Anda di halaman 1dari 68

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penulisan

Pendidikan yang berkualitas memegang peranan yang sangat penting untuk

menjamin kelangsungan bangsa dan negara. Hal ini tidak bisa terlepas dari

peranan penting para perancang pendidikan nasional, yang mengolah pendidikan

nasional menjadi lebih baik dan memiliki kualitas yang bermutu untuk

mengimbangi pendidikan di dunia.

Pendidikan yang berkualitas dapat dihasilkan melalui pendidikan nasional

yang tercantum pada Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20

Tahun 2003 yang menyatakan bahwa Pendidikan Nasional bertujuan untuk

mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan

bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,

kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis, serta bertanggung

jawab. Berdasarkan tujuan di atas, maka diharapkan pendidikan dapat sejalan

dengan tujuan pendidikan nasional, sehingga menghasilkan mutu pendidikan

yang berkualitas, namun pada kenyataannya, mutu pendidikan yang rendah

merupakan masalah yang dihadapi dunia pendidikan. Mutu pendidikan yang

rendah dapat disebabkan proses pembelajaran yang belum efektif. Pembelajaran

yang efektif didukung oleh beberapa faktor, salah satu faktor yaitu guru selalu

mengembangkan kemampuan pada dirinya sesuai tugasnya sebagai pendidik

1
seperti menciptakan suasana pembelajaran yang menarik dan memilih metode

serta media yang mampu mendukung pada proses pembelajaran.

Proses pembelajaran yang dilakukan guru memang dibedakan keluasan

cakupannya, tetapi dalam konteks kegiatan pembelajaran mempunyai tugas yang

sama. Mengajar tidak hanya dapat dinilai dengan hasil penguasaan mata

pelajaran, tetapi yang terpenting adalah perkembangan pribadi anak, sekalipun

mempelajari pelajaran yang baik, akan memberikan pengalaman membangkitkan

bermacam-macam sifat, sikap dan kesanggupan yang konstruktif. Pelajaran IPS

Sejarah mampu menerapkan suatu karakter yang baik dan peserta didik kritis

dalam menanggapi masalah yang ada dalam kehidupan sehari-hari.

Pembelajaran yang hanya mendengarkan guru seharusnya harus sedikit

dikurangi demi menambah minat belajar peserta didik terhadap mata pelajaran

IPS Sejarah, sehingga muncul perubahan kearah pembelajaran yang aktif, kreatif,

dan menyenangkan, seperti yang diungkapkan Elaine B. Johnson (2009: 214)

bahwa sebuah kebiasaan dari pikiran yang dilatih dengan memperhatikan intuisi,

menghidupkan imajinasi, dan ide-ide yang tak terduga. Peserta didik diharapkan

mampu berpikir kreatif dalam pembelajaran IPS Strategi yang bervariatif juga

akan menambah minat peserta didik dalam belajar. Oemar Hamalik (2002: 182),

memaparkan bahwa cara mengajar yang bervariasi akan memelihara minat siswa

karena menimbulkan situasi belajar yang menantang dan menyenangkan. Peserta

didik yang memiliki minat terhadap suatu pelajaran pasti ia akan selalu

mengikuti proses pembelajaran dengan sungguh-sungguh.

2
Pembelajaran IPS Sejarah merupakan pembelajaran terpadu yang mampu

mengembangkan kompetensi peserta didik ke arah kehidupan bermasyarakat

dengan baik dan memiliki kepekaan sosial. Dengan demikian, pembelajaran IPS

Sejarah tidak hanya ditekankan pada pencapaian hasil belajar saja atau tidak

hanya ditekan pada aspek kognitif saja, melainkan guru dituntut memadukan

aspek kognitif, afektif, dan pskimotorik secara proporsional.

Pembelajaran IPS Sejarah dipandang sebagai pelajaran yang mudah dengan

bahan materinya yang sangat banyak. Secara umum, guru juga kurang

menyajikan materi secara menarik. Hal inilah yang menjadikan pembelajaran IPS

Sejarah membosankan oleh sebagian peserta didik. Kesalahan persepsi di atas

terhadap mata pelajaran IPS Sejarah menjadi penyebab pembelajaran IPS Sejarah

di sekolah kurang bermakna (Supardi, 2011:180).

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan peneliti di MAN 2 SBT

kedapatan bahwa pembelajaran di kelas berlangsung dalam suasana yang ramai.

Peserta didik terkesan masih malu dan takut untuk menyatakan atau menjawab

pertanyaan yang diajukan oleh guru, sehingga suasana kelas pasif. Kondisi

seperti ini menggambarkan bahwa minat peserta didik dalam pelajaran IPS

Sejarah sangat kurang karena siswa belum mampu menangkap makna yang

terkandung dalam pembelajaran. Siswa memandang pelajaran IPS Sejarah adalah

sebuah hafalan fakta, konsep, teori dan gagasan tanpa ada penerapan dalam

kehidupan sehari-hari siswa. Media yang digunakan dalam pembelajaran

3
cenderung monoton sehingga siswa jenuh. Hal ini pula yang mempengaruhi

rendahnya minat belajar siswa terhadap pelajaran IPS Sejarah.

Untuk mengurangi masalah yang ada, upaya yang mampu dilakukan untuk

meningkatkan minat peserta didik dengan penerapan strategi pembelajaran yang

bervariasi. Metode pembelajaran merupakan salah satu strategi pembelajaran,

dengan metode pembelajaran diharapkan ada komunikasi antara guru dan siswa

yang baik dalam pembelajaran suatu mata pelajaran. Dalam dunia pendidikan

banyak metode pembelajaran yang diciptakan untuk menunjang dan mencapai

tujuan pendidikan salah satunya adalah metode cooperative tipe Kancing

Gemerincing. Metode pembelajaran kooperatif teknik Kancing gemerincing

diciptakan oleh Spencer Kagan (1992) dan dikembangkan oleh Anita Lie (2002).

Lie (2010: 63) mengemukakan bahwa teknik ini bisa digunakan dalam semua

mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik.

Dalam kegiatan Kancing Gemerincing, masing-masing anggota kelompok

mendapatkan kesempatan untuk memberikan kontribusi mereka dan

mendengarkan pandangan dan pemikiran anggota lain. Keunggulan lain dari

teknik ini adalah untuk mengatasi hambatan pemerataan kesempatan yang sering

mewarnai kerja kelompok. Dalam banyak kelompok, sering ada anggota yang

terlalu dominan dan banyak bicara, sebaliknya, juga ada anggota yang pasif dan

pasrah saja pada rekannya yang lebih dominan. Dalam situasi seperti, pemerataan

tanggung jawab dalam kelompok tidak bisa tercapai karena anggota yang pasif

akan terlalu menggantungkan diri pada rekannya yang dominan. Teknik belajar

4
mengajar Kancing Gemerincing memastikan bahwa setiap siswa mendapatkan

kesempatan untuk berperan serta.

Berdasarkan pemaparan inilah, penulis berkeinginan untuk menggunakan

metode tersebut dalam penelitian tindakan kelas penulis yang berjudul:

“Efektifitas Penggunaan Metode Cooperative Tipe Kancing Gemerincing untuk

Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas X IPA.1 Pada Mata Pelajaran IPS – Sejarah Di

MAN 2 SERAM BAGIAN TIMUR”

B. Permasalahan

Merujuk pada penjabaran dalam latar belakang permasalahan di atas,

penulis menemukan beberapa masalah yang wajib dibahas dalam penulisan ini

adalah sebagai berikut:

1. Apakah penggunaan metode cooperative tipe Kancing Gemerincing dapat

meningkatkan hasil belajar siswa kelas X IPA.1 MAN 2 SBT?

2. Bagaimana penerapan metode cooperative tipe kancing Gemerincing dalam

mengajar mata pelajaran IPS Sejarah di Kelas X IPA.1 MAN 2 SBT?

3. Apakah hasil belajar IPS Sejarah siswa di kelas X IPA.1 dapat ditingkatkan

secara efektif lewat metode cooperative tipe Kancing Gemerincing?

5
C. Tujuan Penelitian

Bersumber dari permaslahan diatas, tujuan yang ingin dicapai dalam

penulisan ini adalah:

1. Mengetahui penggunaan metode cooperative tipe Kancing Gemerincing

dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas X IPA.1 MAN 2 SBT;

2. Menganalisis penerapan metode cooperative tipe kancing Gemerincing

dalam mengajar mata pelajaran IPS Sejarah di Kelas X IPA.1 MAN 2 SBT;

3. Mengetahui ketercapaian hasil belajar IPS Sejarah siswa di kelas X IPA.1

terkait penerapan metode cooperative tipe Kancing Gemerincing secara

efektif.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi siswa kelas X IPA.1 MAN 2 SBT, penerapan metode pembelajaran

kooperatif Kancing Gemerincing diharapkan dapat meningkatkan hasil

belajar siswa pada mata pelajaran IPS Sejarah materi dasar cara berpikir

sejarah.

2. Bagi guru mata pelajaran IPS – Sejarah di MAN 2 SBT, penerapan metode

pembelajaran kooperatif Kancing Gemerincing sebagai alternatif

pembelajaran dalam upaya meningkatkan hasil belajar siswa.

3. Bagi sekolah sebagai bahan masukan dalam rangka meningkatkan hasil

belajar siswa pada mata pelajaran IPS Sejarah di sekolah.

6
4. Bagi peneliti dapat mengembangkan ilmu pengetahuan dan meningkatkan

hasil belajar siswa.

E. Penjelasan istilah

Metode Pembelajaran Kooperatif adalah pembelajaran gotong royong

yaitu sistem pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada peserta didik

untuk bekerja sama dengan siswa lain dalam tugas-tugas yang terstruktur. Lebih

jauh dikatakan, cooperative learning hanya berjalan kalau sudah terbentuk suatu

kelompok atau tim yang di dalamnya siswa bekerja secara terarah untuk

mencapai tujuan yang sudah ditentukan dengan jumlah anggota kelompok pada

umumnya terdiri-dari 4-6 orang saja.

Kancing Gemerincing adalah metode agar masing-masing anggota

kelompok mendapatkan kesempatan yang sama untuk memberikan kontribusi

mereka dan mendengarkan pandangan dan pemikiran anggota lain.

Hasil Belajar merupakan perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar

dalam pengertian yang lebih luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan

psikomotorik. Dimyati dan Mudjiono (2006: 3-4) juga menyebutkan hasil belajar

merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi

guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi

siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya pengajaran dari puncak proses

belajar.

