Anda di halaman 1dari 17

Prosiding Seminar Nasional NCIET Vol.

1 (2020) B260-B276
st
1 National Conference of Industry, Engineering and Technology 2020,
Semarang, Indonesia.

RANCANGAN DAN VALIDASI KOMPUTASI SUPERHEATER PADA PLTU


SUPERCRITICAL KAPASITAS 660 MW

Khanif Wahyuningtyas*, Ika Yuliyani

Jurusan Teknik Konversi Energi, Politeknik Negeri Bandung


Jl. Gegerkalong Hilir, Ds. Ciwaruga Kecamatan Parongpong Kabupaten Bandung Barat,
40012
*E-mail: khanifw98@gmail.com

Abstrak

Salah satu komponen utama pada sistem pembangkit tenaga uap adalah steam generator
(boiler), dimana didalamnya terdapat sebuah komponen, yaitu superheater (SH). Superheater
pada PLTU supercritical merupakan alat pemanas lanjut untuk memanaskan uap yang berasal
dari separator vessel. Uap yang dihasilkan oleh superheater akan memiliki nilai temperatur
yang lebih tinggi dibandingkan uap keluaran water wall. Ada tiga jenis superheater pada
PLTU supercritical, yaitu primary SH, secondary SH, dan tertiary SH yang memiliki letak,
temperatur kerja keluaran dan perpindahan panas yang berbeda satu sama lainnya. Tugas akhir
ini akan menghasilkan rancangan primary SH pada PLTU supercritical kapasitas 660 MW
dengan analisis distribusi panas dan aliran di sepanjang pipa primary SH. Spesifikasi
rancangan primary SH didapat dari simulasi menggunakan software STEAMPRO yang
berpacu pada data basic design PLTU supercritical kapasitas 660 MW. Hasil dari rancangan
primary SH diperoleh dimensi panjang pipa (L1) sebesar 17,92 m, lebar ruang primary SH (L3)
sebesar 18,04 m, tinggi ruang primary SH (L2) sebesar 1,35 m, jarak sentral pipa transversal
(St) sebesar 254,3 mm, jarak sentral pipa longitudinal (S l) sebesar 79,4 mm, diameter luar pipa
(Do) sebesar 63,5 mm, diameter dalam pipa (Di) sebesar 46,2 mm, tebal pipa (t) sebesar 8,633
mm, dan besarnya energi kalor yang diserap oleh pipa primary SH secara aktual ataupun
desain besarnya sama, yaitu sebesar 145364,2 kJ/s. Sedangkan hasil dari analisis rancangan
dengan pendekatan CFD menggunakan software Ansys R19.0 diketahui bahwa distribusi panas
di sepanjang pipa primary SH, yaitu terjadi kenaikan nilai temperatur yang sangat cepat dan
untuk distribusi aliran di sepanjang pipa primary SH diketahui bahwa nilai kecepatan pada pipa
tidak terjadi perubahan yang signifikan. Nilai kecepatan aliran sangat mempengaruhi nilai head
loss yang dihasilkan. Salah satu cara untuk mengurangi nilai head loss pada pipa primary SH,
yaitu dengan memperbesar nilai radius atau bending pada pipa elbow.

Kata Kunci: PLTU supercritical; superheater; komputasi; distribusi panas dan aliran.

PENDAHULUAN
Pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) adalah pembangkit listrik yang memanfaatkan
energi panas dari uap untuk diubah menjadi energi mekanik dalam bentuk putaran pada
turbin yang dikopel dengan generator, sehingga dapat menghasilkan energi listrik. Menurut
K. Rayaprolu (2009) dalam bukunya yang berjudul Boiler for Power and Process, siklus

