aksioma, proposisi, kemudian berulang membuat pembuktian atau menyimpulkan.

Seperti Descartes, Spinoza juga mengatakan bahwa kebenaran itu terpusat pada pemikiran

dan keluasaan. Pemikiran adalah jiwa, sedangkan keluasaan adalah tubuh yang eksistensinya

berbarengan.

c. Leibniz (1646-1716)

Kelahiran Leibniz lahir di Jerman, nama kengkapnya Gottfried Wilhem von Leibniz. Sama

halnya Spinoza, Leibniz termasuk pengagum sekaligus pengkritik Descartes. Baginya, ia khawatir

tentang kehidupan dan bagaimana menjalani hidup. Tetapi berbeda dengan Spinoza yang kesepian,

ia justru termasuk orang yang kaya raya dan dipuja. Leibniz juga dikenal sebagai penemu kalkulus

bersama Newton. Ia adalah ilmuan, pengacara, sejarawan, akademisi, ahli logika, ahli bahasa, dan

teolog. Bagi Leibniz, filsafat adalahhobi yang berkesinambungan dan ia terlibat dalam diskusi

filosofis dan melakukan korespondensi sepanjang hidupnya bersama para filsuf di zamnnya.

Sayangnya, karyanya tidak bisa dinikmati banyak orang, karena setelah ia meninggal, karyanya

tidak diterbitkan. 8
Pemikiran Leibniz yang terkenal adalah monadologinya, dia berpendapat bahwa banyak

sekali subtansi yang terdapat di dunia ini, yang disebutnya “monad” Monad ini semacam cermin

yang membayangkan kesempurnaan yang satu itu dengan caranya sendiri. Tiap-tiap pencerminan

yang terbatas ini mengandung kemungkinan tidak terbatas karena dalam seluruhnya dapat

diperkaya dan dipergandakan oleh sesuatu dari sesuatu yang mendahuluinya. Dalam rentetan ini

ada tujuan yang terakhir, yaitu menuju yang tak terbatas sesungguhnya. Tuhan itu transendent,

artinya Tuhan di luar makhluk, Tuhan merupakan dasar dari segala rentetan yang ada. 9
8
Ali Maksum, Pengantar Filsafat; Dari Masa Klasik hingga Postmodernisme, (Cet. I, Yogyakarta: Arruzz
Media, 2008), h. 131
9
Poedjawijatna, Pembimbing Ke Arah Filsafat, (Cet. 10, Jakarta: Rineka Cipta, 1997), h. 103.
7

Adapun salah satu ulama sufi dan pemikir mistik teosof yang banyak mengajarkan tentang

etika dan filsafat adalah Syekh Muhammad Yusuf Al-makassari.Ia merupakan salah satu dan dan

juga pahlawan yang dalam perjuangannya menyebarkan agama Islam menjadi tonggak bersejarah

bagi seorang putra di daerah Gowa.Konsep etika dan moral dari ajaran Syekh Yusuf secara

substantif berbasis pada prinsip”Al takhalluq bi akhlaq Allah” (berakhlak dengan akhlak Allah).

Etika yang di ajarkan sufi seperti syekh yusuf bersifat komprehensif, substantif dan universal.

Syekh yusuf sendiri berkali-kali menekankan perlunya menerapkan “husnul khuluk” akhlak luhur

baik terhadap tuhan maupun makhluk. Akhlak yang baik haruslah bersifat utuh,lengkap dan

tercermin dalam seluruh penampilan pribadi seseoarang yang mencakup, perkataan, perbuatan

yang timbul dari hati yang bersih, serta sifat dan sikap. 10

2. Tokoh Empirisme

a. John Locke (1632-1704)

Ia lahir tahun 1632 di Bristol Inggris dan wafat tahun 1704 di Oates Inggris. Ia juga ahli

politik, ilmu alam, dan kedokteran. Pemikiran John termuat dalam tiga buku pentingnya yaitu

essay concerning human understanding, terbit tahun 1600. letters on tolerantion, terbit tahun

1689-1692. dan two treatises on government, terbit tahun 1690. Aliran ini muncul sebagai reaksi

terhadap aliran rasionalisme. Bila rasionalisme mengatakan bahwa kebenaran adalah rasio, maka

menurut empiris, dasarnya ialah pengalaman manusia yang diperoleh melalui panca indera.
Dengan ungkapan singkat Locke:11

