Anda di halaman 1dari 14

Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa

Volume 4 Nomor 1, Februari 2021


e-ISSN 2621-2978; p-ISSN 2685-9394
https://journal.ppnijateng.org/index.php/jikj

GAMBARAN SELF-INJURY MAHASISWA


Akwila Verenisa*, Suryani, Aat Sriati
Fakultas Keperawatan, Universitas Padjadjaran, Kampus Universitas Padjadjaran Gedung. L1 Lt. 2, Jl. Raya
Bandung - Sumedang No.KM. 21, Hegarmanah, Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat 45363, Indonesia
*akwila.veren@gmail.com

ABSTRAK
Mahasiswa keperawatan mempunyai tingkat stres lebih tinggi dibandingkan mahasiswa kesehatan
lainnya, sehingga mahasiswa keperawatan berisiko melakukan self-injury. Dari 16 mahasiswa S1 salah
satu fakultas universitas di wilayah Bandung sebanyak 25% pernah melakukan dan 6,3% pernah
berpikir melakukan self-injury. Tujuan penelitian untuk mengetahui gambaran self-injury pada
mahasiswa salah satu fakultas universitas di wilayah Bandung. Metode deskriptif kuantitatif
digunakan sebagai desain penelitian dan total sampel 886 mahasiswa program Sarjana salah satu
fakultas universitas di wilayah Bandung (dari tahun pertama sampai tahun keempat) dengan teknik
sampling jenuh. Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah Functional Assessment of Self-
Mutilation (FASM). Nilai validitas dan reliabilitas yaitu 0,62-0,85. Data penelitian dianalisis dengan
metode statistik deskriptif. Hasil menunjukkan 32,1% mahasiswa melakukan self-injury. Tindakan
yang paling banyak dilakukan yaitu memukul diri sendiri (9,7%) pada self-injury minor dan mengikis
kulit (2%) pada self-injury sedang/berat, dilakukan 2-5 kali dalam setahun. Alasan yang paling banyak
digunakan yaitu kelompok penguatan sosial pada self-injury minor, dan kelompok penguatan otomatis
pada self-injury sedang/berat. Kesimpulannya sepertiga dari seluruh mahasiswa salah satu fakultas
universitas di wilayah Bandung melakukan self-injury dalam setahun terakhir dengan tindakan yang
paling umum dilakukan adalah self-injury minor.

Kata kunci: mahasiswa keperawatan; self-injury; skrining

AN OVERVIEW OF SELF-INJURY IN STUDENTS

ABSTRACT
Nursing students have a higher stress level than other medical students so that nursing students is at
risk of self-injury. From 16 undergraduate students of one of the university faculties in the Bandung
area, 25% have done it and 6.3% have thought about doing self-injury. The research objectives is to
determine an overview of self-injury to students at one of the university faculties in Bandung. A
quantitative descriptive methods was used as the design of the study and a total sample of 886
undergraduate students were selected (first year – forth year) with total sampling. The instrument
used in this study was Functionalersima Assessment of Self-Mutilation (FASM). The validity and
reliability values are 0.62-0.85. The research data were analyzed using a descriptive statistical
methods. The result showed 32.1% of students performed self-injury. The most common methods are
self-hitting (9.7%) in minor self-injury and scraped the skin (2%) in moderate/severe self-injury, done
2-5 times in a year. The most widely used reason was social reinforcement group for minor self-injury
is, while automatic reinforcement group for the moderate / severe self-injury. In conclusion, one-third
of all students at one of the university faculties in Bandung did self-injury in the past year with the
most common methods is minor self-injury.

Keywords: nursing students; screening; self-injury

43
Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa, Volume 4 No 1, Hal 43 – 56, Februari 2021
Persatuan Perawat Nasional Indonesia Jawa Tengah

PENDAHULUAN
Setiap manusia yang hidup pasti mengalami permasalahan baik ringan, sedang, maupun berat.
Ketika individu belum mampu menyelesaikan masalah, individu tersebut kemungkinan dapat
mengalami stres. Mahasiswa yang menempuh pendidikan sarjana juga dapat mengalami stres.
Mahasiswa harus dapat membagi waktu dan pikiran lebih banyak untuk akademik. Masa
peralihan dari SMA ke perguruan tinggi, tugas yang menumpuk, belum dapat mengatur waktu
dengan baik, dan lainnya merupakan faktor yang dapat menjadi stresor bagi mahasiswa.
Didukung oleh penelitian pada 240 mahasiswa keperawatan dalam satu kota di Korea
ditemukan bahwa sebanyak 56,7% mahasiswa mengalami stres tingkat tinggi dan sebanyak
43,3% mahasiswa mengalami stres tingkat rendah (Kim, 2019). Penelitian yang dilakukan
pada 117 mahasiswa tahun pertama Akademi Keperawatan Dharma mendapatkan hasil
mahasiswa dengan tingkat stres sedang sebanyak 30,77% dan ringan sebanyak 69,23%
(Hasanah, 2017). Mahasiswa di salah satu Fakultas Keperawatan Universitas di Aceh
mengalami stres tingkat berat sebanyak 12,3%, sedang sebanyak 84%, dan ringan sebanyak
3,7% (Raudha & Tahlil, 2016).

Lingkungan sekolah keperawatan penuh dengan tekanan ataupun stresor yang sering
memberikan dampak negatif tehadap kinerja akademik dan kesejahteraan psikologis
mahasiswa. Mahasiswa keperawatan mempunyai tingkat stres lebih tinggi dibandingkan
mahasiswa kedokteran, pekerja sosial, dan farmasi (Ramadan & Mohamed, 2019). Dalam
menghadapi stres, mekanisme koping dari setiap individu berbeda-beda karena dipengaruhi
oleh pola asuh dari orang tua ataupun lingkungan mereka. Penyaluran emosi dengan cara
positif yang biasa dilakukan mahasiswa seperti bercerita dengan teman, melampiaskan
melalui makan, berolahraga, dan melakukan kesenangan/hobi mereka. Penyaluran emosi
dengan cara negatif seperti menggunakan narkoba, minum alkohol, atau dengan menyakiti
sendiri atau self-injury (Thahir, 2014).