B. 260
Khanif Wahyuningtyas, dkk. / NCIET Vol. 1 (2020) B260-B276

yang digunakan pada sistem PLTU adalah siklus tenaga uap atau siklus Rankine. Ada
beberapa teknologi pada PLTU berdasarkan pengembangan siklus Rankine, seperti PLTU
subcricitical, PLTU subcritical fluidized bed, PLTU supercritical, dan PLTU ultra-
supercritical (MITs, 2007).
PLTU supercritical merupakan salah satu pembangkit yang mampu meningkatkan nilai
efisiensi siklusnya, karena pembangkit ini mampu bekerja pada tekanan dan temperatur
yang melebihi titik kritis air, yaitu di atas 221,2 bar dan 374,1 . Menurut MIT Study
(2007) dalam bukunya yang berjudul The Future of Coal, nilai efisiensi siklus pada PLTU
subcritical sebesar 33-37%, sedangkan nilai efisiensi siklus pada PLTU supercritical
sebesar 37-40%. Karena PLTU supercritical mampu menghasilkan nilai efisiensi siklus
yang lebih besar, maka pengoperasian PLTU supercritical dapat mengurangi emisi gas
buang karena penggunaan bahan bakar yang lebih sedikit (Rayaprolu, 2009).
Salah satu komponen utama pada PLTU supercritical adalah superheater (SH).
Superheater merupakan alat pemanas lanjut untuk memanaskan uap yang berasal dari
separator vessel. Uap yang dihasilkan oleh superheater akan memiliki nilai temperatur
yang lebih tinggi dibandingkan uap keluaran water wall, sehingga dapat menaikkan daya
yang dihasilkan dari ekspansi turbin. Kualitas uap keluaran superheater pada PLTU
supercritical sama sekali tidak mengandung kelembaban dan menyimpan energi panas
sangat tinggi, jauh lebih tinggi dari uap saturated. Superheater pada PLTU supercritical
memiliki temperatur kerja sebesar 560 . Karena tingginya nilai temperatur yang harus
dihasilkan, maka terdapat beberapa jenis superheater agar dapat menghasilkan uap
keluaran yang dibutuhkan. Ada tiga jenis superheater pada PLTU supercritical, yaitu
primary SH, secondary SH, dan tertiary SH yang memiliki letak, temperatur kerja
keluaran dan perpindahan panas yang berbeda satu sama lainnya (Rayaprolu, 2009).
Primary SH terletak pada saluran gas buang (back pass) dengan perpindahan panas
yang didominasi secara konveksi, secondary SH terletak secara langsung di atas ruang
bakar dengan perpindahan panas yang didominasi secara radiasi, dan tertiary SH terletak
setelah secondary SH dengan perpindahan panas yang didominasi secara konveksi. Karena
letak superheater yang berbeda satu sama lainnya, maka penyerapan panas yang terjadi
pada primary SH, secondary SH, dan tertiary SH juga akan berbeda-beda. Hal ini tentunya
akan berpengaruh terhadap kerja masing-masing superheater. Sehingga, uap yang
dihasilkan oleh primary SH, secondary SH, dan tertiary SH juga akan memiliki nilai
temperatur yang berbeda-beda.

B. 261
Khanif Wahyuningtyas, dkk. / NCIET Vol. 1 (2020) B260-B276

METODE PENELITIAN
Sebelum melakukan rancangan superheater pada PLTU supercritical kapasitas 660
MW, ada beberapa tahapan yang perlu dilakukan, seperti melakukan pengambilan data di
lapangan, melakukan simulasi sistem PLTU supercritical, dan selanjutnya melakukan
proses perhitungan parameter rancangan superheater, sehingga didapat dimensi rancangan
pipa superheater. Untuk melihat lebih jelas tahapan pada penelitian tugas akhir ini, dapat
dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Diagram Alir Penelitian Tugas Akhir

Penelitian tugas akhir ini dilakukan pada salah satu PLTU supercritical kapasitas 660
MW di Indonesia. Sebagai referensi PLTU supercritical PT Lestari Banten Energi (LBE)
dijadikan sebagai tempat pengambilan data lapangan. Dimana data lapangan yang
diperoleh meliputi data spesifik komponen utama pada PLTU, seperti sistem boiler, sistem
turbin uap, dan sistem kelistrikan.
Selanjutnya, data basic design yang diperoleh akan digunakan sebagai acuan pada
simulasi sistem PLTU. Simulasi sistem PLTU supercritical dilakukan dengan
menggunakan software STEAMPRO dari Thermoflow. Pertama, data yang perlu
dimasukkan meliputi jenis boiler, jumlah unit, besar daya keluar (net power), frekuensi

B. 262
Khanif Wahyuningtyas, dkk. / NCIET Vol. 1 (2020) B260-B276

generator, dan konfigurasi turbin uap. Selanjutnya, menentukan kondisi lingkungan tempat
PLTU yang akan dibangun, menentukan sistem pendingin, dan bahan bakar yang akan
digunakan pada PLTU. Lalu, memasukkan data nilai tekanan dan temperatur pada turbin
uap. Tabel 1 di bawah ini merupakan tabel parameter simulasi sistem PLTU supercritical
kapasitas 660 MW.
Tabel 1. Parameter Simulasi Sistem PLTU
No Data Input Jumlah
Satuan
1 Conventional boiler 1 unit
2 Output (net power ) 660 MW
3 Konfigurasi turbin uap Single reheat condensing
4 Frekuensi generator 50 Hz
5 Ambient temperature 30 o C
6 Altitude 2,5 m
7 Ambient relative humidity 83 %
Once through open loop
8 Jenis pendingin
water cooling
9 Temperatur air make up 30 o C
10 Temperatur air pendingin 30 o C
Kaltim Prima (Spesifikasi
11 Bahan bakar
terlampir)
12 Tekanan steam masuk HPT 242 bar
13 Temperatur steam masuk HPT 566 o C
14 Tekanan steam masuk IPT 40 bar
15 Temperatur steam masuk IPT 566 o C
16 Jumlah FWH 8 unit
17 Efisiensi Generator 98,85 %
18 Efisiensi Boiler feed pump 90 %

Setelah semua parameter simulasi sistem PLTU pada tabel 1. di atas dimasukkan,
kemudian compute, selanjutnya software tersebut melakukan proses iterasi. Didapatkan
hasil simulasi, seperti gambar 2. di bawah ini.
BOILER EFF (HHV/LHV) 84,4% / 92,6% NET POWER 659977 kW AUX 46987 kW
NET PLANT EFF (HHV/LHV) 36,6% / 40,2% NET PLANT HR (HHV/LHV) 9827 / 8951 kJ/kWh TURBINE HR 7726 kJ/kWh