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori yang Relevan

1. Metode Kooperatif

1.1. Pengertian Metode Kooperatif

Abdurrahman dan Bintaro mengatakan bahwa “Pembelajaran kooperatif

adalah pembelajaran yang secara sadar dan sistematis mengembangkan

interaksi yang silih asah, silih asih, dan silih asuh antara sesama siswa sebagai

latihan hidup di dalam masyarakat nyata” (Nurdin & Senduk, 2003:59-60).

Robert Slavin juga mengatakan bahwa cooperative learning adalah suatu

model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok –

kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4 sampai 6

orang, dengan struktur kelompoknya yang bersifat heterogen. Keberhasilan

belajar dalam kelompok tergantung pada kemampuan dan aktifitas anggota

kelompok, baik secara individual maupun secara kelompok (Solihatin &

raharjo, 2007:4).

Artzt dan Newman mendefinisikan “Coooperatife learning is an

approach that involves a small group of learners working together as a team to

solve a problem, complete a task, or accomplish a comman goal”. Menurut

pengertian definisi ini, pembelajaran kooperatif adalah suatu pendekatan yang

mencakup kelompok kecil dari siswa yang bekerja bersama sebagai suatu tim

8
untuk memecahkan masalah, menyelesaikan suatu tugas, atau menyelesaikan

suatu tujuan bersama.

Model pembelajaran cooperatif learning merupakan suatu model

pembelajaran yang membantu siswa dalam mengembangkan pemahaman dan

sikapnya sesuai dengan kebutuhan di masyarakat, sehingga dengan bekerja

secara bersama–sama diantara sesama anggoata kelompok akan meningkatkan

motivasi, produktifitas dan perolehan belajar.

1.2. Ciri-ciri Pembelajaran kooperatif

Ciri – ciri pembelajaran kooperatif diantaranya sebagai berikut:

1) Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan

materi belajar.

2) Kelompok di bentuk dari siswa yang mempunyai kemampuan tinggi,

sedang dan rendah.

3) Bila memungkinkan, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku,

jenis kelamin yang beragam.

4) Penghargaan lebih berorientasi kepada kelompok dari pada individu

(Trianto, 2009:65-66).

9
1.3. Unsur-Unsur Dasar Pembelajaran Kooperatif

Adapun unsur–unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif menurut

(Lungdren) sebagai berikut:

1) Para siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka “tenggelam atau

berenang bersama”. Para siswa harus memiliki tanggung jawab terhadap

siswa atau peserta didik lain dalam kelompoknya, selain tanggung jawab

terhadap diri sendiri dalam menghadapi materi yang di hadapinya.

2) Para siswa harus berpandangan bahwa mereka mempunyai tujuan yang

sama.

3) Para siswa membagi tugas dan membagi tanggung jawab diantara para

kelompoknya.

4) Para siswa diberi satu penghargaan atau evaluasi yang akan ikut

berpengaruh terhadap evaluasi kelompok.

5) Para siswa membagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh

keterampilan bekerja sama selama belajar.

6) Setiap siswa akan diminta mempertanggung jawabkan secara individual

materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif (Isjoni, 2010).

Dengan memperhatikan unsur–unsur pembelajaran kooperatif tersebut,

peneliti berpendapat bahwa dalam pembelajaran kooperatif setiap siswa yang

bergabung dalam kelompok harus betul–betul dapat menjalin kekompakan.

Selain itu, tanggung jawab bukan saja terdapat dalam kelompok, tetapi juga di

tuntut tanggung jawab individu.

10
1.4. Tujuan Pembelajaran Kooperatif

Adapun tujuan utama dalam penerapan model belajar mengajar

cooperative learning adalah agar peserta didik dapat belajar secara

berkelompok bersama teman–temannya dengan cara saling menghargai

pendapat dan memberikan kesempatan kepada orang lain untuk mengemukakan

gagasannya dengan menyampaikan pendapat mereka secara berkelompok

(Isjoni, 2010).

Menurut Slavin (2009:10) ada tiga konsep sentral yang menjadi

karakteristik cooperative learning yaitu:

1) Penghargaan kelompok

Penghargaan kelompok diperoleh jika kelompok mencapai skor

diatas kriteria yang ditentukan. Keberhasilan kelompok didasarkan pada

penampilan individu sebagai anggota kelompok dalam menciptakan

hubungan antar personal yang saling mendukung, saling membantu dan

saling peduli.

2) Pertanggung jawaban individu

Keberhasilan kelompok tergantung dari pembelajaran individu dari

semua anggota kelompok. Pertanggung jawaban tersebut menitikberatkan

pada aktivitas anggota kelompok yang saling membantu dalam belajar.

Adanya pertanggung jawaban individu menjadikan setiap anggota siap

menghadapi tes dan tugas–tugas secara mandiri tanpa bantuan

kelompoknya.

11
3) Kesempatan yang sama untuk mencapai keberhasilan Cooperative learning

menggunakan metode skoring yang mencakup nilai perkembangan

berdasarkan peningkatan prestasi yang diperoleh siswa dari yang terdahulu.

Dengan metode skoring ini setiap siswa baik yang berprestasi baik rendah,

sedang, tinggi sama–sama memperoleh kesempatan untuk berhasil dan

melakukan yang terbaik untuk kelompoknya.

1.5. Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif

Langkah–langkah atau fase–fase model pembelajaran kooperatif

diantaranya adalah sebagai berikut.

1) Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

2) Menyampaikan informasi

3) Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok – kelompok belajar

4) Memantau kelompok siswa dan membimbing di mana perlu

5) Evaluasi dan umpan balik dan memberikan penghargaan. (Yamin &

Ansari, 2008:75).

1.6. Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif memiliki kelebihan dan kekurangan, diantaranya

adalah sebagai berikut:

(1) Kelebihan pembelajaran kooperatif, yaitu a) Dapat meningkatkan

kecakapan individu maupun kelompok dalam memecahkan masalah, b)

12
Meningkatkan komitmen, c) Menghilangkan prasangka buruk terhadap

teman sebaya, d) Tidak memiliki rasa dendam.

(2) Kekurangan pembelajaran kooperatif, yaitu: a) Dalam menyelesaikan

suatu materi pelajaran dengan pembelajaran kooperatif membutuhkan

waktu yang relative lebih lama, b) Materi tidak dapat disesuaikan dengan

kurikulum apabila guru belum berpengalaman, c) Siswa berprestasi

rendah menjadi kurang dan siswa yang memiliki prestasi tinggi akan

mengarah kepada kekecewaan, d) Siswa yang berkemampuan tinggi

merasakan kekecewaan ketika mereka harus membantu temannya yang

berkemampuan rendah.

2. Tinjauan tentang Metode Kooperatif Tipe kancing Gemerincing

Salah satu model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran

kooperatif teknik Kancing Gemerincing. Model pembelajaran kooperatif teknik

Kancing Gemerincing pertama kali dikembangkan oleh Spencer Kagan. Kagan

mengemukakan teknik Kancing Gemerincing dengan istilah Talking Chips.

Chips yang dimaksud oleh Kagan dapat berupa benda berwarna yang ukurannya

kecil. Istilah Talking Chips di Indonesia kemudian lebih dikenal sebagai model

pembelajaran kooperatif teknik Kancing Gemerincing, dan dikenalkan oleh Anita

Lie.

Anita Lie (2004: 60) mengungkapkan bahwa pada kegiatan Kancing

Gemerincing, masing-masing anggota kelompok mendapatkan kesempatan untuk

13
memberikan kontribusi mereka dan mendengarkan pandangan dan pemikiran

anggota lain. Keunggulan lain dari teknik ini adalah untuk mengatasi hambatan

pemerataan kesempatan yang sering mewarnai kerja kelompok. Dalam banyak

kelompok, sering ada anggota yang terlalu dominan dan banyak bicara.

Sebaliknya di sisi lain, juga ada anggota yang cenderung hanya diam dan pasif.

Dalam situasi seperti ini, pemerataan tanggung jawab dalam kelompok bisa tidak

tercapai karena anggota yang pasif akan terlalu menggantungkan diri pada

rekannya yang dominan.

Teknik belajar Kancing Gemerincing memastikan bahwa setiap siswa

mendapatkan kesempatan untuk berperan serta. Sharan (2009: 173) juga

mengemukakan bahwa teknik Kancing Gemerincing memiliki keunggulan.

Sharan mengemukakan bahwa Chips Berbicara (Talking Chips) atau Kancing

Gemerincing ini berguna untuk menjalankan komunikasi di dalam suatu

kelompok.

Dalam pelaksanaan proses pembelajaran IPS, Anita Lie (2004: 63-64)

mengungkapkan langkah-langkahnya antara lain: 1) guru menyiapkan satu kotak

kecil yang berisi kancing-kancing (bisa juga benda-benda kecil lainnya, seperti

kacang merah, biji kenari, potongan sedotan, batang-batang lidi, sendok es krim,

dan sebagainya); 2) sebelum kelompok memulai tugasnya, setiap siswa dalam

masing-masing kelompok mendapatkan dua atau tiga buah kancing (jumlah

kancing bergantung pada sukar tidaknya tugas yang diberikan); 3) setiap kali

seorang siswa berbicara atau mengeluarkan pendapat, dia harus menyerahkan

14
salah satu kancingnya dan meletakkannya di tengah-tengah; 4) jika kancing yang

dimiliki seorang siswa habis, dia tidak boleh berbicara lagi sampai semua

rekannya juga menghabiskan kancing mereka; dan 5) Jika semua kancing sudah

habis, sedangkan tugas belum selesai, kelompok boleh mengambil kesepakatan

untuk membagi kancing-bagi kancing lagi dan mengulangi prosedurnya kembali.

Bila diperhatikan langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tersebut, maka

tampak bahwa proses interaksi tiap anak didik dan peran aktif lebih banyak

selama pembelajaran.

Sedangkan keunggulan dari teknik ini dikemukakan Sugiyanto (2010: 56)

adalah agar masing-masing anggota kelompok mendapatkan kesempatan untuk

memberikan kontribusi mereka dan mendengarkan pandangan dan pemikiran

anggota yang lain. Keunggulan lain dari teknik ini adalah untuk mengatasi

hambatan pemerataan kesempatan yang sering mewarnai kelompok, sering ada

anggota yang terlalu dominan dan sering banyak bicara. Sebaliknya ada anggota

yang pasif dan pasrah saja pada rekannya yang lebih dominan. Teknik Kancing

Gemerincing memastikan bahwa setiap siswa mendapatkan untuk berperan serta.

Dapat dilihat bahwa model pembelajaran dengan menggunakan teknik Kancing

Gemerincing tersebut dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar. Keaktifan

di sini merupakan keaktifan yang merata, sehingga semua peserta didik dapat

berperan aktif dalam proses pembelajaran.