Segala sesuatu berasal dari pengalaman inderawi, bukan budi (otak). Otak tak lebih dari

sehelai kertas yang masih putih, baru melalui pengalamanlah kertas itu terisi.Dengan demikian dia

menyamakan pengalaman batiniah (yang bersumber dari akal budi) dengan pengalaman lahiriah

(yang bersumber dari empiri).

b. David Hume (1711-1776)

10
Sainuddin, Ibnu Hajar, dan Ismail Suardi Wekke. Syekh Yusuf al-Makassari: Pandangan Etika dan Filsafat,
(2020), h. 1
11
Susanti Vera dan R. Yuli A. Hambali, Aliran Rasionalisme dan Empirisme Dalam Kerangka Ilmu
Pengetahuan, Jurnal Penelitian Ilmu Ushuluddin, 1 no 2 (April 2021), h. 69
8

David Hume (1711-1776) adalah salah seorang yang paling terkemuka di kalangan filsuf.

Ini karena dia mengembangkan filsafat empirisis Locke dan Berkeley menjadi konklusi logis, dan

menjadikannya luar biasa lantaran ia membuatnya konsisten. Dalam pengertian tertentu, dia

merepresentasikan sebuah titik-perhentian: dengan kata lain, mustahil untuk pergi lebih jauh dari

arahnya. Kalangan metafisis di masa silam banyak yang menolaknya semenjak ia menulis. Karya

filsafat utamanya, Treatise of Human Nature, ditulis ketika ia tinggal di Perancis pada tahun 1734

sampai 1737. Dua volume yang pertama diterbitkan pada tahun 1739, volume yang ketiga tahun

1740.12

Hume adalah pelopor para empiris, yang percaya bahwa seluruh pengetahuan tentang dunia

berasal dari indera. Menurut Hume, ada batasan-batasan yang tegas tentang bagaimana kesimpulan

dapat diambil melalui persepsi indra kita. Namun terlepas dari berbagai kritik yang muncul,

pemikiran Hume umumnya merupakan wujud ekspresi dan sikap naturalism dan skeptismenya.

Dia sesungguhnya telah berupaya memberikan penjelasan tentang sifat dasar alamiah manusia,

yang tidak dapat diabsahkan oleh nalar.

C. Kelebihan dan Kekurangan Rasionalisme dan Empirisme

1. Rasionalisme

Adapun Kelebihan dari pemikiran Rasionalisme, sebagai berikut:

a. Mampu Menyusun system keilmuan yang berasal dari manusia.


b. Dengan menalar, menusia mampu menjelaskan pemahaman-pemahaman yang rumir dan

bersifat abstrak.

c. Kebenaran diperoleh dari sebab-sebab yang menyatakan benar.

d. Memberikan kerangka berfikir yang koheran dan logis.

Adapun kekurangan dari pemikiran Rasionalisme, sebagai berikut:

12
Theguh Saumantri, Metafisika Empirik Dalam Pemikiran David Hume, Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam
(2022), 7 no. 2, h. 233
9

a. Rasionalisme gagal dalam menjelaskan perubahan dan pertambahan pengetahuan manusia.

Banyak dari ide Rasionalisme yang sudah pasti pada satu waktu kemudian berubah pada waktu

kemudian pada waktu yang lain.

b. Pengetahuan yang dibangun oleh Rasionalisme hanyalah bentuk oleh ide yang tidak dapat

dilihat.

c. Kebanyakan orang merasa kesulitan untuk menerapkan konsep Rasionelisme dalam kehidupan

keseharian yang praktis.

2. Empirisme

Kelebihan dari pemikiran Empirisme adalah pengalaman indera merupakan sumber

pengetahuan yang benar karena faham empiris mengedepankan fakta-fakta yang terjadi

dilapangan.

Sedangkan kekurangan dari pemikiran Empirisme cukup banyak diantaranya, sebagai

berikut:

a. Indra terbatas. Benda yang jauh kelihatan kecil. Apakah benda itu kecil benda itu kecil? Tidak.

