Askep Malnutrisi Kelompok IV PPD 03
Askep Malnutrisi Kelompok IV PPD 03
KELOMPOK IV
DIALISIS 2023-2024
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah S.W.T yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami mampu menyelesaikan tugas pembuatan dan penyusunan
Latihan kasus yang berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN NY.D DENGAN DIAGNOSA MEDIS
CKD STAGE V HD REGULER DENGAN KOMPLIKASI “MALNUTRISI” DI INSTALASI
DIALISIS RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA” untuk memenuhi tugas Pelatihan perawat dialisis
bagi perawat di rumah sakit dan klinik khusus dialisis. Bersama dengan ini kami juga mengucapkan
banyak-banyak terima kasih kepada semua pihak-pihak yang telah terlibat berpartisipasi dan juga
membantu kami dalam pembuatan dan penyusunan laporan seminar kasus ini. Semoga laporan seminar
kasus ini dapat banyak membantu dan bermanfaat bagi kita semua.
Tugas pembuatan dan penyusunan Latihan kasus kami ini tentu saja masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, segala kritik dan saran kami terima dengan lebar dan lapang dada demi
perbaikan dan penyempurnaan tugas pembuatan dan penyusunan laporan seminar kasus ini untuk
menjadi sebuah laporan kasus yang jauh lebih baik dan juga untuk pembelajaran bagi kami dan Anda
dalam menyelesaikan tugas-tugas laporan kasus lain di kemudian hari.
Surabaya,
Kelompok IV
BAB I
PENDAHULUAN
Ginjal merupakan organ tubuh yang sangat penting dalam sistem ekskresi dan sekresi,
apabila ginjal gagal melaksanakan fungsinya, maka akan terjadi kerusakan pada pembuluh
ginjal sehingga ginjal tidak bisa mempertahakan keseimbangan cairan dan zat- zat kimia di
dalam tubuh. Zat kimia akan masuk kedalam tubuh dan menimbul kan penyakit gagal ginjal
(Rahayu et al., 2019). Penyakit gagal ginjal adalah salah satu penyakit yang tidak menular pada
orang lain. Jumlah pasien yang dirawat karena menderita gagal ginjal kronik secara global
diperkirakan sebanyak 3.010.000 orang pada tahun 2012 (ESRD,2012). Dan di Amerika pada
tahun 2012 jumlah pasien GGK sebanyak 114.814 orang dan sebanyak 102.277 pasien GGK
yang menjalani hemodialisis. Indonesia termasuk negara dengan tingkat penderita GGK yang
cukup tinggi. Menurut Indonesia Renal Registry (IRR) pada tahun 2011 diIndonesia terdapat
15.353 pasien yang baru menjalani hemodialisis (HD) dan terjadi peningkatan sebanyak 4.268
pasien di tahun 2012.
Bagi penderita gagal ginjal kronis, cuci darah atau hemodialisa adalah terapi pengganti
ginjal yang banyak dipilih penderita gagal ginjal kronis tetapi tidak menghilangkan
penyakitnya. Banyak dari pasien hemodialisa dalam menjalani program rejimen pengobatan
yang komplek, mengalami kesulitan untuk mengelola cairan dan pembatasan diet yang
mengakibatkan tingginya resiko kematian serta peningkatan biaya pelayanan kesehatan (Siener,
2021). Tindakan hemodialisa dilakukan untuk mengeluarkan zat-zat toksin, cairan yang
berlebihan dan zat gizi yang sebenarnya masih dibutuhkan tubuh. Oleh karena itu penderita
gagal ginjal kronis yang mengikuti terapi hemodialisa mudah mengalami malnutrisi. Malnutrisi
merupakan kondisi yang dapat mengakibatkan morbiditas dan mortalitas pada penderita gagal
ginjal kronis yang mengikuti hemodialisa selain kelebihan cairan. Sejalan dengan penelitian
(Setiawan,2023) menyatakan pasien hemodialisa sering gagal mengikuti diet dan mengelola
cairan sehingga mengurangi efektivitas perawatan dan menyebabkan perkembangan penyakit
tidak terduga dan kemungkinan besar terjadi komplikasi.
Nutrisi merupakan proses pemasukan dan pengolahan zat makanan oleh tubuh yang
bertujuan menghasilkan energi dan di gunakan dalam aktivitas tubuh (Nurarif, 2015).
Nutrisi adalah zat -zat gizi dan zat lain yang berhubungan dengan kesehatan dan
penyakit, termasuk keseluruhan proses dalam tubuh manusia untuk menerima makanan atau
bahan-bahan dari lingkungan hidupnya dan menggunakan bahan-bahan tersebut untuk aktivitas
penting dalam tubuhnya serta mengeluarkan sisanhya.nutrisi dapat di katakan sebagai ilmu
tentang makanan, zat-zat gizi dan zat lain yang terkandung, aksi, reaksi dan keseimbangan
yang berhubungan dengan kesehatan dan penyakit (Rahayu, 2015).
Malnutrisi adalah kekurangan, kelebihan atau keseimbangan dalam asupan energi
maupun nutrisi seseorang. Malnutrisi dapat terjadi ketika seseorang memiliki terlalu banyak
atau terlalu sedikit makanan dan nutrisi penting dalam tubuhnya (WHO).
