Anda di halaman 1dari 31

CASE BASED DISCUSSION

“HEMOROID”

Diajukan untuk memenuhi sebagian tugas kepaniteraan klinik dan melengkapi salah
satu syarat menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter di Bagian Bedah Rumah
Sakit Islam Surabaya Jemursari

Oleh:
Muhamad Fachrul Ilyas (5120021044)

Dosen Pembimbing:
dr. Dayu Satriya Wibawa, Sp.B., FINACS

SAMPUL

DEAPARTEMEN ILMU BEDAH RSI JEMURSARI SURABAYA


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2023
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat,
rahmat, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas Case Based
Discussion ini.

Tugas ini disusun dalam rangka memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik di bagian
Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya. Di samping itu,
melalui kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Dayu Satriya
Wibawa, Sp.B., selaku pembimbing klinis dalam penyusunan Case Based Discussion
ini.

Penulis menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari sempurna dan tidak luput
dari kesalahan. Oleh karena itu, penulis berharap adanya masukan, kritik, maupun
saran yang membangun. Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih, semoga tugas
ini dapat memberikan tambahan informasi bagi kita semua.

Surabaya, 6 Oktober 2023

Penulis

ii
LEMBAR PENGESAHAN

CASE BASED DISCUSSION

Oleh:

Muhamad Fachrul Ilyas

Laporan kasus Case Based Discussion ini telah diperiksa, disetujui, dan
diterima sebagai salah satu tugas dalam rangka menyelesaikan studi kepaniteraan
klinik di Bagian SMF Bedah RSI Jemursari Surabaya, Fakultas Kedokteran
Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya.

Surabaya, 6 Oktober 2023


Mengesahkan,
Dokter Pembimbing

dr. Dayu Satriya Wibawa, Sp.B., FINACS

iii
DAFTAR ISI

SAMPUL ....................................................................................................................... i

KATA PENGANTAR .................................................................................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................................... iii

DAFTAR ISI ................................................................................................................ iv

BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................................ 1

BAB 2 LAPORAN KASUS ......................................................................................... 2

BAB 3 TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 11

3.1. Definisi...................................................................................................... 11

3.2. Epidemiologi ............................................................................................. 11

3.3. Etiologi dan Faktor Risiko ........................................................................ 11

3.4. Patofisiologi .............................................................................................. 12

3.5. Diagnosis .................................................................................................. 14

3.6. Penatalaksanaan ........................................................................................ 19

3.7. Komplikasi dan Prognosis ........................................................................ 24

BAB 4 KESIMPULAN ............................................................................................... 26

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 27

iv
BAB 1
PENDAHULUAN

Hemoroid merupakan jaringan normal yang dimiliki oleh semua orang.


Hemoroid terdiri dari pleksus arteri vena yang berfungsi sebagai katup di dalam
saluran anus untuk membantu sistem sfingter anus, mencegah inkontinensia flatus
dan cairan (Sjamsuhidajat & Jong, 2017). Apabila hemoroid mengalami pelebaran
dan inflamasi maka akan ditandai dengan perdarahan dan prolaps pada bantalan anal
kanal yang mengakibatkan perubahan struktur anatomi, perubahan fisiologis, dan
manifestasi klinis dari perubahan tersebut yang memerlukan penanganan lebih lanjut
(Lalisang, 2016).

Hemoroid merupakan pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena di anus


dari pleksus hemoroidalis. Hemoroid dibedakan menjadi dua bagian yaitu hemoroid
eksterna dan hemoroid interna berdasarkan letaknya dari garis mukokutan (garis
dentata). Hemoroid eksterna timbul dari pelebaran dan inflamasi vena subkutan (di
bawah kulit) di bawah atau di luar garis dentate dan hemoroid interna timbul dari
dilatasi vena submukosa (di bawah mukosa) di atas garis dentata (Sudarsono, 2015).

1
IDENTITAS
Nama Tn. Jansen
Umur 57 tahun
Jenis kelamin Laki-laki
Alamat Surabaya
ANAMANESIS
Keluhan utama Benjolan di daerah anus
Riwayat penyakit sekarang Keluhan benjolan didaerah anus sejak 2
tahun lalu. Pada saat awal muncul
berukuran sebesar kacang yang sewaktu-
waktu bisa membesar dan mengecil.
Benjolan berada di luar anus dan tidak
bisa dimasukkan namun menyebabkan
pasien merasa tidak nyaman. Dalam 2
minggu ini menurut pasien ukurannya
cenderung tetap. Pasien belum pernah
berobat sebelumya. Keluhan lain berupa
gatal pada daerah anus yang seringnya
terjadi di malam hari. Keluhan lain
seperti nyeri, BAB darah, keluar cairan
dari anus disangkal. Riwayat BAB pasien
cenderung biasa saja. Pasien BAB dalam
2-3 hari dan tidak pernah mengalami sulit
BAB.
Riwayat penyakit dahulu Hipertensi
Post Pengobatan TB tuntas 2017
Riwayat penyakit keluarga Tidak ada
BAB 2
LAPORAN KASUS

