Anda di halaman 1dari 5

Sesingkat Ini; Cerita Kita

Waktu ku tatap langit petang yang berawajah gersang, hanyalah ribuan bintang gemintang

ynag bertandang pada tatapan yang ke sekian ku temui bahagia kita yang tergenggam oleh

semesta. Di sinilah cerita kita dimulai. “Saya harap langkah kita tetap satu, seperti

berputarnya planet pada porosnya”, “Tapi, apakah itu mungkin?”, “Tentu saja”, “Jika tidak?”,

“Kenapa harus tidak? Jika semesta telah mengaminkan untuk kita selalu Bersama,” “Lalu

bagaimana dengan takdir?”, “Jangan terlalu membenci takdir Zie bukankah kau telah percaya

bahwa Tuhan selalu punya cara terindah untuk kita”. Seketika itu aku mulai yakin untuk

berani melangkah akan hidup searah bersamamu.

# # #

Setelah sekian lama kau tak menyapaku aku hamper lupa kata terakhir yang kau

ucapkan padauk, yang ku ingat hanyalah kedipan mata dan secarik senyum yang kau

tampakkan. Memang, aku pernah ragu sebelum kau benar-benar menguatkanku dengan

berbagai macam janji, tapi itu dulu dan sekarang ku mohon jangan pergi karena aku sudah

terlanjur jatuh. Ya, jatuh sejatuh jatuhnya pada genggamanmu. Sementara kau, apakah kau

lupa pada janji yang pernah kau lontarkan pada Wanita lugu sepertiku ini? Ketika aku

bertanya “Bagaimana dengan jarak Rey?”, “Jarak hanyalah perkara waktu, sementara aku

akan tetap menggegammu dan itu pasti Zie” itu yang kau katakan. Tapi, itu dulu sebelum

semuanya membeku seperti tertimpa gunungan salju. Lalu, setelah semuanya menjadi seperti

ini masihkah aku harus percaya pada takdir yang kau suguhkan itu? Lantas, bagaimana

dengan keadaanku sekarang yang harus melangkah dengan satu kaki tanpa kehadiranmu?

Mungkin semua ini terjadi karena kepolosanku, karena harus segampang itu menerima takdir

tanpa berpikir Panjang terlebih dahulu. Setelah seperti ini, lalu dengan cara apa aku harus

melupakan beribu-ribu kenangan tentangmu? “Tak perlu kau berusaha melupakan kenangan
tentangku Zie, karena kenangan punya sendiri untuk menghilang”. Ya, mungkin segampang

itu kau akan berucap, tapi itu semua tidak mudah Rey! Tidak semudah dan segampang apa

yang kau ucapkan. Dulu, kita pernah berjanji akan melangkah bersama dalam gelapnya

malam sekalipun. Namun nyatanya, kau sendiri yang mengingkarinya. Sekarang aku akan

berjanji dengan apa yang telah kita rencanakan dulu, sekalipun aku harus menjalani sendirian.

Ku harap kau akan menyaksikanku dengan berbagai kenangan yang kau tinggalakan pulang

pada rumah yang kau anggap paling nyaman.

# # #

“Zie, kemarilah aku datang hanya untukmu, untuk melepas rindu yang sekian lama

sudah ku tabu”. Spontan aku berlari, ketika ku lihat sosok tampan yang sudah lama aku tak

bertegur sapa dengannya, tak ku hiraukan apa saja yang telah ku terobos untuk bisa segera

memeluknya dan itu semua hanya untuk melepas rindu dengannya, ketika kupeluk erat tubuh

itu dan ah! Semua itu hanyalah mimpi. Sejenak kau membuatku harus merenung, karena

setelah kepergianmu tak pernah sekalipun kau mendatangiku dan entah ada apa hari ini,

mengapa dengan tiba-tiba kau mendatangiku dengan senyuman terindahmu yang tak pernah

kulihat sebelumnya. Entah firasat apa yang telah membuatku sangat ingin melihat layar

handphone padahal di sana sudah jelas hanya tertera tanggal dan waktu yang selalu menjadi

pengingat bagiku setelah kepergianmu. Terus ku sentuh layar itu sampai aku tahu ada apa

dengan hari ini. Setelah sampai sekian lama aku merenung dan ya! hari ini adalah hari waktu

kamu dilahirkan dan hari di mana Tuhan telah menjemputmu untuk pulang.

