Anda di halaman 1dari 5

LITURGI SAKRAMEN PENGUATAN

Riston PS OSC

A. PENGANTAR
Sakramen Penguatan adalah satu dari 3 sakramen inisiasi. Kata Inisiasi berasal dari
kata in eo = masuk ke dalam. Terminologi inisiasi ini pertama-tama bukanlah spesifik
untuk orang-orang Kristiani karena pemakaian istilah ini sudah dimulai oleh agama-agama
pagan untuk menunjukkan misteri ilahi. Odo Casel berbicara tentang misteri ini dan
membahasnya dalam Metamorfosi di Apuleio.
P. Gy menggarisbawahi ide “inisiasi” sebagai suatu perjalanan dan persiapan yang
terus menerus untuk memahami misteri ilahi. Pada dasarnya ada saat atau ritus dimana
umat beriman sampai menemukan realitas imannya. Gereja tentu saja menggunakan istilah
ini untuk melukiskan bagaimana awal masuknya sakramen dan untuk mengungkapkan
pengalaman iman akan Allah dalam hidup kita melalui Gereja.
Jadi terminologi inisiasi juga mau menggambarkan tahapan-tahapan penting yang
dilalui secara unik untuk masuk ke dalam Gereja dan untuk memulai kultus baru dalam
Roh dan Kebenaran. Bapa-bapa Gereja menjelaskan bahwa inisiasi sebagai sebuah awalan
untuk masuk dalam hidup yang baru, yang terdiri dari 3 sakramen: Baptis, Penguatan,
Ekaristi.
• Baptis: tanda untuk menjadi Kristiani
• Penguatan: berlaku/bertindak sebagai orang Kristen
• Ekaristi: sempurna sebagai orang Kristen atau penyempurnaan sebagai Umat baru
melalui tindakan syukur.
Hubungan ketiga sakramen tersebut dijelaskan oleh Tertullianus dalam, De
Resurrectione, 8,3 :
+ caro abluitur, ut anima emaculetur
+ caro ungitur, ut anima consecretur
+ caro signatur, ut anima muniatur
+ caro manus impositione adumbratur
ut et anima spiritu inluminetur
+ caro corpore et sanguine Christi vescitur
ut et anima de Deo saginetur
(Tubuh dicuci supaya jiwa menjadi bersih; tubuh diurapi supaya jiwa dikuduskan;
tubuh ditandai supaya jiwa dilindungi; tubuh dinaungi dengan penumpangan tangan
supaya jiwa diterangi oleh Roh; tubuh diberi makan dengan Tubuh dan Darah Kristus
supaya jiwa bertumbuh segar dalam Allah)
Dengan menerima Sakramen Penguatan berarti kita dinilai sudah dewasa dalam
Iman, dilantik menjadi saksi Iman dan terlibat penuh dalam Gereja. Beberapa hal yang
terjadi dalam diri seseorang yang menerima sakramen Penguatan:
1. Menjadikan kita sungguh anak Allah.
2. Menjadikan kita lebih serupa dengan Kristus
3. Menambahkan karunia Roh Kudus ke dalam diri kita.
4. Diperteguh untuk memberi kesaksian tentang Kristus
5. Mengikat kita lebih sempurna dengan Gereja sehingga dapat membangun Gereja
dalam iman dan cinta kasih.

1
B. BAGAIMANA DINAMAKAN?
a. “Penguatan” dari bahasa Latin confirmatio = menguatkan, menegaskan,
menkonfirmasi, mensahkan, menetapkan. Sakramen Penguatan menjadikan umat
Kristiani menjadi dewasa dalam iman, dikuatkan dengan minyak Krisma sebagai
saksi Kristus.
b. Kalau Sakramen Pembaptisan yang disebut pintu (LG. 11) untuk masuk menjadi
anggota umat Allah (PO. 5) mengarah ke dalam, maka Sakramen Penguatan
mewajibkan orang menyebarluasan dan membela iman sebagai saksi Kristus yang
sejati (LG. 11) mengarah keluar. Tentu saja dengan Baptis dan Penguatan, orang
ditugaskan untuk kerasulan (LG. 33; Lih. AG. 36). Dengan demikian, kelihatan
bahwa inisiasi merupakan proses masuk dan kemudian diutus.
c. Jadi setiap orang yang menerima sakramen Penguatan sesungguhnya mengemban
tugas pastoral Kristus untuk menyebarkan Kerajaan Allah di dunia ini.
Keistimewaan identitas kita dalam perayaan Liturgi dilanjutkan dalam kesaksian
hidup di tengah dunia dalam iman dan cinta kasih.