Menurut International Society for the Study of Self-Injury (ISSS), self-injury adalah perusakan
jaringan tubuh yang disengaja tanpa tujuan bunuh diri, tetapi bertujuan untuk tidak disetujui
dalam sosial atau budaya (Whitlock & Lloyd-Richardson, 2019). Self-injury dilakukan salah
satunya dengan alasan menghukum diri sendiri atas ketidakmampuan diri sendiri. Menurut
Whitlock (2009) alasan dewasa awal melakukan self-injury untuk mengatur emosi negatif
yang sangat kuat, membangkitkan emosi saat perasaan mati rasa, menggunakan sebagai
hukuman, distraksi, dan mendapatkan perhatian orang lain. Menurut Fliege et al. (2009),
penyebab utama dilakukannya self-injury adalah untuk mengurangi dampak dari tekanan
emosional (Burešová, Vrbová, & Čerňák, 2015). Alasan pelaku self-injury yaitu menghukum,
diri sendiri, tidak bahagia, merasa gagal, tidak menyukai diri sendiri, ingin orang lain bereaksi
setelah melakukan self-injury, ingin mendapat perhatian orang lain, mempunyai masalah
pribadi atau keluarga, mengalami stres, dan merasa tertekan, marah, dan kesal (Gillies et al.,
2018).

Self-injury terbagi dalam 2 jenis yaitu self-injury sedang/berat dan self-injury minor. Self-
injury sedang/berat secara klinis termasuk perilaku lebih parah seperti menyobek atau
menyayat kulit, membakar kulit, membuat tato, mengikis kulit, dan menghapus kulit. Self-
injury minor termasuk perilaku kurang parah seperti memukul diri sendiri, menarik atau
mencabut rambut, menyelipkan benda-benda ke dalam kuku-kuku atau kulit, mencungkil
luka, dan mencungkil bagian-bagian dari badan anda sampai ke tahap mengeluarkan darah
(Lloyd-Richardson, Perrine, Dierker, & Kelley, 2007). Angka kejadian self-injury lebih tinggi
terjadi pada perempuan dibandingkan pada laki-laki. Perempuan mengalami perubahan
hormon setiap bulan yang berpengaruh pada emosionalnya. Menurut penelitian yang

44
Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa, Volume 4 No 1, Hal 43 – 56, Februari 2021
Persatuan Perawat Nasional Indonesia Jawa Tengah

dilakukan pada mahasiswa di Northeast dan Midwest, ditemukan sebesar 10,2% dari 11.529
mahasiswa melakukan self-injury, yang tediri dari 70,6% perempuan dan 29,4% laki-laki.
Self-injury yang dilakukan antara lain mencakar atau menggores dengan kuku atau benda lain
sebanyak 906 orang, menyayat bagian tubuh sebanyak 698 orang, membenturkan atau
meninju benda dengan tujuan menyakiti diri sebanyak 466 orang, membenturkan atau
meninju diri sendiri dengan tujuan menyakiti diri sebanyak 288 orang, menggigit diri sendiri
sebanyak 303 orang, dan mengukir kata atau simbol pada tubuh sebanyak 209 orang
(Whitlock et al., 2011).

Berita yang dipublikasi pada tahun 2019 oleh Gensindo menyatakan ada beberapa kasus self-
injury yang menjadi viral. Pertama, para penggemar Zayn melakukan aksi sayat tangan dan
mempostingnya di Twitter karena Zayn keluar dari grup One Direction. Kedua, lebih dari 50
orang siswa SMP di Pekanbaru nekat melukai diri sendiri, hal tersebut mereka lakukan karena
adanya keinginan untuk meniru unggahan tentang cara melakukan self harm. Ketiga, video
seorang perempuan menangis dan meminum cairan sampo karena putus dengan pacarnya
(Dinulislam, 2019).

Faktor risiko seseorang melakukan self-injury yaitu memiliki teman yang self-injury,
memiliki masalah hidup, memiliki masalah kesehatan mental, dan pengguna narkoba atau
alkohol. Self-injury bisa sering terjadi untuk beberapa periode waktu (hari, minggu, atau
bulan) dan kemudian berhenti, ini membuat orang tua pelaku tidak yakin bahwa self-injury
dapat berhenti untuk selamanya. Secara umum tidak ada penanda utama dari self-injury, tetapi
niatnya yaitu mengubah keadaan emosional mereka dengan mencederai diri atau
menimbulkan luka pada tubuhnya (Whitlock & Lloyd-Richardson, 2019).

Hasil studi pendahuluan dilakukan pada tanggal 3 sampai 15 Oktober 2019 didapatkan data
dari teknik wawancara kepada 16 mahasiswa S1 salah satu fakultas universitas di wilayah
Bandung, yaitu sebanyak 4 mahasiswa mengatakan stres tentang akademik maupun non
akademik, 5 mahasiswa mengatakan mengalami masalah akademik (termasuk tugas dan
jadwal), 4 mahasiswa pernah melakukan self-injury (1 orang melakukan dengan menyayat
tangan dengan cutter yang baru dan 1 orang lainnya mengatakan hampir menabrakkan diri ke
mobil), 2 mahasiswa pernah berpikir untuk melakukan self-injury, dan 4 mahasiswa yang
pernah dan ingin mecoba self-injury mengatakan pernah memiliki teman yang melakukan
self-injury. Sedangkan, hasil penyebaran melalui google form didapatkan data dari 16
mahasiswa S1 salah satu fakultas universitas di wilayah Bandung, yaitu sebanyak 31,3%
mahasiswa mengalami masalah terkait akademik, 25% mahasiswa pernah melakukan self-
injury, dan 6,3% mahasiswa pernah berpikir untuk melakukan self-injury. Berdasarkan data
dari dosen keperawatan jiwa ditemukan sebanyak 5 mahasiswa yang pernah melakukan self-
injury.