Malnutrisi secara terminologi berarti gizi salah, sehingga dalam perkembangannya
bukan hanya kasus kekurangan gizi saja yang perlu mendapat perhatian, akan tetapi kasus gizi
lebih dan obesitas pun mendapat perhatian (Dewan danWiding, 2023).
- Komponen – komponen Nutrisi :
Nutrien memiliki enam komponen utama, yaitu karbohidrat, lemak, protein, air, vitamin,
dan mineral.
1. Karbohidrat
Karbohidrat merupakan sumber energi utama dalam diet. Tiap gram karbohidrat
menghasilkan 4 kilokalori (kkal). Karbohidrat terutama diperoleh dari tumbuhan,
kecuali laktosa (gula susu). Karbohidrat diklasifikasikan menurut unit atau sakarida.
Monosakarida, seperti glukosa (dekstrosa) atau fruktosa tidak dapat dipecah menjadi
unit gula yang lebih dasar. Disakarida seperti sukrosa, laktosa, dan maltose dibentuk dari
banyak unit gula. Mereka tidak dapat dilarutkan dalam air dan dicerna untuk beragam
tingkatan (Potter & Perry, 2006). Dalam mendapatkan jumlah karbohidrat yang cukup
maka dapat diperoleh dari susu, padi-padian, buah-buahan, sirup, sukrosa, tepung, dan
sayu- sayuran (Hidayat, 2006).
2. Lemak
Lemak merupakan zat gizi yang berperan dalam pengangkut vitamin A, D, E, K yang
larut dalam lemak. Menurut sumbernya lemak berasal dari nabati dan hewani. Lemak
nabati mengandung lebih banyak asam lemak tak jenuh seperti terdapat pada kacang-
kacangan, kelapa dan lain-lainnya. Sedangkan Lemak hewani banyak mengandung asam
lemak jenuh dengan rantai panjang seperti pada daging sapi, kambing dan lainnya
(Hidayat, 2006).
3. Protein
Protein merupakan zat gizi dasar yang berguna dalam pembentukan protoplasma sel.
Selain itu tersedianya protein dalam jumlah yang cukup, penting untuk pertumbuhan dan
perbaikan sel jaringan serta sebagai larutan untuk keseimbangan osmotik. Protein ini
terdiri dari 24 asam amino, diantaranya 9 asam amino esensial (yang tidak dapat dibuat
didalam tubuh, sehingga harus didatangkan dari luar) dan selebihnya asam amino non-
esensial (Pudjiadi, 2001).
4. Air
Air merupakan sebagian besar zat pembentuk tubuh manusia. Jumlah air sekitar 73%
dari bagian tubuh seseorang tanpa jaringan lemak (lean body mass). Air mempunyai
berbagai fungsi dalam proses vital tubuh, antara lain sebagai pelarut dan alat angkut zat-
zat gizi, katalisator berbagai reaksi biologi sel, pelumas cairan sendi-sendi tubuh,
fasilitator pertumbuhan, pengatur suhu, dan peredam benturan (Yuniasatuti, 2008).
5. Vitamin
Vitamin merupakan senyawa organik yang digunakan untuk mengkatalisator
metabolisme sel yang dapat berguna untuk pertumbuhan dan perkembanganserta dapat
mempertahankan organisme. Vitamin yang dibutuhkan antara lain vitamin A, B, B2,
B12, C, D, E, dan K. (Pudjiadi, 2001)
6. Mineral
Mineral merupakan komponen zat gizi yang tersedia dalam kelompok mikro yang
terdiri dari kalsium, klorida, kromium, kobalt, tembaga, flourin, iodium, besi,
magnesium, mangan, fosfor, kalium, natriun, sulfur, dan seng. Semuanya harus tersedia
dalam jumlah yang cukup (Hidayat, 2006).
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum penulisan ini adalah penulis dapat memberikan asuhan keperawatan pada
pasien penyakit ginjal kronik (PGK) dengan masalah Malnutrisi.
2. Asuhan keperawatan ini diharapkan dapat digunakan sebagai gambaran untuk lebih
lanjut yang terkait dengan asuhan keperawatan Malnutrisi pada pasien Chronic
Kidney Disease Stage V on Hemodialisis.
3. Manifestasi Klinis
Tanda dan Gejala dari penyakit ginjal kronik menurut Smeltzer &Bare
tahun 2015 yaitu:
a. Kardiovaskuler: hipertensi, pitting edema (kaki, tangan, sakrum),edema
periorbital, friction rub pericardial, pembesaran vena leher
b. Integumen: warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering (bersisik),pruritus,
ekimosis, kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar
c. Pulmoner: krekels, sputum kental dan liat, napas dangkal, pernapasan
kussmaul.
4. Patofisiologi
Berdasarkan proses perjalanan penyakit dari berbagai penyebab seperti
penyebab prarenal, intra renal dan postrenal yang menyebabkan makerusakan
pada glomerulus dan pada akhirnya akan terjadi kerusakan nefron pada
glomerulus sehingga menyebabkan penurunan (Glomerulus Filtration Rate) GFR
dan berakhir menjadi Gagal Ginjal Kronis dimana ginjal mengalami gangguan
dalam fungsi ekskresi dan sekresi. Akibatrusaknya glomerulus, protein tidak dapat
disaring sehingga sering lolos kedalam urin dan mengakibatkan proteinuria.