C. PRAKTEK SAKRAMEN PENGUATAN DARI ABAD KE ABAD


• Sakramen Penguatan sebagai upacara tersendiri sudah dimulai sejak awal abad III.
Teks-teks Kitab Suci: Kis 8, 15-17 dan Kis 19, 1-7 kurang memainkan peranan dalam
memantapkan Sakramen Penguatan selama tiga tahun pertama. Teks pertama tentang
Sakramen Penguatan dijumpai dalam Traditio Apostolica dari Santo Hippolytus.
• Traditio Apostolica dari Santo Hippolytus mengatakan bahwa sebelum pembaptisan,
uskup memberkati Minyak Syukur. Lalu dilakukan pembaptisan dan pengakuan iman,
disusul pengurapan calon dengan minyak tersebut oleh seorang imam. Kemudian para
calon mengenakan baju dan menghadap Uskup. Uskup menumpangkan tangan ke
para calon sambil mengucapkan doa. Lalu Uskup menuangkan minyak syukur pada
tangannya dan menumpangkan tangannya kepada calon sambil berkata: “Aku
mengurapi kamu dengan minyak kudus dalam Allah, Bapa yang mahakuasa, dalam
Kristus Yesus dan dalam Roh Kudus”.
• Tertulianus masih di abad 3 menekankan hubungan yang tak terpisahkan antara
sakramen inisiasi dan Penguatan yang diwujudkan melalui pengurapan dengan
minyak dan penumpangan tangan.
• Kesaksian St. Ambrosius (abad IV) tentang signaculum spirituale: tanda rohani yakni
tata gerak yang memberikan meterai Roh Kudus: Pengurapan sesudah pembaptisan,
pembasuhan kaki, pengenaan pakaian putih dan penandaan dahi dengan salib.
Sesudah itu, ada upacara pengurapan, Roh Kudus dicurahkan yakni Roh
kebijaksanaan dan pengetahuan, Roh nasihat dan kekuatan; Roh pengenalan akan
Allah, Roh Takwa. Kutipan teks dapat dilihat Yes 11,2.
• Kira-kira abad V, Homili Faustus seorang rahib yang kemudian menjadi uskup Riez
mengkritik meluasnya kebiasaan pemberian Sakramen Penguatan oleh imam. Faustus
mengatakan bahwa penumpangan tangan oleh uskup memberikan suatu augmentum
gratiae, rahmat tambahan dan menguatkan orang Kristen untuk mengamalkan hidup
kristianinya. Bahkan istilah militer: augmentum gratiae ad pugnam dikembangkan
oleh St. Tomas Aquinas pada abad XII menjadi dekrit rahmat.
• Abad IX, buku-buku liturgis romawi dipaksakan oleh Karel Agung dan terjadilah
disintegrasi yang lebih besar yang menimbulkan beberapa pertanyaan:
 Apa artinya penumpangan tangan dan pengurapan oleh uskup?
 Mengapa para calon dibaptis dan diberi Penguatan oleh imam, lalu Komuni
sesudah Penguatan dilayani oleh Uskup?
 Mengapa Sakramen Penguatan dirayakan dalam ibadat yang terpisah dan tujuh
hari sesudah Paskah?

2
• Sekitar abad X, tata cara Inisiasi Kristen warisan tradisi awal Gereja telah
menghilang:
 Pembaptisan diberikan langsung sesudah kelahiran dan bukan pada saat
malam Paskah.
 Kalau uskup tidak ada, penundaaan Sakramen Penguatan tidak menentu.
 Tidak setuju dengan gagasan menerima komuni sesering mungkin.
 Tiga sakramen inisiasi dirayakan dalam tiga kesempatan yang berbeda: Baptis
dirayakan satu atau dua hari setelah lahir; Penguatan dan Komuni pertama
pada waktu yang tidak bisa ditentukan.