Jurusan keperawatan dapat menempatkan mahasiswanya pada risiko tinggi perilaku


merugikan diri sendiri (Ramadan & Mohamed, 2019). Dengan demikian deteksi dini menjadi
penting dilakukan pada mahasiswa keperawatan di universitas di wilayah Bandung, melihat
hasil yang didapatkan dari studi pendahuluan terdapat adanya tindakan ataupun keinginan
mencoba self-injury. Tidak semua mahasiswa yang pernah memiliki keinginan atau
melakukan self-injury membicarakan itu kepada dosen ataupun tenaga kesehatan lainnya.
Mahasiswa yang terpapar self-injury di lingkungannya dapat menjadi pemicu ide melakukan
self-injury pada saat mengalami stres atau masalah. Setelah mendeteksi dini mengenai self-
injury, dapat memasukkan poin-poin peningkatan kepedulian terhadap sesama mahasiswa
dalam mata kuliah ataupun mempromosikan TPBK lebih luas. Tujuan dari penelitian ini

45
Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa, Volume 4 No 1, Hal 43 – 56, Februari 2021
Persatuan Perawat Nasional Indonesia Jawa Tengah

untuk mengetahui gambaran frekuensi, bentuk-bentuk, alasan melakukan self-injury pada


mahasiswa salah satu fakultas universitas di wilayah Bandung.

METODE
Jenis penelitian yaitu metode deskriptif kuantitatif. Populasi penelitian adalah seluruh
mahasiswa program Sarjana salah satu fakultas universitas di wilayah Bandung angkatan
2016, 2017, 2018, dan 2019 berada di tiga wilayah kampus. Pengambilan sampel dilakukan
dengan mengunakan google form yang disebar di grup angkatan dengan teknik sampling
jenuh pada tanggal 18 Mei 2020 – 15 Juni 2020, sampel yang didapatkan berjumlah 886
mahasiswa dengan response rate sebesar 92,29%. Peneliti telah memperoleh izin untuk
melakukan penelitian dari Komite Etik Universitas Padjadjaran dengan nomor surat
412/UN6.KEP/EC/2020. Instrumen yang digunakan adalah Functional Assessment of Self-
Mutilation (FASM) yang digunakan untuk menskrining dan mengkaji jenis dan alasan
melakukan self-injury yang dilakukan individu, instrumen ini telah dikembangkan lagi oleh
Lloyd, Kelley, dan Hope (1997). Instrumen ini terdiri dari 39 pertanyaan dengan 2 bagian,
yaitu bagian pertama untuk menskrining tindakan self-injury yang dilakukan dalam satu tahun
terakhir dan bagian kedua tentang alasan melakukan self-injury dan seberapa sering
melakukannya dengan pilihan 4 pilihan jawaban, yaitu (0) tidak pernah, (1) jarang, (2)
beberapa kali, (3) sering. Instrumen FASM diterjemahkan ke Bahasa Indonesia terlebih
dahulu oleh peneliti melalui ahli bahasa dengan back translation method.

Instrumen FASM bagian alasan melakukan self-injury divalidasi dan direliabilitas oleh Nock
dan Prinstein (2004) dalam penelitian A Functional Approach to the Assessment of Self-
Mutilative Behavior dengan sampel remaja di Amerika, dengan menggunakan Cronbach’s
alpha coefficients mendapatkan hasil α = 0,62-0,85 yang menunjukkan konsistensi internal
yang sedang hingga tinggi untuk setiap subskala (Nock & Prinstein, 2004). Instrumen FASM
sudah menunjukkan sifat psikometrik yang dapat diterima sampel remaja dalam Guertin et al.
(2001), Esposito et al. (2003), dan Penn et al. (2003) yang menghasilkan konsistensi internal
dengan koefisien α = 0,65-0,66 untuk skala self-injury minor dan sedang/berat (Lloyd-
Richardson et al., 2007). Selain itu, Instumen FASM digunakan oleh Leong, Wu, dan Poon
(2014) dalam penelitian Measurement of Perceived Functions of Non-Suicidal Self-Injury for
Chinese Adolescents di Negara China dengan mengubah dari bahasa Inggris menjadi bahasa
China, sehingga nama diubah menjadi C-FASM.

Reliabilitas yang didapatkan dari keseluruhan C-FASM dengan Cronbach’s alpha adalah
0,94. Reliabilitas dari empat subskala yaitu penguatan otomatis positif, penguatan otomatis
negatif, penguatan sosial positif, dan penguatan sosial negatif adalah α = 0,65, 0,44, 0,79, dan
0,91 (Leong et al., 2014). Setelah instrumen FASM diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia,
peneliti telah melakukan uji face validity kepada 4 responden penelitian yang terdiri dari 2
mahasiswa yang melakukan self-injury dan 2 mahasiswa yang tidak melakukan self-injury.
Hasil face validity ada beberapa keterangan yang perlu ditambahkan dan diubah ke dalam
kuesioner. Data dianalisa dengan menggunakan software pengolah data statistik. Analisis data
menggunakan metode statistik deskriptif.

HASIL
Hasil penelitian yang didapatkan tentang self-injury pada mahasiswa salah satu fakultas
universitas di wilayah Bandung, yaitu mahasiswa yang melakukan self-injury dalam setahun
terakhir yaitu sebesar 32,1%, dibandingkan dengan mahasiswa tidak melakukan self-injury
dalam setahun terakhir sebesar 67,9% responden. Sebagian besar responden dalam penelitian
ini berjenis kelamin perempuan dengan presentase 86,7% yang terdiri dari 57,4% tidak

46
Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa, Volume 4 No 1, Hal 43 – 56, Februari 2021
Persatuan Perawat Nasional Indonesia Jawa Tengah

melakukan self-injury dan 29,2 % melakukan self-injury. Angkatan yang paling dominan
melakukan self-injury dalam setahun terakhir adalah angkatan 2018. Sebagian besar
responden dalam penelitian ini tinggal bersama orang tua/keluarga pada saat Covid-19.
Daerah tempat tinggal responden dalam penelitian ini sebagian besar tinggal di Provinsi Jawa
Barat. Data diatas ditunjukkan dalam tabel 1.

