Anda di halaman 1dari 47

LATIHAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN NY.D DENGAN DIAGNOSA MEDIS “CKD STAGE V HD


REGULER” DENGAN KOMPLIKASI “MALNUTRISI” DI INSTALASI DIALISIS RSUD Dr.
SOETOMO SURABAYA

KELOMPOK IV

1. Suprayogi Pranatagama, Amd., Kep


2. Shinta Yosima Kalangit, S.Kep., Ners
3. Febri Astiti, S.Kep., Ners
4. Yum Sulianti, Amd., Kep
5. Windy Arie Praherdra, Amd., Kep
6. Sri Wahyudihono, S.Kep., Ners

PELATIHAN DIALISIS BAGI PERAWAT

DI RUMAH SAKIT DAN KLINIK KHUSUS

DIALISIS 2023-2024
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah S.W.T yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami mampu menyelesaikan tugas pembuatan dan penyusunan
Latihan kasus yang berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN NY.D DENGAN DIAGNOSA MEDIS
CKD STAGE V HD REGULER DENGAN KOMPLIKASI “MALNUTRISI” DI INSTALASI
DIALISIS RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA” untuk memenuhi tugas Pelatihan perawat dialisis
bagi perawat di rumah sakit dan klinik khusus dialisis. Bersama dengan ini kami juga mengucapkan
banyak-banyak terima kasih kepada semua pihak-pihak yang telah terlibat berpartisipasi dan juga
membantu kami dalam pembuatan dan penyusunan laporan seminar kasus ini. Semoga laporan seminar
kasus ini dapat banyak membantu dan bermanfaat bagi kita semua.
Tugas pembuatan dan penyusunan Latihan kasus kami ini tentu saja masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, segala kritik dan saran kami terima dengan lebar dan lapang dada demi
perbaikan dan penyempurnaan tugas pembuatan dan penyusunan laporan seminar kasus ini untuk
menjadi sebuah laporan kasus yang jauh lebih baik dan juga untuk pembelajaran bagi kami dan Anda
dalam menyelesaikan tugas-tugas laporan kasus lain di kemudian hari.

Surabaya,

Kelompok IV
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ginjal merupakan organ tubuh yang sangat penting dalam sistem ekskresi dan sekresi,
apabila ginjal gagal melaksanakan fungsinya, maka akan terjadi kerusakan pada pembuluh
ginjal sehingga ginjal tidak bisa mempertahakan keseimbangan cairan dan zat- zat kimia di
dalam tubuh. Zat kimia akan masuk kedalam tubuh dan menimbul kan penyakit gagal ginjal
(Rahayu et al., 2019). Penyakit gagal ginjal adalah salah satu penyakit yang tidak menular pada
orang lain. Jumlah pasien yang dirawat karena menderita gagal ginjal kronik secara global
diperkirakan sebanyak 3.010.000 orang pada tahun 2012 (ESRD,2012). Dan di Amerika pada
tahun 2012 jumlah pasien GGK sebanyak 114.814 orang dan sebanyak 102.277 pasien GGK
yang menjalani hemodialisis. Indonesia termasuk negara dengan tingkat penderita GGK yang
cukup tinggi. Menurut Indonesia Renal Registry (IRR) pada tahun 2011 diIndonesia terdapat
15.353 pasien yang baru menjalani hemodialisis (HD) dan terjadi peningkatan sebanyak 4.268
pasien di tahun 2012.

Bagi penderita gagal ginjal kronis, cuci darah atau hemodialisa adalah terapi pengganti
ginjal yang banyak dipilih penderita gagal ginjal kronis tetapi tidak menghilangkan
penyakitnya. Banyak dari pasien hemodialisa dalam menjalani program rejimen pengobatan
yang komplek, mengalami kesulitan untuk mengelola cairan dan pembatasan diet yang
mengakibatkan tingginya resiko kematian serta peningkatan biaya pelayanan kesehatan (Siener,
2021). Tindakan hemodialisa dilakukan untuk mengeluarkan zat-zat toksin, cairan yang
berlebihan dan zat gizi yang sebenarnya masih dibutuhkan tubuh. Oleh karena itu penderita
gagal ginjal kronis yang mengikuti terapi hemodialisa mudah mengalami malnutrisi. Malnutrisi
merupakan kondisi yang dapat mengakibatkan morbiditas dan mortalitas pada penderita gagal
ginjal kronis yang mengikuti hemodialisa selain kelebihan cairan. Sejalan dengan penelitian
(Setiawan,2023) menyatakan pasien hemodialisa sering gagal mengikuti diet dan mengelola
cairan sehingga mengurangi efektivitas perawatan dan menyebabkan perkembangan penyakit
tidak terduga dan kemungkinan besar terjadi komplikasi.

Nutrisi merupakan proses pemasukan dan pengolahan zat makanan oleh tubuh yang
bertujuan menghasilkan energi dan di gunakan dalam aktivitas tubuh (Nurarif, 2015).
Nutrisi adalah zat -zat gizi dan zat lain yang berhubungan dengan kesehatan dan
penyakit, termasuk keseluruhan proses dalam tubuh manusia untuk menerima makanan atau
bahan-bahan dari lingkungan hidupnya dan menggunakan bahan-bahan tersebut untuk aktivitas
penting dalam tubuhnya serta mengeluarkan sisanhya.nutrisi dapat di katakan sebagai ilmu
tentang makanan, zat-zat gizi dan zat lain yang terkandung, aksi, reaksi dan keseimbangan
yang berhubungan dengan kesehatan dan penyakit (Rahayu, 2015).
Malnutrisi adalah kekurangan, kelebihan atau keseimbangan dalam asupan energi
maupun nutrisi seseorang. Malnutrisi dapat terjadi ketika seseorang memiliki terlalu banyak
atau terlalu sedikit makanan dan nutrisi penting dalam tubuhnya (WHO).
Malnutrisi secara terminologi berarti gizi salah, sehingga dalam perkembangannya
bukan hanya kasus kekurangan gizi saja yang perlu mendapat perhatian, akan tetapi kasus gizi
lebih dan obesitas pun mendapat perhatian (Dewan danWiding, 2023).
- Komponen – komponen Nutrisi :
Nutrien memiliki enam komponen utama, yaitu karbohidrat, lemak, protein, air, vitamin,
dan mineral.
1. Karbohidrat
Karbohidrat merupakan sumber energi utama dalam diet. Tiap gram karbohidrat
menghasilkan 4 kilokalori (kkal). Karbohidrat terutama diperoleh dari tumbuhan,
kecuali laktosa (gula susu). Karbohidrat diklasifikasikan menurut unit atau sakarida.
Monosakarida, seperti glukosa (dekstrosa) atau fruktosa tidak dapat dipecah menjadi
unit gula yang lebih dasar. Disakarida seperti sukrosa, laktosa, dan maltose dibentuk dari
banyak unit gula. Mereka tidak dapat dilarutkan dalam air dan dicerna untuk beragam
tingkatan (Potter & Perry, 2006). Dalam mendapatkan jumlah karbohidrat yang cukup
maka dapat diperoleh dari susu, padi-padian, buah-buahan, sirup, sukrosa, tepung, dan
sayu- sayuran (Hidayat, 2006).