• Konsili Lateran IV (1215) mengeluarkan dekrit bahwa mereka, yang telah mencapai
usia dapat membedakan yang baik dari yang jahat, harus menerima Sakramen
Mahakudus sekurang-kurangnya satu tahun satu kali. Komuni pertama harus
dirayakan terpisah dari Pembaptisan. Maka anak menerima Komuni sebelum
Penguatan. Sinode uskup menekankan bahwa sekurang-kurangnya berusia 7 tahun
supaya dekat dengan Pembaptisan.
• Sekitar abad pertengahan, usia penerima Sakramen Penguatan menjadi 10 atau 12
tahun bahkan 14 tahun; dan dilaksanakan sebelum komuni pertama; anak-anak harus
dihantar kepada uskup untuk menerima Sakramen Penguatan.
• Pius X (1903-1910) mengatakan bahwa anak-anak usia 7 tahun diizinkan menerima
komuni pertama. Maka peluang untuk Penguatan sebelum Komuni menjadi kecil.
Dari sinilah muncul kebiasaan umum hingga dewasa ini: Komuni 7 tahun dan
Penguatan kapanpun sesudahnya.

D. TEOLOGI SAKRAMEN PENGUATAN


• Pendasaran Alkitabiah:
 Mrk 1, 10: Kristus dibaptis dan Roh Kudus turun atas-Nya.
 Luk 4, 17-21: Kristus menjanjikan Roh Kudus kepada para rasul-Nya,
sehingga mereka dapat memberikan kesaksian tentang iman mereka dihadapan
orang-orang yang mengejar mereka.
 Luk 12, 12: Kristus mengawali tugas perutusan-Nya dibawah dorongan Roh
Kudus yang sama.
 Yoh 15, 26; 14,16: Sebelum Kristus menderita, Ia memaklumkan bahwa
mereka harus menerima Roh Kebenaran yang akan tinggal bersama mereka
untuk selama-lamanya.
 Kis 2, 38: Mereka yang percaya pun dibaptis, serta menerima karunia Roh
Kudus.
 Melalui Pembaptisan, Penguatan dan Ekaristi, orang Kristen dipersatukan dalam
Kristus dan dijadikan serupa dengan Dia, dijadikan anggota-anggota-Nya. Dalam
Pembaptisan, mereka menerima penghapusan dosa, pengangkatan menjadi anak dan
meterai sehingga mereka ambil bagian dalam tugas imamat Kristus; dalam Sakramen
Penguatan, mereka menerima Roh Kudus sehingga mereka dianugerahi suatu
kekuatan khusus, ditandai dengan cap, diikat lebih ketat untuk memberi kesaksian
tentang Kristus, mewartakan iman dan membelanya. Akhirnya, dalam Ekaristi,
mereka dipersatukan secara penuh dalam dinamika kehidupan Kristus.
 Minyak krisma adalah materi, dan kata-kata yang menyertai pengurapan adalah forma
yakni: “Terimalah tanda karunia Roh Kudus”/ Accipe signaculum Doni Spiritus
Sancti. Teks ini merupakan teks yang sudah dipakai sejak abad IV-V.
 Penumpangan tangan: manus super omnes confirmandos imponunt atas para calon
bersama-sama, bukanlah unsur yang esensial namun merupakan bagian utuh di