Model pembelajaran kooperatif teknik Kancing Gemerincing diharapkan

akan bisa meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi pelajaran yang ada

15
dikarenakan adanya interaksi siswa di dalam kelompoknya dan juga adanya

interaksi dengan guru sebagai pengajar. Di dalam setiap kelompok siswa yang

berkemampuan lebih tinggi akan membantu dalam proses pemahaman bagi siswa

yang berkemampuan rendah dan siswa yang berkemampuan sedang akan dapat

menyesuaikan dalam proses pemahaman materi. Interaksi dalam setiap kelompok

akan dapat berjalan dengan baik jika setiap kelompok memiliki kemampuan yang

heterogen. Sehingga tentunya tidak ada lagi siswa yang terlalu dominan dan tidak

ada pula siswa yang terlalu pasif dalam proses pembelajaran

3. Hasil Belajar

3.1. Pengertian Hasil Belajar

Hasil adalah suatu istilah yang digunakan untuk menunjuk sesuatu yang

dicapai seseorang setelah melakukan suatu usaha. Bila dikaitkan dengan

belajar berarti hasil menunjuk sesuatu yang dicapai oleh seseorang yang

belajar dalam selang waktu tertentu.

Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang

paling fundamental dalam setiap penyelenggaraan jenis dan jenjang

pendidikan. Ini berarti bahwa berhasil dan gagalnya pencapaian tujuan

pendidikan itu sangat tergantung pada proses belajar yang dialami peserta

didik, baik ketika ia berada di sekolah maupun di lingkungan rumah atau

keluarga sendiri.

16
Sedangkan menurut Howard Kingsley seperti yang dikutip oleh Wasty

Soemanto, definisi belajar adalah sebagai berikut:

“Learning is the process by which behavior (in the broader sense)


is originated or changed through practice or training”

Belajar adalah proses dimana tingkah laku (dalam artian luas)

ditimbulkan atau diubah melalui praktik atau latihan.

Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia

menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar mempunyai peranan penting

dalam proses pembelajaran. Proses penilaian terhadap hasil belajar dapat

memberikan informasi kepada guru tentang kemajuan siswa dalam upaya

mencapai tujuan-tujuan belajarnya melalui kegiatan belajar. Selanjutnya dari

informasi tersebut guru dapat menyusun dan membina kegiatan-kegiatan

siswa lebih lanjut, baik untuk keseluruhan kelas maupun individu.

Benjamin S. Bloom membagi tujuan pengajaran yang menjadi

acuan pada hasil belajar menjadi tiga bagian, yaitu ranah kognitif, ranah

afektif, dan psikomotorik. Ranah kognitif yaitu hasil belajar berdasarkan

pemahaman konsep. Ranah afektif yaitu hasil belajar berdasarkan sikap

dan ranah psikomotorik yaitu hasil belajar berdasarkan keterampilan/skill.

Kemampuan-kemampuan yang termasuk ranah kognitif oleh Bloom

dan kawan-kawan dikategorikan lebih rinci secara hierarki ke dalam enam

17
jenjang kemampuan, yakni hafalan (ingatan) (C 1), pemahaman (C2),

penerapan (C3), analisis (C 4), sintesis (C 5), dan evaluasi (C6).

1. Hafalan (C1)

Jenjang hafalan (ingatan) meliputi kemampuan fakta, konsep, prinsip,

dan prosedur yang telah dipelajarinya.

2. Pemahaman (C2)

Jenjang pemahaman meliputi kemampuan menangkap arti dari

informasi yang diterima, misalnya dapat menafsirkan bagan, diagram,

atau grafik, menerjemahkan suatu pernyataan verbal ke dalam rumusan

matematis atau sebaliknya, meramalkan berdasarkan kecenderungan

tertentu (ekstrapolasi dan interpolasi), serta mengungkapkan suatu konsep

atau prinsip dengan kata-kata sendiri.

3. Penerapan (C3)

Yang termasuk jenjang penerapan adalah kemampuan menerapkan prinsip,

aturan, metode yang dipelajarinya pada situasi baru atau pada situasi

konkrit.

18
4. Analisis (C4)

Jenjang analisis meliputi kemampuan menguraikan suatu informasi yang

dihadapi menjadi komponen-komponennya sehingga struktur informasi

serta hubungan antar komponen informasi tersebut menjadi jelas.

5. Sintesis (C5)

Yang termasuk jenjang sintesis ialah kemampuan untuk

mengintegrasikan bagian-bagian yang terpisah-pisah menjadi suatu

keseluruhan yang terpadu. Termasuk ke dalamnya merencanakan

eksperimen, menyusun karangan (laporan praktikum, artikel,

rangkuman), menyusun cara baru untuk mengklasifikasikan obyek- obyek,

peristiwa, dan informasi lainnya.

6. Evaluasi (C6)

Kemampuan pada jenjang evaluasi adalah kemampuan untuk

mempertimbangkan nilai suatu pernyataan, uraian, pekerjaan

berdasarkan kriteria tertentu yang ditetapkan

19
3.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar yaitu:

1. Faktor dari luar

Faktor dari luar terdiri dari dua bagian penting, yakni:

a) Faktor environmental input (lingkungan)

Kondisi lingkungan juga mempengaruhi proses dan hasil belajar.

Lingkungan ini berupa lingkungan fisik/alam dan lingkungan sosial.

Lingkungan fisik/alami termasuk di dalamnya adalah seperti

keadaan suhu, kepengapan udara, dan sebagainya. Belajar pada

keadaan udara yang segar, akan lebih baik hasilnya dari pada belajar

dalam keadaan udara yang panas dan pengap. Di Indonesia misalnya,

orang cenderung berpendapat bahwa belajar pada pagi hari lebih baik

hasilnya dari pada belajar pada siang atau sore hari.

Lingkungan sosial, baik yang berwujud manusia maupun hal-hal

lainnya, juga dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar. Seseorang

yang sedang belajar memecahkan soal yang rumit dan membutuhkan

konsentrasi tinggi, akan terganggu, bila ada orang lain yang mondar-

mandir di dekatnya, keluar masuk kamarnya, atau bercakap-cakap

yang cukup keras di dekatnya. Lingkungan yang lain, seperti suara

mesin pabrik, hiruk pikuk lalu lintas, gemuruhnya pasar, dan

20
sebagainya juga berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar. Karena

itulah disarankan agar lingkungan sekolah didirikan di tempat yang

jauh dari keramaian pabrik, lalu lintas dan pasar.

b) Faktor-faktor instrumental

Faktor-faktor instrumental adalah faktor yang keberadaan

dan penggunaannya dirancangkan sesuai dengan hasil belajar yang

diharapkan. Faktor-faktor ini diharapkan dapat berfungsi sebagai

sarana untuk tercapainya tujuan-tujuan belajar yang telah

direncanakan. Misalnya : Gedung perlengkapan belajar, alat-alat

praktikum, Perpustakaan, Kurikulum, Bahan/Program yang harus

dipelajari, dan pedoman-pedoman belajar lainnya.

2. Faktor dari dalam

Faktor dari dalam adalah kondisi individu atau anak yang belajar itu

sendiri. Faktor individu dapat dibagi menjadi dua bagian Kondisi fisiologi

anak. Secara umum kondisi fisiologis, seperti kesehatan yang prima, tidak

dalam keadaan capai, tidak dalam keadaan cacat, dan sebagainya, akan

sangat membantu dalam proses dan hasil belajar.

21
Kondisi psikologis

Di bawah ini akan diuraikan beberapa faktor psikologis yang dianggap

utama dalam mempengaruhi proses dan hasil belajar, diantaranya:

a) Minat

Minat sangat mempengaruhi proses dan hasil belajar. Kalau

seseorang tidak berminat untuk mempelajari sesuatu, ia tidak dapat

diharapkan akan berhasil dengan baik dalam mempelajari hal

tersebut. Sebaliknya, kalau seseorang mempelajari sesuatu dengan

minat, maka hasil yang diharapkan akan lebih baik.

b) Kecerdasan

Telah menjadi pengertian yang relatif umum bahwa kecerdasan

memegang peranan besar dalam menentukan berhasil tidaknya

seseorang mempelajari sesuatu atau mengikuti sesuatu program

pendidikan. Orang yang lebih cerdas pada umumnya akan lebih

mampu belajar dari pada orang yang kurang cerdas. Kecerdasan

seseorang biasanya dapat diukur dengan menggunakan alat tertentu.

Hasil dari pengukuran kecerdasan biasanya dinyatakan dengan angka

perbandingan kecerdasan yang terkenal dengan sebutan Intelligence

Quotient (IQ).

22
c) Bakat

Selain kecerdasan, bakat merupakan faktor yang besar

pengaruhnya terhadap proses dan hasil belajar seseorang. Hampir

tidak ada orang yang membantah, bahwa belajar pada bidang yang

sesuai dengan bakat akan memperbesar kemungkinan berhasilnya

usaha itu.

d) Motivasi

Motivasi adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk

melakukan sesuatu. Jadi. Motivasi untuk belajar adalah kondisi

psikologis yang mendorong seseorang untuk belajar. Oleh karena itu,

meningkatkan motivasi belajar anak didik memegang peranan

penting untuk mencapai hasil belajar yang optimal.

e) Kemampuan-kemampuan kognitif

Tujuan belajar itu meliputi tiga aspek, yaitu aspek kognitif,

afektif, dan psikomotorik, namun tidak dapat diingkari bahwa

sampai sekarang pengukuran kognitif masih diutamakan untuk

menentukan keberhasilan belajar seseorang.

23
B. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Adapun penelitian relevan yang diteliti oleh Halimah Candrasari 2011,

Fakultas Ilmu Sosial dan Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta yang berjudul:

” Penerapan Model Pembelajaran Cooperative Learning Teknik Kancing

Gemerincing untuk Meningkatkan Prestasi Belajar IPS Materi Sejarah Di SMP

Negeri 7 Klaten Tahun 2010/ 2011”. Dari penelitian tersebut disimpulkan bahwa

penerapan model pembelajaran teknik Kancing Gemerincing dilakukan dengan

cukup baik dan dapat meningkatkan prestasi belajar IPS materi Sejarah siswa

kelas VII B SMP N 7 Klaten tahun pelajaran 2010/ 2011. Hal ini dibuktikan

dengan adanya kenaikan nilai rata-rata yang diperoleh siswa, dimana pada siklus

I nilai rata-rata pre tes 53, 3, post test meningkat 14,9 menjadi 68, 2; padas siklus

II nilai rata-rata pre test 58,8, post test meningkat 15,7 menjadi 74,5 dan pada

siklus III nilai rata-rata pre test 62,8, post test meningkat 33 menjadi 95,8.