*Nili Agustini Warga Literasi


Antara Anak Dan Ridha Orang Tua

Suatu hari ada seorang anak yang sedang mondok di daerah Annuqayah, dia mondok

tiga tahun lamanya, dari kelas satu sampai kelas tiga MA. Sekarang dia sudah hampir lulus

dan akan melanjutkan studinya ke perguruan tinggi atau lebih tepatnya akan menjadi seorang

mahasiswa, namun, anak tersebut masih merasa bingung mencari kampus mana yang akan

dia pilih, ia selalu bertanya pada orang tuanya mengenai kampus yang akan ia pilih. Pada

suatu hari dia bertanya “Ma, sebenarnya saya mau di kuliahkan di mana?”

“sebaiknya kamu menganggur dulu selama satu tahun”

“kenapa seperti itu Ma?”

“…………..” (tidak merespon)

mungkin orang tuanya memikirkan tentang biaya kuliah atau mungkin ada alasan lain yang

mereka rahasiakan.

Anak tersebut selalu bertanya di mana ia akan melanjutkan studinya, tapi orang

tuanya selalu memberi jawaban yang sama. Pernah suatu hari anak itu bertanya untuk yang

sekian kalinya, di mana dia akan dikuliahkan? namun, orang tuanya memberi jawaban yang

membuatnya sakit hati dan merasa tertekan, orang tuanya menjawab, “kenapa kalau kamu

tidak usah kuliah saja”mendengar jawaban dari orang tuanya. “nak kenapa kalau kamu tidak

usah kuliah?”, perkataan orang tua itu membuat sang anak tidak mempunyai perkataan

apapun untuk menjawab orang tuanya alasannya, karena perkataan orang tuanya itu sudah

membuat sang anak jatuh sejatuh jatuhnya. Kalau itu sudah menajdi takdir terbaik untuk sang

anak ia harus menerima takdir yang sudah direncanakan oleh Allah kepadanya. Mungkin itu

merupaka ridha orang tua kepada kita agar kedepannya selamat dan itu merupakan jalan

terbaik di masa depan. Mungkin itu adalah sebuah titipan Allah kepada orang tua untuk

disampaikan kepada sang anak tersebut. Tapi kita jangan sampai berkecil hati di dalam
menjalankan hidup tanpa kuliah, karena orang sukses itu tidak disangka-sangka, bisa saja

orang yang tidak kuliah yang lebih sukses daripada orang yang kuliah ataupun sebaliknya.

Karena di balik kesusahan pasti ada kemudahan pada diri kita.

Seorang anak yang sekarang berada di penjara suci, kini sekarang ditahan agar dia

betah berda di pondok, semoga saja oleh yang maha kuasa diperjelas di mana sebenarnya

anak itu akan dikuliahkan oleh orang tuanya, akan melanjutkan kuliah atau hanya

diberhentikan mondok untuk membantu pekerjaan orang tua di rumh. Seorang anak yang

selalu saja bertanya-tanya, bagaimana masa depan anaknya nanti, anak itu berharap agar

kehidupan yang di jalani kedepannya berjalan sesuai harapannya atau tidak. Karena

seseorang itu akan memperoleh apa yang ia cita-citakan dengan usahanya. Dan pada suatu

hari anak itu mulai berusaha apa yang menjadi harapannya dari sejak awal, dan pada akhirnya

sang anak itu mendapatkan apa yang sangat ia cita-citakan.

*Susi Susanti, Warga Literasi

Anda mungkin juga menyukai