Anda di halaman 1dari 3

EKSISTENSI YG OTENTIK MENURUT Martin Heidegger

Eksistensi manusia, meng- ada- nya manusia (dasein)---makna “ada”---merupakan satu


fenomena yang tersembunyi.

1. Eksistensi sebagai “milik pribadi” dan berada dalam waktu


Setiap dasein mempunyai status personal atau individual.

Contoh; didi berbeda dg teman-teman dalam melihat setangkai bunga mawar.---


didi mempunyai pengalaman pahit dg bunga itu---ia memberikan bunga pada seorang
gadis---tetapi ditolAK.
---Tindakan lebih lanjut si didi ---menghindari kontak dg bunga mawar---hingga
sekarang.
“milik pribadi”----lebih sekedar dari persepsi. Totalitas mengadanya si didi (misal
dalam bentuk pemikiran, imajinasi, khayalan,cinta,benci) adalah juga milik pribadi si
didi.

2. Ada -dalam –dunia


Ada----meng-ada-nya tidak bisa terlepas dari dunianya---tidak mungkin manusia
dipisahkan dari dunianya.
Makna:
1. Ada–Dalam artinya memiliki keterlibatan, keterikatan, komitmen dan keakraban
2. Ada----“dunia”---dimaksudkan dunia-manusia—yakni dunia pengalaman hidup
keseharian, yang didalamnya manusia merasa terlibat, terikat, berkomitmen dan
akrab. Dunia berpusat pada manusia (dasein) dan bersusaian dengan keadaan
subyektif manusia----sehingga setiap kontak manusia dengan dunia sekitarnya (di
luar dirinya) selalu ditandai dengan subyektivisnya.
Benda-benda yang ada tidak dialami atau tidak dihayati oleh kita sebagai obyek-
obyek fisik yang begitu saja, atau tanpa campur tangan kita. Tetapi sebaliknya
benda-benda dihayati oleh kita dalam kaitanya dengan “cetak biru” pikiran,
kemauan atau perasaan kita yg bersifat individu atau subyektif.
Bagi saya (yg religius)----pantai adalah sebagai simbol kebesaran Tuhan YME
Bagi wulan (pembisnis)---pantai adalah sebuah aset yang sangat berharga---sangat
menguntungkan---untuk dibuat tempat wisata
Dst. bagi orang lain---akan dipersepsikan seuai dengan kondisi subyek
3. Orang” (das man atau manusia impersonal)
Siapakah dasaein yang ada dalam dunia itu?----yang pertama yaitu “orang” (das
man)
Manusia pada awalnya lari dari dirinya sendiri dan terperangkap dalam eksistensi
yang anonim dan tidak otentik.
Manusia enggan menerima ‘ADA-nya sendiri (milik sendiri) dan lebih suka
memberikan atau menguasakan pada orang lain. ----manusia membuka lebar-lebar
dirinya bagi orang lain dan mengizinkan mereka untuk membentuk dan
mengarahkan eksistensinya. Yang dikejar adalah norma-norma atau konvensi-
konvensi yang berlaku secara umum (publik) dan global. Misalnya cara
berpakaian, bergaya, berpikir. Iklan dan media masa menjadi acuannya menjadi
tujuan eksistensisnya.
Ada alasan mengapa manusia memilih hidup menjadi “orang” (das man), menjadi
tidak otentik. Hidup dengan tidak otentik----mengijinkan orang lain memutuskan
apa yang terbaik baik bagi diri saya dan membiarkan mereka mengisi eksistensi
saya.------ ini menjadi diri saya terbebaskan dari perasaan cemas yang akan
menghimpit saya dan dari tanggung jawab yang akan membebani pundak saya.
Memutuskan sendiri apa yang akan saya lakukan, seringkali menimbulkan rasa
cemas, menanggung risiko apa yang akan terjadi, tetapi juga karena khawatir
menjadi “lain” dari apa yang dipikirkan atau diperbuat oleh orang lain.
Oleh karena itu bahwa manusia eksistensinya bertumpu pada orang lain, ia
menyerah dan membiarkan dirinya terbawa arus di luar dirinya. Tidak ada
perlawanan, selain dengan senang hati dan penuh suka cita, turut serta berpesta
pora di dalam lingkungan orang lain. Bahkan untuk mengalami cita rasa, terkejut
saja, kita tidak mau berbeda dari orang lain. Jadi eksistensi manusia pada awalnya
memang adalah “orang”, jadi impersonal (anonim) dan tidak otentik