Disini ada perbedaan dan kesamaan antara penelitian terdahulu dengan

penelitian yang akan peneliti lakukan, persamaannya antara lain adalah teknik

yang digunakan sama-sama menggunakan teknik Kancing Gemerincing. Metode

yang digunakan sama yakni Penelitian Tindakan Kelas dengan menggunakan

siklus untuk mengetahui tingkatan hasil belajar siswa. Sedangkan perbedaannya

adalah terletak pada tempat dan mata pelajarannya. Pada peneliti yang terdahulu,

mata pelajaran yang diteliti yaitu Sejarah di tingkat SMP. Sementara penelitian

ini digunakan di tingkat MAN 2 SBT dengan konsep pembelajaran IPS wajib

24
namun berfokus hanya pada IPS Sejarah khusus untuk kelas X IPA.1 Semester

Ganjil.

Selain yang telah disebutkan sebelumnya, penelitian yang akan peneliti

lakukan berbeda variabel dependent atau variabel terikat dengan penelitian yang

terdahulu. Jika peneliti terdahulu menggunakan variable dependent berupa

prestasi belajar, maka penelitian yang akan peneliti lakukan menggunakan

variabel berupa hasil belajar.

Penelitian yang relevan kedua yaitu penelitian dari Dwi Febriani 2011

Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta yang

berjudul :”Implementasi Metode Simulasi dalam Meningkatkan Keaktifan dan

Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Sejarah di SMA Negeri 1 Kasihan

Tahun 2011/2012”. Dari penelitian tersebut disimpulkan bahwa implementasi

atau penerapan metode pembelajaran simulasi dapat meningkatkan keaktifan

belajar pada kategori tinggi dan sangat tinggi sebesar 64,51 % dan pada siklus II

diperoleh peningkatan keaktifan belajar siswa yang berada pada kategori tinggi

dan sangat tinggi mencapai 100 %. Sedangkan berdasarkan hasil penelitian siklus

I dari lembar angket , diperoleh keaktifan belajar pada kategori tinggi dan sangat

tinggi sebesar 87,09% dan pada siklus II diperoleh peningkatan keaktifan belajar

siswa yang berada kategori tinggi dan sangat tinggi mencapai 90,32%.

Perbedaan dan kesamaan penelitian yang akan diteliti dengan penelitian

yang relevan ini yaitu persamaannya antara adalah variabel terikat yang

digunakan sama-sama menggunakan variabel keaktifan. Sedangkan

25
perbedaannya adalah terletak pada tempat dan mata pelajarannya. Pada peneliti

yang terdahulu, mata pelajaran yang diteliti yaitu Sejarah. Selain itu terdapat

perbedaan yang lain yaitu peneliti yang terdahulu menggunakan metode simulasi,

sedangkan penelitian yang akan dilakukan menggunakan teknik Kancing

Gemerincing

C. Kerangka Teori

Proses pembelajaran yang konvensional ternyata belum mampu

meningkatkan keaktifan siswa. Pembelajaran yang konvensional tersebut

menyebabkan aktivitas hanya berpusat pada guru (teacher centered). Hal tersebut

juga berdampak pada kualitas pembelajaran di kelas.

Untuk dapat membuat kualitas pembelajaran tersebut lebih baik, maka

dalam kegiatan pembelajaran menerapkan metode-metode pembelajaran

sehingga siswa tidak bosan belajar di kelas. Selain itu, melalui metode

pembelajaran tentunya siswa dan guru dapat meningkatkan kualitas pembelajaran

yang ada. Salah satunya adalah model pembelajaran Cooperative Learning

teknik Kancing Gemerincing yang merupakan salah satu model pembelajaran

yang dapat meningkatkan keaktifan siswa untuk bekerjasama dan memberikan

kesempatan berbicara kepada orang lain agar keaktifan dalam kelas merata.

Penelitian ini akan terlihat bahwa ada peningkatan keaktifan dengan

menggunakan penerapan model pembelajaran Cooperative Learning teknik

Kancing Gemerincing. Berikut adalah bagan kerangka berpikir penerapan model

26
Cooperative Learning teknik Kancing Gemerincing yang di harapkan mampu

meningkatkan keaktifan siswa :

Metode ceramah yang diterapkan guru


Kondisi Awal belum mampu mengaktifkan siswa dalam
pembelajaran IPS Sejarah

Penerapan Teknik Kancing Gemerincing


Tindakan dalam Pembelajaran IPS Sejarah Kelas X
IPA.1 MAN 2 SBT

Hasil belajar IPS Sejarah siswa Kelas X


Kondisi Akhir IPA.1 MAN 2 SBT “Meningkat”

Gambar 2.1.
Kerangka Pikir

27
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan kelas, istilah dalam bahasa

Inggris adalah Classroom Action Research (CAR). Menurut Arikunto dkk

(2008:2) ada tiga pengertian yang dapat diterangkan:

1. Penelitian, menunjukan pada suatu kegiatan mencermati suatu objek dengan

menggunakan cara dan aturan metodologi tertentu untuk memperoleh data

atau informasi yang bermanfaat dalam meningkatkan mutu suatu hal yang

menarik minat dan penting bagi peneliti.

2. Tindakan, menunjukan pada sesuatu gerak kegiatan yang sengaja dilakukan

dengan tujuan tertentu.

3. Kelas, dalam hal ini tidak tertarik pada pengertian yang lebih spesifik.

Maksud dari istilah kelas adalah sekelompok siswa yang dalam waktu yang

sama menerima pelajaran yang sama dari guru yang sama pula.

Menggabungkan batasan pengertian tiga kata tersebut dapat disimpulkan

bahwa penelitian tindakan kelas merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan

yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas.

28
Menurut Aqib (2008:16) penelitian tindakan kelas mempunyai karakteristik

sebagai berikut:

1. Didasarkan pada masalah yang dihadapi oleh guru dalam instruksional;

2. Adanya kolaborasi dalam pelaksanaannya;

3. Peneliti sekaligus sebagai praktisi yang melakukan refleksi;

4. Bertujuan memperbaiki atau meningkatkan kualitas praktik instruksional;

5. Dilaksanakan dalam rangkaian langkah dengan beberapa siklus.

Adapun tujuan penelitian tindakan kelas adalah untuk memperbaiki dan

meningkatkan praktik pembelajaran dikelas secara berkesinambungan (Aqib,

2008:18).

B. Lokasi dan Subyek Penelitian

Penelitian yang berjudul “Efektivitas Penggunaan Metode Cooperative tipe

Kancing Gemerincing untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas X IPA.1

pada Mata Pelajaran IPS Sejarah”, dilaksanakan di MAN 2 SBT Jalan.dr.Sugiono

Kelapa Dua Bula.

Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Sebuah

penelitian yang dilakukan oleh guru di kelasnya sendiri dengan jalan merancang,

dan merefleksikan tindakan secara kolaboratif dan partisipatif dengan tujuan

untuk memperbaiki kinerjanya sebagai guru, sehingga hasil belajar siswa bisa

meningkat (Mundilarto, 2004:1). Subyek dalam penelitian ini adalah siswa Kelas

29
X IPA.1 Jurusan Ilmu Pengetahuan Alam pada MAN 2 SBT tahun ajaran

2021/2022 dengan jumlah 25 siswa.

C. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas.

Penelitian terdiri dari dua tahap, yaitu tahap persiapan dan tahap pelaksanaan.

Pada tahap persiapan dilakukan observasi awal. Pada observasi awal, guru

mengidentifikasikan permasalahan dan menentukan tindakan yang tepat untuk

mencari pemecahannya. Kemudian guru mengembangkan silabus, menyusun

rencana pelaksanaan pembelajaran, alat evaluasi, lembar observasi, dan lembar

angket. Pada tahap pelaksanaan terdiri atas dua siklus, masing-masing siklus

terdiri atas empat tahap yaitu, perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan

refleksi.

Gambar 3.1. Skema Rancangan Kegiatan Penelitian

30
Berdasarkan gambar skema diatas, jelas tampak alur tahapan dari penelitian

tindakan kelas sesuai yang dikutip dari Aqib (2008:31).

D. Prosedur Penelitian

Dalam melakukan penelitian tindakan kelas terdapat beberapa langkah atau

prosedur dalam pelaksanaannya. Menurut Taggart dalam (Aqib, 2008: 30-32)

prosedur penelitian tindakan kelas (PTK) mencakup beberapa hal sebagai

berikut:

1. Penetapan fokus masalah penelitian

1) Merasa adanya masalah

2) Analisis masalah

3) Perumusan masalah

2. Perencanaan Tindakan

1) Membuat skenario pembelajaran

Hal-hal yang dilakukan guru sebelum melaksanakan Penelitian

Tindakan Kelas ini yaitu:

1) Menyusun perangkat pembelajaran berupa RPP, menilai materi

yang akan diberikan dengan melihat Kompetensi Dasar yang tepat.

Rencana pembelajaran yang disetting sebagai Penelitian Tindakan

Kelas, bahan pengajaran yang akan diberikan kepada siswa berupa

buku ajar, menyusun alat evaluasi (instrumen penelitian), menyusun

lembar observasi pelaksanaan tindakan guru, menyusun lembar

31
observasi keaktifan belajar siswa dan menyusun dasar pertanyaan

untuk siswa.

2) Alat evaluasi disusun berdasarkan kisi-kisi soal yang telah dibuat

sebelumnya. Sebelum soal digunakan untuk mengukur hasil

penelitian maka soal diuji coba berfungsi untuk mengetahui

validitas, reliabilitas dari soal. Hal ini bertujuan untuk mendukung

kesahihan dari soal penelitian.

(a) Reliabilitas

Reliabilitas instrumen atau alat evaluasi adalah ketepatan alat

evaluasi dalam mengukur. Analisis reliabilitas bentuk tes

pilihan ganda menggunakan KR-20 yang ditemukan oleh

Kuder dan Richardson.

r11 = ( k −1
k
)(1− M (kVt
k−M )
)
(Suharsimi, 2006:192)

Keterangan:

r11 : Reliabilitas tes secara keseluruhan

K : Banyaknya butir soal

Vt : Varians total

Kriteria reliabel tidaknya soal tes dapat dianalisis dengan

cara membandingkan r11 dengan rtabel yang sesuai pada tabel

32
harga product moment maka dikatakan soal yang diujikan

reliabel.

Berdasarkan hasil penghitungan reliabilitas diketahui

bahwa pada soal siklus 1 a = 5% dengan n = 20 diperoleh r

tabel = 0,444 karena r11 > rtabel, maka disimpulkan bahwa

instrumen tersebut reliabel. Sedangkan untuk soal instrumen

siklus 2 a = 5% dengan n = 20 diperoleh rtabel = 0,444, karena r11

> rtabel, maka dapat disimpulkan bahwa instrumen tersebut

reliabel.

