5120021044-M Ilyas-CBD Bedum-Hemoroid-1
5120021044-M Ilyas-CBD Bedum-Hemoroid-1
“HEMOROID”
Diajukan untuk memenuhi sebagian tugas kepaniteraan klinik dan melengkapi salah
satu syarat menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter di Bagian Bedah Rumah
Sakit Islam Surabaya Jemursari
Oleh:
Muhamad Fachrul Ilyas (5120021044)
Dosen Pembimbing:
dr. Dayu Satriya Wibawa, Sp.B., FINACS
SAMPUL
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat,
rahmat, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas Case Based
Discussion ini.
Tugas ini disusun dalam rangka memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik di bagian
Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya. Di samping itu,
melalui kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Dayu Satriya
Wibawa, Sp.B., selaku pembimbing klinis dalam penyusunan Case Based Discussion
ini.
Penulis menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari sempurna dan tidak luput
dari kesalahan. Oleh karena itu, penulis berharap adanya masukan, kritik, maupun
saran yang membangun. Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih, semoga tugas
ini dapat memberikan tambahan informasi bagi kita semua.
Penulis
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Oleh:
Laporan kasus Case Based Discussion ini telah diperiksa, disetujui, dan
diterima sebagai salah satu tugas dalam rangka menyelesaikan studi kepaniteraan
klinik di Bagian SMF Bedah RSI Jemursari Surabaya, Fakultas Kedokteran
Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya.
iii
DAFTAR ISI
SAMPUL ....................................................................................................................... i
3.1. Definisi...................................................................................................... 11
iv
BAB 1
PENDAHULUAN
1
IDENTITAS
Nama Tn. Jansen
Umur 57 tahun
Jenis kelamin Laki-laki
Alamat Surabaya
ANAMANESIS
Keluhan utama Benjolan di daerah anus
Riwayat penyakit sekarang Keluhan benjolan didaerah anus sejak 2
tahun lalu. Pada saat awal muncul
berukuran sebesar kacang yang sewaktu-
waktu bisa membesar dan mengecil.
Benjolan berada di luar anus dan tidak
bisa dimasukkan namun menyebabkan
pasien merasa tidak nyaman. Dalam 2
minggu ini menurut pasien ukurannya
cenderung tetap. Pasien belum pernah
berobat sebelumya. Keluhan lain berupa
gatal pada daerah anus yang seringnya
terjadi di malam hari. Keluhan lain
seperti nyeri, BAB darah, keluar cairan
dari anus disangkal. Riwayat BAB pasien
cenderung biasa saja. Pasien BAB dalam
2-3 hari dan tidak pernah mengalami sulit
BAB.
Riwayat penyakit dahulu Hipertensi
Post Pengobatan TB tuntas 2017
Riwayat penyakit keluarga Tidak ada
BAB 2
LAPORAN KASUS
2
Riwayat pengobatan Tab. V-bloc 1x6.25 mg
Tab. Candesartan 1x16 mg
Tab. Mecobalamin 2x500 mg 3
Riwayat alergi Tidak ada
Riwayat sosial Pensiunan swasta
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum Sakit sedang
Kesadaran Compos mentis GCS 456
TD 139/91 mmHg
Nadi 88 x/menit
RR 20
Suhu 36.3 ℃
SpO2 99
VAS 2
KL:
A/I/C/D -/-/-/-
Thorax Paru
• Inspeksi: simetris kanan dan kiri,
retraksi dinding dada tidak ada
• Palpasi: pergerakan napas simetris
fremitus raba kiri sedikit
tertinggal
• Perkusi: sonor +/+
• Auskultasi: vesikuler +/+,
wheezing -/-, rhonki -/+
Jantung
• Inspeksi: normochest, ictus cordis
terlihat
• Palpasi: ictus cordis teraba
HITUNG JENIS LEKOSIT • Perkusi: batas jantung
Hasil Nilai Normal
dbn
Basofil 2.14
• %Auskultasi: S1/S2 reguler,
0~1
Neutrofil 58.97 % 39.3 ~ 73.7
murmur -, gallop -
Limfosit 22.26 % 25 ~ 40
Abdomen
Eosinofil • %Inspeksi: perubahan2warna
7.11 - 4 kulit -,
Monosit 9.52 %massa - 2~8
DARAH LENGKAP • Auskultasi: BU Nilai
Hasil Normal
+ normal
Eritrosit 6.62 juta/uL 4.40 ~ 5.90
• Perkusi: dbn
Hemoglobin 14.59 g/dL 13.2 ~ 17.3
• Palpasi: McBurney (NE), defans
Hematokrit 48.9 % 40 ~ 52
RDW-CV 13.3 %muscular (NE), rosving sign
11.5 ~ 14.5
Trombosit (NE), rebound phenomena
272 ribu/uL 150 ~ 440 (NE),
psoas sign (NE), obturator sign
(NE)
Ekstremitas Edema -, akral HKM, CRT<2 detik
Status lokalis Massa hemoroid di jam 1 dan 5
Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
4
MPV 8.973 fL 7.2 ~ 11.1
Lekosit 11.55 ribu/uL 3.80 ~ 10.6
INDEX ERITROSIT Hasil Nilai Normal
b.
