Dosen Pengampu
PL2104_Aspek Kependudukan|i
Anggota Kelompok
PL2104_Aspek Kependudukan|ii
DAFTAR ISI
PL2104_Aspek Kependudukan|iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Mobilitas penduduk yang relatif tinggi menjadi salah satu penyebab
tingginya jumlah penduduk di Kota Bandung. Mobilitas tersebut dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya adalah komuterisasi.
Komuterisasi adalah suatu bentuk migrasi tidak tetap yang dilakukan oleh
seseorang yang bepergian ke suatu kota untuk bekerja dan kembali ke kota
tempat tinggalnya setiap hari, pada umumnya terjadi berupa pergerakan
penduduk wilayah pinggiran kota ke tempat kerjanya di pusat kota melalui
lintasan yang tetap.
Di Kota Bandung sendiri banyaknya penduduk komuter yang
bekerja di wilayah Kota Bandung menjadi salah satu penyebab tingginya
mobilitas. Selain bekerja, aktivitas lain yang dilakukan penduduk ialah
akses pendidikan, rekreasi, belanja, pelayanan umum dan akses pelayanan
kesehatan di pusat Kota Bandung. Mobilitas penduduk akan semakin
meningkat seiring berkembangnya suatu wilayah perkotaan dan
interaksinya dengan wilayah pinggiran. Kawasan pinggiran kota pada
umumnya bukanlah kawasan mandiri dengan fasilitas terbatas dan
kebutuhan penduduk yang tinggi. Akibatnya kawasan pinggiran Kota
Bandung menjadi sangat bergantung pada kawasan lain, terutama pusat kota
yang memiliki fasilitas jauh lebih baik. Faktor ketergantungan ini
mendorong pergerakan penduduk dari daerah pinggiran kota ke daerah
pusat kota untuk mencari dan memenuhi seluruh kebutuhan hidup.
(Somantri, 2022)
Bagi banyak orang di berbagai belahan dunia, perjalanan pulang
pergi dan pergerakan sehari-hari antara rumah dan kantor telah menjadi
bagian integral dari kehidupan sehari-hari. Sayangnya, meskipun aktivitas
ini diperlukan untuk mencapai tujuan sehari-hari, aktivitas perjalanan sering
kali dapat menyebabkan stres yang signifikan. Banyak faktor kompleks
yang dapat berkontribusi terhadap pengalaman penuh tekanan ini,
menciptakan dinamika yang unik dan seringkali sulit bagi mereka yang
terlibat.
Salah satu tantangan terbesar bagi penumpang adalah kemacetan
lalu lintas yang kronis. Di lingkungan perkotaan yang padat,
waktu perjalanan seringkali melebihi ekspektasi, sehingga meningkatkan
tingkat frustasi dan kecemasan. Selain itu, transportasi umum yang penuh
atau terlambat, cuaca buruk, dan jadwal yang tidak menentu.
Keadaan psikologis dan fisik komuter juga dapat dipengaruhi oleh
perasaan cemas yang mungkin timbul selama perjalanan. Terutama dalam
PL2104_Aspek Kependudukan|1
skenario urbanisasi yang pesat, kesenjangan antara rumah dan pekerjaan
dapat meningkatkan tingkat stres. Biaya transportasi harian atau bulanan
juga bisa menjadi sumber tekanan finansial bagi sebagian orang.
(Mediawati, 2017)
Dari sudut pandang ini, penelitian tentang dampak aktivitas
perjalanan terhadap kesehatan psikologis dan fisik menjadi semakin
penting. Mengidentifikasi potensi penyebab stres dan mengembangkan
strategi mitigasi yang efektif adalah kunci untuk memahami dan mengatasi
dampak negatif dari aktivitas perjalanan pulang pergi. Oleh karena itu,
pemahaman menyeluruh tentang dinamika stres dalam perjalanan pulang
pergi dapat memberikan dasar untuk mengembangkan solusi dan kebijakan
yang mendukung kesehatan individu selama perjalanan sehari-hari.
1.3. Tujuan
Untuk mengidentifikasi faktor yang menyebabkan stress selama
aktivitas komuter dan dapat mengembangkan solusi untuk mengurangi
tingkat stress selama aktivitas komuter sehari-hari.
1.4. Sasaran
2. Untuk mengetahui dampak aktivitas komuter terhadap kesehatan
psikologis dan fisik.
3. Untuk mengetahui penyebab dari stress yang dialami komuter.
4. Untuk mengetahui solusi atau kebijakan untuk mendukung Kesehatan
individu selama sehari-hari.