Tabel 1.
Self-Injury pada Setahun Terakhir Berdasarkan Demografi Mahasiswa (n=886)
Data Demografi Tidak Self- Self-Injury Total
Injury
f % f % f %
Jenis Kelamin
Laki-laki 93 10,5 25 2,8 118 13,3
Perempuan 509 57,4 259 29,2 768 86,7
Tahun Angkatan
2016 217 24,5 66 7,4 283 31,9
2017 161 18,2 66 7,4 227 25,6
2018 142 16 79 8,9 221 24,9
2019 82 9,3 73 8,2 155 17,5
Wilayah Kampus
Garut 213 24 64 7,2 277 31,3
Jatinangor 327 36,9 180 20,3 507 57,2
Pangandaran 62 7 40 4,5 102 11,5
Situasi Tempat Tinggal
Bersama Orang Tua / Keluarga 554 62,5 257 29 811 91,5
Kost/Asrama 48 5,4 27 3 75 8,5
Daerah Tempat Tinggal
Jawa Barat 535 60,4 239 27 774 87,4
Luar Jawa Barat 67 7,6 45 5,1 112 12,6
Riwayat Self-Injury
Tidak 560 63,2 87 9,8 647 73
Ya 42 4,7 197 22,2 239 27

Tindakan self-injury dalam kelompok minor yang dilakukan responden pada penelitian, yaitu
lebih banyak tindakan memukul diri sendiri sebesar 9,7%, diikuti dengan mencungkil luka
sebesar 9,1%, menggigit diri sendiri sebesar 8,5%, mencabut rambut sebesar 5,2%, dan yang
lebih sedikit pada tindakan mencungkil bagian-bagian dari badan anda sampai ke tahap
mengeluarkan darah sebesar 2,4%. Tindakan-tindakan tersebut dilakukan dengan frekuensi
melakukan sebanyak 2-5 kali. Sedangkan tindakan self-injury dalam kelompok sedang/berat
yang dilakukan responden pada penelitian, yaitu lebih banyak tindakan mengikis kulit sebesar
2%, diikuti dengan menyayat/ menyobek kulit sebesar 1,8%, dan menghapus kulit sebesar
0,3% dengan frekuensi melakukan 2-5 kali. Responden melakukan tindakan membakar kulit
sebesar 0,1% dengan frekuensi melakukan 1 kali dan 2-5 kali. Responden melakukan
tindakan membuat tato sebesar 0,1% dengan frekuensi melakukan 1 kali. Data diatas
ditunjukkan dalam tabel 2.

47
Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa, Volume 4 No 1, Hal 43 – 56, Februari 2021
Persatuan Perawat Nasional Indonesia Jawa Tengah

Tabel 2.
Bentuk-Bentuk Self-Injury yang Dikaitkan dengan Frekuensi Melakukan Self-Injury pada
Mahasiswa Salah Satu Fakultas Universitas di Wilayah Bandung dalam Setahun Terakhir
(n=886)
Jenis Self-Injury Frekuensi Melakukan Self-Injury
0 kali 1 kali 2-5 kali 6-10 kali ≥11 kali
f % f % f % f % f %
Self-Injury Minor
Memukul diri 749 84,5 25 2,8 86 9,7 14 1,6 12 1,4
Mencabut rambut 787 88,8 14 1,6 46 5,2 17 1,9 22 2,5
Menyelipkan benda 875 98,8 3 0,3 3 0,3 5 0,6 0 0
Mencungkil luka 735 83 27 3 81 9,1 18 2 25 2,8
Mencungkil bagian dari badan 850 95,9 5 0,6 21 2,4 1 0,1 9 1
Menggigit diri 746 84,2 19 2,1 75 8,5 21 2,4 25 2,8

Self-Injury Sedang/Berat
Menyayat/menyobek kulit 854 96,4 10 1,1 16 1,8 4 0,5 2 0,2
Membakar kulit 884 99,8 1 0,1 1 0,1 0 0 0 0
Membuat tato 885 99,9 1 0,1 0 0 0 0 0 0
Mengikis kulit 858 96,8 6 0,7 18 2 2 0,2 2 0,2
Menghapus kulit 882 99,5 0 0 3 0,3 0 0 1 0,1

Tabel 2 responden yang melakukan tindakan self-injury pada kelompok minor paling banyak
menggunakan alasan dalam kelompok penguatan sosial positif dan negatif. Pada kelompok
penguatan otomatis negatif, responden sebanyak 22,3% kadang-kadang menggunakan alasan
melakukan self-injury untuk menghentikan perasaan buruk. Pada kelompok penguatan
otomatis positif, responden sebanyak 21% kadang-kadang menggunakan alasan melakukan
self-injury untuk merasakan sesuatu walaupun sebelumnya itu pedih. Pada kelompok
penguatan sosial negatif, responden sebanyak 13,3% kadang-kadang menggunakan alasan
melakukan self-injury untuk menghindari melakukan sesuatu yang tidak menyenangkan yang
anda tidak ingin melakukannya. Pada kelompok penguatan sosial positif, responden sebanyak
21,5% jarang menggunakan alasan melakukan self-injury untuk memberi diri anda sesuatu
untuk dilakukan saat sendirian. Data diatas terdapat dalam tabel 3.

Tabel 3 responden yang melakukan tindakan self-injury pada kelompok sedang/berat paling
banyak menggunakan alasan dalam kelompok penguatan otomatis positif dan negatif. Pada
kelompok penguatan otomatis negatif, responden sebanyak 37,3% kadang-kadang
menggunakan alasan melakukan self-injury untuk menghentikan perasaan buruk. Pada
kelompok penguatan otomatis positif, responden sebanyak 35,3% sering menggunakan alasan
melakukan self-injury untuk menghukum diri sendiri. Pada kelompok penguatan sosial
negatif, responden sebanyak 23,5% jarang menggunakan alasan melakukan self-injury untuk
menghindari melakukan sesuatu yang tidak menyenangkan yang anda tidak ingin
melakukannya. Pada kelompok penguatan sosial positif, responden sebanyak 23,5% kadang-
kadang ataupun jarang menggunakan alasan melakukan self-injury untuk mengendalikan
sebuah situasi. Data diatas ditunjukkan dalam tabel 4.