245,6 p 568 T 572,3 m


272,8 p 40,8 p 567,3 T 487,7 m
286,7 T
1,049 m SSR

42,84 p 311,2 T 487,7 m 242 p 40 p


572,3 m 566 T
572,3 m 566 T
487,7 m
706964 kW
0,262 m
SSR
1,132 m
10,39 p 3000
373,6 T HPT IPT1x2 LPT1x4
Leak 1,631 m

34,71 m (double flow) (2 double flow) RPM


25380 kW
6,59 m

0,069 p 38,74 T 332,1 m


1,112 m SSR
1,631 m LPcrs

BFPT
43,7 p 313 T 27,49 m

71,07 p 377 T 46,37 m

27,99 p 511,1 T 16,57 m

17,75 p 442,9 T 19,9 m

0,538 p 83,2 T 19,32 m


1,785 p 167 T 23 m

4,782 p 271,7 T 24,51 m

0,101 p
46 T
LPcrs 10,91 p 374,7 T 398,9 m

34,71 m 30,01 T 43,01 T


10,91 p 375,1 T 60,58 m

13264 m 13264 m
To FPT condenser

0,101 p
272,8 p 46 T
286,7 T 332,7 m
0,302 m

572,3 m 34,71 m
71,07 p 377 T
0,4 p
43,7 p 313 T SSR 45,99 T
367,5 m
2,423 m

0,353 m

27,99 p 511,1 T
1,768 m
to FWH1

17,75 p 442,9 T
10,91 p 375,1 T 0,827 p
BFPT 4,782 p 271,7 T 0,353 m GSC
34,71 m
1,785 p 167 T
0,538 p 83,2 T
69 p 42,42 p 27,17 p 17,24 p 10,39 p 4,554 p 1,7 p 0,513 p
374,5 T 310,8 T 509,6 T 441,5 T 373,6 T 270,3 T 165,6 T 81,97 T
46,37 m 27,49 m 16,57 m 19,9 m 25,87 m 24,51 m 23 m 19,32 m
286,7 T 253,4 T 253,4 T 230,7 T 230,7 T 211,5 T 205 T 178,8 T 178,8 T 145,6 T 145,6 T 112,4 T 112,4 T 79,82 T 79,19 T 46,95 T 24,74 p
572,3 m 572,3 m 572,3 m 461,9 m 461,9 m 461,9 m 461,9 m 367,5 m 46,95 T
367,5 m
205,0T
TTD FWH8A&B TTD FWH7A&B TTD FWH6A&B DA (FWH5) TTD FWH4 TTD FWH3 TTD FWH2 TTD FWH1
-1,87 T 0,48 T -2,32 T 2,78 T 2,78 T 2,77 T 2,78 T
DCA 69 p DCA 42,42 p DCA 27,17 p 17,24 p DCA 10,39 p DCA 4,554 p DCA 1,7 p 0,513 p
5,00 T 258,4 T 5,00 T 235,7 T 5,00 T 216,5 T 205 T 5,00 T 150,6 T 5,00 T 117,4 T 5,00 T 84,82 T 81,97 T
46,37 m 73,86 m 90,43 m 572,3 m 25,87 m 50,38 m 73,38 m 94,47 m

STEAM PRO 21.00 Demonstration 0 03-05-2020 17:48:34 Steam Properties: IFC-67


FILE: E:\KULIAH\TUGAS AKHIR\SIMULASI\STEAMPRO\STPRO PLTU Supercritical 660 MW net.STP CYCLE SCHEMATIC
p[bar], T[C], h[kJ/kg], m[kg/s]

Gambar 2. Hasil Simulasi Sistem PLTU Supercritical Kapasitas 660 MW

Dari hasil simulasi sistem PLTU supercritical didapatkan hasil simulasi boiler pada
PLTU supercritical seperti pada gambar 3. di bawah ini. Dimana boiler yang dihasilkan,

B. 263
Khanif Wahyuningtyas, dkk. / NCIET Vol. 1 (2020) B260-B276

yaitu boiler dengan tipe vertikal. Di dalam boiler tersebut terdapat alat seperti economizer,
water wall, primary SH, secondary SH, tertiary SH, primary RH, final RH, dll.

HX Tin Tout
Plume visible ECO1 286,7 343,5
29 REV 343,5 398,9
18 CS1 398,9 419,4
RSH 419,4 492,5
CS2 492,5 568
CR1 311,2 433,1
CR2 433,1 567,3
19,49 %H2O
11,62 %CO2 CR2 CS2 RSH
788,1 m FUEL WEIGHT%
4,28 %O2
63,83 %N2 C % 40,8
1043,4T 1172,2T 788,1 m
0,77 %Ar H % 6,8
0,01 %SO2 O % 43,05
N % 0,53
S % 0,76
ASH % 8

901,2T 1510,6T
Fly Ash
CS1
0,008 m

Flue Gas Reheater


25,85 m 759,7T
CR1

8,616 m Kaltim Prima


74,99 T 610T
19 65,56T 107,6m 30T 34% moist.
894,6 m ECO1
59,99T 9300 t/day
1
141,7T ID Fan ESP