2
Riwayat pengobatan Tab. V-bloc 1x6.25 mg
Tab. Candesartan 1x16 mg
Tab. Mecobalamin 2x500 mg 3
Riwayat alergi Tidak ada
Riwayat sosial Pensiunan swasta
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum Sakit sedang
Kesadaran Compos mentis GCS 456
TD 139/91 mmHg
Nadi 88 x/menit
RR 20
Suhu 36.3 ℃
SpO2 99
VAS 2
KL:
A/I/C/D -/-/-/-
Thorax Paru
• Inspeksi: simetris kanan dan kiri,
retraksi dinding dada tidak ada
• Palpasi: pergerakan napas simetris
fremitus raba kiri sedikit
tertinggal
• Perkusi: sonor +/+
• Auskultasi: vesikuler +/+,
wheezing -/-, rhonki -/+
Jantung
• Inspeksi: normochest, ictus cordis
terlihat
• Palpasi: ictus cordis teraba
HITUNG JENIS LEKOSIT • Perkusi: batas jantung
Hasil Nilai Normal
dbn
Basofil 2.14
• %Auskultasi: S1/S2 reguler,
0~1
Neutrofil 58.97 % 39.3 ~ 73.7
murmur -, gallop -
Limfosit 22.26 % 25 ~ 40
Abdomen
Eosinofil • %Inspeksi: perubahan2warna
7.11 - 4 kulit -,
Monosit 9.52 %massa - 2~8
DARAH LENGKAP • Auskultasi: BU Nilai
Hasil Normal
+ normal
Eritrosit 6.62 juta/uL 4.40 ~ 5.90
• Perkusi: dbn
Hemoglobin 14.59 g/dL 13.2 ~ 17.3
• Palpasi: McBurney (NE), defans
Hematokrit 48.9 % 40 ~ 52
RDW-CV 13.3 %muscular (NE), rosving sign
11.5 ~ 14.5
Trombosit (NE), rebound phenomena
272 ribu/uL 150 ~ 440 (NE),
psoas sign (NE), obturator sign
(NE)
Ekstremitas Edema -, akral HKM, CRT<2 detik
Status lokalis Massa hemoroid di jam 1 dan 5
Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan laboratorium

Jumat, 6 Oktober 2023

4
MPV 8.973 fL 7.2 ~ 11.1
Lekosit 11.55 ribu/uL 3.80 ~ 10.6
INDEX ERITROSIT Hasil Nilai Normal
b.
MCV 73.9 fL 80 ~ 100 RO
MCH 22.1 pg 26.0 ~ 34.0
MCHC 29.9 % 32 ~ 36
MCV 73.9 fL 80 ~ 100
PPT / KPTT Hasil Nilai Normal
PPT 13.2 detik 11.8 ~ 15.1
KPTT 36.1 detik 25.0 - 38.4
FUNGSI GINJAL Hasil Nilai Normal
BUN 14.9 mg/dL 10 ~ 20
Creatinin 1.27 mg/dL 0.62 ~ 1.10
IMMUNO SEROLOGI Hasil Nilai Normal
HBs Ag Rapid Non Reaktif Non Reaktif
Anti HIV Rapid Pre Op Hasil Lab Terlampir Non Reaktif
Thorax

Jumat, 6 Oktober 2023

Cor : tampak tertarik ke sisi kiri


Pulmo: Tampak fibroinfiltrat di lapang paru kiri
Sinus phrenicocostalis kanan tajam, kiri tertutup perselubungan
Tampak penebalan pleura kiri atas disertai penarikan trachea ke sisi kiri
Tulang-tulang dan soft tissue normal Kesmpulan:
TB paru disertai schwarte kiri
Susp. efusi pleura kiri

5
TABEL POMR

TPL PPL Assessment Planning


Diagnosis Terapi Monitoring Edukasi
Anamnesis: • Benjolan di Diagnosis kerja: • SE Non • Keluhan • Edukasi tentang
• Keluhan benjolan di luar anus Massa R. Anus medikamentosa • TTV
penyakit pasien
anus sejak 2 tahun • Benjolan Hemoroidektomi
lalu membesar dan Diagnosis utama: • Edukasi terkait
• Awalnya sebesar mengecil Hemoroid eksterna Medikamentosa
• Inf. RL 1000 rencana tindakan
kacang • Benjolan
• Benjolan bisa membuat tidak Diagnosis cc/24 jam yang akan
membesar dan nyaman sekunder: Preop
• HT dilakukan
mengecil • Pruritus ani • Inf.
• Benjolan berada di • RPD: HT, post • TB Cefazoline 2 • Edukasi untuk
luar anus dan tidak TB selesai gr
puasa 6 jam
bisa dimasukkan pengobatan • Inj.
• Pasien merasa tidak • Status lokalis: Metamizole persiapan operasi
nyaman. Massa soidum 3x500
• Bedrest
• Dalam 2 minggu ini hemoroid di mg
ukurannya cenderung jam 1 dan 5 • Inj. Ranitidin
tetap. • Basofil 2.14 % 25 mg
• Gatal pada daerah • Eosinofil 7.11 • Inj.
anus di malam hari. % Ondansentron
• Keluhan lain seperti • Monosit 9.52 8 mg
nyeri, BAB darah, % • Fleet enema
keluar cairan dari • Leukositosis 1x133 ml
anus disangkal. • RO Thorax:
• Riwayat BAB dalam TB paru, Susp.
2-3 hari, tidak pernah efusi pleura
sulit BAB. kiri