(b) Validitas

Sebuah instrumen dikatakan valid apabila dapat

mengungkapkan data dan variabel yang diteliti secara tepat.

Sebuah tes dikatakan valid apabila mempunyai dukungan yang

besar terhadap skor total. Untuk mengetahui validitas item soal

digunakan rumus:

N ∑ XY −∑ X ∑ Y
rXY =
√ N ∑ x N ∑ y −( ∑ Y ) ❑
2 2 2

Keterangan:

rXY = Koofesien korelasi tiap item

N = banyaknya subjek uji coba

∑X = Jumlaah skor item

33
∑Y = Jumlah skor total

∑ x2 = Jumlah kuadrat skor item

∑Y2 = Jumlah kuadrat skor total

∑ XY = Jumlah perkalian skor item dan skor total

Kemudian hasil rXY dikonsultasikan dengan rtabel product

moment dengan α =5 % . Jika rXY > rtabel maka alat ukur

dikatakan valid.

Berdasarkan hasil uji validitas diketahui terdapat 2 soal

yang tidak valid pada siklus 1 yaitu soal no, 1 dan 16

sedangkan soal uji validitas pada siklus 2 terdapat 2 butir soal

yang tidak valid yaitu 4 dan 5 selebihnya valid. Butir soal yang

tidak valid akan dibuang dan yang valid akan digunakan untuk

pengembangan penelitian.

3) Mempersiapkan fasilitas dan sarana pendukung yang diperlukan di

kelas

4) Mempersiapkan instrumen untuk merekam dan menganalisis data

mengenai proses dan hasil tindakan.

5) Melaksanakan simulasi pelaksanaan tindakan perbaikan untuk

menguji keterlaksanaan rancangan

34
3. Pelaksanaan Tindakan

Pelaksanaan tindakan meliputi siapa melakukan apa, kapan, di mana

dan bagaimana melakukannya. Skenario tindakan yang telah direncanakan,

dilaksanakan dalam situasi yang aktual. Pada saat yang bersamaan, kegiatan

ini juga disertai dengan kegiatan observasi dan interprestasi serta diikuti

dengan kegiatan refleksi.

4. Pengamatan

Pada bagian pengamatan dilakukan perekaman data yang meliputi

proses dan hasil dari pelaksanaan kegiatan. Tujuan dilakukannya

pengamatan adalah untuk mengumpulkan bukti hasil tindakan agar dapat di

evaluasi dan dijadikan landasan dalam melakukan refleksi.

5. Refleksi

Pada bagian refleksi dilakukan analisis data melalui proses, masalah

dan hambatan yang dijumpai dan dilanjutkan dengan refleksi terhadap

dampak pelaksanaan tindakan yang dilaksanakan.

Untuk menyesuaikan dengan kondisi pembelajaran, penelitian ini

dilaksanakan dengan prosedur kerja sebagai berikut:

35
Gambar 3.2. Diagram Alir Penelitian Tindakan Kelas PTK

E. Pelaksanaan Penelitian

1. Siklus I

Perencanaan:

1) Menyusun rencana pembelajaran

2) Merancang bahan bacaan untuk siswa sesuai materi yang akan diajarkan

dan pengaruh dari guru pengampuh mata pelajaran IPS Sejarah;

3) Guru menentukan alat atau media pendukung pelajaran;

4) Guru merancang tes formatif berupa tes pilihan ganda untuk menganalisis

ketrampilan berpikir kritis siswa. Tes ini digunakan untuk setiap kali tatap

36
muka berakhir. Jumlah soal hanya 3 butir dan dirancang secara

terstruktur;

5) Guru merancang tes sumatif berupa pilihan ganda untuk mengakhiri

setiap siklus pembelajaran

Tindakan:

1. Guru memberikan menyampaikan materi dengan menggunakan PPT

2. Guru menjelaskan dan mengarahkan langkah-langkah pembelajaran

dengan metode Kancing Gemerincing dalam diskusi siswa nantinya

meliputi:

 Menyampaikan garis besar permasalahan secara umum dengan

memperlihatkan video tentang prinsip cara berpikir sejarah;

 Membentuk siswa menjadi 6 kelompok, tiap kelompok sindikat

terdiri atas 5 siswa;

 Membuat undian tentang aspek-aspek yang harus dipelajari siswa;\

 Guru menerangkan sekilas tentang materi sebelum melakukan

langkah-langkah Metode kancing gemerincing

 guru menyiapkan satu kotak kecil yang berisi kancing-kancing (bisa

juga benda-benda kecil lainnya, seperti kacang merah, biji kenari,

potongan sedotan, batang-batang lidi, sendok es krim, dan

sebagainya);

37
 sebelum kelompok memulai tugasnya, setiap siswa dalam masing-

masing kelompok mendapatkan dua atau tiga buah kancing (jumlah

kancing bergantung pada sukar tidaknya tugas yang diberikan);

 setiap kali seorang siswa berbicara atau mengeluarkan pendapat, dia

harus menyerahkan salah satu kancingnya dan meletakkannya di

tengah-tengah;

 jika kancing yang dimiliki seorang siswa habis, dia tidak boleh

berbicara lagi sampai semua rekannya juga menghabiskan kancing

mereka; dan

 Jika semua kancing sudah habis, sedangkan tugas belum selesai,

kelompok boleh mengambil kesepakatan untuk membagi kancing-

bagi kancing lagi dan mengulangi prosedurnya kembali..

 Bersama siswa, guru kembali dan menyimpulkan materi yang telah

didiskusikan secara bersama-sama

3. Guru memberikan tes formatif kepada siswa setiap kali tatap muka untuk

mengetahui ketercapaian siswa dalam proses belajar dan mengetahui pula

tingkat kekritisan mereka dalam menjawab soal;

4. Guru memberikan tes sumatif untuk mengakhiri pertemuan pada siklus I

dalam bentuk pilihan ganda.

38
Pengamatan

1) Pengamatan terhadap siswa

a. Kemandirian dan perhatian terhadap cara guru menjelaskan materi

b. Kemampuan siswa menyusun dan menjawab pertanyaan

c. Kelancaran siswa dalam mempraktekan langkah-langkah metode

Kancing Gemerincing

2) Pengamatan terhadap guru

a. Penampilan dan penyampaian materi

b. Pengelolaan kelas dan penggunaan alat atau media pembelajaran

c. Penggunaan waktu penyampaian materi

d. Penerapan langkah-langah metode Kancing gemerincing

Refleksi

Refleksi sebagai langkah menganalisis hasil kerja siswa . Analisis ini

dilakukan untuk mengukur kekurangan dan kelebihan siklus I. kemudian

bersama guru mengadakan kolaborasi untuk langkah perbaikan untuk

pelaksanaan siklus II.

2. Siklus II

Perencanaan

a. Identifikasi dan perumusan masalah berdasarkan refleksi siklus I

b. Guru merancang bahan bacaan sesuai materi untuk siswa

c. Guru menentukan alat peraga sebagai implementasi tindakan

39
d. Guru merancang kembali tes formatif sesuai dengan materi yang akan

diajarkan.

Tindakan

1. Guru memberikan menyampaikan materi dengan menggunakan PPT

2. Guru menjelaskan dan mengarahkan langkah-langkah pembelajaran

dengan metode Kancing Gemerincing dalam diskusi siswa nantinya

meliputi:

 Menyampaikan garis besar permasalahan secara umum dengan

memperlihatkan video tentang prinsip cara berpikir sejarah;

 Membentuk siswa menjadi 6 kelompok, tiap kelompok sindikat

terdiri atas 5 siswa;

 Membuat undian tentang aspek-aspek yang harus dipelajari siswa;\

 Guru menerangkan sekilas tentang materi sebelum melakukan

langkah-langkah Metode Kancing Gemerincing

 guru menyiapkan satu kotak kecil yang berisi kancing-kancing (bisa

juga benda-benda kecil lainnya, seperti kacang merah, biji kenari,

potongan sedotan, batang-batang lidi, sendok es krim, dan

sebagainya);

 sebelum kelompok memulai tugasnya, setiap siswa dalam masing-

masing kelompok mendapatkan dua atau tiga buah kancing (jumlah

kancing bergantung pada sukar tidaknya tugas yang diberikan);

40
 setiap kali seorang siswa berbicara atau mengeluarkan pendapat, dia

harus menyerahkan salah satu kancingnya dan meletakannya di

tengah-tengah;

 jika kancing yang dimiliki seorang siswa habis, dia tidak boleh

berbicara lagi sampai semua rekannya juga menghabiskan kancing

mereka; dan

 Jika semua kancing sudah habis, sedangkan tugas belum selesai,

kelompok boleh mengambil kesepakatan untuk membagi kancing-

bagi kancing lagi dan mengulangi prosedurnya kembali..

 Bersama siswa, guru kembali dan menyimpulkan materi yang telah

didiskusikan secara bersama-sama

3. Guru memberikan tes formatif kepada siswa setiap kali tatap muka untuk

mengetahui ketercapaian siswa dalam proses belajar dan mengetahui pula

tingkat kekritisan mereka dalam menjawab soal;

4. Guru memberikan tes sumatif untuk mengakhiri pertemuan pada siklus I

dalam bentuk pilihan ganda

41
Pengamatan

1) Pengamatan terhadap siswa

a. Kemandirian dan perhatian terhadap cara guru menjelaskan materi

b. Kemampuan siswa menyusun dan menjawab pertanyaan

c. Kelancaran siswa dalam mempraktekan langkah-langkah metode

Kancing Gemerincing

2) Pengamatan terhadap guru

a. Penampilan dan penyampaian materi

b. Pengelolaan kelas dan penggunaan alat atau media pembelajaran

c. Penggunaan waktu penyampaian materi

d. Penerapan langkah-langah metode Kancing Gemerincing

Refleksi

Refleksi sebagai langkah menganalisis hasil kerja siswa. Analisis ini

dilakukan untuk mengukur kekurangan dan kelebihan siklus II. Kemudian

guru mengadakan kolaborasi sebagai upaya untuk mengetahui apakah hasil

analisis sudah sesuai dengan kriteria ketuntasan yang telah ditentukan.

42
F. Metode Pengumpulan Data

1. Sumber data penelitian

a. Siswa

b. Guru

2. Jenis data

a. Data kuantitatif yaitu data hasil belajar siswa

b. Data kualitatif meliputi: data aktivitas siswa dalam pembelajaran dan

kinerja guru menggunakan metode Kancing Gemerincing dan daftar

pertanyaan dari siswa mengenai penggunaan metode diskusi Kancing

Gemerincing

c. Cara pengumpulan data

1. Data hasil belajar diperoleh dengan memberikan suatu tes atau

evaluasi yang dilakukan diakhir pembelajaran akhir siklus.