Hilangnya protein yang mengandung albumin dan antibody yang dapat
mengakibatkan tubuh mudahterkena infeksi dan mengakibatkan penurunan aliran
darah (Silbernagl & Lang, 2015)
Normalnya, albumin berbentuk seperti spons yang berfungsi sebagai
pengatur cairan, menarik cairan ekstra dari tubuh dan membersihkannya didalam
ginjal. Ketika glomerulus mengalami kebocoran dan albumin dapatmasuk
kedalam urin, darah kehilangan kemampuannya dalam menyerap cairan ekstra
dari tubuh. Akibatnya cairan dapat menumpuk di rongga antar sel atau di ruang
interstisial yang mengakibatkan pembengkakan pada kedua ekstremitas atas dan
bawah, terutama ekstremitas bawah, pergelangan kaki, wajah, hingga bawah mata
(Silbernagl & Lang, 2015)
Ginjal juga kehilangan fungsinya dalam mengeluarkan produk sisa (sampah
dari tubuh) sehingga produk sampah tetap tertahan didalam tubuh.Produk sampah
ini berupa ureum dan kreatinin, dimana dalam jangka waktu panjang, penderita
dapat mengalami sindrom uremia yang dapat mengakibatkan pruritus kemudian
dapat mengakibatkan perubahan pada warna kulit. Sindrom uremia juga
mengakibatkan asidosis metabolik yang dapat meningkatkan produksi asam
didalam tubuh dan mengakibatkan penderita mengalami mual, muntah hingga
gastritis akibat iritasi lambung. Kelebihan komponen asam didalam tubuh juga
mengakibatkan penderita bernapas dengan cepat dan pernapasan yang dalam dan
lambat (kusmaul), serta dalam keadaan berat, dapat menyebabkan koma
(Silbernagl & Lang, 2015).
Ginjal juga mengalami penurunan dalam mengeksresikan kalium, sehingga
penderita mengalami hiperkalemia. Hiperkalemia dapat menyebabkan gangguan
ritme jantung, dimana hal ini berkaitan dengan keseimbangan ion –ion dalam
jaringan otot yang mengatur elektrofisiologi jantung. Pompa natrium kalium
berperan penting dalam menjaga keseimbangan proses bioelektrikal sel – sel pacu
jantung. Penghantaran listrik dalam jantung terganggu akibatnya terjadi
penurunan Cardiac Output (COP), sehingga mengakibatkan penurunan curah
jantung dan
terganggunya aliran darah ke seluruh tubuh (Smeltzer & Bare, 2015).
Ginjal juga mengalami penurunan dalam memproduksi hormon eritopoetin
dimana tugas dari hormone tersebut yaitu untuk merangsang sumsum tulang
belakang dalam memproduksi sel darah merah. Hal ini mengakibatkan produksi
sel darah merah yang mengandung hemoglobin menurun sehingga pasien
mengalami anemia. Sel darah merah juga berfungsi dalam mengedarkan suplai
oksigen dan nutrisi ke seluruh tubuh, maka ketika sel darah merah mengalami
penurunan, tubuh tidak mendapatkan oksigen dan nutrisi yang cukup sehingga
tubuh menjadi lemas, tidak bertenaga, dan sesak. (Smeltzer & Bare, 2015)
5. Penatalaksanaan
Pengkajian klinik menentukan jenis penyakit ginjal, adanya penyakit
penyerta, derajat penurunan fungsi ginjal, komplikasi akibat penurunan fungsi
ginjal, factor resiko untuk penurunan fungsi ginjal, dan factor risikountuk
penyakit kardiovaskular. Penatalaksanaan menurut (Huda, 2016) yaitu:
a. Terapi penyakit ginjal
f. Terapi pengganti ginjal dengan dialysis atau transplantasi jika timbul gejala dan tanda
uremia.
Sedangkan menurut (Corwin, 2009) dalam Buku Saku Patofisiologi Ed.3, pengobatan
perlu dimodifikasi seiring dengan perburukan penyakit,yaitu:
a. Untuk gagal ginjal stadium 1, 2, dan 3 tujuan pengobatan adalah
memperlambat kerusakan ginjal lebih lanjut, terutama dengan membatasi
aspan protein dan pemberian obat-obat anti hipertensi. Inhibitor enzim
pengubah-angiotensin atau Angiotensin converting enzyme (ACE) terutama
membantu dalam memperlambat perburukan.
b. Renal anemia management period (RAMP), diajukan karena adanya
hubungan antara gagal jantung kongestif da anemia terkait dengan penyakit
gagal ginjal kronis. RAMP adalah batasan waktu setelah suatu awitan
penyakit ginjal kronis saat diagnosis dini dan pengobatan anemia
memperlambat progresi penyakit ginjal, memperlambat komplikasi
kardiovaskular, dan memperbaiki kualitas hidup. Pengobatan anemia
dilakukan dengan memberikan Recombinant human erythropoietin
(rHuEPO). Obat ini terbukti secara dramatis memperbaiki fungsi jantung
secara bermakna.
c. Pada stadium lanjut,terapi ditujukan untuk mengoreksi ketidakseimbangan
cairan dan elektrolit.
d. Pada penyakit stadium akhir, terapi berupa dialysis atau transplantasiginjal.
e. Pada semua stadium, pencegahan infeksi perlu dilakukan.