6
• RPD: HT, Post
TB selesai
pengobatan
2017

Pemeriksaan fisik
KU: sakit ringan
TD: 139/91 mmHg
Nadi: 88x/menit
VAS: 2
Status lokalis:
Massa hemoroid di
jam 1 dan 5

Pemeriksaan
penunjang
Basofil 2.14 %
Eosinofil 7.11 %
Monosit 9.52 %
Lekosit 11.55 ribu/uL
RO Thorax: TB paru,

7
Laporan Operasi

Tanggal operasi: 7/10/2023


Tindakan: Hemoroidectomy
Temuan: Massa hemoroid di jam 1 dan 5 ukuran 2 cm

8
SOAP Harian 8/10/2023

Subjective Objective Assessment Planning


Diagnosis Terapi Monitoring Edukasi
• Nyeri luka KU: baik Post op - • Inf. RL 1500 • Keluhan • Edukasi untuk
Kesadaran: CM hemoroidektomi
cc/24 jam • TTV menjaga
bekas operasi
• Inj. Ketorolac higienitas pada
H+1 GCS 456 + HT + TB 30 mg area bekas
• Inj. Ranitidin operasi
• Makan minum TD: 112/69
25 mg • Istirahat cukup
baik N: 60 • Inj.
• BAB belum T: 36.2 Ondansentron
8 mg
• BAK tidak ada RR: 20

keluhan SpO2: 99
K/L: AICD -/-/-/-
Thorax: dbn
Abd: dbn
Eks: Akral HKM
Tampon pada
luka operasi
dilepas
Rendam duduk
dengan larutan
PK

9
SOAP Harian 9/10/2023

Subjective Objective Assessment Planning


Diagnosis Terapi Monitoring Edukasi
• Nyeri luka KU: baik Post op - • Inf. RL 1500 • Keluhan • KRS
Kesadaran: CM hemoroidektomi
cc/24 jam • TTV • Kontrol poli
bekas operasi
• Inj. Ketorolac bedah h+3
H+2 berkurang GCS 456 + HT + TB 30 mg KRS
• Inj. Ranitidin • Edukasi untuk
• Makan minum TD: 167/92
25 mg rendam duduk
baik N: 68 • Inj. menggunakan
Ondansentron larutan PK 2x1
• BAB belum T: 36.5
8 mg kemudian di
• BAK tidak ada RR: 20 Oral: berikan salep
SpO2: 99 • Tab. Boraginol N
keluhan
Paracetamol • Menjaga luka
K/L: AICD -/-/-/- 3x500 mg operasi tetap
Thorax: dbn • Tab. Cefixime bersih
2x100 mg • Istirahat cukup
Abd: dbn • Salep
Eks: Akral HKM Boraginol N
2x1
Rendam duduk
dengan larutan
PK

10
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Definisi

Hemoroid merupakan pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena di anus


dari pleksus hemoroidalis. Hemoroid dibedakan menjadi dua bagian yaitu hemoroid
eksterna dan hemoroid interna berdasarkan letaknya dari garis mukokutan (garis
dentata). Hemoroid eksterna timbul dari pelebaran dan inflamasi vena subkutan (di
bawah kulit) di bawah atau di luar garis dentate dan hemoroid interna timbul dari
dilatasi vena submukosa (di bawah mukosa) di atas garis dentata (Sudarsono, 2015).

3.2. Epidemiologi

Data epidemiologi menunjukkan hemoroid adalah penyebab perdarahan


saluran cerna bawah paling sering.
a. Global
Salah satu studi prospektif dengan jumlah 976 sampel menemukan hemoroid
dialami oleh 38,93% sampel yang menjalani pemeriksaan kolonoskopi untuk program
skrining kanker kolorektal. Sebagian besar pasien menderita hemoroid derajat I
(72,89%) (Pong JC, 2008).
b. Indonesia
Studi pada salah satu rumah sakit di Indonesia menunjukkan prevalensi
hemoroid pada pasien dengan keluhan perdarahan saluran cerna bawah sebesar
44,7%. Studi tersebut menyimpulkan hemoroid merupakan penyebab tersering
perdarahan saluran cerna bawah (Cronau H, 2010).

3.3. Etiologi dan Faktor Risiko

Etiologi pasti hemoroid belum jelas. Hingga saat ini diduga diakibatkan
pergeseran bantalan anal kanal (Cronau H, 2010).

11
Faktor risiko hemoroid meliputi:

• Konstipasi kronik dan mengejan


• Kebiasaan buang air yang kurang baik
• Kehamilan atau lesi desak ruang pada pelvis (peningkatan tekanan intra
abdomen)
• Usia 45-65 tahun
• Diet rendah serat (Cronau H, 2010) (Aslam TM, 2009).

3.4. Patofisiologi

Dahulu terdapat beberapa patofisiologi yang diperkirakan mengakibatkan


hemoroid. Hipotesis terbaru mengemukakan bahwa hemoroid timbul akibat
pergeseran bantalan (cushion) kanal anal yang melemah. Pergeseran tersebut
mengakibatkan dilatasi vena.

a. Anatomi

Anal kanal merupakan bagian terdistal dari saluran cerna. Panjang anal kanal
pada orang dewasa sekitar 4-5 cm. Pada lumen anal kanal terdapat lipatan mukosa
sirkumferensial yang dikenal dengan garis mukokutan atau linea dentate. Linea
tersebut merupakan batas atas kanalis anus dengan rektum. Linea dentate akan
menjadi pembeda hemoroid interna dan eksterna.