4. Suasana hati dan faktisitas


Manusia dalam kondisi terlempar—terdampar----manusia tidak memilih—tidak
memiliki alternatif---misalnya untuk menjadi seorang perempuan atau laki-laki, ia
tidak bisa memilih siapa ibunya. Ini adalah faktisitas manusia yang kemudian
dibebankan pada dirinya dan menjadi miliknya pribadinya, tanpa diberi pilihan
untuk menerima atau menolak. Manusia tidak lain adalah “ada” yang terdampar
“di situ”, tetapi mempunyai tugas untuk menuju “ada-nya sendiri”. Dalam situasi
seperti itu, perhubungan (keteritkatan, keterlibatan, komitmen dan keakraban)
manusia dan dunianya ditandai oleh peran “suasana hati”. Suasana hati memberi
peran/andil besar dalam memberi karakter-karakter tertentu pada benda pada
manusia lain bahkan thd diri sendiri.
5. Kecemasan dan ketiadaan
Kecemasan adalah kondisi mencekam, manusia berhadapan dengan ketiadaan.
Berbeda dengan ketakutan---obyeknya jelas nampak. Obyek kecemasan—
sesungguhnya adalah “tidak ada”, kapan dan dimanapun sesungguhnya tidak ada.
Meskipun tidak ada---ketiadaan justru merupakan ancaman yang sangat nyata dan
hebat. Mengancam eksistensi manusia. Eksistensi yg telah dibangun dengan
susah payah—menjadi rentan, goyah, tidak pasti dan menggelandang karena
terancam m3njadi tidak ada.
Manusia tidak dapat melepaskan diri dari ketiadaan, karena ketiadaan selalu hadir
di tengah-tengah ada dan manusia. Manusia hanyalah menunda ketiadaan,
menunda kemungkinan untuk menjadi tidak ada. Adapun puncak dari ketiadaan
itu adalah kematian.
6. Kematian dan hati nurani
Menerima peristiwa kematian berarti menerima kenyataan bahwa manusia tidak
lain adalah “ada-menuju-kematian---berarti membuka diri lebar-lebar menuju
eksistensi yang ontentik atau diri yang solid. Dengan menerima kematian yang
identik dengan ketiadaan dan kesendirian total yang mencekam, manusia
terpanggil utnuk melepaskan diri dari kuasa kontrol orang lain—yang membuat
eksistensi menjadi dangkal dan tidak otentik. Dengan demikian muatan
eksistensinya akan diisi oleh dirinya sendiri.----yang berarti manusia bersedia
mendengarkan panggilan “hati nurani-nya sendiri---yakni panggilan jiwa—
panggilan dari dalam diri sendiri—panggilan hati nurani---pada taraf inilah
manusia menjalani eksistensinya yang otentik.

7. Keprihatinan dan temporalitas


Akar dari suasana hati adalah keprihatinan---jauh dibawah ketaksadaran. Suasana
hati adalah akibat dari keprihatinan ini. Manusia prihatin atas faktistas.
Keprihatinan berhubungan dengan waktu (tempo). Setiap meng-ada-nya manusia
selalu melibatkan waktu ---1) kemungkinan-kemungkinan eksistensinya di masa
depan, 2) sudah terlempar dan terikat dengan masa lalu, dan 3) jatuh dalam kuasa
(kontrol) orang lain dan hidup dalam rutinitas keseharian yang dangkal.

Anda mungkin juga menyukai