2. Lemak
Lemak merupakan zat gizi yang berperan dalam pengangkut vitamin A, D, E, K yang
larut dalam lemak. Menurut sumbernya lemak berasal dari nabati dan hewani. Lemak
nabati mengandung lebih banyak asam lemak tak jenuh seperti terdapat pada kacang-
kacangan, kelapa dan lain-lainnya. Sedangkan Lemak hewani banyak mengandung asam
lemak jenuh dengan rantai panjang seperti pada daging sapi, kambing dan lainnya
(Hidayat, 2006).
3. Protein
Protein merupakan zat gizi dasar yang berguna dalam pembentukan protoplasma sel.
Selain itu tersedianya protein dalam jumlah yang cukup, penting untuk pertumbuhan dan
perbaikan sel jaringan serta sebagai larutan untuk keseimbangan osmotik. Protein ini
terdiri dari 24 asam amino, diantaranya 9 asam amino esensial (yang tidak dapat dibuat
didalam tubuh, sehingga harus didatangkan dari luar) dan selebihnya asam amino non-
esensial (Pudjiadi, 2001).
4. Air
Air merupakan sebagian besar zat pembentuk tubuh manusia. Jumlah air sekitar 73%
dari bagian tubuh seseorang tanpa jaringan lemak (lean body mass). Air mempunyai
berbagai fungsi dalam proses vital tubuh, antara lain sebagai pelarut dan alat angkut zat-
zat gizi, katalisator berbagai reaksi biologi sel, pelumas cairan sendi-sendi tubuh,
fasilitator pertumbuhan, pengatur suhu, dan peredam benturan (Yuniasatuti, 2008).
5. Vitamin
Vitamin merupakan senyawa organik yang digunakan untuk mengkatalisator
metabolisme sel yang dapat berguna untuk pertumbuhan dan perkembanganserta dapat
mempertahankan organisme. Vitamin yang dibutuhkan antara lain vitamin A, B, B2,
B12, C, D, E, dan K. (Pudjiadi, 2001)
6. Mineral
Mineral merupakan komponen zat gizi yang tersedia dalam kelompok mikro yang
terdiri dari kalsium, klorida, kromium, kobalt, tembaga, flourin, iodium, besi,
magnesium, mangan, fosfor, kalium, natriun, sulfur, dan seng. Semuanya harus tersedia
dalam jumlah yang cukup (Hidayat, 2006).

- Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Nutrisi :


Beberapa faktor yang mempengaruhi kebutuhan nutrisi, diantaranya perkembangan, jenis
kelamin, kesehatan, dan umur.
1. Perkembangan
Individu yang sedang dalam masa pertumbuhan yang cepat (pada bayi & remaja)
memiliki kebutuhan nutrisi yang meningkat. Disisi lain, lansia memerlukan sedikitkalori
dan perubahan diet mengingat risiko penyakit jantung korononer, osteoporosis, dan
hipertensi.
2. Jenis Kelamin
Kebutuhan nutrisi berbeda bagi pria dan wanita karena komposisi tubuh dan fungsi
reproduksi. Masa otot yang lebih besar pada pria menjelaskan besarnya kebutuhan kalori
dan protein. Karena menstruasi, wanita memerlukan lebih banyak zat besi dibandingkan
pria sebelum menopause. Wanita hamil dan menyusui memiliki peningkatan kebutuhan
kalori dan cairan.
3. Kesehatan
Status kesehatan individu sangat memengaruhi kebiasaan makan dan status nutrisi. Gigi
tanggal, gigi goyang, atau sariawan mempersulit mengunyah makanan. Kesulitan
menelan (disfagia) akibat inflamasi tenggorokan yang menyakitkan atau karena struktur
esofagus dapat menghambat seseorang untuk mendapat nutrisi yang memadai (Kozier,
dkk. 2010).
4. Umur
Kebutuhan nutrisi pada usia muda lebih tinggi dari pada usia tua. Waktu lahir akan
meningkat kebutuhan nutrisi hingga umur dua tahun dan akan berangsur menurun untuk
meningkat lagi pada saat remaja (Almatsier, 2001).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka bagaimana Asuhan Keperawatan dengan


Malnutrisi Pasien Gagal Ginjal Kronik?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum penulisan ini adalah penulis dapat memberikan asuhan keperawatan pada
pasien penyakit ginjal kronik (PGK) dengan masalah Malnutrisi.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Melakukan pengkajian pada pasien PGK dengan masalah Malnutrisi.

2. Menegakkan diagnosa pada pasien PGK dengan masalah Malnutrisi.

3. Menyusun intervensi keperawatan pada pasien PGK dengan masalah Malnutrisi.

4. Melakukan implementasi keperawatan pada pasien PGK dengan masalah


Malnutrisi.

5. Melakukan evaluasi pada pasien PGK dengan masalah Malnutrisi.


1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Teoritis

1. Asuhan keperawatan ini diharapkan dapat menambah dan mengembangkan


pengetahuan bagi tenaga kesehatan khususnya perawat, mengenai asuhan
keperawatan Malnutrisi pada pasien Chronic Kidney Disease Stage V on
Hemodialisis.

2. Asuhan keperawatan ini diharapkan dapat digunakan sebagai gambaran untuk lebih
lanjut yang terkait dengan asuhan keperawatan Malnutrisi pada pasien Chronic
Kidney Disease Stage V on Hemodialisis.

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Asuhan keperawatan ini diharapkan dapat memberikan pertimbangan kepada


perawat dalam memberikan pelayanan asuhan keperawatan Malnutrisi pasien
Chronic Kidney Disease Stage V on Hemodialisis.

2. Asuhan keperawatan ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan sikap


kepada pasien dan keluarga terkait dengan Malnutrisi Chronic Kidney Disease Stage
V on Hemodialisis.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP DASAR CHRONIC KIDNEY DISEASE “CKD”


1. Definisi
Gagal Gagal Ginjal Kronis didefinisikan sebagai kerusakan fungsi ginjal yang
terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural maupun fungsional ginjal
dengan atau tanpa disertai penurunan laju filtrasi glomerulus (Glomerulus
Filtration Rate / GFR) dengan manifestasi kelainan pathologis atau terdapat
tanda-tanda kelainan ginjal, termasukkelainan dalam komposisi kimia darah, urin
atau kelainan pathologis atau terdapat tanda-tanda kelainan ginjal (Smeltzer &
Bare, 2015).
Gagal ginjal kronik adalah suatu proses dengan etiologi yang beragam
patofisiologis, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progressive, dan pada
umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya, pada suatu derajat yang
memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi
ginjal, gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan
fungsi ginjal yang ireversibel. Uremia adalah suatu sindrom klinik dan laboratorik
yang terjadi pada semua organ, akibatpenurunan fungsi ginjal pada penyakit ginjal
kronik pada semua organ (Suwitra, 2015).
Gagal ginjal yaitu ginjal kehilangan kemampuannya untuk mempertahankan
cairan tubuh dalam keadaan asupan makanan normal volume dan komposisi.
Biasanya dibagi menjadi dua kategori yaitu kronik dan akut gagal ginjal. Progresif
dan lambat pada setiap nefron Penyakit ginjal kronik merupakan perkembangan
gagal ginjal yang (biasanya berlangsung beberapa tahun dan tidak reversible).
Penyakit ginjal kronik seringkali berkaitan dengan penyakit kritis, dan biasanya
reversible bila pasien dapat bertahan dengan penyakit kritisnya dengan
berkembang cepatdalam hitungan beberapa hari hingga minggu. (Price & Wilson,
2006 dalamNanda Nic-Noc, 2015).
2. Etiologi
Penting dalam memperkirakan perjalanan klinis Gagal Ginjal Kronis (GGK)
dan penanggulangan Etiologi memegang peranan. Penyebab primer GGK juga
akan mempengaruhi manifestasi klinis yang akan sangat membantu diagnosa,
contoh: gout akan menyebabkan nefropati gout. Penyebab terbanyak GGK pada
dewasa ini adalah nefropati DM,glomerulonephritis, hypertension, penyakit ginjal
herediter seperti ginjal polikistik dan sindroma alport, uropati obstruksi, dan
interstisial nephritis (Irwan, 2018).
Sedangkan di Indonesia, penyebab GGK terbanyak adalah glomerulonefritis,
infeksi saluran kemih (ISK), batu saluran kencing, nefropati diabetik,
nefrosklerosis hipertensi, ginjal polikistik, dsb (Irwan, 2018).

3. Manifestasi Klinis
Tanda dan Gejala dari penyakit ginjal kronik menurut Smeltzer &Bare
tahun 2015 yaitu:
a. Kardiovaskuler: hipertensi, pitting edema (kaki, tangan, sakrum),edema
periorbital, friction rub pericardial, pembesaran vena leher
b. Integumen: warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering (bersisik),pruritus,
ekimosis, kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar
c. Pulmoner: krekels, sputum kental dan liat, napas dangkal, pernapasan
kussmaul.

d. Gastrointestinal: napas berbau ammonia, ulserasi dan perdarahan padamulut,


anoreksia (mual muntah), konstipasi dan diare, perdarahan dari saluran GI.
e. Neurologi: kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan
pada tungkai, rasa panas pada telapak kaki
f. Muskuloskeletal: kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang, foot drop
g. Reproduktif : amenore, dan atrofi testikuler.