Pada anal kanal terdapat bantalan. Bantalan tersebut mengandung submukosa,


pembuluh darah, otot polos, jaringan ikat, serta sinusoid arteriovenosus. Hemoroid
interna merupakan kelainan pada bantalan pembuluh darah dalam jaringan
submukosa yang terdiri atas pleksus vena hemoroidalis superior di atas linea dentate.
Bantalan mayor terletak pada posterior dextra, lateral sinistra, dan anterior dextra
kanal anal. Oleh karena itu hemoroid interna sering berada pada area tersebut.
Sedangkan pelebaran dan penonjolan pleksus hemoroid inferior yang terletak di distal
linea dentate tergolong hemoroid eksterna (Frings A, 2017).

12
Gambar 1. Anatomi anal canal dan vaskularisasi hemoroid

1. Sistem Arteri
Aliran arteri mesenterika inferior berlanjut menjadi arteri hemoroidalis
superior yang kemudian bercabang menjadi cabang utama kiri dan kanan.
Sedangkan arteri iliaka interna bercabang ke anterior menjadi arteri
hemoroidalis medialis. Arteri pudenda interna bercabang menjadi arteri
hemoroidalis inferior. Pembuluh darah superior dan inferior membentuk
anastomomsis hingga terbentuk sirkulasi kolateral (Frings A, 2017).
2. Sistem Vena
Pada prinsipnya aliran vena menuju sistem vena porta atau sistem vena
kava. Pleksus hemoroidalis internus berlanjut menjadi vena hemoroidalis
superior lalu menuju mesenterica inferior kemudian melalui vena lienalis
menuju vena porta. Pada area ini vena tidak memiliki katup. Oleh karena itu
tekanan intraabdomen sangat berperan dalam tekanan vena. Sedangkan vena
hemoroidalis inferior menuju vena pudenda interna kemudian menuju vena
iliaka interna dan sistem kava (Frings A, 2017).

13
b. Mekanisme Terjadinya Hemoroid

Pada pemeriksaan patologi anatomi pasien hemorhoid tampak perbedaan


berupa dilatasi pleksus vena abnormal, proses degenerasi serat kolagen dan jaringan
fibroelastik, thrombosis vaskular, distorsi serta ruptur otot subepitel anal (otot Treitz
atau ligament suspensori mukosa) dan reaksi inflamasi. Beberapa mediator atau
enzim seperti matrix metalloproteinase (MMP) yakni MMP-9 meningkat kadarnya
pada hemoroid. Enzim tersebut berkaitan dengan peningkatan degradasi serat elastin.
Selain itu juga terjadi peningkatan ekspresi vascular endothelial growth factors
(VEGF) yang berkaitan dengan neovaskularisasi. Studi juga menunjukkan
peningkatan tekanan di dalam anus pada suasana istirahat meningkat pada pendeirta
hemoroid (Cronau H, 2010).

Peningkatan tekanan intraabdomen seperti pada kondisi mengejan saat buang


air besar meningkatkan risiko timbul hemoroid. Bantalan anal akan mendapat
tekanan. Jika terus berulang dalam jangka waktu lama bantalan anal dapat prolaps.
Aliran balik vena terganggu hingga menimbulkan pelebaran pleksus hemoroidalis
(Cronau H, 2010).

Perdarahan pada hemoroid dapat timbul akibat trauma oleh feses dengan
konsistensi keras. Perdarahan berwarna merah segar karena sesuai anatominya
bantalan anal kanal kaya akan sinusoid arteriovenosus. Pleksus hemoroidalis kaya
akan kolateral luas arteri hemoroidalis (Cronau H, 2010).

3.5. Diagnosis

Diagnosis hemoroid ditegakan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan


pemeriksaan penunjang. Anamnesis untuk menggali gejala sesuai derajat penyakit
dan faktor risiko serta menyingkirkan kemungkinan diagnosis banding. Pemeriksaan
fisik meliputi pemeriksaan anorektal. Pemeriksaan penunjang meliputi anosopi atau
kolonoskopi.

14
a. Anamnesis

Gejala hemoroid tergantung derajat keparahan penyakit. Gejala paling sering


ditemukan antara lain perdarahan saat buang air besar, darah menetes dari anus,
prolaps, keluar cairan dari anus (mucus discharge), dan pruritus ani. Akan tetapi
penderita hemoroid dapat juga tanpa gejala (Pong JC, 2008).

Riwayat penyakit yang penting ditanyakan meliputi kebiasaan buang air besar,
frekuensi buang air besar, konsisensi tinja, apakah ada benjolan yang keluar setelah
buang air besar dan apakah bisa dimasukkan kembali ke rektum, riwayat sulit buang
air besar dan kebiasaan mengedan serta kebiasaan makan dan konsumsi serat (Pong
JC, 2008).