48
Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa, Volume 4 No 1, Hal 43 – 56, Februari 2021
Persatuan Perawat Nasional Indonesia Jawa Tengah

Tabel 3.
Alasan Melakukan Self-Injury Minor pada Mahasiswa Salah Satu Fakultas Universitas di
Wilayah Bandung dalam Setahun Terakhir (n=233)
Tidak Jarang Kadang- Sering
Pernah Kadang
f % f % f % f %
Penguatan Otomatis Negatif
2) menghilangkan perasaan “mati 155 66,5 30 12,9 40 17,2 8 3,4
rasa” atau kosong
14) menghentikan perasaan buruk 96 41,2 48 20,6 52 22,3 37 15,9
Penguatan Otomatis Positif
4) merasakan sesuatu walaupun 118 50,6 44 18,9 49 21 22 9,4
sebelumnya itu pedih
10) menghukum diri sendiri 116 49,8 46 19,7 40 17,2 31 13,3
22) merasakan santai 142 60,9 48 20,6 27 11,6 16 6,9
Penguatan Sosial Negatif
1) menghindari sekolah, pekerjaan 182 78,1 22 9,4 20 8,6 9 3,9
atau aktivitas lainnya
5) menghindari melakukan sesuatu 150 64,4 29 12,4 31 13,3 23 9,9
yang tidak menyenangkan yang
anda tidak ingin melakukannya
9) menghindari bersama orang lain 197 84,5 27 11,6 5 2,1 4 1,7
13) menghindari hukuman atau 191 82 21 9 14 6 7 3
menerima konsekuensinya
Penguatan Sosial Positif
3) memperoleh perhatian 188 80,7 22 9,4 12 5,2 11 4,7
6) mengendalikan sebuah situasi 121 51,9 49 21 36 15,5 27 11,6
7) mencoba mendapatkan reaksi dari 190 81,5 28 12 9 3,9 6 2,6
seseorang walaupun reaksi
tersebut negatif
8) mendapatkan lebih banyak 192 82,4 22 9,4 9 3,9 10 4,3
perhatian dari orang tua atau
teman anda 201 86,3 20 8,6 8 3,4 4 1,7
11) membuat orang lain bertindak
berbeda atau berubah 204 87,6 16 6,9 10 4,3 3 1,3
12) menjadi seseorang yang anda 189 81,1 29 12,4 7 3 8 3,4
hargai
15) membiarkan orang lain tahu 206 88,4 19 8,2 7 3 1 0,4
betapa putus asanya anda 188 80,7 25 10,7 13 5,6 7 3
16) lebih merasa bagian dari
kelompok 141 60,5 50 21,5 22 9,4 20 8,6
17) membuat orang tua anda mengerti
atau memperhatikan anda 201 86,3 20 8,6 7 3 5 2,1
18) memberi diri anda sesuatu untuk
dilakukan saat sendirian 199 85,4 15 6,4 10 4,3 9 3,9
19) memberi diri anda sesuatu untuk 209 89,7 14 6 10 4,3 0 0
dilakukan saat bersama orang
lain
20) memperoleh bantuan
21) membuat orang lain marah

49
Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa, Volume 4 No 1, Hal 43 – 56, Februari 2021
Persatuan Perawat Nasional Indonesia Jawa Tengah

Tabel 4.
Alasan Melakukan Self-Injury Sedang/Berat pada Mahasiswa Salah Satu Fakultas Universitas
di Wilayah Bandung dalam Setahun Terakhir (n=51)
Tidak Jarang Kadang- Sering
Pernah Kadang
f % f % f % f %
Penguatan Otomatis Negatif
2) menghilangkan perasaan “mati 14 27,5 7 13,7 18 35,3 12 23,5
rasa” atau kosong
14) menghentikan perasaan buruk 9 17,6 10 19,6 19 37,3 13 25,5
Penguatan Otomatis Positif
4) merasakan sesuatu walaupun 21 41,2 7 13,7 12 23,5 11 21,6
sebelumnya itu pedih
10) menghukum diri sendiri 12 23,5 9 17,6 12 23,5 18 35,3
22) merasakan santai 33 64,7 12 23,5 1 2 5 9,8
Penguatan Sosial Negatif
1) menghindari sekolah, pekerjaan 35 68,6 5 9,8 8 15,7 3 5,9
atau aktivitas lainnya
5) menghindari melakukan sesuatu 24 47,1 12 23,5 7 13,7 8 15,7
yang tidak menyenangkan yang
anda tidak ingin melakukannya
9) menghindari bersama orang lain 35 68,6 9 17,6 5 9,8 2 3,9
13) menghindari hukuman atau 35 68,6 8 15,7 5 9,8 3 5,9
menerima konsekuensinya
Penguatan Sosial Positif
3) memperoleh perhatian 31 60,8 9 17,6 6 11,8 5 9,8
6) mengendalikan sebuah situasi 22 43,1 12 23,5 12 23,5 5 9,8
7) mencoba mendapatkan reaksi dari 38 74,5 7 13,7 2 3,9 4 7,8
seseorang walaupun reaksi tersebut
negatif
8) mendapatkan lebih banyak perhatian 41 80,4 3 5,9 6 11,8 1 2
dari orang tua atau teman anda
11) membuat orang lain bertindak 36 70,6 9 17,6 3 5,9 3 5,9
berbeda atau berubah
12) menjadi seseorang yang anda 43 84,3 1 2 3 5,9 4 7,8
hargai 33 64,7 9 17,6 3 5,9 6 11,8
15) membiarkan orang lain tahu betapa
putus asanya anda 47 92,2 3 5,9 1 2 0 0
16) lebih merasa bagian dari kelompok 40 78,4 5 9,8 5 9,8 1 2
17) membuat orang tua anda mengerti
atau memperhatikan anda 31 60,8 11 21,6 4
18) memberi diri anda sesuatu untuk 7,8 5 9,8
dilakukan saat sendirian 42 82,4 5 9,8 3 5,9 1 2
19) memberi diri anda sesuatu untuk
dilakuksan saat bersama orang lain 39 76,5 8 15,7 4 7,8 0 0
20) memperoleh bantuan 42 82,4 6 11,8 2 3,9 1 2
21) membuat orang lain marah