4. Patofisiologi
Berdasarkan proses perjalanan penyakit dari berbagai penyebab seperti
penyebab prarenal, intra renal dan postrenal yang menyebabkan makerusakan
pada glomerulus dan pada akhirnya akan terjadi kerusakan nefron pada
glomerulus sehingga menyebabkan penurunan (Glomerulus Filtration Rate) GFR
dan berakhir menjadi Gagal Ginjal Kronis dimana ginjal mengalami gangguan
dalam fungsi ekskresi dan sekresi. Akibatrusaknya glomerulus, protein tidak dapat
disaring sehingga sering lolos kedalam urin dan mengakibatkan proteinuria.
Hilangnya protein yang mengandung albumin dan antibody yang dapat
mengakibatkan tubuh mudahterkena infeksi dan mengakibatkan penurunan aliran
darah (Silbernagl & Lang, 2015)
Normalnya, albumin berbentuk seperti spons yang berfungsi sebagai
pengatur cairan, menarik cairan ekstra dari tubuh dan membersihkannya didalam
ginjal. Ketika glomerulus mengalami kebocoran dan albumin dapatmasuk
kedalam urin, darah kehilangan kemampuannya dalam menyerap cairan ekstra
dari tubuh. Akibatnya cairan dapat menumpuk di rongga antar sel atau di ruang
interstisial yang mengakibatkan pembengkakan pada kedua ekstremitas atas dan
bawah, terutama ekstremitas bawah, pergelangan kaki, wajah, hingga bawah mata
(Silbernagl & Lang, 2015)
Ginjal juga kehilangan fungsinya dalam mengeluarkan produk sisa (sampah
dari tubuh) sehingga produk sampah tetap tertahan didalam tubuh.Produk sampah
ini berupa ureum dan kreatinin, dimana dalam jangka waktu panjang, penderita
dapat mengalami sindrom uremia yang dapat mengakibatkan pruritus kemudian
dapat mengakibatkan perubahan pada warna kulit. Sindrom uremia juga
mengakibatkan asidosis metabolik yang dapat meningkatkan produksi asam
didalam tubuh dan mengakibatkan penderita mengalami mual, muntah hingga
gastritis akibat iritasi lambung. Kelebihan komponen asam didalam tubuh juga
mengakibatkan penderita bernapas dengan cepat dan pernapasan yang dalam dan
lambat (kusmaul), serta dalam keadaan berat, dapat menyebabkan koma
(Silbernagl & Lang, 2015).
Ginjal juga mengalami penurunan dalam mengeksresikan kalium, sehingga
penderita mengalami hiperkalemia. Hiperkalemia dapat menyebabkan gangguan
ritme jantung, dimana hal ini berkaitan dengan keseimbangan ion –ion dalam
jaringan otot yang mengatur elektrofisiologi jantung. Pompa natrium kalium
berperan penting dalam menjaga keseimbangan proses bioelektrikal sel – sel pacu
jantung. Penghantaran listrik dalam jantung terganggu akibatnya terjadi
penurunan Cardiac Output (COP), sehingga mengakibatkan penurunan curah
jantung dan
terganggunya aliran darah ke seluruh tubuh (Smeltzer & Bare, 2015).
Ginjal juga mengalami penurunan dalam memproduksi hormon eritopoetin
dimana tugas dari hormone tersebut yaitu untuk merangsang sumsum tulang
belakang dalam memproduksi sel darah merah. Hal ini mengakibatkan produksi
sel darah merah yang mengandung hemoglobin menurun sehingga pasien
mengalami anemia. Sel darah merah juga berfungsi dalam mengedarkan suplai
oksigen dan nutrisi ke seluruh tubuh, maka ketika sel darah merah mengalami
penurunan, tubuh tidak mendapatkan oksigen dan nutrisi yang cukup sehingga
tubuh menjadi lemas, tidak bertenaga, dan sesak. (Smeltzer & Bare, 2015)

5. Penatalaksanaan
Pengkajian klinik menentukan jenis penyakit ginjal, adanya penyakit
penyerta, derajat penurunan fungsi ginjal, komplikasi akibat penurunan fungsi
ginjal, factor resiko untuk penurunan fungsi ginjal, dan factor risikountuk
penyakit kardiovaskular. Penatalaksanaan menurut (Huda, 2016) yaitu:
a. Terapi penyakit ginjal

b. Pengobatan penyakit penyerta

c. Penghambatan penurunan fungsi ginjal

d. Pencegahan dan pengobatan penyakit kardiovaskular

e. Pencegahan dan pengobatan komplikasi akibat penurunan fungsi ginjal

f. Terapi pengganti ginjal dengan dialysis atau transplantasi jika timbul gejala dan tanda
uremia.

Sedangkan menurut (Corwin, 2009) dalam Buku Saku Patofisiologi Ed.3, pengobatan
perlu dimodifikasi seiring dengan perburukan penyakit,yaitu:
a. Untuk gagal ginjal stadium 1, 2, dan 3 tujuan pengobatan adalah
memperlambat kerusakan ginjal lebih lanjut, terutama dengan membatasi
aspan protein dan pemberian obat-obat anti hipertensi. Inhibitor enzim
pengubah-angiotensin atau Angiotensin converting enzyme (ACE) terutama
membantu dalam memperlambat perburukan.
b. Renal anemia management period (RAMP), diajukan karena adanya
hubungan antara gagal jantung kongestif da anemia terkait dengan penyakit
gagal ginjal kronis. RAMP adalah batasan waktu setelah suatu awitan
penyakit ginjal kronis saat diagnosis dini dan pengobatan anemia
memperlambat progresi penyakit ginjal, memperlambat komplikasi
kardiovaskular, dan memperbaiki kualitas hidup. Pengobatan anemia
dilakukan dengan memberikan Recombinant human erythropoietin
(rHuEPO). Obat ini terbukti secara dramatis memperbaiki fungsi jantung
secara bermakna.
c. Pada stadium lanjut,terapi ditujukan untuk mengoreksi ketidakseimbangan
cairan dan elektrolit.
d. Pada penyakit stadium akhir, terapi berupa dialysis atau transplantasiginjal.
e. Pada semua stadium, pencegahan infeksi perlu dilakukan.

6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium seperti: pemeriksaan urin (volumenya biasanya<
400 ml/jam atau oliguria atau urin tidak ada/anuria, perubahan warna urin bisa
disebabkan karena ada pus/darah/bakteri/lemak/partikel koloid/miglobin, berat
jenis <1.015 menunjukkan gagal ginjal, osmolalitas <350 menunjukkan
kerusakan tubular), pemeriksaan kliren kreatinin mungkin agak turun,
pemeriksaan natrium, pemeriksaan protein, dan pemeriksaan darah (kreatinin, sel
darah merah, Hitung darah lengkap, glukosa darah acak) Pemeriksaan radiologi
terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi ginjal, biopsy ginjal, endoskopi ginjal,
Elektrokardiogram (EKG), Kidney ureter bladder (KUB) foto (untuk
menunjukkan ukuran ginjal), arteriogram ginjal (mengkaji sirkulasi ginjal dan
mengidentifikasi ekstravaskuler, massa), pyelogram retrogad (untuk menunjukkan
abnormalitas pelvis ginjal), sistouretrogram (berkemih untuk menunjukkanukuran
kandung kemih, refluk kedalam ureter, dan retensi) (Nuari, 2017).