2. Data mengenai kinerja dari guru dalam menerapkan langkah-langkah

metode Kancing Gemerincing menggunakan lembaran observasi

guru.

3. Data mengenai aktivitas siswa selama mengikuti penerapan metode

Kancing Gemerincing dalam pembelajaran IPS Sejarah menggunakan

lembaran observasi siswa.

4. Data mengenai tanggapan siswa mengenai kinerja guru dalam proses

pembelajaran menggunakan daftar pertanyaan.

5. Dokumentasi.

43
G. Metode Analisis Data

1. Data hasil belajar siswa

Data hasil belajar siswa berupa nilai yang diperoleh siswa dari hasil tes

masing-masing siklus.

Nilai rerata kelas.

X =
∑X
N

Keterangan

X : Rata-rata kelas

∑X : Jumlah Nilai Siswa

N : Jumlah Siswa

Perhitungan ketuntasan belajar

K = ∑N X 100%
¿

Keterangan

K : Ketuntasan hasil belajar klasikal

∑¿ : Jumlah siswa tuntas belajar

N : Jumlah Siswa

100% : Presentase

44
2. Data aktivitas siswa dalam penggunaan metode Kancing Gemerincing dilihat

dari hasil lembar observasi siswa. Kemudian dilakukan analisis deskriptif

prosentase.

3. Data kinerja guru dalam penggunaan metode Kancing Gemerincing dilihat

dari hasil lembar observasi guru tiap performance

4. Data tanggapan siswa terhadap penggunaan metode Kancing Gemerincing

dalam proses pembelajaran oleh guru direkap kemudian dilakukan analisis

deskriptif.

Data yang diperoleh akan dianalisis dengan analisis data kualitatif model

interaktif dari Milles dan Huberman (2000:17) yang meliputi tahap reduksi data,

sajian data, penarikan simpulan, dan verifikasi penelitian. Keempat komponen

analisis tersebut (reduksi, sajian, penarikan simpulan, dan verifikasi) dilakukan

secara simultan sejak proses pengumpulan data dilakukan.

Reduksi data dalam penelitian ini akan dilakukan terus menerus selama

penelitian berlangsung. Langkah-langkah yang dilakukan dalam bagian ini

adalah menajamkan analisis, menggolongkan atau pengkategorisasian,

mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasikan data sehingga

kesimpulan-kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasikan (Miles dan

Huberman, 2000:17-18).

Penyajian data merupakan analisis merancang deretan dan kolom sebuah

matriks untuk data kualitatif dan menentukan jenis serta bentuk data yang

dimasukan kedalam kotak-kotak matriks (Miles dan Huberman, 2000:17-18).

45
Dalam data kualitatif, penyajian data yang digunakan adalah dalam bentuk teks

naratif agar mengurangi terjadinya peneliti untuk bertindak ceroboh dan secara

gegabah didalam mengambil kesimpulan yang tak berdasar.

(Miles dan Huberman, 2000:20) mengatakan kesimpulan adalah tinjauan

ulang pada catatan lapangan atau kesimpulan dapat ditinjau sebagai makna yang

muncul dari data yang harus diuji kebenarannya, kekokohannya dan

kecocokannya, yaitu yang merupakan validitasnya alur diatas, bila digambarkan

dengan skema sebagai berikut:

PENGUMPULAN DATA

PENYAJIAN DATA

REDUKSI DATA

KESIMPULAN-KESIMPULAN

Gambar 3.3.
Komponen-komponen analisis data model interaktif
(Miles dan Hubermaan, 2000:20)

H. Indikator Keberhasilan

Penelitian tindakan kelas ini dikatakan berhasil apabila terjadi

peningkatan hasil belajar siswa yaitu sekurang-kurangnya 80% dari jumlah

siswa yang ada di kelas tuntas belajar yaitu memperoleh nilai lebih besar atau

sama dengan 75,00.

46
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran umum Lokasi Penelitian

MAN 2 Seram Bagian Timur adalah salah satu dari sekolah Madrasah yang

berlandaskan agama yang ada di ibu kota kabupaten Bula, menempati bangunan

yang didanai oleh Kementerian Agama Republik Indonesia yang ada pada DIPA

sekolah sejak 2008 beralamat pada jalan Dr. Sugiono Kelapa Dua Bula.

Gambar 4.1. MAN 2 SERAM BAGIAN TIMUR

47
B. Hasil Penelitian

Data yang diperoleh dari hasil penelitian berupa angka-angka dianalisis

untuk membuktikan hipotesis yang telah diajukan. Adapun analisis data hasil

penelitian tersebut meliputi perolehan masing-masing siswa, rata-rata nilai kelas

dan ketuntasan klasikal, disamping itu juga akan dibahas pula hasil pengisian

daftar pertanyaan tentang tanggapan siswa terhadap penerapan metode Kancing

Gemerincing pada akhir penelitian.

1. Perolehan nilai tes belajar siswa

Tes hasil belajar dilakukan pada akhir siklus 1 dan siklus 2. Hasil tes

ini digunakan untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa terhadap materi

yang telah disampaikan oleh guru. Perolehan tes siswa pada masing-masing

siklus dapat memperlihatkan peningkatan atau penurunan hasil belajar

masing-masing siswa. Apabila digambarkan dalam tabel maka perolehan

hasil belajar siswa mulai dari sebelum siklus sampai siklus 2 akan tampak

sebagai berikut :

Tabel 4.1. Perolehan nilai tes belajar IPS Sejarah siswa Kelas X IPA.1

Nilai awal Nilai Siklus 1 Nilai Siklus 2

Jumlah Nilai 2005 2445 2885

Nilai Tertinggi 80 95 100

Nilai Terendah 40 50 70

Ketuntasan (%) 15 % atau 5 Siswa 41 % atau 14 Siswa 91 atau 25 Siswa

48
Berdasarkan tabel 2 nilai tertinggi hasil belajar siswa sebelum tindakan

hanya sebesar 80 sedangkan nilai terendah 40 hal tersebut jauh dari standar

kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang ditentukan oleh pihak sekolah

sebesar 65. Pada siklus 1 mengalami peningkatan dengan nilai tertinggi yang

diperoleh siswa adalah 95 sedangkan nilai terendah adalah 50. Peningkatan

tersebut berlanjut pada siklus 2 dengan nilai tertinggi berhasil mencapai 100

dan nilai terendah adalah 70. Terlihat bahwa dalam tabel perolehan nilai

yang dicapai siswa pada setiap siklus bervariasi pada masing-masing

individu. Hal ini tergantung pada tingkat pengetahuan dan keaktifan siswa

selama mengikuti proses pembelajaran. Perolehan nilai tes hasil

pembelajaran tersebut dapat digunakan untuk menghitung nilai rata-rata

kelas dan ketuntasan hasil belajar siswa.

2. Hasil perhitungan nilai rata-rata kelas

Perhitungan rata-rata kelas masing-masing siklus bertujuan untuk

mengetahui rata-rata nilai hasil belajar siswa Kelas X IPA.1 MAN 2 SBT

pada mata pelajaran IPS Sejarah melalui penetapan metode Kancing

Gemerincing untuk meningkatkan hasil belajar siswa. untuk menghitung

nilai rata-rata kelas

49
Nilai rerata kelas.

X =
∑X
N

Keterangan

X : Rata-rata kelas

∑X : Jumlah Nilai Siswa

N : Jumlah Siswa

Berikut ini tampak tabel perbandingan antara hasil belajar sebelum

dikenai tindakan dan sesudah dikenai tindakan.

Tabel 4.2. Nilai rata-rata Kelas X IPA.1 pada mata pelajaran IPS

Sejarah

No Tahapan siklus Nilai rata-rata kelas

1 Sebelum tindakan 59

2 Siklus 1 72

3 Siklus 2 87

(Sumber : Hasil penelitian, 2021)

Sebelum penelitian dilakukan nilai rata-rata ulangan IPS Sejarah siswa

tergolong rendah yaitu sebesar 59. Nilai rata-rata tersebut jauh dibawah

standar nilai rata-rata kelas yang sudah ditentukan sebesar 80. Hal ini coba

diperbaiki dengan menerapkan strategi pembelajaran yang efektif dengan

menggunakan metode Kancing Gemerincing.

50
Pada siklus 1 nilai rata-rata kelas berhasil naik menjadi 72.

Meskipun telah mengalami peningkatan, hasil tersebut belum memenuhi

standar nilai rata-rata kelas yang ditentukan sehingga perlu dilanjutkan

perbaikan pada siklus 2. Pada siklus 2 nilai rata-rata kelas mengalami

peningkatan menjadi 87 yang berarti telah berhasil memenuhi standar nilai

rata-rata kelas. Dengan hasil tersebut maka tidak perlu untuk diadakan

tindakan lanjutan pada siklus 3 karena indikator nilai rata-rata kelas sudah

tercapai. Berdasarkan data hasil penelitian tindakan kelas (PTK) yang

telah dilakukan telah berhasil dalam meningkatkan hasil belajar kelas X

IPA.1 pada mata pelajaran IPS Sejarah di MAN 2 SBT.

Gambar 4.2. Perkembangan nilai rata-rata IPS Sejarah siswa kelas


X IPA.1 MAN 2 SBT

Perkembangan Nilai Rata-rata


X IPA 1
95
65
35
5
Sebelum Tindakan Siklus I Siklus II

Perkembangan Nilai 59 71 87
Rata-Rata Kelas XD

Dalam gambar 4.2. terlihat peningkatan nilai rata-rata kelas yang

cukup signifikan antara sebelum tindakan dan sesudah tindakan penelitian

51
dilakukan. Pada siklus 2 penelitian tindakan kelas dikatakan berhasil

karena nilai rata-rata kelas telah mencapai 87 atau melebihi dari standar

nilai rata-rata kelas yaitu 80.