Hemoroid ditandai dengan perdarahan tanpa rasa nyeri yang dilaporkan


adanya darah pada tissue setelah buang air besar atau darah menetes saat atau setelah
buang air besar. Hemoroid interna dapat menimbulkan gejala ketika prolaps,
trombosis, perdarahan atau menjadi ulserasi. Hemoroid eksterna dapat menimbulkan
rasa tidak nyaman pada anus karena penonjolan massa. Trombosis hemoroid eksterna
dapat menyebabkan nyeri akut (Pong JC, 2008).

b. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan anorektal yang dilakukan meliputi:

• Inspeksi daerah perianal: dapat dilakukan pada posisi lateral kiri atau litotomi. Pada
pemeriksaan inspeksi dapat dinilai apakah terdapat ruam kulit, hemoroid eksterna atau
skin tag, fisura, fistula, abses, neoplasma, kondilomata, prolaps, papil hipertrofi atau
kombinasi di antaranya.
• Pemeriksaan colok dubur: bersifat subyektif bergantung dengan kemampuan dan
penilaian pemeriksa, namun masih menjadi pemeriksaan awal yang penting.
Pemeriksaan yang dinilai termasuk permukaan mukosa, kekuatan tonus sfingter ani,
jika teraba massa di rektum di deskripsikan dengan letak massa, fluktuasi, nyeri tekan,
dan konsistensi.

15
Derajat Kriteria
I Hemoroid interna non-prolaps

II Prolaps hemoroid interna saat defekasi, dapat tereduksi spontan

III Prolaps hemoroid interna saat defekasi, reduksi manual

IV Prolaps hemoroid interna persisten, tidak dapat direduksi manual, inkarserata


c. Tipe hemoroid

Hemoroid tergolong menjadi hemoroid internal, hemoroid eksternal maupun


campuran keduanya.

• Hemoroid interna: diselubungi epitel kolumnar, berada di atas linea dentata •


Hemoroid eksterna: diselubungi epitel skuamosa (anoderm), berada di bawah
linea dentata
• Hemoroid campuran (mixed hemorrhoids): meliputi hemoroid internal,
eksternal, dan ruang di antaranya.

d. Derajat Hemoroid

Hemoroid interna terdiri atas empat derajat berdasarkan ada tidaknya prolaps
dan reduksi spontan/manual.

Tabel 1. Derajat Hemoroid Interna

e. Diagnosis Banding

Diagnosis banding hemoroid yang harus disingkirkan terutama adalah


keganasan seperti kanker kolorektal. Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya
seringkali pasien mengalami gejala perdarahan saat buang air besar. Gejala ini juga
timbul pada kanker kolorektal, sehingga mengidentifikasi adanya red flags menjadi
penting. Beberapa penyakit yang menjadi diagnosis banding hemoroid terangkum
dalam tabel berikut (Pong JC, 2008).

16
Diagnosis Riwayat penyakit Temuan pemeriksaan fisik

Nyeri sekitar anus; berat badan


Kanker anus turun pada kasus lanjut Lesi ulserasi anus

Massa anus tanpa perdarahan;


Kondilomata anus riwayat hubungan seks anal Lesi seperti kol (cauliflower-like
lesion)

Nyeri seperti dirobek dan


perdarahan dengan pergerakan Nyeri pada pemeriksaan rektal
Fissura anus usus dengan fisura

Darah pada tinja, penurunan berat


badan, nyeri perut, perubahan
kebiasaan buang air besar, riwayat
Kanker kolorektal keluarga Massa atau nyeri tekan abdomen

Inflammatory Gejala konstitusional, nyeri perut, Pemeriksaan rektal normal,


bowel disease diare, riwayat keluarga fistula, kolitis pada anoskopi

Massa dengan nyeri tekan


diselubungi kulit sampai mukosa
Abses perianal Nyeri dengan onset gradual rektum

Tidak ada perdarahan, riwayat Massa sekitar anus diselubungi


Skin tags hemoroid sudah sembuh kulit normal, bukan mukosa

Tabel 2. Diagnosis Banding Hemoroid

d. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang untuk membantu penegakan diagnosis hemoroid


adalah anoskopi. Pilihan lainnya dapat dilakukan pemeriksaan sigmoidoskopi

17
maupun kolonoskopi untuk menegakan diagnosis hemoroid sekaligus menyingkirkan
diagnosis banding.

1. Anoskopi
Anoskopi meerupakan pemeriksaan paling akurat dan paling mudah
untuk memeriksa kanalis ani dan distal rektum untuk membedakan diagnosis
hemoroid interna atau fisura ani. Pemeriksaan ini jarang digunakan semenjak
pemakaian endoskopi lebih banyak dilakukan.
2. Sigmoidoskopi fleksibel atau kolonoskopi
Tidak lebih akurat untuk menegakan diagnosis hemoroid, namun
dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan inflammatory bowel disease
atau kanker. Kolonoskopi terutama dilakukan pada pasien perdarahan rektum
dengan tanda bahaya atau kelompok populasi sebagai berikut:
• Pasien berusia 50 tahun atau lebih dan belum pernah dilakukan pemeriksaan
kolon menyeluruh dalam 10 tahun terakhir
• Pasien berusia 40 tahun atau lebih yang belum pernah dilakukan pemeriksaan
kolonoskopi dalam 10 tahun terakhir dan memiliki riwayat satu orang keluarga
inti dengan kanker kolorektal atau adenoma pada usia 60 tahun atau kurang.
• Pasien berusia 40 tahun atau lebih yang belum dilakukan pemeriksaan kolonoskopi
dalam lima tahun terakhir dan memiliki riwayat lebih dari satu orang keluarga inti dengan
kanker kolorektal atau adenoma pada usia 60 tahun atau kurang.
• Pasien dengan anemia defisiensi besi
• Pasien dengan hasil pemeriksaan darah samar tinja positif.
3. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium darah dapat dilakukan untuk melihat adanya
anemia yang mungkin disebabkan oleh perdarahan dari hemoroid.