7. Komplikasi
Komplikasi yang dapat muncul menurut (Corwin, 2009) antara lain:
a. Pada gagal ginjal progresif, terjadi beban volume, ketidakseimbangan
elektrolit, asidosis metabolic, azotemia, dan uremia
b. Pada gagal ginjal stadium 5 (penyakit stadium akhir), terjadi azotemia dan
uremia berat. Asidosis metabolic memburuk, yang secara mencolok
merangsang kecepatan pernafasan
c. Hipertensi, anemia, osteodistrofi, hiperkalemia, ensefalopati uremic, dan
pruritus (gatal) adalah komplikasi yang sering terjadi
d. Penurunan pembentukan eritropoietin dapat menyebabkan sindrom anemia
kardiorenal, suatu trias anemia yang lama, penyakit kardiovaskular, dan
penyakit ginjal yang akhirnya menyebabkan peningkatan morbiditas dan
mortalitas
e. Dapat terjadi gagal jantung kongestif
f. Tanpa pengobatan terjadi koma dan kematian

8. WOC (Penurunan Fungsi Nefron)


9. WOC ON HD
10. Diagnosis
Diagnosis malnutrisi ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan antropometri.
a. Anamnesis
Anamnesis yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis malnutrisi yaitu:
1. Riwayat asupan makanan sebelum dan selama dirawat di rumah sakit
2. Asupan makanan dalam 24 jam, perubahan konsistensi makanan
3. Ada tidaknya penurunan berat badan
b. Pemeriksaan antropometri
Pemeriksaan antropometri yang dapat dilakukan pada pasien yang masuk ke rumah
sakit yaitu:
1. Pengukuran berat badan
2. Pengukuran tinggi badan/panjang badan
3. Indeks massa tubuh (IMT)
4. Pengukuran lingkar lengan atas (LLA)
5. Pengukuran tebal lipatan kulit (TLK)
6. Pengukuran komposisi tubuh dengan BIA (Bioelectrical Impedance Analysis)
7. Fat free mass index (FFMI). Malnutrisi jika Fat free mass index (FFMI) < 15 kg/m2
untuk perempuan atau FMMI < 17 kg/m2 untuk laki – laki.
8. Malnutrition inflammation Score (MIS)
9. Subjective Global Asessment (SGA)

Untuk menegakkan diagnosis malnutrisi di rumah sakit pemeriksaan antropometri yang


paling mudah dan sering di lakukan adalah pemeriksaan IMT dan LLA.
Klasifikasi status gizi untuk kekurangan energi protein (KEP)
Klasifikasi IMT (kg/m2)
KEP tingkat 1 (gizi kurang ringan ) 17.0 – 18.49

KEP tingkat II (gizi kurang sedang ) 16.0 – 16.9

KEP tingkat III (gizi kurang berat ) < 16.0

Klasifikasi malnutrisi berdasarkan lingkar lengan atas (LLA)

Kategori malnutrisi LLA (cm)


Malnutrisi ringan (Mild PEM ) 22 – 23
Malnutrisi sedang (Moderate PEM) 19 – 21.9
Severe PEM < 19
(Kemenkes No. HK 01.07)

3. Penatalaksaaan
a. Tujuan penatalaksanaan nutrisi pada penyakit ginjal kronis (PGK):
1) Memperbaiki fungsi ginjal
2) Mengatasi faktor infeksi dan meningkatkan sistem kekebalan
3) Mengendalikan faktor resiko dan pencetus.
4) Mengendalikan laju katabolisme /penurunan berat badan.
5) Menetapkan standar optimal pemberian energi, protein dan mikronutrien
b. Kebutuhan kalori
Berdasarkan pedoman dari ESPEN, asupan kalori pada pasien sebesar 35
kkal/kgBB/hari menyebabkan perbaikan keseimbangan nitrogen dan direkomendasikan
pada pasien dengan berat badan ideal ±10%. Pasien dengan gizi kurang maupun gizi
lebih perlu disesuaikan kebutuhan kalorinya. Jika pasien tidak dapat mencapai
kebutuhan kalorinya via oral meskipun telah diterapi edukasi gizi medis dan diberikan
suplemen nutrisi oral maka nutrisi diberikan via jalur enteral. Formula enteral standar
diberikan dalam waktu singkat pada pasien PGK dengan gizi kurang. Jika jalur enteral
dipertahankan > 5 hari maka diberikan formula khusus untuk pasien gagal ginjal.
K/DOQI merekomendasikan asupan kalori sebesar 35 kkal/kgBB/hari pada pasien
berusia < 60 tahun dan sebesar 30-35 kkal/kgBB/hari pada pasien berusia > 60 tahun
atau obesitas.
c. Kebutuhan protein
Berdasarkan pedoman ESPEN, kebutuhan protein yang direkomendasikan pada pasien
yang stabil sebesar 0,55-0,60 gr/kgBB/hari pada pasien dengan GFR 25-70 ml/menit
dan 2/3 jumlah proteinnya bernilai biologik tinggi. Sedangkan pada pasien dengan
GFR< 0,8 g/kgBB/hari tidak berefek negatif terhadap indikator antropometri dan
biokimia. Kebutuhan protein pasien PGK tanpa dialisis: GFR 25-70 mL/menit adalah
0,6 g/kgBB/hari, sedangkan padapsien dengan GFR < 25 mL/menit : 0,6 g/kgBB/hari
adalah 0,3 g/kgBB/hari. Kebutuhan protein pasien PGK dengan hemodialisis adalah
1,2-1,4 g/kgBB/hari, sedangan pada CAPD adalah 1,2 - 1,5 g/kgBB/hari.
d. Kebutuhan mikronutrien
1) Natrium
Asupan natrium yang berlebihan dihubungkan dengan progresifitas PGK melalui
mekanisme peningkatan tekanan darah, retensi cairan, proteinuria, inflamasi, stres
oksidatif dan disfungsi endotel. Restriksi natrium bermanfaat dalam pengendalian
hipertensi dan proteinuria. Natrium juga memiliki efek langsung terhadap kekakuan
pembuluh darah, tanpa melalui mekanisme peningkatan tekanan darah, dan
kekakuan pembuluh darah dapat dikurangi dengan diet rendah natrium. Kebutuhan
natrium harian pasien PGK adalah < 2300 mg (100 mmol).
2) Kalium, fosfat, dan cairan
Berdasarkan pedoman dari NKF (National Kidney Foundation), asupan kalium
yang direkomendasikan ditentukan berdasarkan produksi urin pasien. Semakin
berat stadium PGK maka semakin besar retensi kalium dalam tubuh. Selain itu
NKF juga merekomendasikan asupan fosfat sebesar 800-1000 mg/hari atau < 17
mg/BBI/hari dan asupan kalsium ≤ 2 g/hari. Asupan kalsium yang dianjurkan oleh
ADA adalah < 2 g/hari. Asupan cairan yang direkomendasikan dari beberapa
pedoman adalah 2-2,5 L/hari untuk pasien PGK stadium awal (stadium 1-3),
namun asupan cairan perlu disesuaikan/dikurangi jika terjadi edema. Sedangkan
untuk pasien PGK stadium 4-5 perlu dibatasi. Berdasarkan pedoman ANZRGT
asupan cairan untuk pasien PGK stadium 5 adalah 500 mL ditambah dengan
produksi urin. Asupan cairan dalam makanan juga turut diperhitungkan.
4. Serat
Asupan serat yang cukup pada pasien PGK dapat menurunkan kadar ureum dan
kreatinin secara signifikan. Kebutuhan serat harian perlu dipenuhi pada pasien PGK.
Sumber (Kemenkes No. HK 01.07)
5. Nutrisi Parenteral Intradialitik (NPID)
Pasien PGK yang menderita malnutrisi memerlukan protein dan energi yang lebih
tinggi, apabila asupan tidak adekuat diperlukan suplemen nutrisi oral. Pemberian
nutrisi via Nasogastric Tube (NGT) dan nutrisi parenteral intradialitik (NPID) atau
nutrisi intra-peritoneal perlu dipertimbangkan pada pasien dialisis yang memerlukan
dukungan nutrisi yang adekuat. NPID dipakai bila pemberian nutrisi oral dan enteral
dinilai gagal. Pada pasien malnutrisi pemberian NPID direkomendasikan apabila
asupan nutrisi oral/ enteral kurang dari 0,8 g protein/kgBB ideal/hari dan <20
kkal/kgBB ideal/hari. Regimen yang biasanya diberikan terdiri dari kombinasi lemak,
glukosa, dan asam amino atau peptida. Volume total yang diberikan setiap sesi
dialisis sekitar 1000 ml yang mengandung 2000 sampai 7000 kJ (500 sampai
1.750 kkal) dan 45 hingga 60 gr protein.
B. KONSEP HEMODIALISIS
1. Definisi Hemodialisis