50
Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa, Volume 4 No 1, Hal 43 – 56, Februari 2021
Persatuan Perawat Nasional Indonesia Jawa Tengah

PEMBAHASAN
Gambaran Self-Injury pada Mahasiswa Salah Satu Fakultas Universitas di Wilayah
Bandung
Self-injury merupakan kerusakan jaringan tubuh yang disebabkan diri sendiri dengan sengaja
tanpa niat bunuh diri dan bertujuan untuk tidak disetujui secara sosial atau budaya
(International Society for the Study of Self-Injury, 2018). Hasil penelitian menunjukkan
terdapat 67,9% mahasiswa tidak melakukan self-injury dalam setahun terakhir dan 32,1%
mahasiswa melakukan self-injury dalam setahun terakhir. Hasil penelitian ini juga tidak jauh
berbeda dengan penelitian pada mahasiswa psikologi di universitas swasta di wilayah
metropolitan Indonesia didapatkan sebanyak 29,97 % mahasiswa melakukan self-injury
(Tresno, Ito, & Mearns, 2012). Konsisten dengan penelitian lainnya, tindakan self-injury
merupakan masalah kesehatan serius di kalangan muda, masalah ini meluas di seluruh
wilayah geografi, negara, dan budaya (Somer et al., 2015). Hasil penelitian ini berbeda
dengan penelitian pada mahasiswa di Universitas Australia ditemukan sebanyak 8,95%
mahasiswa melakukan self-injury (Richmond, Hasking, & Meaney, 2017). Penelitian pada
mahasiswa di Northeast dan Midwest ditemukan sebanyak 10,2% mahasiswa melakukan self-
injury (Whitlock et al., 2011).

Sebagian besar responden penelitian ini berjenis kelamin perempuan dengan presentase
86,7% yang terdiri dari 29,2 % melakukan self-injury dan 57,4% tidak melakukan self-injury.
Hasil penelitian sejalan dengan penelitian lain yang menemukan bahwa perempuan
melaporkan lebih banyak kejadian self-injury dengan persentase 70,6% perempuan dan 29,4%
laki-laki (Whitlock et al., 2011). Konsisten dengan Hakami (2018) tentang prevalensi tekanan
psikologis pada mahasiswa sarjana dari lima perguruan tinggi di Arab Saudi yang
mendapatkan hasil bahwa gejala somatik, depresi, dan kecemasan pada perempuan lebih
banyak terjadi dibandingkan dengan laki-laki. Berbeda dengan hasil penelitian ini, penelitian
pada mahasiswa di Amerika Serikat yang menunjukkan bahwa angka kejadian self-injury
pada laki-laki (2,1%) sama seperti perempuan (2,2%) melaporkan tindakan self-injury dalam
penelitian tersebut (Taliaferro & Muehlenkamp, 2015). Risiko untuk self-injury pada siswa
yang mungkin mengalami tekanan psikologis dan menjadi terlibat dihubungan yang tidak
sehat atau penganiayaan fisik (Taliaferro & Muehlenkamp, 2015). Self-injury dilaporkan
mendukung tingkat tekanan psikologis lebih tinggi yang berisiko percobaan bunuh diri
(Somer et al., 2015). Kemungkinan besar angka self-injury pada penelitian ini cukup tinggi
karena memiliki faktor yang mempengaruhi tekanan psikologis, yaitu masalah perkuliahan,
nilai akademik, keluarga, dan lingkungan.

Gambaran Bentuk-Bentuk Self-Injury dan Frekuensi Melakukan Self-Injury


Self-injury dilakukan responden (32,1%) setidaknya 1 kali tindakan self-injury dalam setahun
terakhir. Sebagian besar tindakan self-injury yang dilakukan oleh mahasiswa salah satu
fakultas universitas di wilayah Bandung adalah self-injury minor. Hasil penelitian sejalan
dengan penelitian pada mahasiswa keperawatan di Universitas Cairo yaitu sebagian besar
peserta memiliki kerusakan diri ringan (Ramadan & Mohamed, 2019). Ramadan dan
Mohamed (2019) menyimpulkan bahwa mahasiswa keperawatan mencoba berbagai bentuk
perilaku merugikan diri sendiri dalam menanggapi gejala tekanan psikologis. Pada penelitian
ini paling banyak tindakan melakukan memukul diri sendiri dengan sengaja, mencungkil luka,
dan menggigit diri, serta frekuensi paling sering melakukan self-injury sebanyak 2-5 kali.
Berbeda dengan penelitian pada mahasiswa psikologi di universitas swasta di wilayah
metropolitan Indonesia ditemukan tindakan yang paling sering dilakukan yaitu menyayat,
meninju diri, dan menggaruk parah, dengan frekuensi paling sering melakukan self-injury
sebanyak 2-10 kali (Tresno et al., 2012). Penelitian lain pada mahasiswa di Northeast dan

51
Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa, Volume 4 No 1, Hal 43 – 56, Februari 2021
Persatuan Perawat Nasional Indonesia Jawa Tengah

Midwest juga menemukan tindakan yang paling banyak dilakukan yaitu tindakan mencakar
atau menggaruk sebanyak 51%, menyayat bagian tubuh sebanyak 39,3%, membenturkan atau
meninju benda sebanyak 26,2% dengan frekuensi paling sering melakukan self-injury
sebanyak 2-5 kali (Whitlock et al., 2011). Penelitian Utami, Jumaini, dan Nauli (2016)
tentang tingkat kecemasan dan depresi mahasiswa di Fakultas Keperawatan Universitas Riau
menunjukkan data bahwa sebagian besar mahasiswa dengan tingkat kecemasan sedang dan
depresi ringan (Utami et al., 2016). Penelitian Labrague (2013) menunjukkan tingkat stres
siswa di Sekolah Keperawatan Pemerintah Filipina termasuk stres sedang (Labrague, 2013).
Depresi, kecemasan, dan stres memberikan efek langsung pada frekuensi self-injury.
Hubungan stres dengan frekuensi self-injury memiliki media yaitu penekanan ekspresif,
namun penekanan ekspresif tidak berperan dalam hubungan depresi atau kecemasan
(Richmond et al., 2017). Pada penelitian ini tindakan yang dilakukan paling banyak termasuk
kedalam kelompok minor dan frekuensi melakukan 2-5x, mungkin karena responden hanya
melakukan self-injury ketika stres, kecemasan, ataupun emosi responden sedang berada di
tingkat tinggi namun tidak ingin meninggalkan bekas luka ataupun hanya ingin meluapkan
emosi.