WFGD 154,1T 146,5T 146,5T Fly Ash 423,5T


50,96 m 22,98 m 6,889 m

Ash 0,026 m Ash 6,855 m (592 t/day) Ash 1,722 m (149 t/day)
33,35T 385T 500,7 m
42,52T 398,9T 159,1 m 345,1T 188,4 m 27,3% of total air

42,52T 29,25 m 15,53% of PA


30T
550,7 m
30T
212,2 m STEAM PRO 21.00 Demonstration 0 03-05-2020 17:48:34 Steam Properties: IFC-67
FILE: E:\KULIAH\TUGAS AKHIR\SIMULASI\STEAMPRO\STPRO PLTU Supercritical 660 MW net.STP BOILER SCHEMATIC
p T m BOILER EFF BOILER FUEL INPUT (kJ/s)
bar C kg/s 84,4 % (HHV) 92,6 % (LHV) 1801534(HHV) 1640957(LHV)

Gambar 3. Hasil Simulasi Boiler Pada PLTU Supercritical Kapasitas 660 MW

Dari hasil simulasi boiler pada PLTU supercritical dihasilkan simulasi superheater
pada PLTU supercritical seperti pada gambar 4. di bawah ini. Terdapat tiga jenis
superheater pada simulasi ini, yaitu CS1 (primary SH), RSH (secondary SH), dan CS2
(tertiary SH). Dimana data hasil simulasi superheater terdapat pada tabel 2. di bawah ini.

Gambar 4. Hasil Simulasi Superheater Pada PLTU Supercritical Kapasitas 660 MW

B. 264
Khanif Wahyuningtyas, dkk. / NCIET Vol. 1 (2020) B260-B276

Tabel 2. Data Hasil Simulasi Superheater Pada PLTU Supercritical Kapasitas 660 MW
P T h
PARAMETER
(bar) ( ) (kJ/kg) (kg/s)
Primary SH inlet 256,56 398,9 2519,1 572,3
Primary SH outlet 248,95 419,4 2773,1 572,3
Secondary SH inlet 248,95 419,4 2773,1 572,3
Secondary SH outlet 245,97 492,5 3144,1 572,3
Tertiary SH inlet 245,97 492,5 3144,1 572,3
Tertiary SH outlet 245,63 568,0 3398,1 572,3

Dari tiga jenis superheater yang dihasilkan pada simulasi hanya akan ada satu jenis
superheater yang akan dirancang dan dianalisis, yaitu superheater dengan jenis primary
SH. Dimana data yang dibutuhkan meliputi nilai tekanan (P), temperatur (T), enthalpy (h),
dan mass flow fluida ( ) pada sisi masuk dan keluar uap dan gas panas pada pipa primary
SH yang dapat dilihat pada tabel 3. di bawah ini.
Tabel 3. Data Parameter Awal Rancangan Primary SH
P T h
Parameter Primary SH
(bar) ( ) (kJ/kg) (kg/s)
Uap inlet 256,56 398,9 2519,1 572,3
Uap outlet 248,95 419,4 2773,1 572,3
Gas panas inlet 901,2 788,1
Gas panas outlet 759,7 788,1

Selanjutnya, data hasil simulasi superheater pada sistem PLTU supercritical digunakan
sebagai parameter awal untuk menghitung dimensi rancangan superheater. Untuk
mempermudah proses perhitungan, maka dibuatlah beberapa tahapan seperti pada gambar
5. di bawah ini.

Gambar 5. Diagram Alir Rancangan Superheater

B. 265
Khanif Wahyuningtyas, dkk. / NCIET Vol. 1 (2020) B260-B276

Terdapat beberapa tahap perhitungan parameter rancangan superheater. Tahap


pertama, yaitu menentukan klasifikasi dan dimensi dari primary SH. Klasifikasi dan
dimensi tersebut meliputi panjang pipa, diameter pipa (Do dan Di), ketebalan pipa (t),
susunan pipa, dan material pipa yang akan digunakan.
Tabel 4. Klasifikasi Pipa Primary SH
Klasifikasi Primary SH
Counter flow
Desain
Konvektif
Horizontal
In-line
Konstruksi
Plain
Multiple tubes per loop
Material SA-213 T91

Menentukan ukuran dimensi, seperti diameter pipa (Do dan Di), panjang (L1), lebar
(L3), dan tinggi (L2) pipa primary SH harus dilakukan sebelum menghitung koefisien
perpindahan panas. Berikut merupakan tabel dimensi pipa primary SH yang didapatkan
dari hasil iterasi sampai didapat nilai yang sama antara nilai laju kalor aktual dengan nilai
laju kalor desain ( ).
Tabel 5. Dimensi Pipa Primary SH
Dimensi Nilai
Diameter luar pipa (Do) 63,5 mm
Tebal pipa (t) 8,633 mm
Diameter dalam pipa (Di) 46,2 mm
Panjang pipa (L1) 17,92 m
Lebar ruang primary SH (L3) 18,04 m
Tinggi ruang primary SH (L2) 1,35 m
Jarak sentral pipa transversal (St) 254,3 mm
Jarak sentral pipa longitudinal (Sl) 79,4 mm