18
Jenis Hemoroid Penatalaksanaan
Penatalaksanaan konservatif medikamentosa
disertai dengan modifikasi gaya hidup,
menghindari OAINS, dan menghindari makanan
Hemoroid Interna derajat I pedas maupun berlemak
Penatalaksanaan konservatif medikamentosa,
Hemoroid Interna derajat II modifikasi gaya hidup, dan tindakan non-operatif
dan III bila diperlukan
Hemoroid Interna derajat III
yang sangat simtomatik dan
derajat IV Paling baik dilakukan hemorhoidektomi
Hemoroid Interna derajat IV
dengan gangren atau
inkarserata Diperlukan tindakan bedah segera
Hemoroid Eksternal dengan
thrombosis Dapat berespon baik dengan enukleasi
Hemoroid Eksternal dengan
gangguan hygiene atau skin
tag Lebih baik ditatalaksana dengan reseksi operatif
3.6. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan hemoroid internal dilakukan berdasarkan derajat keparahan.


Terapi utama adalah terapi non farmakologi berupa modifikasi diet serta perbaikan
bowel habit. Terapi selanjutnya adalah medikamentosa dan pembedahan. Secara
umum, berdasarkan derajat keparahan, penatalaksanaan hemoroid adalah:

Tabel 2. Penatalaksanaan Hemoroid Berdasarkan Jenisnya

a. Terapi Non Farmakologi

Terapi non farmakologi dapat berupa perubahan diet, pola hidup, serta bowel
habit. Diet harus tinggi serat dan cairan oral agar konsistensi tinja tidak keras. Jumlah
konsumsi serat yang direkomendasikan yakni 25-40 gram serat per hari. Konsumsi air

19
disarankan minimal 1800 mL per hari atau 30-40 ml/kgBB/hari (pastikan pasien tidak
dalam kondisi yang mengharuskan restriksi cairan).

Perubahan bowel habit dilakukan dengan cara merubah posisi saat defekasi
dan menghindari mengedan saat buang air besar. Posisi jongkok merupakan posisi
yang paling baik untuk buang air besar. Pada posisi jongkok, sudut anorectal yang
terbentuk lebih besar dibanding posisi duduk. Sudut anorectal menjadi lurus ke
bawah sehingga mempermudah pengeluaran tinja. Selain itu tekanan intra-abdominal
lebih rendah pada posisi jongkok. Jika hanya ada kloset duduk maka pasien dapat
disarankan untuk meletakkan bangku di bawah kaki serta menyondongkan tubuh ke
depan. Walaupun sudut anorektal yang terbentuk tidak serupa seperti posisi jongkok,
hal tersebut dapat membuat perubahan sudut anorectal yang lebih baik dibanding
posisi duduk.

Kebiasaan saat di toilet juga harus diperbaiki. Beritahu pasien untuk tidak
menghabiskan waktu lama duduk di kloset jika tinja tidak keluar. Selain daripada itu,
pasien juga disarankan untuk menjaga pola hidup yang baik dengan makanan bergizi
seimbang dan olahraga. Aktivitas fisik dapat membantu pergerakan usus dan
memperbaiki bowel habit.

b. Medikamentosa

Tujuan utama terapi medikamentosa adalah untuk mengendalikan gejala akut


hemoroid dibandingkan mengobati keadaan yang mendasari. Terdapat banyak obat-
obatan dan pengobatan tradisional dalam bentuk pil, suppositoria, krim, dan topikal
wipes. Untuk sediaan oral, flavonoid adalah agen phlebotonik yang paling sering
digunakan unruk meningkatkan tonus vaskular, mengurangi kapasitas vena,
mengurangi permeabilitas kapiler, memfasilitasi drainase limfatik dan memiliki efek
anti-inflamasi.

Pada trombosis hemoroid eksternal yang menyebabkan nyeri akut yang hebat,
jika tidak diberikan terapi gejala dapat hilang dalam 2-3 hari dan trombosis kembali
terabsorpsi. Terapi oral lain yang dapat diberikan adalah analgetik dan laksatif,

20
sedangkan untuk topikal dapat diberikan lidokain krim ataupun kombinasi nifedipin
dan lidokain krim.

c. Tindakan non Operatif

Tindakan tanpa pembedahan untuk penatalaksanaan hemoroid berupa ligase


rubber band, skleroterapi, fotokoagulasi inframerah atau diatermi bipolar.