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium seperti: pemeriksaan urin (volumenya biasanya<
400 ml/jam atau oliguria atau urin tidak ada/anuria, perubahan warna urin bisa
disebabkan karena ada pus/darah/bakteri/lemak/partikel koloid/miglobin, berat
jenis <1.015 menunjukkan gagal ginjal, osmolalitas <350 menunjukkan
kerusakan tubular), pemeriksaan kliren kreatinin mungkin agak turun,
pemeriksaan natrium, pemeriksaan protein, dan pemeriksaan darah (kreatinin, sel
darah merah, Hitung darah lengkap, glukosa darah acak) Pemeriksaan radiologi
terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi ginjal, biopsy ginjal, endoskopi ginjal,
Elektrokardiogram (EKG), Kidney ureter bladder (KUB) foto (untuk
menunjukkan ukuran ginjal), arteriogram ginjal (mengkaji sirkulasi ginjal dan
mengidentifikasi ekstravaskuler, massa), pyelogram retrogad (untuk menunjukkan
abnormalitas pelvis ginjal), sistouretrogram (berkemih untuk menunjukkanukuran
kandung kemih, refluk kedalam ureter, dan retensi) (Nuari, 2017).
7. Komplikasi
Komplikasi yang dapat muncul menurut (Corwin, 2009) antara lain:
a. Pada gagal ginjal progresif, terjadi beban volume, ketidakseimbangan
elektrolit, asidosis metabolic, azotemia, dan uremia
b. Pada gagal ginjal stadium 5 (penyakit stadium akhir), terjadi azotemia dan
uremia berat. Asidosis metabolic memburuk, yang secara mencolok
merangsang kecepatan pernafasan
c. Hipertensi, anemia, osteodistrofi, hiperkalemia, ensefalopati uremic, dan
pruritus (gatal) adalah komplikasi yang sering terjadi
d. Penurunan pembentukan eritropoietin dapat menyebabkan sindrom anemia
kardiorenal, suatu trias anemia yang lama, penyakit kardiovaskular, dan
penyakit ginjal yang akhirnya menyebabkan peningkatan morbiditas dan
mortalitas
e. Dapat terjadi gagal jantung kongestif
f. Tanpa pengobatan terjadi koma dan kematian
3. Penatalaksaaan
a. Tujuan penatalaksanaan nutrisi pada penyakit ginjal kronis (PGK):
1) Memperbaiki fungsi ginjal
2) Mengatasi faktor infeksi dan meningkatkan sistem kekebalan
3) Mengendalikan faktor resiko dan pencetus.
4) Mengendalikan laju katabolisme /penurunan berat badan.
5) Menetapkan standar optimal pemberian energi, protein dan mikronutrien
b. Kebutuhan kalori
Berdasarkan pedoman dari ESPEN, asupan kalori pada pasien sebesar 35
kkal/kgBB/hari menyebabkan perbaikan keseimbangan nitrogen dan direkomendasikan
pada pasien dengan berat badan ideal ±10%. Pasien dengan gizi kurang maupun gizi
lebih perlu disesuaikan kebutuhan kalorinya. Jika pasien tidak dapat mencapai
kebutuhan kalorinya via oral meskipun telah diterapi edukasi gizi medis dan diberikan
suplemen nutrisi oral maka nutrisi diberikan via jalur enteral. Formula enteral standar
diberikan dalam waktu singkat pada pasien PGK dengan gizi kurang. Jika jalur enteral
dipertahankan > 5 hari maka diberikan formula khusus untuk pasien gagal ginjal.
K/DOQI merekomendasikan asupan kalori sebesar 35 kkal/kgBB/hari pada pasien
berusia < 60 tahun dan sebesar 30-35 kkal/kgBB/hari pada pasien berusia > 60 tahun
atau obesitas.
c. Kebutuhan protein
Berdasarkan pedoman ESPEN, kebutuhan protein yang direkomendasikan pada pasien
yang stabil sebesar 0,55-0,60 gr/kgBB/hari pada pasien dengan GFR 25-70 ml/menit
dan 2/3 jumlah proteinnya bernilai biologik tinggi. Sedangkan pada pasien dengan
GFR< 0,8 g/kgBB/hari tidak berefek negatif terhadap indikator antropometri dan
biokimia. Kebutuhan protein pasien PGK tanpa dialisis: GFR 25-70 mL/menit adalah
0,6 g/kgBB/hari, sedangkan padapsien dengan GFR < 25 mL/menit : 0,6 g/kgBB/hari
adalah 0,3 g/kgBB/hari. Kebutuhan protein pasien PGK dengan hemodialisis adalah
1,2-1,4 g/kgBB/hari, sedangan pada CAPD adalah 1,2 - 1,5 g/kgBB/hari.
d. Kebutuhan mikronutrien
1) Natrium
Asupan natrium yang berlebihan dihubungkan dengan progresifitas PGK melalui
mekanisme peningkatan tekanan darah, retensi cairan, proteinuria, inflamasi, stres
oksidatif dan disfungsi endotel. Restriksi natrium bermanfaat dalam pengendalian
hipertensi dan proteinuria. Natrium juga memiliki efek langsung terhadap kekakuan
pembuluh darah, tanpa melalui mekanisme peningkatan tekanan darah, dan
kekakuan pembuluh darah dapat dikurangi dengan diet rendah natrium. Kebutuhan
natrium harian pasien PGK adalah < 2300 mg (100 mmol).