Gambaran Alasan Melakukan Self-Injury pada Mahasiswa Salah Satu Fakultas


Universitas di Wilayah Bandung
Hasil penelitian ini menemukan terdapat mahasiswa salah satu fakultas universitas di wilayah
Bandung lebih dominan menggunakan alasan menghentikan perasaan buruk pada penguatan
otomatis negatif, menghukum diri pada penguatan otomatis negatif, menghindari melakukan
sesuatu yang tidak menyenangkan yang anda tidak ingin melakukannya pada penguatan sosial
negatif, dan mengendalikan sebuah situasi pada penguatan sosial positif. Penguatan sosial
positif dan negatif paling banyak digunakan untuk kelompok self-injury minor, dan penguatan
otomatis positif dan negatif paling banyak digunakan untuk kelompok self-injury
sedang/berat. Tidak berbeda jauh dengan penelitian lain yang menemukan bahwa alasan yang
paling umum melakukan self-injury adalah untuk mengendalikan situasi, menghentikan
perasaan buruk, dan mencoba mendapat reaksi dari seseorang, dalam kelompok self-injury
sedang/berat berkaitan dengan fungsi penguatan otomatis dan sosial sedangkan kelompok
self-injury minor hanya berkaitan dengan fungsi penguatan otomatis (Lloyd-Richardson et al.,
2007). Fungsi-fungsi tersebut dapat mencerminkan kebiasaan perilaku yang tidak signifikan
secara tidak sadar (Lloyd-Richardson et al., 2007).

Hasil penelitian ini berbeda hasil penelitian lain yang menemukan bahwa alasan siswa
sekolah menengah di Macau melakukan self-injury karena ingin merasa santai, menghindari
melakukan sesuatu yang tidak menyenangkan yang anda tidak ingin melakukannya, dan
memberi diri anda sesuatu untuk dilakukan saat sendirian (Leong et al., 2014). Remaja
Tionghoa menggunakan fungsi otomatis self-injury untuk mengatur emosi atau pengaturan
suasana hati, sedangkan fungsi sosial seperti untuk menghindari melakukan sesuatu atau
memberi diri sesuatu untuk dilakukan. Remaja Tionghoa tidak tahu cara mengekpresikan
tekanan emosional sehingga mereka melakukan self-injury untuk menghilangkannya (Leong
et al., 2014). Tekanan emosional yang tinggi mendasari alasan melakukan self-injury yang
diidentifikasi dengan perasaan tidak berdaya, ketidakmampuan untuk mengekspresikan diri
secara efektif, dan kurangnya keterampilan koping yang tepat (Gillies et al., 2018). Peneliti
beranggapan mungkin mahasiswa salah satu fakultas universitas di wilayah Bandung
melakukan self-injury untuk mengurangi perasaan kesal ataupun amarah yang tidak dapat
diluapkan kepada penyebab masalah atau individu lainnya.

52
Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa, Volume 4 No 1, Hal 43 – 56, Februari 2021
Persatuan Perawat Nasional Indonesia Jawa Tengah

Peran perawat sebagai counselor untuk membantu mengatasi tekanan psikologis seseorang,
sehingga perawat tersebut harus dapat menangani tekanan psikologis dengan baik. Beban
kerja perawat cukup banyak yang dapat mempengaruhi tekanan psikologis. Begitu juga
dengan mahasiswa keperawatan akan menjadi perawat, perawat menjadi panutan (role model)
yang memberikan contoh baik pada pasien ataupun lingkungan (Akbar, 2019). Perawat yang
bertindak sebagai panutan yang kredibel dan bersikap positif terhadap self-injury dapat
dilibatkan dalam penyampaian kurikulum di kelas maupun praktik. Peran perawat adalah
untuk meringankan perasaan putus asa, menanamkan harapan, dan mengurangi perilaku
merugikan diri sendiri (Shaw & Sandy, 2016). Oleh karena itu, mahasiswa keperawatan dapat
ditanamkan cara mengelola tekanan psikologis dan menjadi individu yang lebih baik dalam
perkuliahan maupun lingkungan agar dapat menghadirkan role model yang baik.

SIMPULAN
Sepertiga dari mahasiswa salah satu fakultas universitas di wilayah Bandung melakukan self-
injury dalam setahun terakhir. Sebagian besar tindakan self-injury yang paling banyak
dilakukan termasuk dalam jenis self-injury minor dengan frekuensi melakukan 2-5 kali.
Responden paling banyak menggunakan fungsi penguatan sosial pada jenis self-injury minor,
sedangkan fungsi penguatan otomatis pada jenis self-injury sedang/berat.