MCV 73.9 fL 80 ~ 100 RO
MCH 22.1 pg 26.0 ~ 34.0
MCHC 29.9 % 32 ~ 36
MCV 73.9 fL 80 ~ 100
PPT / KPTT Hasil Nilai Normal
PPT 13.2 detik 11.8 ~ 15.1
KPTT 36.1 detik 25.0 - 38.4
FUNGSI GINJAL Hasil Nilai Normal
BUN 14.9 mg/dL 10 ~ 20
Creatinin 1.27 mg/dL 0.62 ~ 1.10
IMMUNO SEROLOGI Hasil Nilai Normal
HBs Ag Rapid Non Reaktif Non Reaktif
Anti HIV Rapid Pre Op Hasil Lab Terlampir Non Reaktif
Thorax
5
TABEL POMR
6
• RPD: HT, Post
TB selesai
pengobatan
2017
Pemeriksaan fisik
KU: sakit ringan
TD: 139/91 mmHg
Nadi: 88x/menit
VAS: 2
Status lokalis:
Massa hemoroid di
jam 1 dan 5
Pemeriksaan
penunjang
Basofil 2.14 %
Eosinofil 7.11 %
Monosit 9.52 %
Lekosit 11.55 ribu/uL
RO Thorax: TB paru,
7
Laporan Operasi
8
SOAP Harian 8/10/2023
keluhan SpO2: 99
K/L: AICD -/-/-/-
Thorax: dbn
Abd: dbn
Eks: Akral HKM
Tampon pada
luka operasi
dilepas
Rendam duduk
dengan larutan
PK
9
SOAP Harian 9/10/2023
10
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Definisi
3.2. Epidemiologi
Etiologi pasti hemoroid belum jelas. Hingga saat ini diduga diakibatkan
pergeseran bantalan anal kanal (Cronau H, 2010).
11
Faktor risiko hemoroid meliputi:
3.4. Patofisiologi
a. Anatomi
Anal kanal merupakan bagian terdistal dari saluran cerna. Panjang anal kanal
pada orang dewasa sekitar 4-5 cm. Pada lumen anal kanal terdapat lipatan mukosa
sirkumferensial yang dikenal dengan garis mukokutan atau linea dentate. Linea
tersebut merupakan batas atas kanalis anus dengan rektum. Linea dentate akan
menjadi pembeda hemoroid interna dan eksterna.
12
Gambar 1. Anatomi anal canal dan vaskularisasi hemoroid
1. Sistem Arteri
Aliran arteri mesenterika inferior berlanjut menjadi arteri hemoroidalis
superior yang kemudian bercabang menjadi cabang utama kiri dan kanan.
Sedangkan arteri iliaka interna bercabang ke anterior menjadi arteri
hemoroidalis medialis. Arteri pudenda interna bercabang menjadi arteri
hemoroidalis inferior. Pembuluh darah superior dan inferior membentuk
anastomomsis hingga terbentuk sirkulasi kolateral (Frings A, 2017).