Selanjutnya, yaitu tahap rancangan kapasitas termal dan menghitung perpindahan


panas pada pipa primary SH. Nilai kapasitas termal harus dihitung agar dapat mengetahui
nilai kalor yang diserap oleh pipa primary SH. Dimana, besarnya kalor yang diserap oleh
pipa primary SH dapat dihitung menggunakan persamaan di bawah ini.
......................................................................................................... (1)
Dimana:
= laju perpindahan panas aktual (kJ/s)
= laju alir massa fluida (kg/s)
= perubahan nilai entalpi fluida (kJ/kg)

B. 266
Khanif Wahyuningtyas, dkk. / NCIET Vol. 1 (2020) B260-B276

Sedangkan nilai perpindahan panas harus dihitung agar dapar mengetahui nilai kalor
yang dibutuhkan pada rancangan pipa primary SH dan dapat dihitung menggunakan
persamaan di bawah ini.
......................................................................................... (2)
Dimana:
= laju perpindahan panas desain (kJ/s)
= koefisien perpindahan panas total (W/m2 oC)
A = luas perpindahan panas total (m2)
= faktor koreksi efektivitas penukar kalor
= log mean temperature different (°C)
Nilai dan yang didapat besarnya harus sama ( ) atau
perbandingan kedua nilai ini (% kesalahan) besarnya kurang dari 5 %. Maka, dapat
dikatakan dimensi yang telah ditentukan sebelumnya dapat diterima dan desain telah
berhasil.
Setelah semua tahap rancangan telah dilakukan dan diketahui dimensi pipa primary SH
yang akan dirancang, selanjutnya data tersebut digunakan untuk membuat gambar
rancangan pipa primary SH pada software Inventor Autodesk. Dibuatnya gambar
rancangan ini bertujuan untuk melihat konstruksi pipa primary SH.
Setelah didapat desain pipa primary SH yang sesuai dengan klasifikasi yang telah
ditentukan dan dimensi hasil perhitungan, selanjutnya adalah melakukan simulasi CFD
menggunakan software Ansys R19.0. Dimana, sebelumnya diperlukan desain pipa primary
SH dengan format STP agar dapat terbaca saat menjalankan software Ansys R19.0.
Langkah yang dilakukan pada perangkat lunak dibagi menjadi empat sebagai berikut.

Gambar 6. Proses Simulasi CFD


Simulasi CFD pipa primary SH dilakukan pada kondisi dua dimensi karena faktor
bentuk, ukuran, dan arah aliran yang hanya dua sumbu, yaitu sumbu X dan Y. Selanjutnya,
yaitu langkah mesh digunakan untuk mengubah volume fluida menjadi cell kecil. Semakin
banyak jumlah cell pada simulasi, maka semakin akurat hasil iterasinya. Pada simulasi ini
menggunakan jenis meshing campuran, yaitu skewness mesh metric dan orthogonal quality

B. 267
Khanif Wahyuningtyas, dkk. / NCIET Vol. 1 (2020) B260-B276

mesh metric. Dimana, bentuk meshing didominasi oleh bentuk persegi yang tujuannya
adalah untuk mempercepat proses iterasi. Dipilih jenis meshing campuran agar semua
permukaan pipa primary SH dapat ter-meshing dengan sempurna, karena tidak semua
permukaan pipa dapat ter-meshing dengan bentuk persegi. Dimana, detail hasil meshing
pipa primary SH dapat dilihat pada gambar 7. di bawah ini.

Gambar 7. Detail Hasil Meshing Pipa Primary SH


Langkah fluent berfungsi mendefinisikan kondisi batas (boundary condition) pada
desain yang telah dibuat, seperti model aliran yang digunakan, parameter yang dimasukan,
dan dilakukannya iterasi dari hasil meshing yang telah dilakukan sebelumnya. Pada
simulasi model aliran yang digunakan adalah jenis k-epsilon standard dengan parameter
yang dimasukan, meliputi nilai temperatur uap masuk dan keluar, tekanan kerja uap, mass
flow uap, massa jenis uap, dan kecepatan uap untuk sisi fluidanya, dan untuk sisi pipa atau
wall, yaitu nilai temperatur permukaan dalam dan luar pipa. Selanjutnya, dilakukanlah
proses iterasi dimana proses ini dilakukan sampai konvergen. Jika iterasi belum sampai
konvergen, maka perlu diatur pada bagian meshing.
Tahap terakhir pada simulasi CFD adalah result yang berfungsi untuk memperlihatkan
hasil iterasi berupa pola aliran fluida dan perpindahan panas pada fluida.