Hemodialisis berasal dari kata hemo (darah) dan dialisis (pemisahan atau filtrasi).
Hemodialisa berarti proses pembersihan darah dari zat-zat sampah melalui proses
penyaringan diluar tubuh. Hemodialisa menggunakan ginjal buatan mesin dialisis.
Hemodialisa dikenal secara awam denngan istilah cuci darah (Yasmara D, dkk. 2016).
Dialyzer atau filter, memiliki dua bagian, satu untuk darah dan satu untuk cairan cuci
yang disebut dialisat. Sebuah membran tipis memisahkan dua bagian ini. Sel darah,
protein dan hal-hal penting lainnya tetap dalam darah karena ukuran molekulnya terlalu
besar untuk melewati membran, sedangkan produk limbah yang berukuran lebih kecil di
dalam darah (seperti urea, kreatinin, kalium dan cairan yang berlebih) dapat melewati
membrn dan dikeluarkan (Yasmara D, dkk. 2016). Hemodialisa merupakan suatu metode
untuk mengeluarkan cairan yang berlebihan dan toksin saat darah pasien bersikulasi
melalui ginjal buatan (alat dialisis/dialyzer). Proses difusi memindahkan zat terlarut
(misalnya kelebihan kalium) dari darah melintasi membrane semipermeabel (filter alat
dialisi) ke dalam dialisat untuk ekskresi dari tubuh (Hurst M, 2015). Hemodialisa adalah
suatu teknologi tinggi sebagai terapi pengganti untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme
atau racun tertentu dari peredaran darah manusia seperti air, natrium, kalium, hidrogen,
uream, kreatinin, asam urat, dan zat-zat lain melalui membran semi permeabel sebagai
pemisah darah dan cairan dialisat pada ginjal buatan dimana terjadi proses difusi, osmosis
dan ultra filtrasi (Smeltzer & Bare, 2018).

2. Indikasi Hemodialisis

Menurut Yasmara D, dkk (2016) hemodialisa perlu dilakukan jika ginjal tidak
mampu lagi membuang cukup limbah dan cairan dari darah untuk menjaga tubuh tetap
sehat. Hal ini biasanya terjadi ketika fungsi ginjal hanya tinggal 10-15%. Klien mungkin
mengalami beberapa gejala, seperti mual, muntah, bengkak dan kelelahan. Namun, jika
gejala tersebut tidak dialami klien, tingkat limbah dalam daah masih tinggi dan mungkin
menjadi racun bagi tubuh, dokter akan memberi tahu kapan dialisis harus dimulai.

Ada sejumlah indikasi yang membuat dialisis harus dilakukan pada pasien yang
mengalami gagal ginjal akut atau penyakit ginjal stadium akhir. Indikasi tersebut
mencakup perikarditis atau pleuritis (indikasi mendesak), ensefalopati uremik atau
neuropati progresif (dengan tandatanda seperti kebingungan, asteriksis, tremor, mioklonus
multifokal, pergelangan tangan atau kaki layuh atau dalam kasus yang parah timbul
kejang (indikasi mendesak), seorang yang mengalami perdarahhan diatesis kurang
responsif terhadap obat antihipertensi dan gangguan metabolik persisten yang sukar
disembuhkan dengan terapi medis (seperti hiperkalemia, asidosis metabolik,
hiperkalsemia, hipokalsemia, hiperfosfatemia, mual dan muntah persisten, BUN >40
mmol/liter, kreatinin >900). PGK stage 5 dengan LFG < 15 ml/mnt/1,73 m2.

3. Proses Hemodialisis

Menurut (Smeltzer, Bare, Hinkle, & Cheever, 2010) dalam kegiatan hemodialisa terjadi 3
proses utama, yaitu sebagai berikut :

a. Proses Difusi Dalam proses difusi, bahan terlarut akan berpindah ke dialisat karena
perbedaan kadar di dalam darah dan di dalam dialisat. Semakian tinggi perbedaan
kadar dalam darah maka semakin banyak bahan yang dipindahkan ke dalam dialisat.

b. Proses Ultrafiltrasi Proses ultrafiltrasi adalah proses berpindahnya air dan bahan
terlarut karena perbedaan tekanan hidrostatis dalam darah dan dialisat.

c. Proses Osmosis Proses osmosis merupakan proses berpindahnya air karena tenaga
kimia, yaitu perbedaan osmolaritas darah dan dialisis.

4. Komplikasi Hemodialisis

Menurut Yasmara D, dkk (2016) koplikasi yang paling umum selama perawatan
hemodialisa adalah hipotensi (20-30%), kram otot (5- 20%), mual-muntah (5-15%), sakit
kepala (5%), febris sampai meninggal (<1%).

a. Hipotensi

Hipotensi intradialisis merupakan efek samping yang paling umum terjadi pada saat
hemodialisa. Ada dua mekanisme patogensis hipotensi intradialisis, pertama adalah
kegagalan untuk menjaga volume plasma pada tingkat optimal dan yang kedua adalah
kelainan kardiovaskular. Hipotensi intradialisis bisa disertai dengan gejala seperti
kram, mual, muntah, kelelahan yang berlebihan dan kelemahan atau mungkin tidak
menunjukkan gejala sama sekali.
b. Sakit kepala

Keluhan sakit kepala sering ditemukan selama hemodialisa dan penyebabnya belum
diketahui secara pasti. Faktor pemicu sakit kepala mungkin hipertensi, hipotensi,
tingkat rendah natrium, penurunan osmolaritas serum, tingkat rendah renin plasma,
sebelum dan sesudah dialisis nilai BUN dan rendahnya tingkat magnesium.

c. Nyeri dada

Nyeri dada selama prosedur hemodialisa harus dicurigai sebagai kegawatdaruratan


yang berhubungan dengan angina, infark miokard atau perikarditis, hemodialisis akut
atau reaksi anafilaktid.

d. Hipoksemia

Selama hemodialisa, PaO2 turun menjadi sekitar 10-20 mmHg. Penurunan tersebut
tidak menyebabkan masalah klinis yang signifikan pada pasien yang mengalami
oksigenasi normal, tetapi dapat menghasilkan bencana pada mereka yang memiliki
kadar oksigen yang rendah

e. Pruritus

Pasien yang menjalani hemodialisa mengalami gatal-gatal pada kulit yang semakin
memburuk selama taua segera setelah hemodialisa. Walaupun penyebab pastinya tidak
diketahui, diduga faktor yang menyebabkannya adalah kulit kering (xerosis), deposit
kristal kalsium-fosfor (hiperparatiroidisme), alergi terhadap obat (ETO dan heparin)
dan pelepasan histamin dari sel induk.

f. Kram otot

Kram otot selama hemodialisa umum terjadi. Meskipun kram sebagaian besar terlihat
di eksteremitas bawah, tetapi dapat terjadi juga di perut, lengan dan tangan.
Metabolisme otot dibawah normal dianggap sebagai faktor yang paling penting yang
menyebabkan terjadinya kram. Oleh sebab iu, hipotensi, hiponatremia, hipoksia
jaringan diduga menyebabkan terjadinya kram otot.