2) Kalium, fosfat, dan cairan
Berdasarkan pedoman dari NKF (National Kidney Foundation), asupan kalium
yang direkomendasikan ditentukan berdasarkan produksi urin pasien. Semakin
berat stadium PGK maka semakin besar retensi kalium dalam tubuh. Selain itu
NKF juga merekomendasikan asupan fosfat sebesar 800-1000 mg/hari atau < 17
mg/BBI/hari dan asupan kalsium ≤ 2 g/hari. Asupan kalsium yang dianjurkan oleh
ADA adalah < 2 g/hari. Asupan cairan yang direkomendasikan dari beberapa
pedoman adalah 2-2,5 L/hari untuk pasien PGK stadium awal (stadium 1-3),
namun asupan cairan perlu disesuaikan/dikurangi jika terjadi edema. Sedangkan
untuk pasien PGK stadium 4-5 perlu dibatasi. Berdasarkan pedoman ANZRGT
asupan cairan untuk pasien PGK stadium 5 adalah 500 mL ditambah dengan
produksi urin. Asupan cairan dalam makanan juga turut diperhitungkan.
4. Serat
Asupan serat yang cukup pada pasien PGK dapat menurunkan kadar ureum dan
kreatinin secara signifikan. Kebutuhan serat harian perlu dipenuhi pada pasien PGK.
Sumber (Kemenkes No. HK 01.07)
5. Nutrisi Parenteral Intradialitik (NPID)
Pasien PGK yang menderita malnutrisi memerlukan protein dan energi yang lebih
tinggi, apabila asupan tidak adekuat diperlukan suplemen nutrisi oral. Pemberian
nutrisi via Nasogastric Tube (NGT) dan nutrisi parenteral intradialitik (NPID) atau
nutrisi intra-peritoneal perlu dipertimbangkan pada pasien dialisis yang memerlukan
dukungan nutrisi yang adekuat. NPID dipakai bila pemberian nutrisi oral dan enteral
dinilai gagal. Pada pasien malnutrisi pemberian NPID direkomendasikan apabila
asupan nutrisi oral/ enteral kurang dari 0,8 g protein/kgBB ideal/hari dan <20
kkal/kgBB ideal/hari. Regimen yang biasanya diberikan terdiri dari kombinasi lemak,
glukosa, dan asam amino atau peptida. Volume total yang diberikan setiap sesi
dialisis sekitar 1000 ml yang mengandung 2000 sampai 7000 kJ (500 sampai
1.750 kkal) dan 45 hingga 60 gr protein.
B. KONSEP HEMODIALISIS
1. Definisi Hemodialisis
Hemodialisis berasal dari kata hemo (darah) dan dialisis (pemisahan atau filtrasi).
Hemodialisa berarti proses pembersihan darah dari zat-zat sampah melalui proses
penyaringan diluar tubuh. Hemodialisa menggunakan ginjal buatan mesin dialisis.
Hemodialisa dikenal secara awam denngan istilah cuci darah (Yasmara D, dkk. 2016).
Dialyzer atau filter, memiliki dua bagian, satu untuk darah dan satu untuk cairan cuci
yang disebut dialisat. Sebuah membran tipis memisahkan dua bagian ini. Sel darah,
protein dan hal-hal penting lainnya tetap dalam darah karena ukuran molekulnya terlalu
besar untuk melewati membran, sedangkan produk limbah yang berukuran lebih kecil di
dalam darah (seperti urea, kreatinin, kalium dan cairan yang berlebih) dapat melewati
membrn dan dikeluarkan (Yasmara D, dkk. 2016). Hemodialisa merupakan suatu metode
untuk mengeluarkan cairan yang berlebihan dan toksin saat darah pasien bersikulasi
melalui ginjal buatan (alat dialisis/dialyzer). Proses difusi memindahkan zat terlarut
(misalnya kelebihan kalium) dari darah melintasi membrane semipermeabel (filter alat
dialisi) ke dalam dialisat untuk ekskresi dari tubuh (Hurst M, 2015). Hemodialisa adalah
suatu teknologi tinggi sebagai terapi pengganti untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme
atau racun tertentu dari peredaran darah manusia seperti air, natrium, kalium, hidrogen,
uream, kreatinin, asam urat, dan zat-zat lain melalui membran semi permeabel sebagai
pemisah darah dan cairan dialisat pada ginjal buatan dimana terjadi proses difusi, osmosis
dan ultra filtrasi (Smeltzer & Bare, 2018).
2. Indikasi Hemodialisis
Menurut Yasmara D, dkk (2016) hemodialisa perlu dilakukan jika ginjal tidak
mampu lagi membuang cukup limbah dan cairan dari darah untuk menjaga tubuh tetap
sehat. Hal ini biasanya terjadi ketika fungsi ginjal hanya tinggal 10-15%. Klien mungkin
mengalami beberapa gejala, seperti mual, muntah, bengkak dan kelelahan. Namun, jika
gejala tersebut tidak dialami klien, tingkat limbah dalam daah masih tinggi dan mungkin
menjadi racun bagi tubuh, dokter akan memberi tahu kapan dialisis harus dimulai.
