Hadrianus Tedjoworo
1
• Diskusi tentang ‘ciptaan’ dimulai dengan Kehidupan:
1. Mengapa ada kehidupan, dan bukan ketiadaan?
2. Mengapa ada manusia, dan bukan hanya semesta?
• Pertanyaan pertama tidak bisa dibicarakan, tetapi
pertanyaan kedua bisa menjadi pokok percakapan kita.
Dengan kata lain, adanya manusia yang hidup, menjadi
bukti adanya kesadaran – dan dengan kesadaran inilah
muncul berbagai pertanyaan dan, filsafat.
• Bahasa filosofis Ada = Being. Dan ia bukan sekadar
benda/objek. Kita bertanya tentang apapun, karena kita
ada dan hidup. Yang bertanya ialah kesadaran kita.
Tumbuhan tidak bertanya. Hanya manusia.
2
Kreativitas selalu Mencipta
• Ciptaan (creation) mengantar kita pada sosok yang
melakukan penciptaan, yakni pencipta. Sebelum
menyebutnya ‘Tuhan’, kita mulai dengan Sang Kreativitas.
Kalau bukan person, lalu apa itu?
• Bergson menemukan akar (proses) penciptaan pada Waktu.
Kunci menuju filsafat Bergson ialah memahami
kontinuitas waktu yang utuh. Bayangkanlah bahwa dalam
setiap ‘detik’ terjadi penciptaan?
• Waktu = penciptaan yang tidak pernah terputus, sementara
kita sering tenggelam dalam ilusi, seakan-akan bisa
menghentikan waktu, dan itu tak pernah terjadi!
3
• Kalau ‘waktu’ adalah penciptaan yang terus menerus, dan
tidak ada yang bisa menghentikan waktu, pluralitas ciptaan
pun tidak terkontrol oleh manusia.
• Mungkin Kreativitas Terbesar ialah sosok (Tuhan) yang
mampu menghasilkan ciptaan-ciptaan baru (Leibniz), atau
sosok yang sekaligus adalah Tuhan dan Alam (Spinoza) ...
atau “suatu singularitas mistik yang ‘melintasi’ manusia
dan juga tanaman dan binatang, terlepas dari materi yang
membuatnya terwujud dan bentuk personalitasnya”
(Deleuze).
• Ciptaan, dalam pengertian terakhir di atas, adalah suatu
virtualitas yang perlu ada/eksis untuk mengaktualisasikan
keutuhan penciptanya. tak ada ciptaan yang abadi.
4
Imaji Diri: Tak Terdefinisikan
• Thomas Carlson pernah menggambarkan ‘identitas’
manusia sebagai “the indiscrete image”. Kita tidak dapat
menolak bahwa diri kita ini ada dan hidup, namun sekaligus
tidak pernah selesai memahami diri sendiri.
5
• Apakah kita mulai mengerti mengapa “penyesuaian diri”
mungkin merupakan cara terbaik menuju aktualisasi diri?
• Kalau kita rela menjadi ciptaan yang “anonim”, kita bisa
menemukan apa yang menjadi intensi Pencipta ketika
meng-ada-kan diri kita?
• Kalau kita membiarkan diri “tidak sadar”, kita akan
mengalahkan hegemoni ‘aku’ dan mengalami semesta.
• Kalau kita masuk ke keadaan “anorganik” (tidak hidup),
kita bisa menyerap energi dari setiap hal material.
• Kalau kita “berhenti menghayati” (unlived) lewat cara kita
sendiri, kita mungkin akan melihat tujuan semua ciptaan di
dunia ini.
6
• Deleuze: ‘Underneath the self which acts are little selves
which contemplate and which render possible both the
action and the active subject. We speak of our “self ” only
in virtue of these thousands of little witnesses which
contemplate within us: it is always a third party who says
“me”’ (Différence et répétition, 1968).
• “Diri-diri kecil” di dalam siapa kita inilah yang membuat
kita merasa ada, mengalami hidup. Pada dasarnya setiap
ciptaan mengalami hal yang sama ini, dibentuk oleh
pluralitas tak terhingga, namun mengungkapkan dan
melukiskan sosok Pencipta yang satu.
7
Penciptaan: Suatu Visi yang ‘Menjadi’
• Kesadaran bahwa kita—ciptaan—hidup bisa mendorong
pada keyakinan bahwa kehidupan adalah segala-galanya.
Tetapi, kehidupan pun adalah ciptaan, sehingga sikap
memutlakkan kehidupan dapat berisiko melupakan
Pengada yang melakukan penciptaan.
• Filsafat Deleuze mengarahkan percakapan kita tentang
ciptaan kepada sesuatu yang tidak membutuhkan ‘medium’
sama sekali, yakni pemikiran (thought). Kehidupan itu bukan
kata akhir dalam filsafat penciptaan, sebab kehidupan
hanya memperlihatkan Sang Ada yang murni spiritual dan
yang murni aktif itu sedang ‘menjadi’ (becoming).
8
• Sejauh ‘pemahaman’ di antara ciptaan dapat membantu
menemukan keterkaitan yang mengantar pada visi
penciptaan, diperlukan suatu filsafat afirmasi ( peneguhan,
penerimaan).
• Dalam terang pemikiran Deleuze, kita bisa menyimpulkan
bahwa tanggapan paling tepat dari ciptaan bukanlah menilai
atau menégasi (menolak), melainkan mengafirmasi proses
penciptaan dan ada dirinya yang senantiasa ‘menjadi’.
• Penciptaan being dan kehidupan adalah suatu afirmasi yang
tak terhingga, atau juga pemikiran kreatif yang tak
terbatas—yang sering diasosiasikan oleh metafisika klasik
dengan gagasan ‘Tuhan’. “Kehidupan itu membenarkan
[penciptaan]; ia tidak memerlukan pembenaran lagi” (Critique
et clinique, 1993).