2. Sistem Vena
Pada prinsipnya aliran vena menuju sistem vena porta atau sistem vena
kava. Pleksus hemoroidalis internus berlanjut menjadi vena hemoroidalis
superior lalu menuju mesenterica inferior kemudian melalui vena lienalis
menuju vena porta. Pada area ini vena tidak memiliki katup. Oleh karena itu
tekanan intraabdomen sangat berperan dalam tekanan vena. Sedangkan vena
hemoroidalis inferior menuju vena pudenda interna kemudian menuju vena
iliaka interna dan sistem kava (Frings A, 2017).
13
b. Mekanisme Terjadinya Hemoroid
Perdarahan pada hemoroid dapat timbul akibat trauma oleh feses dengan
konsistensi keras. Perdarahan berwarna merah segar karena sesuai anatominya
bantalan anal kanal kaya akan sinusoid arteriovenosus. Pleksus hemoroidalis kaya
akan kolateral luas arteri hemoroidalis (Cronau H, 2010).
3.5. Diagnosis
14
a. Anamnesis
Riwayat penyakit yang penting ditanyakan meliputi kebiasaan buang air besar,
frekuensi buang air besar, konsisensi tinja, apakah ada benjolan yang keluar setelah
buang air besar dan apakah bisa dimasukkan kembali ke rektum, riwayat sulit buang
air besar dan kebiasaan mengedan serta kebiasaan makan dan konsumsi serat (Pong
JC, 2008).
b. Pemeriksaan Fisik
• Inspeksi daerah perianal: dapat dilakukan pada posisi lateral kiri atau litotomi. Pada
pemeriksaan inspeksi dapat dinilai apakah terdapat ruam kulit, hemoroid eksterna atau
skin tag, fisura, fistula, abses, neoplasma, kondilomata, prolaps, papil hipertrofi atau
kombinasi di antaranya.
• Pemeriksaan colok dubur: bersifat subyektif bergantung dengan kemampuan dan
penilaian pemeriksa, namun masih menjadi pemeriksaan awal yang penting.
Pemeriksaan yang dinilai termasuk permukaan mukosa, kekuatan tonus sfingter ani,
jika teraba massa di rektum di deskripsikan dengan letak massa, fluktuasi, nyeri tekan,
dan konsistensi.
15
Derajat Kriteria
I Hemoroid interna non-prolaps
d. Derajat Hemoroid
Hemoroid interna terdiri atas empat derajat berdasarkan ada tidaknya prolaps
dan reduksi spontan/manual.
e. Diagnosis Banding
16
Diagnosis Riwayat penyakit Temuan pemeriksaan fisik
d. Pemeriksaan Penunjang
17
maupun kolonoskopi untuk menegakan diagnosis hemoroid sekaligus menyingkirkan
diagnosis banding.
1. Anoskopi
Anoskopi meerupakan pemeriksaan paling akurat dan paling mudah
untuk memeriksa kanalis ani dan distal rektum untuk membedakan diagnosis
hemoroid interna atau fisura ani. Pemeriksaan ini jarang digunakan semenjak
pemakaian endoskopi lebih banyak dilakukan.
2. Sigmoidoskopi fleksibel atau kolonoskopi
Tidak lebih akurat untuk menegakan diagnosis hemoroid, namun
dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan inflammatory bowel disease
atau kanker. Kolonoskopi terutama dilakukan pada pasien perdarahan rektum
dengan tanda bahaya atau kelompok populasi sebagai berikut:
• Pasien berusia 50 tahun atau lebih dan belum pernah dilakukan pemeriksaan
kolon menyeluruh dalam 10 tahun terakhir
• Pasien berusia 40 tahun atau lebih yang belum pernah dilakukan pemeriksaan
kolonoskopi dalam 10 tahun terakhir dan memiliki riwayat satu orang keluarga
inti dengan kanker kolorektal atau adenoma pada usia 60 tahun atau kurang.
• Pasien berusia 40 tahun atau lebih yang belum dilakukan pemeriksaan kolonoskopi
dalam lima tahun terakhir dan memiliki riwayat lebih dari satu orang keluarga inti dengan
kanker kolorektal atau adenoma pada usia 60 tahun atau kurang.