HASIL DAN PEMBAHASAN


1.1 Distribusi Panas
Analisis distribusi panas pada pipa primary SH dilakukan dengan melihat nilai
distribusi temperatur di sepanjang pipa primary SH. Gambar 8. di bawah ini merupakan
gambar kontur temperatur pada pipa primary SH yang dihasilkan dari simulasi
menggunakan software Ansys R19.0 melalui pendekatan CFD.
Simulasi ini lebih difokuskan pada distribusi panas di sepanjang pipa primary SH pada
sisi uap tanpa melibatkan simulasi distribusi panas pada sisi ruang bakar atau gas panas.
Sehingga, parameter yang dimasukan pada simulasi adalah nilai temperatur uap masuk dan

B. 268
Khanif Wahyuningtyas, dkk. / NCIET Vol. 1 (2020) B260-B276

keluar untuk sisi fluida, lalu nilai temperatur permukaan dalam dan luar pipa untuk sisi
pipa atau wall. Karena nilai parameter yang dimasukan untuk semua pipa besarnya sama,
maka simulasi dilakukan pada satu buah pipa yang dipilih secara acak. Dengan besarnya
nilai parameter temperatur uap masuk sebesar , temperatur uap
keluar dan temperatur permukaan dalam pipa sebesar , dan
temperatur permukaan luar pipa sebesar , maka dihasilkan gambar
distribusi panas di sepanjang pipa primary SH seperti di bawah ini.

Gambar 8. Kontur Temperatur Pipa Primary SH

Gambar 9. Detail 1 Kontur Temperatur Pipa Primary SH

Gambar 10. Detail 2 Kontur Temperatur Pipa Primary SH

Dari gambar 8. dapat dilihat distribusi panas di sepanjang pipa primary SH. Dimana,
ujung pipa yang berwarna biru tua merupakan sisi inlet pipa primary SH dan ujung pipa
yang berwarna hijau merupakan sisi outlet pipa primary SH. Dari hasil simulasi ini terlihat
bahwa terjadi perubahan nilai temperatur yang signifikan yang ditandai dengan naiknya
nilai temperatur pada pipa primary SH dengan sangat cepat.
Kenaikan nilai temperatur yang sangat cepat ditunjukkan pada pipa laluan pertama (sisi
inlet) hingga laluan kedua. Pada bagian pipa tersebut terlihat bahwa terjadi perubahan

B. 269
Khanif Wahyuningtyas, dkk. / NCIET Vol. 1 (2020) B260-B276

warna yang sangat signifikan, yaitu pada laluan pertama (sisi inlet) uap berwarna biru tua
yang mengartikan uap memiliki nilai temperatur sebesar dan pada laluan kedua
uap telah berwarna hijau yang mengartikan uap memiliki nilai temperatur sebesar
. Dimana, nilai temperatur ini merupakan nilai temperatur uap keluar pada pipa
primary SH. Sehingga, uap dengan warna hijau ini adalah uap dengan nilai temperatur
maksimum (temperatur uap keluar). Maka, dapat disimpulkan bahwa pada pipa primary
SH terjadi perubahan nilai temperatur yang sangat cepat.
Meskipun demikian, kenaikan nilai temperatur pada primary SH tidak terlalu besar.
Hal ini dikarenakan panas (temperatur permukaan dalam dan luar pipa) yang diberikan di
sepanjang pipa primary SH dari sisi inlet hingga outlet besarnya sama. Untuk melihat
detail kontur temperatur di sepanjang pipa primary SH dapat dilihat pada gambar 9. dan
10. Dimana, uap telah berwarna hijau dari laluan kedua hingga laluan kedelapan (sisi
outlet).

Gambar 11. Detail 3 Kontur Temperatur Pipa Primary SH Sisi Kiri

Gambar 12. Detail 3 Kontur Temperatur Pipa Primary SH Sisi Tengah

Gambar 13. Detail 3 Kontur Temperatur Pipa Primary SH Sisi Kanan

B. 270
Khanif Wahyuningtyas, dkk. / NCIET Vol. 1 (2020) B260-B276

Gambar 11. di atas merupakan gambar detail kontur temperatur pipa primary SH pada
sisi kiri yang bertujuan untuk melihat perbedaan warna dari sisi pipa atau wall dan dari sisi
fluida atau uap. Pada sisi wall dapat dilihat terdapat dua warna, yaitu warna merah yang
mengartikan permukaan luar pipa memiliki nilai temperatur sebesar dan warna
hijau yang mengartikan permukaan dalam pipa memiliki nilai temperatur sebesar
. Selanjutnya, dari sisi uap dapat dilihat pada sisi inlet (biru tua) memiliki
perbedaan warna yang cukup signifikan dari sisi tepi pipa hingga bagian tengah pipa. Pada
sisi tepi pipa memiliki uap dengan warna hijau yang dilanjut dengan warna biru muda lalu
biru tua pada bagian tengah pipa. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi penurunan nilai
temperatur dari sisi tepi pipa hingga bagian tengah pipa. Hal ini diakibatkan pada sisi tepi
pipa terdapat uap yang tidak tidak mengalir atau tidak memiliki kecepatan dikarenakan
adanya faktor gesekan fluida pada pipa. Sehingga, nilai temperatur uap di sisi tepi pipa
bernilai tinggi.
Pada gambar 12. dan 13. tidak terlalu terlihat perbedaan warna yang signifikan. Hal ini
dikarenakan pada pipa sisi tengah dan kanan telah menghasilkan uap dengan nilai
temperatur yang telah mendekati nilai temperatur uap keluar. Dimana, temperatur uap
keluar (temperatur maksimum) ditandai dengan uap yang berwarna hijau.
1.2 Distribusi Aliran
Analisis distribusi aliran pada pipa primary SH dilakukan dengan melihat nilai
distribusi kecepatan di sepanjang pipa primary SH. Sama halnya dengan simulasi distribusi
panas, simulasi distribusi aliran dilakukan dengan menggunakan software Ansys R19.0
melalui pendekatan CFD. Dimana, hasil simulasinya ditunjukkan oleh gambar 14. di
bawah ini yang merupakan gambar kontur kecepatan di sepanjang pipa primary SH.
Simulasi ini lebih difokuskan pada distribusi kecepatan pada sisi uap tanpa melibatkan
simulasi distribusi kecepatan pada sisi ruang bakar atau gas panas. Sehingga, parameter
yang dimasukan pada simulasi adalah nilai-nilai pada sisi fluida saja, seperti nilai tekanan
kerja uap, mass flow uap, massa jenis uap, dan kecepatan rata-rata uap. Karena nilai
parameter yang dimasukan untuk semua pipa besarnya sama, maka simulasi dilakukan
pada satu buah pipa yang dipilih secara acak. Dengan besarnya nilai parameter tekanan