3. Hasil perhitungan ketuntasan belajar secara klasikal

Perhitungan ketuntasan hasil belajar klasikal digunakan untuk

mengetahui presentase siswa yang telah memenuhi ketuntasan belajar untuk

satu kelas. Dengan adanya perhitungan mengenai tingkat ketuntasan hasil

belajar siswa secara klasikal, hal ini merupakan bagian dari indikator

keberhasilan penelitian tindakan kelas (PTK) yang dilakukan oleh peneliti

keberhasilan tingkat ketuntasan juga digunakan untuk melihat keberhasilan

pembelajaran yang dilakukan. Ketuntasan masing-masing siklus dapat

dilihat sebagai berikut :

Tebel 4.3.. Ketuntasan klasikal pelajaran IPS Sejarah

kelas X IPA.1

No Tahapan Siklus Jumlah Ketuntasan

Tuntas Persentase Belum Persentase


(siswa) (%) tuntas (%)
1 Sebelum tindakan 5 15% 29 85%

2 Siklus 1 14 41% 20 59%

3 Siklus 2 31 91% 3 9%

Dari tabel diatas dapat dihitung prosentase ketuntasan dengan

menggunakan rumus deskriptif sebagai berikut :

52
a. Sebelum tindakan
n 5
Tuntas (%) = X 100% = X 100% = 15%
N 34

n 29
Belum tuntas (%) = X 100% = X 100% = 85%
N 34

b. Siklus 1
n 14
Tuntas (%) = X 100% = X 100% = 41%
N 34

n 20
Belum tuntas (%) = X 100% = X 100% = 59%
N 34

c. Siklus 2
n 31
Tuntas (%) = X 100% = X 100% = 91%
N 34

n 3
Belum tuntas (%) = X 100% = X 100% = 9%
N 34

Hasil perhitungan diatas dapat digambarkan melalui bagan sebagai

berikut :

Gambar 4.3. Perbandingan dan Peningkatan Ketuntasan Klasikal


IPS Sejarah siswa kelas X IPA.1

90
70
50
30
10
Sebelum Tin- Siklus I Siklus II
dakan
Tuntas 15 41 91
Belum Tuntas 85 59 9

53
Berdasarkan dari bagan di atas, ketuntasan belajar siswa secara

klasikal sebelum adanya tindakan hanya 15% atau 4 siswa yang tuntas

belajar. Pada siklus 1 mengalami peningkatan sebesar 41% atau 9 siswa

yang tuntas belajar dan 59% lainnya atau 12 siswa belum tuntas. Selanjutnya

dilakukan tindakan pada siklus 2 dan hasilnya ketuntasan siswa mengalami

kenaikan sebesar 91% atau 22 siswa dan siswa yang belum tuntas sebesar

9% atau 3 siswa. Presentase ketuntasan belajar secara klasikal dari siklus 1

sebesar 15% dan pada siklus 2 meningkat menjadi 91%, memperlihatkan

penelitian tindakan kelas telah berhasil.

4. Hasil pengisian daftar pertanyaan pendapat siswa terhadap penerapan

metode Kancing Gemerincing dalam pembelajaran.

Pembagian daftar pertanyaan dilakukan setelah penelitian tindakan

kelas berakhir. Hal ini bertujuan untuk mengetahui pendapat siswa mengenai

penerapan metode metode Kancing Gemerincing dalam pembelajaran IPS

Sejarah.

Dari pengisian daftar pertanyaan yang telah dibagikan kepada siswa

didapatkan hasil sebagai berikut :

a. Minat siswa terhadap mata pelajaran IPS Sejarah

Sebanyak 22 siswa menyatakan senang terhadap mata pelajaran IPS

Sejarah karena mempelajari setiap gejala yang ada di sekitar manusia

dan materi yang disajikan sesuai dengan kebutuhan siswa sementara 3

siswa tidak menyukai mata pelajaran IPS Sejarah karena menurut

54
mereka terlalu sulit. Seluruh siswa setuju bila mata pelajaran IPS

Sejarah dipelajari dengan banyak memecahkan permasalahan social

sejarah dilingkungan siswa dan berlatih soal yang diberikan guru karena

dengan demikian mereka dapat mengeluarkan pendapat dan gagasan.

b. Penampilan guru

Dalam pembelajaran IPS Sejarah dapat membangkitkan rasa ingin tahu

siswa dan bagaimana memotivasinya

c. Pemahaman langkah-langkah Metode Kancing Gemerincing

Semua siswa kelas X IPA.1 mengaku lebih dapat memahami pelajaran

IPS Sejarah khususnya pada materi ajar cara berfikir sejarah dengan

Metode Kancing Gemerincing karena membuat siswa dapat dengan

mudah memahami materi terutama materi lebih sukar dan menolong

siswa untuk berkonsentrasi lebih lama. Dengan adanya handout dan

kertas kerja sangat membantu siswa untuk aktif mencari

pengetahuannya sendiri.

d. Kesan umum penerapan Metode Kancing Gemerincing

Seluruh siswa menanggapi baik terhadap Metode Kancing Gemerincing

karena sangat tertarik dalam strategi tersebut siswa dapat aktif untuk

bertanya dan mengembangkan pemikiran kritis mereka.

55
Berdasarkan pengisian daftar pertanyaan siswa diatas dapat disimpulkan

bahwa pendapat siswa kelas X IPA.1 MAN 2 SBT terhadap Metode Kancing

Gemerincing sangat baik. Hal ini dapat dibuktikan dengan penerapan Metode

Kancing Gemerincing dapat meningkatkan hasil belajar IPS Sejarah siswa

sekaligus minat membaca mereka.

C. Pembahasan

1. Siklus 1

Sebelum melakukan penelitian tindakan kelas, guru mata pelajaran IPS

Sejarah kelas X IPA.1 melakukan observasi sambil mengajar siswa. Guru

mata pelajaran dibantu oleh rekan sejawat melakukan penelitian bersama

dimana penulis bertindak sebagai peneliti dan partner penulis bertindak

sebagai observer untuk mengamati peneliti dalam menerapkan strategi

pembelajaran yang telah ditentukan dari awal, guru tetap menjadi sumber

belajar siswa di dalam kelas. Pengamat mengisi lembar observasi siswa dan

guru dalam penerapan Metode Kancing Gemerincing pada proses

pembelajaran IPS Sejarah. Peneliti mengamati kondisi siswa sebelum

dilakukan tindakan penelitian serta membuat rencana pelaksanaan

pembelajaran (RPP) sebagai pedoman melaksanakan pembelajaran.

Proses pembelajaran pada siklus 1 dimulai dengan menyampaikan

tujuan pembelajaran kepada siswa dan gambaran materi tentang cara

berpikir sejarah. Guru menerangkan materi hanya garis besarnya saja

56
kemudian pengamat membagikan kertas kerja dan handout kepada siswa

sebagai bahan bacaan. Pengamat menerangkan langkah-langkah penerapan

Metode Kancing Gemerincing yang tertulis pada kertas kerja. Awalnya

siswa merasa bingung dengan langkah-langkah cara kerja yang tertulis pada

kertas kerja sehingga di siklus 1 ini siswa mempraktekkan langkah-langkah

Metode Kancing Gemerincing dengan pengarahan dari guru dan pengamat.

Pada tahap membaca kedua, siswa diminta membaca secara singkat

bahan bacaan yang diberikan peneliti. Siswa yang termasuk pandai langsung

melaksanakan tahap ini tanpa pengarahan dari guru. Sementara sebagian

siswa yang tidak memperhatikan karena malas membaca, siswa yang tidak

serius dalam tahap repetition ini akan mengalami kesulitan pada tahap

selanjutnya. Pada tahap question, siswa di minta membuat pertanyaan yang

timbul setelah membaca dengan jumlah sebanyak-banyaknya. Melalui

pengamatan dari guru dan peneliti tingkat pertanyaan dari siswa baik secara

kualitas dan kuantitas masih rendah, hanya sebatas hafalan dari tahap

preview. Pada tahap membaca aktifitas siswa mulai terlihat dengan tahap

membaca dengan tenang.

Selanjutya tahap reflect siswa memperhatikan penjelasan yang lebih

dari guru untuk kemudian dicocokan dengan buku pegangan atau bahan

bacaan lainnya. Kegiatan ini diharapkan dapat menumbuhkan pertanyaan

dan pemikiran kritis siswa. Akan tetapi siswa masih malu untuk

manyampaikan karena merasa takut salah. Pada tahap pengisian lembaran

57
verivikasi terakhir, siswa diminta membuat intisari atau ringkasan dari

materi yang dipelajari pada saat itu, tahap ini berlangsung tertib dan tenang.

Tahap ini, peneliti merencanakan agar siswa menyampaikan intisari dari

materi yang telah dipelajari didepan kelas, akan tetapi siswa belum berani

untuk maju ke depan kelas. Sehingga pada siklus 1 hanya dilakukan di

tempat duduk masing-masing.

Untuk mengetahui seberapa besar hasil belajar siswa setelah penerapan

Metode Kancing Gemerincing dalam proses pembelajaran IPS Sejarah.

Selanjutnya peneliti mengadakan tes formatif yang bertujuan untuk memberi

umpan balik, hasil tes dapat dipergunakan untuk memperbaiki proses belajar

mengajar yang sedang berlangsung atau sudah dilaksanakan.

Tes formatif yang diajukan berupa 20 butir soal pilihan ganda. Hasil

tes siklus 1, yaitu : nilai tertinggi adalah 95 sementara nilai terendah adalah

50, nilai rata-rata kelas 72, serta tingkat ketuntasan mencapai 41% atau 12

siswa dari 25 siswa. Berdasarkan data hasil belajar siklus 1 dikatakan belum

berhasil karena belum mencapai atau memenuhi indikator keberhasilan yang

sudah ditentukan. Untuk memperjelas dari data hasil tes formatif siklus 1,

lihat pada bagan berikut:

58
Data Hasil Siklus I
85
65
45
25
5
Rata-rata Nilai tertinggi Nilai Terendah Ketuntasan

Data Hasil Sik- 72 95 50 41


lus I

Gambar 4.4. Data Hasil Siklus I

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan observer terhadap guru

selama proses pembelajaran siklus 1 antara lain : pengelolaan kelas sudah

cukup baik, penggunaan media harus lebih kreatif serta penggunaan waktu

perlu lebih efesien. Penerapan Metode Kancing Gemerincing dapat lebih

baik oleh peneliti bekerja sama dengan guru sehingga diharapkan kondisi

kelas menjadi kondusif. Memasuki siklus 2 diharap performa guru dan

peneliti akan meningkat.

Belum tercapainya hasil belajar siswa pada siklus 1 dikarenakan

Metode Kancing Gemerincing yang diterapkan cenderung baru sehingga

terdapat kelemahan sebagai berikut :

59
a. Kesiapan siswa yang kurang maksimal karena biasanya pelajaran

berlangsung pasif sedangkan sekarang harus menekankan keaktifan

siswa

b. Kebiasaan siswa yang malas membaca sehingga berakibat siswa kaget

dan bingung dalam menyusun dan menjawab pertanyaan

c. Siswa kurang percaya diri dalam meyampaikan pendapat

d. Ketika sesi jajak pendapat, kancing-kancing yang dibagi kepada siswa

tak tersalurkan dengan baik. Terlihat pada masing-masing kelompok

hanya satu dua kancing yang dipindahkan kedepan. Hal ini menandakan

keaktifan siswa dapat terlihat dari jumlah kancing kelompok yang

dimiliki.

Berdasarkan pada hasil evaluasi siklus 1, maka peneliti sebagai guru dan

dan salah seorang partner sebagai observer berkolaborasi untuk dapat

diperbaiki pada siklus 2.