g. Anemia

Tidak memiliki cukup sel darah merah adalam darah adalah komplikasi umum dari
gagal ginjal dan hemodialisa. Gagal ginjal mengurangi produksi hormon yang disebut
eritropoietin, yang merangsang pembentukan sel darah merah. Pembatasan diet,
penyerapan zat besi yang buruk, tes darah secara sering atau kehilangan zat besi dan
vitamin akibat hemodialisa dapat berkontribusi juga terhadap terjadinya anemia.
C. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
b. Keluhan utama
Klien dengan hemodialisis biasanya mengeluhkan: Lemas, pusing, gatal, baal-baal,
bengkak-bengkak, sesak, kram, BAK tidak lancar, mual, muntah, tidak nafsu makan,
susah tidur, berdebar, mencret, susah BAB, penglihatan tidak jelas, sakit kepala, nyeri
dada, nyeri punggung, susah berkonsentrasi, kulit kering, pandangan gelap, nyeri otot,
nyeri pada penusukkan jarum, rembes pada akses darah, keringat dingin, batuk
berdahak/tidak.
c. Riwayat penyakit sekarang
Riwayat Pengembangan Keluhan Utama dengan perangkat PQRST dan pengaruhnya
terhadap aktivitas sehari-hari
d. Riwayat penyakit dahulu
Menanyakan adanya riwayat infeksi saluran kemih, infeksi organ lain, riwayatkencing
batu/obstruksi, riwayat konsumsi obat-obatan, jamu, riwayat trauma ginjal, riwayat
penyakit endokrin, riwayat penyakit kardiovaskuler, riwayat darah tinggi, riwayat
kehamilan, riwayat dehidrasi, riwayat trauma.
e. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum pasien
Keadaan umum klien pucat. Ini umumnya diakibatkan oleh berkurangnya volume
darah, berkurangnya hemoglobin, dan vasokontriksi untuk memperbesarpengiriman
oksigen ke organ vital. Karena faktor-faktor seperti pigmentasi kulit, suhu dan
kedalaman serta distribusi kapiler,memengaruhi warna kulit bukan merupakan
indeks pucat yang dapat diandalkan. Warna kuku, telapak tangan,dan membran
mukosa bibir serta konjungtiva dapat digunakan lebih baik guna meilai kepucatan.
2) B1 (Breathing)
Dispnea (kesulitan bernapas), nafas pendek, dan cepat lelah waktu melakukan
aktifitas jasmani merupakan manifestasi berkurangnya pengiriman oksigen.
3) B2 (Blood)
Takikardi dan bising jantung menggambarkan beban kerja dan curah jantung yang
meningkat, pucat pada kuku, telapak tanan, serta membran mukosa bibir dan
konjungtiva.keluhan nyeri dada bila melibatkan arteri koroner.
4) B3 (Brain)
Disfungsi neurologis, sakit kepala, pusing kelemahan, dan tinitus (telingan
berdengung).
5) B4 (Bladder)
Gangguan ginjal,penurunan produksi urine.
6) B5 (Bowel)
Penurunan intake nutrisi disebabkan karena anoreksia, nausea, konstipasi atau diare,
serta stomatitis (sariawan lidah dan mulut)
7) B6 (Bone)
Kelemahan dalam melakukan aktivitas.
2. Diagnosa Keperawatan

1) Gangguan pertukaran gas (D. 0003)

2) Hipervolemia (D. 0022)

3) Defisit nutrisi (D. 0019)

4) Perfusi perifer tidak efektif (D. 0009)

3. Rencana Keperawatan

Rencana Keperawatan ini sesuai dengan (SIKI, 2017) serta tujuan dan kriteria hasilsesuai
dengan (SLKI, 2017)
1) Gangguan Pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
Tujuan: setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1x4 jam, maka pertukaran
gas meningkat
Luaran Utama Pertukaran gas (L.01003) 1. Dyspnea menurun

2. Tidak adanya
bunyi napas
tambahan
3. PCO² dan PO² membaik
Luaran Tambahan Respon ventilasi mekanik 1. Tingkat
(L.01005) kesadaran
meningkat
2. Saturasi oksigen
meningkat
3. Sekresi jalan nafas

menurun
Konservasi energi 1. Teknik konservasi
(L.05040) energy meningkat
2. Teknik pernapasan
yang efektif meningkat
3. Strategi untuk
menyeimbangkan
aktivitas dan istirahat
Rencana Tindakan
Rencana tindakan Gangguan perukaran gas

No Intervensi Rasional
1 Pemantauan respirasi (I. 01014) a. Memantau frekuensi,
irama dan upaya
a. Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan
napas
upaya napas
b. Memantau adanya
b. Monitor adanya sumbatan jalan napas
sumbatan dijalan
c. Monitor saturasi oksigen
napas
d. Auskultasi bunyi napas c. Memantau saturasi
oksigen klien
e. Atur interval pemantauan respirasi
d. Mengetahui kedalaman
sesuai kondisi pasien
bunyi napas
e. Mengatur pemantauan

kondisi respirasi pasien


2 Terapi oksigen (I. 01026) a. Memantau kecepatan
aliran oksigen yang
a. Monitor kecepatan aliran oksigen
diberikan
b. Monitor tingkat kecemasan akibat terapi
b. Memantau respon
oksigen
pemberian terapi
c. Pertahankan kepatenan jalan napas
oksigen
d. Gunakan perangkat oksigen yang c. Agar mendapatkan
sesuai dengan tingkat mobilitas pasien jalan nafas yang
e. Kolaborasi pemberian oksigen paten
saat istirahat/tidur d. Agar sesuai dengan
kondisi dan
memudahkan mobilitas
e. Agar memudahkan
pasien untuk bernapas
saat beristirahat
2) Hipervolemia b.d gangguan mekanisme regulasi
Tujuan: setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1x4 jam, maka
keseimbangan cairan meningka

Luaran Utama Keseimbangan cairan 1. Edema menurun


(L. 03020)
2. Denyut nadi
radialis membaik
3. Haluaran urin

meningkat
Luaran Tambahan Perfusi renal (L. 02013) 1. Jumlah urin meningkat

2. Kadar urea
nitrogen darah
membaik
3. Kadar kreatinin plasma

membaik
Keseimbangan asam basa 1. Kadar pH membaik
(L. 04034)
2. Frekuensi napas
membaik
3. Kadar CO2 membaik
Rencana tindakan hipervolemia

No Intervensi Rrasional
1 Manajemen hypervolemia (I. 03114) Manajemen hypervolemia (I. 03114)

a. Identifikasi penyebab a. Mengetahui penyebab


hypervolemia hypervolemia
b. Monitor status hemodinamik b. Mengetaui status hemodinamik

c. Periksa tanda dan c. Mengetahui tanda dan gejala


gejala hypervolemia hypervolemia
d. Monitor intake dan output cairan d. Memantau status cairan di tubuh

e. Batasi asupan cairan dan garam e. Dapat memantu mengurangi


edema atau timbunan cairan
pada
tubuh
2 Pemantauan Cairan (I. 03121) Pemantauan Cairan (I. 03121 hal 238)

a. Monitor frekuensi dan kekuatan a. Memantau tanda vital


nadi
b. Mengetaui hasil laboratorium
b. Monitor hasil pemeriksaan serum
c. Memantau intake dan output cairan
c. Monitor intake dan output cairan
d. Memberi jarak dalam pemantauan
d. Atur interval waktu
pemantauan sesuai kondisi e. Meminimalisir terjadinyakesalahan
pasien dalam tindakan
e. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
3) Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan mengabsorpsi nutrient

Tujuan: setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1x24 jam, maka status
nutrisi membaik.
Luaran Utama Status nutrisi (L. 03030) 1. Bising ususmembaik
2. Nyeri abdomen
menurun
3. Membrane mukosa
membaik