kerja uap sebesar , mass flow uap sebesar , massa jenis uap sebesar

B. 271
Khanif Wahyuningtyas, dkk. / NCIET Vol. 1 (2020) B260-B276

, dan kecepatan rata-rata uap sebesar , maka dihasilkan gambar

distribusi kecepatan aliran uap di sepanjang pipa primary SH seperti di bawah ini.

Gambar 14. Kontur Kecepatan Pipa Primary SH

Dari gambar 14. dapat dilihat distribusi kecepatan aliran uap di sepanjang pipa primary
SH. Sama halnya dengan hasil simulasi distribusi panas, ujung pipa bagian bawah
merupakan sisi inlet pipa primary SH dan ujung pipa bagian atas merupakan sisi outlet
pipa primary SH. Dari hasil simulasi terlihat bahwa tidak terjadi perubahan nilai kecepatan
yang signifikan. Hal ini ditandai dengan tidak adanya perubahan warna di sepanjang pipa
primary SH yang artinya tidak ada perubahan nilai kecepatan aliran uap dari sisi inlet
hingga outlet pipa.
Nilai kecepatan besarnya sama dikarenakan nilai kecepatan yang dimasukan pada
simulasi merupakan nilai kecepatan rata-rata uap. Sehingga, besarnya nilai kecepatan yang
dihasilkan di sepanjang pipa primary SH merupakan kecepatan rata-rata uap. Terlihat dari
kontur warna yang dihasilkan dari sisi inlet hingga outlet pipa, yaitu berwarna hijau-kuning
yang mengartikan uap memiliki nilai kecepatan diantara nilai . Untuk
melihat detail dari kontur kecepatan aliran uap di sepanjang pipa primary SH dapat dilihat
pada gambar 15, 16, dan 17 di bawah ini.

Gambar 15. Detail Kontur Kecepatan Pipa Primary SH Sisi Kiri

B. 272
Khanif Wahyuningtyas, dkk. / NCIET Vol. 1 (2020) B260-B276

Gambar 16. Detail Kontur Kecepatan Pipa Primary SH Sisi Tengah

Gambar 17. Detail Kontur Kecepatan Pipa Primary SH Sisi Kanan

Dari gambar detail kontur kecepatan di atas terlihat bahwa terdapat perbedaan warna
yang signifikan. Di sepanjang tepi pipa memiliki warna biru tua yang mengartikan nilai
kecepatan uap sebesar atau uap tidak memiliki kecepatan. Hal ini terjadi karena
adanya faktor gesekan fluida pada pipa yang mengakibatkan terjadinya head loss di
sepanjang pipa primary SH. Lalu, mengakibatkan pula terjadinya kenaikan nilai temperatur
di sepanjang tepi pipa dikarenakan kecepatan aliran uap yang bernilai kecil, sehingga
panas yang terserap oleh uap tidak dapat terpindahkan. Dimana, kenaikan nilai temperatur
di sepanjang tepi pipa secara langsung akan mempengaruhi nilai kekuatan material pipa.
Maka dari itu, pemilihan material harus didasarkan pada nilai temperatur kerja dan tekanan
kerja baik dari sisi ruang bakar (gas panas) ataupun dari sisi fluida (uap). Lalu,
memperhatikan komposisi yang menyusun material tersebut agar dapat mengurangi
terjadinya kerusakan pada pipa seperti retak atau pecah akibat pengikisan dan korosi.
Selanjutnya, terdapat warna merah disetiap pipa elbow atau belokan pada bagian pipa
dalam yang menandakan adanya peningkatan nilai kecepatan aliran uap sebesar
. Terjadinya peningkatan nilai kecepatan aliran diakibatkan karena arah aliran

B. 273
Khanif Wahyuningtyas, dkk. / NCIET Vol. 1 (2020) B260-B276

yang berubah (berbelok) pada pipa elbow ditambah dengan pipa elbow pada bagian pipa
dalam memiliki sudut belok (radius) yang kecil.
Akibat dari arah aliran yang berubah (berbelok) dengan radius yang kecil, maka terjadi
head loss berupa aliran dalam bentuk pusaran yang disebut dengan eddy current atau arus
pusar. Eddy current yang dihasilkan ditandai dengan adanya warna biru tua yang
mengartikan uap memiliki nilai kecepatan sebesar atau uap tidak memiliki
kecepatan yang berada tepat pada tikungan pipa elbow. Untuk melihat detail dari eddy
current yang terbentuk dapat dilihat pada gambar 18. di bawah ini.