PL2104_Aspek Kependudukan|2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Penduduk merupakan orang dalam matranya sebagai pribadi, anggota
keluarga, anggota masyarakat, warga negara Indonesia dan orang asing yang
bertempat tinggal di Indonesia sekaligus himpunan kuantitas yang bertempat
tinggal di suatu tempat dalam batas wilayah tertentu.
Sedangkan kependudukan merupakan segala hal yang berhubungan dengan
jumlah, struktur, umur, perkawinan, agama, jenis kelamin, kelahiran, kematian,
kualitas, mobilitas dan juga ketahanan yang berkaitan dengan ekonomi, sosial,
budaya dan politik. Pada hal ini bisa didapatkan bahwa adanya mobilitas
mempengaruhi pergerakan sekaligus persebaran penduduk.
Terjadinya mobilitas penduduk berkaitan dengan tujuan masyarakat untuk
memperbaiki kesejahteraan mereka, salah satunya yaitu bekerja. Pada mobilitas ini
terjadinya pergerakan berpindah-pindah maupun ke siap siagaan untuk bergerak
sehingga terjadinya arus bolak balik dari satu tempat ke tempat lain yang
melibatkan seseorang atau sekelompok masyarakat. Dalam perpindahan yang
dilakukan dapat mempengaruhi status sosial yang dimiliki yaitu bisa naik atau
turun, atau bahkan tetap pada tingkat yang sama tetapi dalam pekerjaan yang
berbeda. Mobilitas ini memiliki hubungan erat dengan commuter. commuter
memiliki makna yaitu suatu bentuk migrasi tidak tetap yang dilakukan oleh
sekelompok maupun perorangan secara ulang alik dalam satu hari. Salah satu
contohnya yaitu berupa pergerakan penduduk wilayah pinggiran kota bekerja ke
tempat-tempat yang ada di pusat kota melalui lintasan yang tetap.
Banyaknya commuter yang bekerja di daerah lain setiap harinya dan pulang
kembali ke daerah masing-masing pada sore harinya. Pemerintah juga sudah
menopang dengan alat transportasi yang disediakan untuk para pekerja yang
bekerja di daerah lain. Namun, kurangnya kualitas dan kapasitas transportasi umum
yang disediakan oleh pemerintah sering membuat para commuter beralih
menggunakan alat transportasi pribadi seperti motor atau mobil (transportasi
pribadi) dalam menempuh perjalanan dari tempat tinggalnya menuju tempat
kerjanya. Tetapi hal tersebut masih belum membuat para commuter memiliki
pengalaman dalam menempuh perjalanan yang baik. Hal ini dikarenakan padatnya
kondisi jalanan yang masih menjadi masalah sejak dulu hingga para commuter
harus menghadapi kemacetan di jalan. Menurut Novaco, Stokols & Milanesi (1990)
dalam penelitiannya, mengenai commuting stress menemukan bahwa kejadian dan
kondisi dalam ruang lingkup tempat tinggal, perjalanan dan pekerjaan dapat
mempengaruhi tingkat stres dan upaya individu untuk menanggulangi stres. Selain
kondisi yang terjadi dalam ruang lingkup yang disebutkan diatas, jarak dan waktu
tempuh serta hambatan perjalanan seperti kondisi lalu lintas, rambu-rambu dan hal
lain yang terjadi didalam perjalanan juga mampu menimbulkan stress dengan
tingkat yang berbeda. (Syahidillah & Archianti, 2019)
PL2104_Aspek Kependudukan|3
BAB III
STUDI KASUS
Kota Bandung terletak di Provinsi Jawa Barat. Berdasarkan BPS, Bandung
Raya terdiri atas lima wilayah yaitu meliputi Kabupaten Bandung, Kabupaten
Sumedang, Kabupaten Bandung Barat, Kota Bandung dan Kota Cimahi. Kota
Bandung merupakan salah salah satu wilayah kawasan kota metropolitan.
Keberadaan kota Bandung yang sebagai salah satu kota metropolitan dan juga
merupakan Ibu Kota Provinsi Jawa Barat hal ini yang menyebabkan peningkatan
mobilitas penduduk di kota tersebut.