Luaran Fungsi gastrointestinal (L. 03019) 1. Mual muntah menurun


Tambahan
2. Dyspepsia menurun
3. Distensi abdomen
menurun
Nafsu makan (L. 03024) 1. Asupan cairan
meningkat
2. Asupan nutrisi
meningkat
3. Stimulus untuk makan

meningkat
Rencana tindakan defisit nutrisi

No Intervensi Rasional
1. Manajemen nutrisi (I. 03119) Manajemen nutrisi (I. 03119)

a. Identifikasi status nutrisi a. Memantau status nutrisi

b. Monitor hasil laboratorium b. Mengetahui hasil laboratorium

c. Identifikasi alergi dan intoleransi c. Mengetahui adanya alergi


makanan pada pasien
d. Monitor asupan makanan d. Memantau asupan makanan
yang dimakan pasien
e. Ajarkan diet yang diprogramkan
e. Membantu pasien dalam proses

penyembuhan
2. Pemantauan Cairan (I. 03121) Pemantauan Cairan (I. 03121 hal 238)

a. Monitor frekuensi dan kekuatan a. Memantau tanda vital


nadi
b. Mengetaui hasil laboratorium
b. Monitor hasil pemeriksaan serum
c. Memantau intake dan
c. Monitor intake dan output cairan
output cairan
d. Atur interval waktu d. Memberi jarak dalam pemantauan
pemantauan sesuai kondisi
e. Meminimalisir terjadinya
pasien
kesalahan dalam
e. Jelaskan tujuan dan prosedur
tindakan
pemantauan
4) Perfusi perifer tidak efektif b.d penurunan konsentrasi hemoglobin

Tujuan: setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1x4 jam, maka perfusi
perifer meningkat.
Luaran Utama Perfusi Perifer (L. 02012) 1. Denyut nadi perifer
meningkat
2. Warna kulit pucat menurun
3. Akral dan turgor
kulit membaik
Luaran Status Sirkulasi (L. 02016) 1. CRT < 2 detik

tambahan 2. Saturasi oksigen meningkat

3. Akral dan trgor kulit membaik


Mobilitas fisik (L. 05042) 1. Pergerakan ekremitas
meningkat
2. Nyeri menurun
3. Rentang gerak
meningkat
Rencana tindakan perifer tidak efektif

No Intervensi Rasional
1. Perawatan Sirkulasi (I. 02079) a. Mengetahui status sirkulasi
perifer
a. Periksa sirkulasi perifer
b. Mengetahui pencetus
b. Identifikasi faktor risiko
ganggan sirkulasi
gangguan sirkulasi
c. Meminimalisir terjadinya
c. Hindari pemasangan
phlebitis pada perifer
infus/pengambilan darah vena di
d. Mengurangi lemak jenuh
area keterbatasan perifer
yang dapat mengganggu
d. Anjurkan program diet untuk
sirkulasi perifer
memperbaiki sirkulasi
e. Meminimalkan terjadinya
e. Anjurkan minum obat antihipertensi
hipertensi
secara teratur
2. Manajemen Syok Kardiogenik (I. 02051) a. Memantau frekuensi dan
kekuatan nadi serta
a. Monitor status kardiopulmonal
MAP
b. Monitor tingkat kesadaran dan
b. Mengetahui tingkat kesadaran
respon pupil
c. Mengetahui jika
c. Monitor rontgen dada
adanya kardiomegali
d. Pasang IV line
d. Memberikan cairan/obat
e. Kolaborasi pemberian antiaritmia,
melaliui vena
jika perlu
e. Pemberian obat antiaritmia
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

Kasus
Ny. D umur 57 tahun dilakukan hemodialisa 2x seminggu setiap Senin dan Kamis akses AV-
Shunt, saat dilakukan pengkajian, keadaan umum lemah, GCS 4-5-6 Composmentis, Pupil isokor,
TTV: TD 120/80 mmHg, Nadi: 70x/menit Reguler, RR 18x/menit, suhu 36,5 oC,, RH -/-, WH -/-,
SpO2 99% tanpa oksigen, CRT < 2detik, berat badan kering 33 kg, berat badan pre HD 34 kg,
IDWG 1kg, IMT 15,1 , LILA 18 cm, kulit kering dan bersisik, pasien mengatakan tidak nafsu
makan 1-2x sehari pasien hanya mampu menghabiskan ½ porsi, pasien juga mengatakan badan
terasa lemas, Prodiksi Urine +/- 200 cc/24 jam, warna kuning jernih, BAK spontan, Bab normal 1x
sehari, Bising Usus Normal 15x/menit, tidak ada edema, pergerakan sendi extermitas atas bebas,
ekstermitas bawah terbatas, aktivitas dibantu keluarga, pasien menggunakan kursi roda, kekuatan
otot :
5 5
4 4

Data lab pasien: Albumin 3,67 g/dL, Serum Iron (S I) 44.0 ug/dl, Hb 10,6 g/dl

1. Pengkajian

Biodata :
Nama: Ny. D
Usia: 57 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
a. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama:
Pasien mengatakan tidak nafsu makan
2. Riwayat Penyakit Sekarang:
CKD st V HD regular setiap Senin dan Kamis.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Diabetes Melitus + Hipertensi
4. Genogram

Keterangan genogram:
Laki-laki
Perempuan
Klien
Meninggal
Cerai
Garis pernikahan
Garis keturunan
b. Pemeriksaan Fisik
1. Kondisi umum
Kondisi umum pasien lemas, kulit kering dan bersisik. TD 120/80 mmHg, Nadi
70x/menit, RR 18x/menit, Suhu 36,5, BB kering 33 kg, BB pre HD 34 kg
2. Breathing
RR 18 x/menit, RH -/-, WH -/-. SpO2 99% tanpa oksigen,
3. Blood
TD 120/80 mmHg, Nadi 70x/menit Reguler, CRT <2 detik.
4. Brain
GCS 4-5-6 Composmentis, pupil isokor
5. Bladder
Prodiksi Urine +/- 200 cc/24 jam, warna kuning jernih, BAK spontan.
6. Bowel
Pasien merasa tidak nafsu makan, Bab normal 1x sehari, Bising Usus Normal 15x/menit
 C (Clinical Sign)
Pasien lemas, tampak pucat, kulit kering dan bersisik
 D (Diit)
Pasien mengatakan tidak nafsu makan. Makan 1-2 kali sehari hanya mampu
menghabiskan setengah porsi
7. Bone
Pasien tampak lemas dalam melakukan aktivitas, tidak ada edema, pergerakan sendi
extermitas atas bebas, ekstermitas bawah terbatas, pasien menggunakan kursi roda,
aktivitas dibantu keluarga, kekuatan otot :
5 5
4 4

c. Pemeriksaan Penunjang
Albumin 3,67 g/dL, Serum Iron (S I) 44.0 ug/dl, Hb 10,6 g/dl

2. Diagnosa Keperawatan:
a. (SDKI D.0019) Defisit nutrisi berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolisme
ditandai dengan pasien tidak nafsu makan, makan 1-2 kali sehari hanya mampu
menghabiskan setengah porsi

b. (SDKI D.0054) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan perubahan


metabolisme seluler ditandai dengan pasien lemas, mobilitas dibantu keluarga, pasien
menggunakan kursi roda.
3. Rencana Tindakan Keperawatan
No. No Dx Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
(SDKI) Keperawatan
(SLKI)
(SIKI)
1. D.0019 Diagnosa Keperawatan: Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi
Defisit nutrisi asuhan keperawatan (I.03119)
Definisi: selama 1x5 jam, Observasi :
Asupan nurisi tidak cukup untuk maka status nutrisi 1. Monitor asupan
memenuhi kebutuhan metabolisme membaik dengan makanan
Berhubungan dengan (penyebab): kriteria hasil: 2. Monitor berat
Peningkatan kebutuhan metabolisme 1. Pasien mampu badan
menghabiskan 3. Identifikasi status
Dibuktikan dengan gejala dan
satu porsi makan nutrisi
tanda Mayor:
2. Nafsu makan 4. Monitor hasil
Subjektif:
meningkat pemeriksaan
a. Pasien tidak nafsu makan
3. IMT meningkat laboratorium
Objektif:
4. Frekuensi makan Terapeutik :
a. Makan tidak teratur dan tidak
meningkat 5. Fasilitasi
adekuat
menjadi 3 menentukan
Gejala dan tanda minor:
kali pedoman diet
a. Penurunan IMT
sehari 6. Berikan suplemen
b. Penurunan berat badan
makanan bila perlu
c. Penurunan Serum Iron
Edukasi :
7. Anjurkan diet
yang diprogramkan
Kolaborasi :
8. Kolaborasi
pemberian
medikasi sebelum
makan
9. Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk
menentukan
jumlah kalori dan
jenis nutrisi yang
dibutuhkan jika
perlu
2. D.0054 Diagnosa Keperawatan: Setelah dilakukan Observasi:
Gangguan mobilitas fisik Tindakan 1. Identifikasi
Definisi: keperawatan selama adanya nyeri atau
Keterbatasan dalam gerakan fisik dari 1x5 jam diharapkan keluhan fisik
satu atau lebih ekstermitas secara gangguan mobilitas lainnya.
mandiri. fisik teratasi dengan 2. Monitor kondisi
kriteria hasil: umum saat
Berhubungan dengan (penyebab):
1. Kemudahan melakukan
perubahan metabolisme seluler
dalam melakukan ambulasi.
Dibuktikan dengan gejala dan
aktivitas Terapeutik:
tanda Mayor:
meningkat 1. Fasilitasi
Subjektif:
2. Pergerakan melakukan
a. Mengeluh badannya lemas
ekstremitas mobilitas fisik,
Objektif: kekuatan otot jika perlu
Rentang Gerak 2. Libatkan
a. kekuatan otot menurun
(ROM) keluarga untuk
b. Rentang gerak (ROM) menurun
meningkat membantu
Gejala dan tanda minor:
3. Kelemahan fisik pasien dalam
Subjektif:
menurun meningkatkan
a. Nyeri saat bergerak
4. Keluhan Lelah ambulasi
b. Enggan melakukan
saataktivitas Kolaborasi :
pergerakan Objektif:
menurun 1. Konsultasikan
a. Gerakan terbatas
dengan terapi
b. Fisik lemah
fisik tentang