• Pasien dengan anemia defisiensi besi
• Pasien dengan hasil pemeriksaan darah samar tinja positif.
3. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium darah dapat dilakukan untuk melihat adanya
anemia yang mungkin disebabkan oleh perdarahan dari hemoroid.
18
Jenis Hemoroid Penatalaksanaan
Penatalaksanaan konservatif medikamentosa
disertai dengan modifikasi gaya hidup,
menghindari OAINS, dan menghindari makanan
Hemoroid Interna derajat I pedas maupun berlemak
Penatalaksanaan konservatif medikamentosa,
Hemoroid Interna derajat II modifikasi gaya hidup, dan tindakan non-operatif
dan III bila diperlukan
Hemoroid Interna derajat III
yang sangat simtomatik dan
derajat IV Paling baik dilakukan hemorhoidektomi
Hemoroid Interna derajat IV
dengan gangren atau
inkarserata Diperlukan tindakan bedah segera
Hemoroid Eksternal dengan
thrombosis Dapat berespon baik dengan enukleasi
Hemoroid Eksternal dengan
gangguan hygiene atau skin
tag Lebih baik ditatalaksana dengan reseksi operatif
3.6. Penatalaksanaan
Terapi non farmakologi dapat berupa perubahan diet, pola hidup, serta bowel
habit. Diet harus tinggi serat dan cairan oral agar konsistensi tinja tidak keras. Jumlah
konsumsi serat yang direkomendasikan yakni 25-40 gram serat per hari. Konsumsi air
19
disarankan minimal 1800 mL per hari atau 30-40 ml/kgBB/hari (pastikan pasien tidak
dalam kondisi yang mengharuskan restriksi cairan).
Perubahan bowel habit dilakukan dengan cara merubah posisi saat defekasi
dan menghindari mengedan saat buang air besar. Posisi jongkok merupakan posisi
yang paling baik untuk buang air besar. Pada posisi jongkok, sudut anorectal yang
terbentuk lebih besar dibanding posisi duduk. Sudut anorectal menjadi lurus ke
bawah sehingga mempermudah pengeluaran tinja. Selain itu tekanan intra-abdominal
lebih rendah pada posisi jongkok. Jika hanya ada kloset duduk maka pasien dapat
disarankan untuk meletakkan bangku di bawah kaki serta menyondongkan tubuh ke
depan. Walaupun sudut anorektal yang terbentuk tidak serupa seperti posisi jongkok,
hal tersebut dapat membuat perubahan sudut anorectal yang lebih baik dibanding
posisi duduk.
Kebiasaan saat di toilet juga harus diperbaiki. Beritahu pasien untuk tidak
menghabiskan waktu lama duduk di kloset jika tinja tidak keluar. Selain daripada itu,
pasien juga disarankan untuk menjaga pola hidup yang baik dengan makanan bergizi
seimbang dan olahraga. Aktivitas fisik dapat membantu pergerakan usus dan
memperbaiki bowel habit.
b. Medikamentosa
Pada trombosis hemoroid eksternal yang menyebabkan nyeri akut yang hebat,
jika tidak diberikan terapi gejala dapat hilang dalam 2-3 hari dan trombosis kembali
terabsorpsi. Terapi oral lain yang dapat diberikan adalah analgetik dan laksatif,
20
sedangkan untuk topikal dapat diberikan lidokain krim ataupun kombinasi nifedipin
dan lidokain krim.
21
3. Fotokoagulasi Inframerah dan Diatermi Bipolar
Fotokoagulasi menggunakan cahaya inframerah pada hemoroid
menghasilkan koagulasi protein sel dan evaporasi cairan intraselular, sehingga
terjadi sklerosis dan fiksasi akibat fibrosis jaringan. Direkomendasikan
diberikan pada hemoroid derajat 1 dan 2 selama prolaps tidak terlalu besar,
dengan gejala rekuren setelah ligasi dimana ligasi ulang tidak dapat dilakukan.