Ada sejumlah indikasi yang membuat dialisis harus dilakukan pada pasien yang
mengalami gagal ginjal akut atau penyakit ginjal stadium akhir. Indikasi tersebut
mencakup perikarditis atau pleuritis (indikasi mendesak), ensefalopati uremik atau
neuropati progresif (dengan tandatanda seperti kebingungan, asteriksis, tremor, mioklonus
multifokal, pergelangan tangan atau kaki layuh atau dalam kasus yang parah timbul
kejang (indikasi mendesak), seorang yang mengalami perdarahhan diatesis kurang
responsif terhadap obat antihipertensi dan gangguan metabolik persisten yang sukar
disembuhkan dengan terapi medis (seperti hiperkalemia, asidosis metabolik,
hiperkalsemia, hipokalsemia, hiperfosfatemia, mual dan muntah persisten, BUN >40
mmol/liter, kreatinin >900). PGK stage 5 dengan LFG < 15 ml/mnt/1,73 m2.
3. Proses Hemodialisis
Menurut (Smeltzer, Bare, Hinkle, & Cheever, 2010) dalam kegiatan hemodialisa terjadi 3
proses utama, yaitu sebagai berikut :
a. Proses Difusi Dalam proses difusi, bahan terlarut akan berpindah ke dialisat karena
perbedaan kadar di dalam darah dan di dalam dialisat. Semakian tinggi perbedaan
kadar dalam darah maka semakin banyak bahan yang dipindahkan ke dalam dialisat.
b. Proses Ultrafiltrasi Proses ultrafiltrasi adalah proses berpindahnya air dan bahan
terlarut karena perbedaan tekanan hidrostatis dalam darah dan dialisat.
c. Proses Osmosis Proses osmosis merupakan proses berpindahnya air karena tenaga
kimia, yaitu perbedaan osmolaritas darah dan dialisis.
4. Komplikasi Hemodialisis
Menurut Yasmara D, dkk (2016) koplikasi yang paling umum selama perawatan
hemodialisa adalah hipotensi (20-30%), kram otot (5- 20%), mual-muntah (5-15%), sakit
kepala (5%), febris sampai meninggal (<1%).
a. Hipotensi
Hipotensi intradialisis merupakan efek samping yang paling umum terjadi pada saat
hemodialisa. Ada dua mekanisme patogensis hipotensi intradialisis, pertama adalah
kegagalan untuk menjaga volume plasma pada tingkat optimal dan yang kedua adalah
kelainan kardiovaskular. Hipotensi intradialisis bisa disertai dengan gejala seperti
kram, mual, muntah, kelelahan yang berlebihan dan kelemahan atau mungkin tidak
menunjukkan gejala sama sekali.
b. Sakit kepala
Keluhan sakit kepala sering ditemukan selama hemodialisa dan penyebabnya belum
diketahui secara pasti. Faktor pemicu sakit kepala mungkin hipertensi, hipotensi,
tingkat rendah natrium, penurunan osmolaritas serum, tingkat rendah renin plasma,
sebelum dan sesudah dialisis nilai BUN dan rendahnya tingkat magnesium.
c. Nyeri dada
d. Hipoksemia
Selama hemodialisa, PaO2 turun menjadi sekitar 10-20 mmHg. Penurunan tersebut
tidak menyebabkan masalah klinis yang signifikan pada pasien yang mengalami
oksigenasi normal, tetapi dapat menghasilkan bencana pada mereka yang memiliki
kadar oksigen yang rendah
e. Pruritus
Pasien yang menjalani hemodialisa mengalami gatal-gatal pada kulit yang semakin
memburuk selama taua segera setelah hemodialisa. Walaupun penyebab pastinya tidak
diketahui, diduga faktor yang menyebabkannya adalah kulit kering (xerosis), deposit
kristal kalsium-fosfor (hiperparatiroidisme), alergi terhadap obat (ETO dan heparin)
dan pelepasan histamin dari sel induk.
f. Kram otot
Kram otot selama hemodialisa umum terjadi. Meskipun kram sebagaian besar terlihat
di eksteremitas bawah, tetapi dapat terjadi juga di perut, lengan dan tangan.
Metabolisme otot dibawah normal dianggap sebagai faktor yang paling penting yang
menyebabkan terjadinya kram. Oleh sebab iu, hipotensi, hiponatremia, hipoksia
jaringan diduga menyebabkan terjadinya kram otot.
g. Anemia
Tidak memiliki cukup sel darah merah adalam darah adalah komplikasi umum dari
gagal ginjal dan hemodialisa. Gagal ginjal mengurangi produksi hormon yang disebut
eritropoietin, yang merangsang pembentukan sel darah merah. Pembatasan diet,
penyerapan zat besi yang buruk, tes darah secara sering atau kehilangan zat besi dan
vitamin akibat hemodialisa dapat berkontribusi juga terhadap terjadinya anemia.
C. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
b. Keluhan utama
Klien dengan hemodialisis biasanya mengeluhkan: Lemas, pusing, gatal, baal-baal,
bengkak-bengkak, sesak, kram, BAK tidak lancar, mual, muntah, tidak nafsu makan,
susah tidur, berdebar, mencret, susah BAB, penglihatan tidak jelas, sakit kepala, nyeri
dada, nyeri punggung, susah berkonsentrasi, kulit kering, pandangan gelap, nyeri otot,
nyeri pada penusukkan jarum, rembes pada akses darah, keringat dingin, batuk
berdahak/tidak.
c. Riwayat penyakit sekarang
Riwayat Pengembangan Keluhan Utama dengan perangkat PQRST dan pengaruhnya
terhadap aktivitas sehari-hari
d. Riwayat penyakit dahulu
Menanyakan adanya riwayat infeksi saluran kemih, infeksi organ lain, riwayatkencing
batu/obstruksi, riwayat konsumsi obat-obatan, jamu, riwayat trauma ginjal, riwayat
penyakit endokrin, riwayat penyakit kardiovaskuler, riwayat darah tinggi, riwayat
kehamilan, riwayat dehidrasi, riwayat trauma.
e. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum pasien
Keadaan umum klien pucat. Ini umumnya diakibatkan oleh berkurangnya volume
darah, berkurangnya hemoglobin, dan vasokontriksi untuk memperbesarpengiriman
oksigen ke organ vital. Karena faktor-faktor seperti pigmentasi kulit, suhu dan
kedalaman serta distribusi kapiler,memengaruhi warna kulit bukan merupakan
indeks pucat yang dapat diandalkan. Warna kuku, telapak tangan,dan membran
mukosa bibir serta konjungtiva dapat digunakan lebih baik guna meilai kepucatan.