rencana
ambulasi sesuai
dengan
kebutuhan
2. Kolaborasi
dengan dokter
untuk pemberian
obat-obatan,
suplemen dan
kalsium
Edukasi :
1. Jelaskan tujuan
prosedur
ambulasi
2. Ajarkan
ambulasi
sederhana yang
harus dilakukan
3. Anjurkan
melakukan
mobilisasi dini
4. Analisa Data
No. Data Penyebab Masalah
1. DS: PGK st V Defisit Nutrisi
D.0019
Pasien mengatakan tidak nafsu
Toksik uremik
makan. Makan 1-2 kali sehari hanya
mampu menghabiskan setengah porsi Hiperkatabolisme
DO:
Degradasi sel
Pasien lemas, pasien tampak anemis,
kulit kering dan bersisik anoreksia
BB kering 33 kg
BB pre HD 34 kg Malnutrisi

LILA 18 cm
IMT 15,1
Albumin 3,67 g/dL
Serum Iron (S I) 44.0 ug/dl,
Hb 10,6 g/dl

2. DS: PGK st V Gangguan mobilitas


Pasien mengatakan badan terasa fisik
Toksik uremik
lemas D.0054
DO: Hiperkatabolisme
- Keadaan umum pasien lemah
Degradasi sel
- Pasien menggunakan kursi roda
- Rentang gerak ekstermitas Atropi otot

bawah terbatas Kelemahan Otot


- Aktivitas sehari-hari dibantu
Gangguan mobilitas fisik
keluarga
- Kekuatan otot
5 5
4 4
5. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan
No. Hari/Tanggal Implementasi Hari/Tanggal Evaluasi (Catatan
Dx Perkembangan)
1. Manajemen Nutrisi Subjektif:
Senin Senin
Observasi Pasien mengatakan
25/03/2024 25/03/2024
1. Memonitor asupan makanan dapat makan lebih
Hasil: Pasien mampu banyak
menghabiskan 1 porsi Objektif:
makan dengan cara makan 1. Pasien mampu
bertahap, tidak langsung menghabiskan 1
menghabiskan 1 porsi porsi makan secara
sekaligus. bertahap saat HD
2. Memonitor berat badan 2. Berat badan naik
Hasil: Berat badan 34 kg menjadi 34 kg
3. Mengidentifikasi status 3. IMT 15,1
nutrisi Analisa:
Hasil: Dengan peningkatan Masalah teratasi
berat badan menjadi 34 sebagian
kg IMT menjadi 15,1 Planning:
(klasifikasi Underweight) Intervensi dilanjutkan
Berdasarkan derajat
malnutrisi, masuk dalam
kategori malnutrisi sedang.
4. Monitor hasil pemeriksaan
laboratorium
Hasil:
Albumin 3,67 g/dL
Serum Iron (S I) 44.0 ug/dl,
Berdasarkan hasil laborat
tersebut, pasien mengalami
penurunan kadar Serum
Iron, sebgai salah satu
bahan pembentuk sel darah
merah.
Terapeutik
5. Memfasilitasi menentukan
pedoman diet
Hasil: Diet yang dilakukan
adalah diet tinggi kalori dan
tinggi protein
6. Memberikan suplemen
makanan bila perlu
Hasil: Berdasarkan IMT,
pasien dalam klasifikasi
underweight, sehingga
perlu diberikan suplemen
makanan yang
mengandung: zat besi,
albumin
Edukasi
7. Menganjurkan diet yang
diprogramkan
Hasil: Diet yang dilakukan
adalah diet tinggi kalori dan
tinggi protein
Kolaborasi
8. Mengkolaborasi pemberian
vitamin injeksi
Hasil : memberikan
mecobalamin inj 1 amp/iv
post hd.
9. Mengkolaborasi dengan
ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrisi yang dibutuhkan jika
perlu
Hasil: pasien dan keluarga
mengerti dan mampu
menjelaskan kembali
kebutuhan nutrisi harian
sesuai dengan kondisi
pasien sekarang.
2. Observasi: Subyektif
Senin Senin
1. Mengidentifikasi Pasien mengatakan
25/03/2024 25/03/2024
adanya nyeri atau badannya masih terasa
keluhan fisik lainnya. lemas
Hasil : tidak ada nyeri Obyektif
2. Memonitor kondisi umum - Keadaan umum
saat melakukan ambulasi. pasien lemah
Hasil : keadaan umum - Pasien menggunakan
pasien lemah, aktivitas kursi roda
pasien dibantu oleh - Rentang gerak
keluarga ekstermitas
Terapeutik: bawah terbatas
1. Memfasilitasi melakukan
- Aktivitas sehari-hari
mobilitas fisik,jika perlu
dibantu keluarga
Hasil : membantu pasien
- Kekuatan otot
duduk di tempat tidur
5 5
2. Melibatkan keluarga untuk
4 4
membantu pasien dalam
meningkatkan ambulasi
Hasil : keluarga membantu Analisa:
pasien ambulasi Masalah belum teratasi
Kolaborasi Planning:
Intervensi dilanjutkan
1. Mengkonsultasikan dengan
terapi fisik tentang rencana
ambulasi sesuaidengan
kebutuhan
2. Mengkolaborasikan dengan
ahli giziuntuk asupan diit
rendah uremi.
3. Mengkolaborasikan dengan
dokter untuk pemberian
obat-obatan, suplemen dan
kalsium
Hasil : pasien dan keluarga
mampu dan mengerti
penjelasan yang sudah
diberikan
Edukasi:
1. Menjelaskan tujuan
prosedur ambulasi
Hasil : pasien mengerti
tentang penjelasan yang
diberikan
2. Mengajarkan ambulasi
sederhana yang harus
dilakukan
Hasil : pasien duduk di
tempat tidur
3. Mengajarkan Teknik
Latihan penguatan otot
Hasil : pasien dan keluarga
antusias
4. Mengajarkan Latihan
penguatan sendi
Hasil : pasien dan keluarga
antusias
DAFTAR PUSTAKA

Menteri Kesehatan RI. 2019. Keputusan Menteri Kesehatan RI No.


HK.01.07/Menkes/393/2019 tentang Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata
Laksana Malnutrisi pada Dewasa. Jakarta: Kemenkes RI.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawata Indonesia:
Definisi dan Indikator Diagnostik Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2017. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Tindakan Keperawatan Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2017. Standar Luaran Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Triawanti, dkk. 2018. Kapita Selekta Malnutrisi. Banjarmasin: Sari Mulia.

Anda mungkin juga menyukai