Koagulasi bipolar diatermi menggunakan energi elektrik yang memiliki efek
sama dengan fotokoagulasi dengan mengurangi vaskularitas dan memfiksasi
jaringan ke muskulatorum anal.
d. Terapi Operatif
22
inkontinensia, stenosis, fistula, dan sepsis perineal. Pada wanita harus
dipastikan bahwa jaringan vagina atau septum rektovagina tidak terlibat
karena dapat mengakibatkan terbentuknya fistel rektovagina. Komplikasi
yang lebih jarang terjadi antara lain perforasi, sepsis retroperitoneal, dan
obstruksi total rektum.
3. Hemoroidektomi
Sekitar 5-10% pasien hemoroid memerlukan operasi hemoroidektomi.
Pasien yang memerlukan operasi terbuka hemoroidektomi adalah pasien
dengan: 1) hemoroid derajat 3 yang tidak responsif terhadap terpi non-
operatif, 2) hemoroid derajat 4, 3) hemoroid eksternal besar atau hemoroid
campuran, dan 4) dengan kondisi patologis anorektal.
Prosedur yang paling banyak digunakan adalah hemoroidektomi
tertutup Ferguson dan hemoroidektomi terbuka Milligan-Morgan. Pada
pendekatan Ferguson, hemoroid dielevasi, kulit eksternal dan anoderm
diinsisi. Pedikel diligasi dan luka ditutup dengan jahitan kontinu. Pada
pendekatan Milligan-Morgan, hemoroid dieksisi namun luka dibiarkan
terbuka untuk epitelisasi.
Komplikasi pasca operasi yang paling sering ditemukan adalah
perdarahan pada satu minggu setelah operasi, 34% terjadi retensi urin
temporer yang dapat diatasi dengan pemasangan kateter. Stenosis anal umum
terjadi terutama jika eksisi dilakukan pada multipel kuadran.[8] Nyeri pasca
operasi dapat diatasi dengan OAINS, suplementasi narkotik terkadang
dibutuhkan. Namun obat-obatan narkotika dapat menyebabkan konstipasi,
yang berlanjut pada perdarahan, nyeri, lepasnya jahitan, dan mengendurnya
staples. Laksatif direkomendasikan pada setiap perawatan pasca tindakan.
Topikal metronidazol 10% diberikan tiga kali sehari dan topikal diltiazem
dapat mengurangi nyeri.
e. Edukasi Pasien
23
• Diet tinggi serat 25-40 gram serat per hari dan cukupi kebutuhan cairan minimal
1800 mL per hari atau 30-40 ml/kgbb/hari. Akan tetapi pastikan pasien tidak dalam
kondisi yang mengharuskan restriksi cairan.
• Hindari mengedan saat buang air besar
• Perbaiki kebiasaan saat berada di toilet yakni jangan menghabiskan waktu lama
duduk di kloset jika tinja tidak keluar. Beberapa orang terkadang menghabiskan
waktu lama di kloset dengan membaca atau bermain telepon genggam.
• Sarankan untuk buang air besar dengan posisi jongkok. Jika hanya ada kloset duduk
maka pasien dapat disarankan untuk meletakkan bangku di bawah kaki serta
menyondongkan tubuh ke depan.
• Olahraga teratur
• Menghidari obat-obatan yang dapat menyebabkan konstipasi atau diare.
a. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin timbul akibat hemoroid, yaitu (Aslam TM, 2009):
24
b. Prognosis
25
BAB 4
KESIMPULAN
Faktor risiko hemoroid meliputi cara buang air besar yang tidak benar, diet
rendah air dan serat, serta peningkatan tekanan intra abdomen dalam jangka lama
(misalnya hamil atau ada tumor intra abdomen). Diagnosis ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik serta anoskopi/kolonoskopi. Pada anamnesis gejala
yang sering dikeluhkan adalah perdarahan saat buang air besar, rasa sakit saat buang
air besar, benjolan, serta gatal pada anus.
26
DAFTAR PUSTAKA
Aslam TM, T. S. (2009). Iris recognition in the presence of ocular disease. J R Soc
Interference.
Frings A, G. G. (2017). Red eye—a guide for non-specialists. Dtsch Arztebl Int.
Sjamsuhidajat, & Jong, D. (2017). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.
27