2) B1 (Breathing)
Dispnea (kesulitan bernapas), nafas pendek, dan cepat lelah waktu melakukan
aktifitas jasmani merupakan manifestasi berkurangnya pengiriman oksigen.
3) B2 (Blood)
Takikardi dan bising jantung menggambarkan beban kerja dan curah jantung yang
meningkat, pucat pada kuku, telapak tanan, serta membran mukosa bibir dan
konjungtiva.keluhan nyeri dada bila melibatkan arteri koroner.
4) B3 (Brain)
Disfungsi neurologis, sakit kepala, pusing kelemahan, dan tinitus (telingan
berdengung).
5) B4 (Bladder)
Gangguan ginjal,penurunan produksi urine.
6) B5 (Bowel)
Penurunan intake nutrisi disebabkan karena anoreksia, nausea, konstipasi atau diare,
serta stomatitis (sariawan lidah dan mulut)
7) B6 (Bone)
Kelemahan dalam melakukan aktivitas.
2. Diagnosa Keperawatan
3. Rencana Keperawatan
Rencana Keperawatan ini sesuai dengan (SIKI, 2017) serta tujuan dan kriteria hasilsesuai
dengan (SLKI, 2017)
1) Gangguan Pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
Tujuan: setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1x4 jam, maka pertukaran
gas meningkat
Luaran Utama Pertukaran gas (L.01003) 1. Dyspnea menurun
2. Tidak adanya
bunyi napas
tambahan
3. PCO² dan PO² membaik
Luaran Tambahan Respon ventilasi mekanik 1. Tingkat
(L.01005) kesadaran
meningkat
2. Saturasi oksigen
meningkat
3. Sekresi jalan nafas
menurun
Konservasi energi 1. Teknik konservasi
(L.05040) energy meningkat
2. Teknik pernapasan
yang efektif meningkat
3. Strategi untuk
menyeimbangkan
aktivitas dan istirahat
Rencana Tindakan
Rencana tindakan Gangguan perukaran gas
No Intervensi Rasional
1 Pemantauan respirasi (I. 01014) a. Memantau frekuensi,
irama dan upaya
a. Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan
napas
upaya napas
b. Memantau adanya
b. Monitor adanya sumbatan jalan napas
sumbatan dijalan
c. Monitor saturasi oksigen
napas
d. Auskultasi bunyi napas c. Memantau saturasi
oksigen klien
e. Atur interval pemantauan respirasi
d. Mengetahui kedalaman
sesuai kondisi pasien
bunyi napas
e. Mengatur pemantauan
meningkat
Luaran Tambahan Perfusi renal (L. 02013) 1. Jumlah urin meningkat
2. Kadar urea
nitrogen darah
membaik
3. Kadar kreatinin plasma
membaik
Keseimbangan asam basa 1. Kadar pH membaik
(L. 04034)
2. Frekuensi napas
membaik
3. Kadar CO2 membaik
Rencana tindakan hipervolemia
No Intervensi Rrasional
1 Manajemen hypervolemia (I. 03114) Manajemen hypervolemia (I. 03114)
Tujuan: setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1x24 jam, maka status
nutrisi membaik.
Luaran Utama Status nutrisi (L. 03030) 1. Bising ususmembaik
2. Nyeri abdomen
menurun
3. Membrane mukosa
membaik
meningkat
Rencana tindakan defisit nutrisi
No Intervensi Rasional
1. Manajemen nutrisi (I. 03119) Manajemen nutrisi (I. 03119)
penyembuhan
2. Pemantauan Cairan (I. 03121) Pemantauan Cairan (I. 03121 hal 238)
Tujuan: setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1x4 jam, maka perfusi
perifer meningkat.