Keterbatasan kemampuan indera ini dapat melaporkan objek salah.

b. ndera menipu. Pada orang yang sakit malaria, gulara rasanya pahit, udara panas dirasakan

dingin. Ini akan menimbulkan pengetahuan empiris yang salah juga.

c. Objek yang menipu. Contohnya ilusi, fatamorgana. Jadi, objek itu sebenarnya tidak
sebagaimana ia tangkap oleh alat indera; ia membihongi indera. Ini jleas dapat menimbulkan

inderawi yang salah.

d. Indera dan objek sekaligus. Dalam hal ini indera (di sini mata) tidak mampu melihat seekor

kerbau secara keseluruhan, dan kerbau itu juga tidak dapat memperlihatkan badannya secara

keseluruhan. Jika melihatnya dari depan, yang kelihatan adalah kepala kerbau, dan kerbau pada

saat itu memang tidak mampu sekaligus memperlihatkan ekornya. Kesimpulannya ialah

empirisme lemah karena keterbatasan indera manusia.


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan penjelasan diatas bahwa aliran filsafat ini berhubungan dengan ilmu

pengetahuan. Terutama aliran empirisme, dan rasionalisme. Aliran empirisme memandang bahwa

pengetahuan ini bukanlah ada pada kita, akan tetapi ada diluar pada diri kita. Aliran rasionalisme

memandang bahwa akal pikiran atau rasio adalah sebagai dasar pengetahuan manusia. Aliran

kritisisme pengetahuan yang memeriksa dengan teliti , apakah pengetahuan kita itu sesuai dengan

realita dan bagaimanakah kesesuainya dengan kehidupan kita.

Tokoh-tokoh dalam aliran filsafat berbeda-beda. Pada aliran empirisme tokohnya adalah

John Locke dan David Hume yang mana mereka mempunyai pemikiran untuk mendapat

kebenaran maka harus diperoleh dari pengalaman. Tokoh Rasionalisme adalah Descartes, Spinoza

dan Leibniz yang mana pemikiran dari tokoh ini adalah rasionalisme dapat diimplikasikan

menggunakan kaidah-kaidah logika yang bersifat pasti.

B. Implikasi

Demikianlah makalah yang dapat disajikan sesuai dengan batas kemampuan penulis,

dengan harapan apa yang penulis sajikan ini dapat memberi manfaat dan menambah wawasan bagi

para pembaca dan bagi diri pribadi penulis sendiri.


Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak sekali

kesalahan, kekurangan, dan kekeliruan sehingga penulis mengharapkan krtikan, saran, pemikiran,

dan ide-ide yang sifatnya membangun. Demikianlah semoga benilai ibadah disisi-Nya.

10
11

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Hakim, Atang, dan Beni Ahmad Saebani. Filsafat Umum dari Metodologi sampai

Teofilosofi. Bandung: Pustaka Setia, 2008.

Ahmad Tafsir. Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Thales sampai Capra. Bandung: Remaja

Rosdakarya, 2013.

Bagus, Lorens. Kamus Filsafat. Cet. I, Jakarta: Gramedia, 1997.

Gafur, Abd. Filsafat Ilmu. Malang: Kantor Jaminan Mutu (KJM) UIN Malang, 2007.

Hardiman, F. Budi. Pemikiran- Pemikiran yang Membentuk Dunia Modern. Jakarta: Erlangga,

2010.

Maksum, Ali. Pengantar Filsafat; Dari Masa Klasik hingga Postmodernisme. Cet. I, Yogyakarta:

Arruzz Media, 2008.

Petrus, Simon, dan L. Thahjadi. Petualang Intelektual. Yogyakarta: Kanisius, 2004.

Poedjawijatna. Pembimbing Ke Arah Filsafat. Cet. 10, Jakarta: Rineka Cipta, 1997.

Saumantri, Theguh. "Metafisika Empirik Dalam Pemikiran David Hume." Jurnal Aqidah dan

Filsafat Islam 7, no. 2 (2022): 233.

Sainuddin, Ibnu Hajar, dan Ismail Suardi Wekke. Syekh Yusuf al-Makassari: Pandangan Etika

dan Filsafat. 2020.

Vera, Susanti, dan R. Yuli A. Hambali. "Aliran Rasionalisme dan Empirisme Dalam Kerangka

Ilmu Pengetahuan." Jurnal Penelitian Ilmu Ushuluddin 1, no. 2 (April 2021): 69.

Anda mungkin juga menyukai