1. Ligasi Rubber Band


Tindakan yang paling sering dilakukan, dapat dilakukan di poliklinik
dengan atau tanpa anestesi dan persiapan. Efektif pada hemoroid internal
derajat satu dan dua serta beberapa pada hemoroid internal derajat tiga. Angka
keberhasilan mencapai 80%, gejala rekurensi dapat diatasi dengan
pemasangan ulan rubber band dan hanya 10% yang akhirnya harus menjalani
operasi eksisi. Pasien yang menjalani ligasi dapat merasakan nyeri ringan dan
tumpul selama 48 jam setelah tindakan yang berkurang dengan analgetik.
Perdarahan minor atau spotting dilaporkan sekitar 5% dan kurang dari 0,1%
mengalami perdarahan hebat yang memerlukan tindakan gawat darurat.
Komplikasi paling jarang adalah sepsis perineal akibat retensi urin atau
gangren pada ligasi. Risiko sepsis lebih tinggi pada pasien dengan
imunokompromais, diabetis, dan neutropenia.
2. Skleroterapi
Skleroterapi adalah injeksi agen kaustik pada submukosa hemoroid
sehingga menghilangkan vaskularitas, trombosis intravaskular, dan fibrosis.
Fibrosis dipercaya mengakibatkan fiksasi jaringan dan menghilangkan
prolapsus. Efektivitas terapi sebesar 75%-89% pada hemoroid derajat 1,2 dan
3, namun rekurensi didapatkan sebesar 40% dalam 4 tahun. Agen kaustik
yang digunakan adalah fenol 10% sebanyak 1 ml menggunakan jarum 21 atau
25, jarum yang lebih besar dapat menimbulkan perdarahan. Komplikasi jarang
terjadi, dilaporkan adanya disfungsi ereksi karena injeksi mengenai saraf
parasimpatetik periprostatik.

21
3. Fotokoagulasi Inframerah dan Diatermi Bipolar
Fotokoagulasi menggunakan cahaya inframerah pada hemoroid
menghasilkan koagulasi protein sel dan evaporasi cairan intraselular, sehingga
terjadi sklerosis dan fiksasi akibat fibrosis jaringan. Direkomendasikan
diberikan pada hemoroid derajat 1 dan 2 selama prolaps tidak terlalu besar,
dengan gejala rekuren setelah ligasi dimana ligasi ulang tidak dapat dilakukan.
Koagulasi bipolar diatermi menggunakan energi elektrik yang memiliki efek
sama dengan fotokoagulasi dengan mengurangi vaskularitas dan memfiksasi
jaringan ke muskulatorum anal.

d. Terapi Operatif

1. Doppler-Guided Transanal Hemorrhoid Ligation (DG-HTL)


Tindakan ini menggunakan proktoskopi khusus dengan probe Doppler
dan lampu untuk mengidentifikasi arteri dan jahitan ligasi. Tindakan ini
dilakukan pada hemoroid derajat 2,3, dan 4. Jahitan ligasi dilakukan dari
pedikel hemoroid terus ke bawah sampai linea dentata untuk meligasi
hemoroid. Jahitan disimpul kempali ke apeks untuk mengangkat hemoroid
kembali ke posisi anatomi. Sebuah penelitian menunjukkan 1,2% muncul
komplikasi perdarahan dan 2,3% berkembang menjadi trombosis pasca
operasi. Angka rekurensi dalam satu tahun sebesar 4,1% dan tidak ditemukan
adanya inkontinensia fekal. DG-HTL yang dilakukan setelah kegagalan ligasi
rubber band dilaporkan 23% mengalami rekurensi perdarahan dan atau
prolaps dalam 18 bulan namun mengurangi tindakan operasi hemoroidektomi.
2. Hemoroidektomi Stapler
Tindakan ini menggunakan stapler sirkular untuk mengatasi prolaps
hemoroid internal termasuk membuang bagian proksimal dari mukosa rektal
distal hemoroid dan linea dentata. Tindakan ini mengurangi prolaps dan
memfiksasi jaringan ke dinding rektal. Tindakan ini lebih tidak nyeri pada
pasca operasi karena jaringan yang dieksisi berada proksimal dari serabut
saraf somatik anus. Komplikasi berat dapat terjadi antara lain perdarahan,

22
inkontinensia, stenosis, fistula, dan sepsis perineal. Pada wanita harus
dipastikan bahwa jaringan vagina atau septum rektovagina tidak terlibat
karena dapat mengakibatkan terbentuknya fistel rektovagina. Komplikasi
yang lebih jarang terjadi antara lain perforasi, sepsis retroperitoneal, dan
obstruksi total rektum.
3. Hemoroidektomi
Sekitar 5-10% pasien hemoroid memerlukan operasi hemoroidektomi.
Pasien yang memerlukan operasi terbuka hemoroidektomi adalah pasien
dengan: 1) hemoroid derajat 3 yang tidak responsif terhadap terpi non-
operatif, 2) hemoroid derajat 4, 3) hemoroid eksternal besar atau hemoroid
campuran, dan 4) dengan kondisi patologis anorektal.
Prosedur yang paling banyak digunakan adalah hemoroidektomi
tertutup Ferguson dan hemoroidektomi terbuka Milligan-Morgan. Pada
pendekatan Ferguson, hemoroid dielevasi, kulit eksternal dan anoderm
diinsisi. Pedikel diligasi dan luka ditutup dengan jahitan kontinu. Pada
pendekatan Milligan-Morgan, hemoroid dieksisi namun luka dibiarkan
terbuka untuk epitelisasi.
Komplikasi pasca operasi yang paling sering ditemukan adalah
perdarahan pada satu minggu setelah operasi, 34% terjadi retensi urin
temporer yang dapat diatasi dengan pemasangan kateter. Stenosis anal umum
terjadi terutama jika eksisi dilakukan pada multipel kuadran.[8] Nyeri pasca
operasi dapat diatasi dengan OAINS, suplementasi narkotik terkadang
dibutuhkan. Namun obat-obatan narkotika dapat menyebabkan konstipasi,
yang berlanjut pada perdarahan, nyeri, lepasnya jahitan, dan mengendurnya
staples. Laksatif direkomendasikan pada setiap perawatan pasca tindakan.
Topikal metronidazol 10% diberikan tiga kali sehari dan topikal diltiazem
dapat mengurangi nyeri.