DAFTAR PUSTAKA
Akbar, M. A. (2019). Buku Ajar Konsep-Konsep Dasar Dalam Keperawatan Komunitas.
Yogyakarta: Deepublish.
Burešová, I., Vrbová, M., & Čerňák, M. (2015). Personality Characteristic of Adolescent
Self-harmers. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 171, 1118–1127.
https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2015.01.274
Dinulislam, A. (2019). 4 Kasus Self Harm yang Jadi Viral. GENSINDO.
Gillies, D., Christou, M. A., Dixon, A. C., Featherston, O. J., Rapti, I., Garcia-Anguita, A., …
Christou, P. A. (2018). Prevalence and Characteristics of Self-Harm in Adolescents:
Meta-Analyses of Community-Based Studies 1990–2015. Journal of the American
Academy of Child and Adolescent Psychiatry, 57(10), 733–741.
https://doi.org/10.1016/j.jaac.2018.06.018
Hakami, R. M. (2018). Prevalence of Psychological Distress among Undergraduate Students
at Jazan University: A Cross-Sectional Study. Saudi Journal of Medicine And Medical
Sciences, 6(2), 82–88. https://doi.org/10.4103/sjmms.sjmms_73_17
Hasanah, U. (2017). Hubungan Antara Stres dengan Strategi Koping Mahasiswa Tahun
Pertama Akademi Keperawatan. Jurnal Wacana Kesehatan, 1(1), 16–20.
International Society for the Study of Self-Injury. (2018). What is Self-Injury? Retrieved
February 22, 2020, from https://itriples.org/about-self-injury/what-is-self-injury
Kim, J. (2019). The Relationship Between The Life Stress and Smartphone Addiction in
Nursing College Students. Journal of the Korea Academia-Industrial Cooperation
Society, 20(4), 391–400. https://doi.org/10.5762/KAIS.2019.20.4.391
Labrague, L. J. (2013). Stress, Stressors, and Stress Responses of Student Nurses in a
Government Nursing School. Health Science Journal, 7(4), 424–435.

53
Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa, Volume 4 No 1, Hal 43 – 56, Februari 2021
Persatuan Perawat Nasional Indonesia Jawa Tengah

Leong, C. H., Wu, A. M. S., & Poon, M. M. yee. (2014). Measurement of Perceived
Functions of Non-Suicidal Self-Injury for Chinese Adolescents. Archives of Suicide
Research, 18(2), 193–212. https://doi.org/10.1080/13811118.2013.824828
Lloyd-Richardson, E. E., Perrine, N., Dierker, L., & Kelley, M. L. (2007). Characteristics and
Functions of Non-Suicidal Self-Injury in A Community Sample of Adolescents.
Psychological Medicine, 37(8), 1183–1192.
https://doi.org/10.1017/S003329170700027X
Lloyd, E. E., Kelley, M. L., & Hope, T. (1997). Functional Assessment of Self-Mutilation.
Retrieved February 3, 2020, from Co-Occuring Colaborative Serving Maine website:
https://www.ccsme.org/resources/the-functional-assessment-of-self-mutilation/
Nock, M. K., & Prinstein, M. J. (2004). A Functional Approach to the Assessment of Self-
Mutilative Behavior. Journal of Consulting and Clinical Psychology, 72(5), 885–890.
https://doi.org/10.1037/0022-006X.72.5.885
Ramadan, A. A., & Mohamed, N. A. (2019). Prevalence and Correlates of Deliberate Self –
Harming Behaviors among Nursing Students. IOSR Journal of Nursing and Health
Science, 8(2), 52–61. https://doi.org/10.9790/1959-0802075261
Raudha, R., & Tahlil, T. (2016). Stres dan Strategi Koping Pada Mahasiswa Keperawatan The
Stress and Coping Strategy of in Nursing Students. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fakultas
Keperawatan, 1(1), 1–7.
Richmond, S., Hasking, P., & Meaney, R. (2017). Psychological Distress and Non-Suicidal
Self-Injury: The Mediating Roles of Rumination, Cognitive Reappraisal, and Expressive
Suppression. Archives of Suicide Research, 21(1), 62–72.
https://doi.org/10.1080/13811118.2015.1008160
Shaw, D. G., & Sandy, P. T. (2016). Mental health nurses’ attitudes toward self-harm:
Curricular implications. Health SA Gesondheid, 21, 406–414.
https://doi.org/10.1016/j.hsag.2016.08.001
Somer, O., Bildik, T., Kabukcu-Basay, B., Gungor, D., Basay, O., & Farmer, F., R. (2015).
Prevalence of Non-Suicidal Self-Injury and Distinct Groups of Self-Injurers in A
Community Sample of Adolescents. Soc Psychiatry Psychiatr Epidemiol, 50(7), 1163–
1171. https://doi.org/10.1007/s00127-015-1060-z
Taliaferro, L. A., & Muehlenkamp, J. J. (2015). Risk Factors Associated with Self-Injurious
Behavior Among A National Sample of Undergraduate College Students. Journal of
American College Health, 63(1), 40–48. https://doi.org/10.1080/07448481.2014.953166
Thahir, A. (2014). Perbedaan Mekanisme Koping antara Mahasiswa Laki-laki dan Perempuan
dalam Menghadapi Ujian Semester Pada Fakultas Tarbiyah IAIN Raden Intan
Lampung. Jurnal Bimbingan Dan Konseling, 1(1), 11–19.
Tresno, F., Ito, Y., & Mearns, J. (2012). Self-Injurious Behavior and Suicide Attempts
Among Indonesian College Students. Death Studies, 36(7), 627–639.
https://doi.org/10.1080/07481187.2011.604464
Utami, A. B., Jumaini, & Nauli, F. A. (2016). Perbedaan Tingkat Kecemasan dan Depresi
Mahasiswa yang Tinggal Bersama Orang Tua dan Tinggal Sendiri. JOM, 6(1), 334–

54
Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa, Volume 4 No 1, Hal 43 – 56, Februari 2021
Persatuan Perawat Nasional Indonesia Jawa Tengah

341.
Whitlock, J. (2009). The Cutting Edge: Non-Suicidal Self-Injury in Adolescence. ACT for
Youth Center of Excellence.
Whitlock, J., & Lloyd-Richardson, E. (2019). Healing Self-Injury. New york: Oxford
University Press.
Whitlock, J., Muehlenkamp, J., Purington, A., Eckenrode, J., Barreira, P., Abrams, G. B., …
Knox, K. (2011). Nonsuicidal Self-Injury in A College Population: General Trends and
Sex Differences. Journal of American College Health, 59(8), 691–698.
https://doi.org/10.1080/07448481.2010.529626

55
Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa, Volume 4 No 1, Hal 43 – 56, Februari 2021
Persatuan Perawat Nasional Indonesia Jawa Tengah

56

Anda mungkin juga menyukai