Dari data tabel diatas kita dapat melihat bahwa kota bandung pada tahun
2022 memiliki jumlah penduduk bekerja yaitu 1.298.537 jiwa, dimana jumlah
tersebut setengah dari jumlah penduduk di kota bandung. Banyaknya jumlah
penduduk yang bekerja menjadi faktor utama terjadinya mobilitas penduduk di kota
tersebut, termasuk pergerakan komuter. Dimana komuter merupakan mobilitas ulak
alik penduduk yang pergi dari tempat tinggal ke tempat kerja dan Kembali lagi
kerumah yang dilakukan dalam rentang sehari. Menurut data dari Hasil Long Form
PL2104_Aspek Kependudukan|4
SP2020 jumlah Penduduk yang Melakukan kegiatan komuter Menurut Wilayah
Metropolitan cekungan bandung yaitu mencapai 3,22%.
∑Skor 1,372
Presentase% 91,4%
Dari tabel diatas terlihat presente skor sebesar 91,4% hal ini menunjukan
indikator tersebut termasuk kedalam kriteria “Sangat Berdampak” hal ini berarti
adanya kemacetan sangat berdampak pada kesehatan psikologi pengguna jalan.
Karena itu perlu kebijakan yang tepat untuk mengurangi efek buruk komuterisasi
PL2104_Aspek Kependudukan|5
sehingga pekerja dapat melanjutkan pekerjaan mereka tanpa merasakan tekanan
dan kesehatan psikologi yang buruk. Untuk itu diperlukan peningkatan layanan
transportasi umum yang lebih baik untuk memenuhi kebutuhan komuter, perbaikan
jaringan transportasi dan penertiban lalu lintas, penerapan sistem WFH jika
diperlukan, dan pekerja komuter harus mampu membagi waktu mereka. (Sasongko
& Setiadi, 2019)
PL2104_Aspek Kependudukan|6
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1.Frekuensi Perjalanan
Kota Bandung, sebagai pusat urban yang berkembang pesat,
menyajikan dinamika mobilitas tinggi yang diiringi oleh frekuensi
perjalanan yang padat. Para komuter di kota ini menghadapi tantangan
signifikan setiap harinya, terutama pada jam-jam sibuk. Dengan jam masuk
dan pulang kerja yang seringkali memicu kepadatan lalu lintas, pengguna
transportasi, baik menggunakan kendaraan pribadi maupun transportasi
umum, merasakan dampak langsung dari tingginya frekuensi perjalanan.
Kepadatan perjalanan yang terutama terjadi selama hari kerja
menciptakan lingkungan yang serba cepat dan penuh tekanan. Transportasi
umum menjadi sorotan utama, di mana komuter harus bersaing untuk
mendapatkan tempat di dalam kendaraan yang seringkali penuh sesak.
Keterlambatan yang dihasilkan dari kepadatan ini tidak hanya
mempengaruhi efisiensi waktu para komuter, tetapi juga merugikan
kesejahteraan psikologis mereka, menimbulkan tingkat stres yang lebih
tinggi dan kelelahan yang terus-menerus.
Penyebab utama kepadatan perjalanan di Kota Bandung melibatkan
kapasitas infrastruktur yang terbatas, pertumbuhan populasi yang cepat, dan
kebijakan transportasi yang belum optimal. Meskipun sebagian komuter
telah mengadopsi strategi penyesuaian waktu perjalanan atau mencari
alternatif transportasi, permasalahan inti harus diatasi melalui pembaruan
dan pengembangan infrastruktur yang lebih baik serta pengelolaan
transportasi yang lebih efisien. Dengan pemahaman yang mendalam tentang
kompleksitas frekuensi perjalanan yang padat, pihak berwenang dapat
merumuskan solusi yang berkelanjutan untuk meningkatkan pengalaman
komuter dan menjaga keseimbangan mobilitas kota yang berkelanjutan.
PL2104_Aspek Kependudukan|7
Dapat dilihat dari tabel Arus Komuter Bandung Raya Antar
Kabupaten/Kota, bahwa penduduk yang tinggal di Kota Bandung namun
seorang komuter yang bekerja di luar kabupaten tempat tinggalnya
berjumlah 85.743. Dengan jumlah penduduk yang sekian banyak dapat
menyebabkan meningkatnya frekuensi perjalanan yang semakin padat dan
pengguna transportasi umum maupun pribadi.
PL2104_Aspek Kependudukan|8
Tidak hanya kondisi kepadatan, tetapi juga faktor-faktor lain seperti
ketidakpastian waktu perjalanan, kebisingan, dan ketidaknyamanan selama
perjalanan menjadi pemicu tambahan yang mengkontribusikan pada tingkat
stress yang tinggi. Para komuter di Kota Bandung harus mengembangkan
strategi koping, baik secara sadar maupun tidak sadar, untuk menjaga
keseimbangan emosional mereka di tengah tekanan yang terus-menerus.