Luaran Utama Perfusi Perifer (L. 02012) 1. Denyut nadi perifer
meningkat
2. Warna kulit pucat menurun
3. Akral dan turgor
kulit membaik
Luaran Status Sirkulasi (L. 02016) 1. CRT < 2 detik
No Intervensi Rasional
1. Perawatan Sirkulasi (I. 02079) a. Mengetahui status sirkulasi
perifer
a. Periksa sirkulasi perifer
b. Mengetahui pencetus
b. Identifikasi faktor risiko
ganggan sirkulasi
gangguan sirkulasi
c. Meminimalisir terjadinya
c. Hindari pemasangan
phlebitis pada perifer
infus/pengambilan darah vena di
d. Mengurangi lemak jenuh
area keterbatasan perifer
yang dapat mengganggu
d. Anjurkan program diet untuk
sirkulasi perifer
memperbaiki sirkulasi
e. Meminimalkan terjadinya
e. Anjurkan minum obat antihipertensi
hipertensi
secara teratur
2. Manajemen Syok Kardiogenik (I. 02051) a. Memantau frekuensi dan
kekuatan nadi serta
a. Monitor status kardiopulmonal
MAP
b. Monitor tingkat kesadaran dan
b. Mengetahui tingkat kesadaran
respon pupil
c. Mengetahui jika
c. Monitor rontgen dada
adanya kardiomegali
d. Pasang IV line
d. Memberikan cairan/obat
e. Kolaborasi pemberian antiaritmia,
melaliui vena
jika perlu
e. Pemberian obat antiaritmia
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
Kasus
Ny. D umur 57 tahun dilakukan hemodialisa 2x seminggu setiap Senin dan Kamis akses AV-
Shunt, saat dilakukan pengkajian, keadaan umum lemah, GCS 4-5-6 Composmentis, Pupil isokor,
TTV: TD 120/80 mmHg, Nadi: 70x/menit Reguler, RR 18x/menit, suhu 36,5 oC,, RH -/-, WH -/-,
SpO2 99% tanpa oksigen, CRT < 2detik, berat badan kering 33 kg, berat badan pre HD 34 kg,
IDWG 1kg, IMT 15,1 , LILA 18 cm, kulit kering dan bersisik, pasien mengatakan tidak nafsu
makan 1-2x sehari pasien hanya mampu menghabiskan ½ porsi, pasien juga mengatakan badan
terasa lemas, Prodiksi Urine +/- 200 cc/24 jam, warna kuning jernih, BAK spontan, Bab normal 1x
sehari, Bising Usus Normal 15x/menit, tidak ada edema, pergerakan sendi extermitas atas bebas,
ekstermitas bawah terbatas, aktivitas dibantu keluarga, pasien menggunakan kursi roda, kekuatan
otot :
5 5
4 4
Data lab pasien: Albumin 3,67 g/dL, Serum Iron (S I) 44.0 ug/dl, Hb 10,6 g/dl
1. Pengkajian
Biodata :
Nama: Ny. D
Usia: 57 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
a. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama:
Pasien mengatakan tidak nafsu makan
2. Riwayat Penyakit Sekarang:
CKD st V HD regular setiap Senin dan Kamis.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Diabetes Melitus + Hipertensi
4. Genogram
Keterangan genogram:
Laki-laki
Perempuan
Klien
Meninggal
Cerai
Garis pernikahan
Garis keturunan
b. Pemeriksaan Fisik
1. Kondisi umum
Kondisi umum pasien lemas, kulit kering dan bersisik. TD 120/80 mmHg, Nadi
70x/menit, RR 18x/menit, Suhu 36,5, BB kering 33 kg, BB pre HD 34 kg
2. Breathing
RR 18 x/menit, RH -/-, WH -/-. SpO2 99% tanpa oksigen,
3. Blood
TD 120/80 mmHg, Nadi 70x/menit Reguler, CRT <2 detik.
4. Brain
GCS 4-5-6 Composmentis, pupil isokor
5. Bladder
Prodiksi Urine +/- 200 cc/24 jam, warna kuning jernih, BAK spontan.
6. Bowel
Pasien merasa tidak nafsu makan, Bab normal 1x sehari, Bising Usus Normal 15x/menit
C (Clinical Sign)
Pasien lemas, tampak pucat, kulit kering dan bersisik
D (Diit)
Pasien mengatakan tidak nafsu makan. Makan 1-2 kali sehari hanya mampu
menghabiskan setengah porsi
7. Bone
Pasien tampak lemas dalam melakukan aktivitas, tidak ada edema, pergerakan sendi
extermitas atas bebas, ekstermitas bawah terbatas, pasien menggunakan kursi roda,
aktivitas dibantu keluarga, kekuatan otot :
5 5
4 4
c. Pemeriksaan Penunjang
Albumin 3,67 g/dL, Serum Iron (S I) 44.0 ug/dl, Hb 10,6 g/dl
2. Diagnosa Keperawatan:
a. (SDKI D.0019) Defisit nutrisi berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolisme
ditandai dengan pasien tidak nafsu makan, makan 1-2 kali sehari hanya mampu
menghabiskan setengah porsi
rencana
ambulasi sesuai
dengan
kebutuhan
2. Kolaborasi
dengan dokter
untuk pemberian
obat-obatan,
suplemen dan
kalsium
Edukasi :
1. Jelaskan tujuan
prosedur
ambulasi
2. Ajarkan
ambulasi
sederhana yang
harus dilakukan
3. Anjurkan
melakukan
mobilisasi dini
4. Analisa Data
No. Data Penyebab Masalah
1. DS: PGK st V Defisit Nutrisi
D.0019
Pasien mengatakan tidak nafsu
Toksik uremik
makan. Makan 1-2 kali sehari hanya
mampu menghabiskan setengah porsi Hiperkatabolisme
DO:
Degradasi sel
Pasien lemas, pasien tampak anemis,
kulit kering dan bersisik anoreksia
BB kering 33 kg
BB pre HD 34 kg Malnutrisi
LILA 18 cm
IMT 15,1
Albumin 3,67 g/dL
Serum Iron (S I) 44.0 ug/dl,
Hb 10,6 g/dl
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawata Indonesia:
Definisi dan Indikator Diagnostik Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2017. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Tindakan Keperawatan Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2017. Standar Luaran Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.