Perbaikan tersebut antara lain :

a. Siswa diharapkan untuk membaca dengan cermat, dan mengembangkan

sikap kritisnya. Selain itu diusahakan siswa memberi tanda pada poin-

poin tertentu yang belum dimengerti sehingga bisa dibuat pertanyaan

untuk ditanyakan kepada guru

b. Memberi kepada siswa reward bonus nilai agar memperbanyak dan

memperbaiki kualitas pertanyaan dan jawaban yang disusun

60
c. Mendorong siswa untuk lebih percaya diri dalam menyampaikan

pendapat dan intisari dari materi dihadapan semua teman-teman

d. Memberikan hadiah kepada kelompok yang memiliki kancing terbanyak

2. Siklus 2 .

Penelitian pada siklus 2 diawali dengan penyusunan rencana

perbaikan pembelajaran (RPP) sebagai pedoman. Proses pembelajaran

diawali dengan penyampaian tujuan pembelajaran dan menjelaskan secara

singkat tentang materi yang akan dipelajari sebelumnya guru memberi pujian

terhadap hasil formatif sebelumya, hal ini agar memotivasi siswa untuk lebih

aktif dalam pembelajaran. Kemudian guru dibantu partnernya selaku

observer membagikan kertas kerja dan handout bahan bacaan sesuai materi

yang akan disampaikan serta jumlah kancing yang disediakan per masing-

masing kelompok.

Untuk pembelajaran siklus 2 ini, siswa sudah mulai mengerti langkah-

langkah Metode Kancing Gemerincing sehingga guru tidak perlu lagi

memberi pengarahan. Partner peneliti bertindak sebagai observer dalam

membantu guru dalam proses kelancaran persiapan pembelajaran. Kegiatan

siswa pada tahap memberikan opini, tanggapan dan saran berlangsung baik

dan lancar. Kondisi kelas lebih tenang sehingga mendukung proses

pembelajaran. Kegiatan siswa pada tahap reflect dapat berjalan sesuai

harapan. Guru juga menerangkan materi dengan baik serta siswa disuruh

61
mencermati materi yang ada dalam bahan bacaan untuk lebih paham.

Selanjutnya pada tahap recite, siswa mengajukan pertanyaan dengan bobot

pertanyaan yang meningkat serta siswa sudah berani menjawab pertanyaan

yang diajukan guru tanpa malu lagi, dengan kata lain siswa diharapkan akan

mampu memahami materi lebih dalam.pembelajarannya.

Untuk tahap review, siswa sudah berani untuk menyampaikan intisari

atau ringkasan dari materi yang mereka pelajari. Pada akhir pembelajaran,

kembali guru dan observer mengadakan tes formatif berjumlah 20 soal

pilihan ganda. Hal ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pemahaman dan

keberhasilan proses pembelajaran dan adakah peningkatan lebih baik dari

siklus 1. Hasil tes pada siklus 2 ini yaitu :

Nilai tertinggi adalah 100, nilai terendah adalah 70, nilai rata-rata

kelas 87, tingkat ketuntasan 91%. Dengan hasil ini mengindikasikan bahwa

penelitian tindakan kelas siklus 2 telah berhasil memenuhi target indikator

keberhasilan ketuntasan siswa. Dengan demikian untuk tindakan siklus 3

oleh peneliti dan partner peneliti tidak dilakukan karena telah memenuhi

target dan hasil yang diinginkan. Untuk memperjelas data hasil tes formatif

siklus 2, perhatikan bagan berikut:

62
Data Hasil Siklus II
110

90

70

50

30 Gambar 4.5. Data Hasil Siklus II


10
Rata-rata Nilai tertinggi Nilai Terendah Ketuntasan

Data Hasil 87 100 70 91


Siklus I

Untuk memperjelas mengenai ketuntasan belajar siswa kelas X IPA.1

pada mata pelajaran IPS Sejarah dengan penggunaan Metode Kancing

Gemerincing perhatikan bagan berikut :

Grafik Ketuntasan Belajar IPS Sejarah


Siswa Kelas X IPA.1
95
65
35
5
Sebelum Tindakan Siklus I Siklus II

Perkembangan nilai 59 72 87
rata-rata kelas XD

63
Gambar 4.6. Grafik ketuntasan Belajar IPS Sejarah Siswa Kelas X
IPA.1

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan observer terhadap guru

pada pembelajaran siklus 2 yaitu : pengelolaan kelas dan proses

pembelajaran yang menarik perhatian siswa, penggunaan media yang

optimal, penggunaan waktu yang baik dengan banyaknya materi, serta

penerapan Metode Kancing Gemerincing yang berjalan sesuai tahapan

sehingga kondisi kelas dapat hidup serta keaktifan siswa terbangun.

Keberhasilan peningkatan hasil belajar IPS Sejarah siswa kelas X

IPA.1 melalui penerapan Metode Kancing Gemerincing memberi gambaran

sebagai berikut :

a. Metode Kancing Gemerincing merupakan suatu strategi belajar yang

tergolong baru bagi siswa dan belum pernah didapat sebelumnya sehingga

memberi pengalaman baru bagi siswa. Metode Kancing Gemerincing

dapat diterapkan baik secara individu maupun klasikal

b. Minat siswa untuk belajar dengan menggunakan metode ini pada saat

mata pelajaran IPS Sejarah berlangsung bertambah karena siswa dapat

mengajukan pertanyaan dan menjawab pertanyaan dari teman sendiri

c. Minat membaca dan rasa percaya diri siswa meningkat karena penerapan

Metode Kancing Gemerincing menuntut siswa untuk membaca materi

dengan baik dan meningkatkan peran aktif siswa dalam proses

pembelajaran

64
Penerapan Metode Kancing Gemerincing pada mata pelajaran IPS

Sejarah membuat siswa cocok. Hal ini dibuktikan dengan hasil daftar

pertanyaan siswa mengenai penerapan Metode Kancing Gemerincing yang

dilakukan setelah akhir penelitian. Hasil dari daftar pertanyaan yang diajukan

mendapat respon yang positif oleh siswa karena proses pembelajaran

berlangsung efektif, tidak membosankan serta siswa menjadi aktif. Penerapan

Metode Kancing Gemerincing ini memberi jawaban bagi siswa mengenai cara

belajar yang efektif untuk diterapkan di sekolah maupun di rumah.

Guru sebagai pengajar dan sumber belajar siswa telah melaksanakan

tugasnya dengan baik oleh siswa selama proses pembelajaran. Menurut

Trianto (2007: 152) menyatakan keberhasilan siswa tergantung dari

kemahiran mereka sendiri sehingga cara-cara belajar penting diajarkan kepada

anak didik mulai dari tingkat pendidikan dasar berlanjut sampai tingat

pendidikan menengah dan tinggi.

65
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Penerapan Metode Kancing Gemerincing

Penerapan Metode Kancing Gemerincing dalam pembelajaran IPS

Sejarah kelas X IPA.1 MAN 2 SBT berhasil sesuai rencana pembelajaran.

Hal ini dapat diketahui dari hasil pengamatan dari lembar observasi guru dan

siswa. Berdasarkan lembar observasi terjadi peningkatan dari siklus I menuju

siklus II dalam hal penerapan Metode Kancing Gemerincing oleh guru dan

pemahaman siswa dalam mempraktekan strategi ini. Sehingga dapat

meningkatkan hasil belajar siswa dan ketrampilan membaca teks deskriptif

siswa MAN 2 SBT.

2. Prestasi Belajar Siswa dengan Menggunakan Metode Kancing

Gemerincing

Penelitian ini dilakukan dalam 2 siklus, nilai rata-rata siklus I sebesar

72, tingkat ketuntasan 41% atau 12 Siswa. Sedangkan untuk siklus II, prestasi

belajar siswa mengalami peningkatan dilihat dari hasil perolehan rata-rata

dari tes formatif yang dilakukan meningkat menjadi 87 dengan tingkat

ketuntasan belajar 91% atau sebanyak 22 siswa. Hal ini menunjukan

66
penerapan Metode Kancing Gemerincing dapat meningkatkan hasil belajar

siswa kelas X IPA.1 dalam mata pelajaran IPS Sejarah.

Proses pembelajaran IPS Sejarah dengan menerapkan Metode

Kancing Gemerincing dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Selain itu,

penerapan Metode Kancing Gemerincing dapat meningkatkan minat

membaca dan keberanian siswa dalam bertanya terhadap materi yang belum

mereka mengerti.

Penerapan Metode Kancing Gemerincing mendapat tanggapan yang

positif dari siswa, karena penggunaan Metode Kancing Gemerincing

termasuk baru bagi siswa dan terbukti efektif serta dapat diterapkan siswa di

sekolah atau dirumah dalam berbagai pelajaran apapun.

Berdasarkan penelitian diatas dapat disimpulkan penerapan langkah-

langah Metode Kancing Gemerincing dapat diterapkan guru dan dipraktekan

siswa dengan baik. Serta efektifitas Metode Kancing Gemerincing dapat

meningkatkan prestasi belajar siswa kelas X IPA.1 dalam pembelajaran IPS

Sejarah MAN 2 SBT tahun ajaran 2021 / 2022.

67
B. SARAN

Adapun saran yang ingin diajukan penulis dalam penulisan ini adalah:

1. Penerapan Metode Kancing Gemerincing berpengaruh terhadap kualitas hasil

belajar siswa. Oleh karena itu, apabila seorang guru hendak melaksanakan

pembelajaran seperti ini, sebaiknya guru harus menguasai langkah-langkah

yang paling pokok dari model pembelajaran ini. Guru harus memberdayakan

faktor-faktor penunjang dengan maksimal dan dilakukan secara kolaboratif

agar tercapai kondisi belajar yang optimal. Perumusan rencana pembelajaran

perlu dilakukan lewat menganalisis materi pembelajaran, mencantumkan

prediksi perilaku siswa dan kegiatan pembelajaran sebagai solusi alternatif

utuk ketuntasan hasil akhir dari proses belajar mengajar. Oleh karena itu, guru

harus memperhatikan karakteristik atau kesesuaian materi ajar.

2. Dalam proses belajar mengajar dengan menggunakan Metode Kancing

Gemerincing siswa disarankan untuk selektif dalam memilih pimpinan

kelompok. Hal ini juga berpengaruh pada keaktifan anggota dalam berdiskusi.

3. Bagi sekolah, demi kemajuan pendidikan, sekolah diminta lebih serius

mengoptimalkan guru untuk terus berkarya, menyumbangkan ide-ide terbaru

dan menyusun strategi pembelajaran yang variatif. Dengan begitu siswa akan

menikmati setiap proses belajar mengajar di kelas.

68

Anda mungkin juga menyukai