Seiring dengan upaya pihak berwenang untuk mengatasi masalah
infrastruktur dan transportasi, penting bagi mereka untuk memahami
dampak psikologis yang melekat pada pengalaman komuter harian agar
solusi yang diusulkan dapat menyeluruh dan berkelanjutan.
PL2104_Aspek Kependudukan|9
BAB V
KESIMPULAN
5.1.Kesimpulan
Mobilitas penduduk yang tinggi di Kota Bandung disebabkan oleh
adanya perpindahan setiap harinya untuk bekerja dan melakukan kegiatan
lain di pusat kota atau bisa disebut juga komuterisasi. Hal ini dapat terjadi
karena wilayah pinggiran kota sangat bergantung pada pusat kota karena
fasilitas yang belum memadai pada pinggiran kota. Perpindahan yang
terlalu sering dilakukan dengan jarak yang jauh ke pusat kota menyebabkan
kemacetan, hal ini dapat berdampak pada kondisi fisik dan psikologis
seperti kelelahan,kebisingan, ketidakpastian waktu perjalanan dan kondisi
lalu lintas yang buruk sangat berkontribusi pada tingkat stress pengendara.
Kebijakan pemerintah berupa penerapan transportasi ramah
lingkungan merupakan kebijakan yang berkelanjutan dan bisa menjadi
Langkah strategis dengan memperhatikan cemaran polusi yang terjadi
karena menaiki kendaraan bermotor atau mobil. Pemerintah
membangunkan jalur pejalan kaki serta sepedah yang memadai untuk
mewujudkan itu. Serta perbaikan sarana prasarana transportasi umum yang
memadai dan efisien dengan memperbaiki rute atau jadwal, memperbanyak
armada, dan meningkatkan kualitas pelayanan dapat meningkatkan
pengguna transportasi umum sebagai mobilitas sehari hari ke pusat kota
sehingga mengurangi kemacetan dan dapat mengatasi tingkat stress pada
masyarakat.
5.2.Saran
Permasalahan kelelahan dalam perjalanan yang dilakukan penduduk
komuter dapat diatasi dengan pemerintah yang dapat mempertimbangkan
investasi dalam mengembangkan transportasi public yang lebih efisien
untuk mengurangi kepadatan dan kemacetan. Perlunya Tindakan kampanye
kesadaran akan manfaat Kesehatan dari transportasi yang ramah
lingkungan, hal ini dapat meredakan kepadatan lingkungan. Perbaikan
infrastruktur jalan juga merupakan hal solutif untuk meningkatkan
keamanan perjalanan bagi pelaku komuter dan juga dapat mengurangi
kemacetan. Adapun hal yang dapat dilakukan oleh Perusahaan pusat Kota
Bandung yaitu menerapkan sistem Work From Home (WFH) untuk
mengurangi beban komuter dan stress yang terjadi akibat kegiatan komuter.
Dengan ini dapat meningkatkan kesejahteraan serta Kesehatan komuter di
Kota Bandung dan tentunya dapat mengurangi dampak negatif dari kegiatan
komuter.
PL2104_Aspek Kependudukan|10
DAFTAR PUSTAKA
Evans, G. W., Wener, R. E., & Philips, D. (2002). The morning rush hour:
Predictability and commuter stress. Environment and Behavior, 521-536.
Mediawati, M. G. (2017). STRES PENGENDARA MOTOR PADA
KEMACETAN. Skripsi, 1-64.
Midayanti, N., Soblia, H. T., Rangkuti, H., Luswara, I., Windiarto, T., Savitridina,
R., & Amin, Y. F. (2017). STATISTIK KOMUTER BANDUNG RAYA.
Jakarta: Badan Pusat Statistik.
Sasongko, D. N., & Setiadi, Y. (2019). Variabel-Variabel yang Memengaruhi
Status Stres Pekerja Komuter dengan Kendaraan Bermotor Pribadi dan
Umum di Jabodetabek. Analisis data survei, 621-629.
Somantri, L. (2022). Pemetaan mobilitas penduduk di kawasan pinggiran Kota
Bandung. Majalah Geografi Indonesia, 95-100.
Syahidillah, A., & Archianti, P. (2019). Hubungan Commuting Stress Dengan
Keterikatan Kerja Pada Karyawan. Jurnal Ilmiah Penelitian Psikologi:
Kajian Empiris & Non-Empiris, 55-59.
PL2104_Aspek Kependudukan|11