e. Edukasi Pasien

Pasien dengan hemoroid dapat diedukasi mengenai:

23
• Diet tinggi serat 25-40 gram serat per hari dan cukupi kebutuhan cairan minimal
1800 mL per hari atau 30-40 ml/kgbb/hari. Akan tetapi pastikan pasien tidak dalam
kondisi yang mengharuskan restriksi cairan.
• Hindari mengedan saat buang air besar
• Perbaiki kebiasaan saat berada di toilet yakni jangan menghabiskan waktu lama
duduk di kloset jika tinja tidak keluar. Beberapa orang terkadang menghabiskan
waktu lama di kloset dengan membaca atau bermain telepon genggam.
• Sarankan untuk buang air besar dengan posisi jongkok. Jika hanya ada kloset duduk
maka pasien dapat disarankan untuk meletakkan bangku di bawah kaki serta
menyondongkan tubuh ke depan.
• Olahraga teratur
• Menghidari obat-obatan yang dapat menyebabkan konstipasi atau diare.

3.7. Komplikasi dan Prognosis

Komplikasi dari hemoroid salah satunya adalah thrombosis pada hemoroid.


Prognosis hemoroid jika tidak ditangani maka derajat keparahan dapat memberat.
Jika ditatalaksana dengan sesuai, secara umum prognosis baik walaupun
kemungkinan rekurensi tetap ada (Aslam TM, 2009).

a. Komplikasi

Komplikasi yang mungkin timbul akibat hemoroid, yaitu (Aslam TM, 2009):

• Anemia dari perdarahan kontinu dan masif


• Trombosis
• Inkarserasi
• Inkontinensia fekal
• Sepsis pelvis
• Stenosis anal

24
b. Prognosis

Prognosis pasien yang menjalani tatalaksana hemoroid yang sesuai adalah


baik. Resolusi dan perbaikan gejala dengan laju rekurensi yang rendah, walaupun
gejala sisa atau gejala rekuren tinggi angka kejadiannya pada pasien yang memiliki
faktor risiko kuat. Operasi hemoroidektomi memiliki efek jangka panjang dengan
kurang dari 20% gejala rekuren dan membutuhkan terapi ulang yang lebih rendah
dibandingkan dengan ligasi rubber band pada hemoroid derajat 2 atau derajat yang
lebih berat (Aslam TM, 2009).

25
BAB 4
KESIMPULAN

Hemoroid adalah pelebaran pembuluh darah pada rektum bagian distal.


Penyakit ini dikenal oleh masyarakat dengan sebutan ambeien / wasir. Penyakit ini
timbul akibat adanya kongesti pada vena hemorrhoidalis yang disebabkan oleh
adanya gangguan aliran balik. Bantalan vena hemorrhoidalis adalah struktur anatomi
normal, namun karena suplai vaskularnya yang kaya, lokasi yang sensitif, dan
sifatnya yang mudah terdesak dan prolaps, bantalan vena hemorrhoidalis menjadi
penyebab patologi anal yang sering ditemukan.

Faktor risiko hemoroid meliputi cara buang air besar yang tidak benar, diet
rendah air dan serat, serta peningkatan tekanan intra abdomen dalam jangka lama
(misalnya hamil atau ada tumor intra abdomen). Diagnosis ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik serta anoskopi/kolonoskopi. Pada anamnesis gejala
yang sering dikeluhkan adalah perdarahan saat buang air besar, rasa sakit saat buang
air besar, benjolan, serta gatal pada anus.

Penatalaksanaan meliputi perubahan menu diet dan pola hidup, obat-obatan,


dan pembedahan. Pemilihan penatalaksanaan medikamentosa dan operatif dilakukan
sesuai dengan derajat keparahan hemoroid.

26
DAFTAR PUSTAKA

Aslam TM, T. S. (2009). Iris recognition in the presence of ocular disease. J R Soc
Interference.

Cronau H, K. R. (2010). Diagnosis and management of red eye in primary care. Am


Fam Physician.

Frings A, G. G. (2017). Red eye—a guide for non-specialists. Dtsch Arztebl Int.

Lalisang. (2016). Hemorrhoid: Pathophysiology and Surgical Management Literature


Review. The New Ropanasuri Journal of Surgery.

Pong JC, L. D. (2008). Spontaneous subconjunctival haemorrhage secondary to


acrotid-cavernpus fistula. Clin Experiment Ophtamol.

Sjamsuhidajat, & Jong, D. (2017). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.

Sudarsono, D. F. (2015). Diagnosis dan Penanganan Hemoroid. J Majority.

27

Anda mungkin juga menyukai