3
dalamnya untuk meminta supaya Roh Kudus turun untuk meneguhkan para calon
yang sudah lahir dari air dan Roh Kudus.
 Lewat pengurapan, selebran memohon supaya Roh Kudus membuat mereka serupa
dengan Kristus. Sakramen Penguatan memiliki makna meneguhkan dan melengkapi
apa yang telah dilakukan dalam Pembaptisan. Pemeteraian merupakan suatu jaminan
bahwa Roh Kudus akan selalu hadir.
 Hasil yang diperoleh dari penerimaan Sakramen Penguatan adalah bahwa orang yang
sudah dibaptis menerima Roh Kudus, yang dicurahkan atas para rasul pada hari
pentekosta, dan dikuatkan sehingga mereka dapat memberi kesaksian tentang Kristus
demi pembangunan jemaat dalam iman dan kasih. Homili menempatkan Krisma
dalam konteks Pentekosta dan memperdalam pemahaman para calon tentang
keserupaan dengan Kristus maupun kesaksian tentang Dia.
 St. Ambrosius mengatakan bahwa dalam Sakramen Penguatan, karunia Roh yang
sudah diterima oleh orang yang sudah dibaptis merupakan meterai rohani yang akan
membuat mereka sungguh serupa dengan Kristus dan menjadi anggota Gereja yang
lebih tangguh.
 St. Cyrilus dari Yerusalem menekankan bahwa dengan pengurapan itu, diungkapkan
kenyataan bahwa mereka dijadikan eikonikos/gambaran Kristus. Keserupaan dengan
Kristus harus ditemukan dalam 2 cara:
1. Tanda salib dengan minyak krisma menandakan kekuatan Roh Kudus yang
membuat para calon mampu memberi kesaksian tentang sengsara dan
kebangkitan Yesus lewat hidupnya yakni kesaksian tentang misteri Paskah. Ini
adalah ajaran tradisional yang sangat mendalam meskipun dalam abad-abad
pertama dikaitkan dengan Baptis dan Ekaristi.
2. Kristus adalah Kepala Tubuh, yakni Gereja, dan semua orang Kristen menjadi
anggotanya yang hidup. Seperti halnya Kristus datang bukan untuk dilayani
melainkan untuk melayani, demikianlah hendaknya para penerima Sakramen
Penguatan.
• Ajaran Konsili Vatican II menjelaskan bahwa semua calon menerima karunia untuk
melaksanakan pelayanan baik di dalam maupun di luar jemaat sebagai Tubuh Kristus
yang dipenuhi oleh Roh Kudus.

E. BAGAIMANA DIRAYAKAN?
• Secara umum dapat dikatakan bahwa perayaan Sakramen Penguatan hendaknya
dirayakan secara meriah sehingga mempunyai dampak arti dan manfaat bagi Gereja.
Maka seluruh umat hendaknya menghadiri perayaan ini dan bersama mensyukuri
karya Roh Kudus.
• Sakramen Penguatan diberikan dengan pengurapan krisma di dahi; pengurapan
hendaknya dilakukan dengan penumpangan tangan serta dengan kata-kata sesuai buku
liturgis. (Kan 880 § 1). Krisma yang dipergunakan haruslah dikonsekrasi oleh Uskup.
(Kan 880 § 2). Sepatutnya dirayakan dalam Gereja dan dalam Misa; tetapi atas alasan
wajar dan masuk akal dapat dirayakan di luar Misa di tempat yang pantas (Kan 881).

F. SIAPA DAPAT MEMBERI SAKRAMEN PENGUATAN?


• Pelayan biasa ialah Uskup; dapat juga diberikan secara sah oleh imam yang memiliki
kewenangan itu demi hukum universal atau atas pemberian khusus dari otoritas yang
berwenang. (Kan 882)
• Uskup diosesan wajib mengusahakan agar sakramen penguatan diberikan kepada
bawahannya yang meminta dengan baik dan wajar (Kan 885 § 1).

4
G. SIAPA MENERIMA?
- Yang dapat menerima penguatan adalah setiap dan hanya orang yang telah dibaptis
serta belum pernah menerimanya (Kan 889 § 1).
- Di luar bahaya mati, haruslah bila dapat menggunakan akal, diberi pengertian
secukupnya, berdisposisi baik serta dapat memperbaharui janji-janji baptisnya (Kan
889 § 2).

H. SIAPA WALI PENGUATAN?


 Calon penguatan hendaknya sedapat mungkin didampingi oleh seorang wali-
penguatan, yang bertugas mengusahakan agar yang telah menerima penguatan
bertindak sebagai saksi Kristus yang sejati dan dengan setia memenuhi kewajiban-
kewajiban yang melekat pada sakramen itu (Kan. 892).
 Dianjurkan agar diterima sebagai wali penguatan orang yang sudah menerima tugas
yang sama dalam baptis (Kan. 893 § 2).

SUMBER

J.D. Crichton, Pustaka Liturgi, Jakarta: Kanisius, 1990.

KWI, Iman Katolik. Buku informasi dan Referensi, Jakarta: Kanisius & Obor, 1996.

Takhta Apostolik Vatikan. ”Penguatan” dalam Kitab Hukum Kanonik (kanon 880-896).
Jakarta: Konferensi Waligereja Indonesia, 2006.

Anda mungkin juga menyukai