Gambar 18. Detail Eddy Current Pada Kontur Kecepatan Pipa Primary SH

Eddy current pada gambar di atas ditandai oleh lingkaran berwarna hitam. Dimana,
eddy current adalah aliran berbentuk pusaran yang terbentuk karena adanya aliran yang
terhalang oleh aliran lain, sehingga menghasilkan aliran dengan arah berbalik yang
selanjutnya akan menghasilkan pusaran. Oleh karena itu, eddy current yang terbentuk
memiliki nilai kecepatan yang rendah atau tidak mengalir.
Akibat dari nilai kecepatan yang rendah memungkinkan terbentuknya endapan.
Dimana, endapan yang terbentuk akan menghambat proses heat transfer dari sisi gas panas
ke sisi uap yang berada di dalam pipa. Eddy current yang terbentuk dapat diatasi dengan
memperbesar nilai radius atau bending pada pipa elbow. Dapat dilihat pada gambar di atas
bagian pipa yang ditandai oleh lingkaran berwarna merah terlihat bahwa di sepanjang pipa
elbow pada bagian pipa luar tidak terbentuk eddy current.

KESIMPULAN
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, maka dapat diambil beberapa kesimpulan
sebagai berikut.

B. 274
Khanif Wahyuningtyas, dkk. / NCIET Vol. 1 (2020) B260-B276

1. Dari hasil rancangan primary SH diperoleh dimensi panjang pipa (L1) sebesar
17,92 m, lebar ruang primary SH (L3) sebesar 18,04 m, tinggi ruang primary SH
(L2) sebesar 1,35 m, jarak sentral pipa transversal (St) sebesar 254,3 mm, jarak
sentral pipa longitudinal (Sl) sebesar 79,4 mm, diameter luar pipa (Do) sebesar 63,5
mm, diameter dalam pipa (Di) sebesar 46,2 mm, tebal pipa (t) sebesar 8,633 mm,
multiple tubes sebanyak 2 buah, jumlah laluan (Z) sebanyak 8 laluan, dan besarnya
energi kalor yang diserap oleh pipa primary SH secara aktual ataupun desain
besarnya sama, yaitu sebesar 145364,2 kJ/s.
2. Dari hasil validasi pipa primary SH diperoleh hasil yang kurang valid. Dikarenakan
masih ada parameter yang belum masuk pada perhitungan dan proses simulasi.
Seperti tidak melakukan perhitungan pada pipa elbow di setiap laluan pipa dan pada
simulasi tidak dilakukan simulasi distribusi panas dan distribusi aliran pada sisi
ruang bakar atau gas panas.
3. Dari hasil simulasi distribusi panas diketahui bahwa kenaikan nilai temperatur pada
pipa primary SH terjadi sangat cepat.
4. Semakin besar nilai temperatur uap, maka semakin kecil nilai kecepatan aliran
uapnya.
5. Dari hasil simulasi distribusi aliran diketahui bahwa nilai kecepatan pada pipa
primary SH tidak terjadi perubahan yang signifikan.
6. Nilai kecepatan aliran sangat mempengaruhi nilai head loss yang dihasilkan.
Dimana, pada pipa primary SH dihasilkan head loss dari gesekan yang terjadi di
sepanjang pipa karena adanya faktor kekasaran pipa dan dari terbentuknya eddy
current, yaitu aliran dalam bentuk pusaran.
7. Salah satu cara untuk mengurangi nilai head loss pada pipa primary SH, yaitu
dengan memperbesar nilai radius atau bending pada pipa elbow.

DAFTAR PUSTAKA

Andersson B [et al.]. (2012). Computational Fluid Dynamics for Engineers. New York :
United States of America by Cambridge University Press.
Holman J. P. (2010). Heat Transfer, 10th Edition. New York : McGraw-Hill.
Incropera [et al.]. (2011). Fundamentals of Heat and Mass Transfer, 7th Edition. Jefferson
City : John Wiley & Sons, Inc.
Kitto J. B. and Stultz S. C. (2005). Steam/Its Generation and Use, 41th Edition. Ohio : The
Babcock & Wilcox Company.
MITs. (2007). The Future of Coal. Massachusetts Institute of Technology.

B. 275
Khanif Wahyuningtyas, dkk. / NCIET Vol. 1 (2020) B260-B276

Moran M. J. [et al.]. (2011). Fundamentals of Engineering Thermodynamics 7th Edition.


John Wiley & Sons, Inc.
Rayaprolu K. (2009). Boiler for Power and Process. New York : CRC Press.
Shah R. K. and Sekulic D. P. (2003). Fundamentals of Heat Exchanger Design. John
Wiley & Sons.
Wylen J. and Sonntag R. (1994). Fundamentals of Classical Thermodynamics. John Wiley

B. 276

Anda mungkin juga menyukai