Do ergo Sum
untuk menciptakannya. Bekerja belum menjadi suatu hasrat yang muncul dari dalam diri
sebagian besar orang sebagai bentuk ungkapan dari apa yang dia pikirkan, bukan dari apa
yang dipikirkan orang lain. Bekerja pun belum mutlak meng-ada-kan diri secara utuh
manakala bekerja hanya menjadi kesenangan pribadi atau sibuk dengan diri sendiri tanpa
melihat dampaknya entah baik entah buruk terhadap ada-ada yang lain di sekitarnya.
Do aku berbagi2 menjadi cara konkret bagi manusia untuk meng-ada-kan dirinya
bagi ada-ada yang lain. Berbagi di sini menegaskan konteks aku dan ada-ada yang
lain. Berbagi menjadi suatu interaksi setidaknya dua pribadi yang memberi dan menerima.
Ketika aku berbagi dengan orang lain sesuatu yang kumiliki, pada saat itulah aku menjadi
nyata ada. Pada saat itulah ke-ada-an manusia ditampilkan dalam realitas.
Pergumulan filosofis tentang ada ini menunjukkan bahwa betapa pentingnya
pengakuan atas diri manusia bahwa dirinya ada. Dengan berbagai cara manusia berusaha
meng-ada-kan dirinya, dan tentunya ada dapat dikatakan ada hanya oleh ada-ada yang
lain. Berpikir, bekerja dan berbagi kiranya menjadi usaha manusia untuk (menjadi dan
mempertahankan) ada(-nya).
3 bdk. Dr. Theo Huijbers, Manusia Merenungkan Dirinya (Yogyakarta: Kanisius, 1991), hlm. 112.
4 bdk. Berelson and Steiner, Human Behaviour, An Inventory of Scientific Findings (New York:
Harcourt, Brace & World, Inc, 1964), hlm. 44.
berbagai hal dapat muncul, entah muncul secara lurus atau justru jatuh dalam kesesatan
berpikir. Melihat luasnya kemungkinan akan hal yang dipikirkan manusia ini Albert Einstein
dalam kaitannya dengan teori ralitivitasnya mengungkapkan bahwa ketika seseorang
mengungkapkan sebuah ide, pada saat yang sama seribu orang juga memikirkan hal yang
sama. Hal senada juga disebut dalam Kitab Amsal, Apa yang pernah ada akan ada lagi, dan
apa yang pernah dibuat akan dibuat lagi; tak ada sesuatu yang baru di bawah matahari. (Ams
1:9)
Berpikir memungkinkan manusia untuk merefleksikan keadaan di luar dirinya,
sehingga muncul suatu dorongan dalam diri manusia untuk mempertahankan, mengubah, atau
memperbaiki situasi dan kondisi baik dirinya sendiri maupun situasi dan kondisi di luar
dirinya. Dari pikiranlah segala hal tercipta dan terwujud dalam dunia nyata. Yang terwujud
dalam dunia nyata berawal dari manusia sebagai subjek utama berfilsafat, sebagaimana yang
tersirat dalam ungkapan Cogito ergo sum-nya Descartes. Hal ini berbeda dengan cara berpikir
para filsuf sebelumnya yang memulai filsafatnya dari objek yang tampak, yaitu segala
sesuatu yang hadir nyata dan tercerap indra.Dengan Cogito Descartes mengungkapkan
adanya pengetahuan segera (intuisi) dalam diri manusia untuk mengenal sesuatu, terutama
keragu-raguan dalam diri manusia. Manusia mulai menyadari adanya hal yang patut
dipertanyakan, dan oleh karena itu manusia lantas mencari jawabannya. Dari sinilah manusia
mulai mengimajinasikan, memanipulasi, dan pada akhirnya mengubah dunia di sekitarnya.
Sampai di sini mungkin kita bisa mengatakan bahwa manusia telah mengadakan dirinya.
Tetapi tunggu dulu, perubahan yang terjadi di luar diri manusia tidak akan terwujud hanya
dengan berpikir. Segala sesuatu yang ada dalam pikiran manusia sungguh-sungguh hanya
berada pada alam ide dalam pengertian modern-kontemporer, yaitu sebagai konsep. Pikiran
menjadi nyata, ada real sebatas rasio atau nalar manusia.
Berpikir, kendati telah menampilkan ke-ada-an diri manusia secara pribadi, tidak
serta-merta melibatkan ada lain yang menjadi syarat pengakuan akan ke-ada-an manusia.
Seorang manusia tidak akan puas hanya dengan memikirkan sesuatu saja, karena memang dia
belum sungguh-sungguh meng-ada-kan dirinya bagi ada-ada yang lain. Bagi dirinya
sendiri, sangat jelas bahwa dirinya ada. Hal ini tampak dari kesadaran dan keraguan akan dan
dalam dirinya. Tetapi ia belum mendapatkan pengakuan sebagai manusia, sebagai pribadi,
yang ada secara penuh. Selain itu, terlalu banyak berpikir justru berpotensi menjadikan
manusia begitu egosentris. Salah satu contoh jelasnya ialah para rasionalis. Mereka melihat
bahwa yang paling tinggi nilainya adalah rasio atau nalar yang ada dalam pikiran manusia.
Keterpusatan pada pemikiran pribadi melepaskan manusia dari ada yang lain.
Aktivitas berpikir juga terkait sangat erat dengan ucapan dan kerja. Meskipun
demikian, dalam realita hidup sehari-hari hal ini tampak jelas dalam slogan NATO (No
Action Talk Only = tiada kerja, bicara saja). Berbicara menjadi cetusan berpikir manusia.
Meskipun berbicara secara harafiah dapat digolongkan dalam kata kerja, manusia belum
sungguh-sungguh mengerjakan apa yang dia pikirkan. Berbicara yang merupakan
cetusan pikiran menjadi sungguh-sungguh bermakna manakala apa yang terungkap ini
dapat mengubah atau mempengaruhi seseorang atau suatu keadaan real dan terwujudnyatakan
dalam hidup keseharian manusia.
Kesadaran akan hal ini kiranya membantu untuk berpikir secara baik dan benar, demi
kebaikan dan kebenaran yang ingin dihadirkan oleh manusia dalam realitas. Ulasan Aku
berpikir ini kiranya dapat menyadarkan diri untuk tidak puas hanya dengan memposisikan
diri dalam konsep-konsep semata, atau bahkan imajinasi atau khayalan hampa yang justru
menyembunyikan ke-ada-an diri manusia dari ada-ada yang lain.
dan kerelaan diri untuk mencapai sebuah nilai yang harus diperjuangkan selama
keberadaannya di dunia.
Apa yang harus dikerjakan adalah apa yang sesuai dengan peran, kemampuan, dan jati
diri manusia yang bersangkutan. Yang harus dikerjakan seorang petani ialah mengolah tanah
untuk mengusahakan hasil bumi, sementara seorang pedagang mengolah barang dagangannya
untuk menyediakan kebutuhan orang lain melalui kegiatan jual beli. Yang harus dikerjakan
seorang mahasiswa tentunya belajar (dan belajar untuk mulai mengajar), sementara seorang
dosen bekerja dengan mengajar (dan pastinya tidak luput juga dari kewajiban untuk belajar).
Dalam kaitannya dengan ke-ada-an manusia, bekerja menjadi salah satu bagian di
mana manusia dapat meng-ada-kan dirinya. Bekerja tidak harus menghasilkan suatu benda
fisik, namun tetap real secara empiris, tampak dan atau dirasakan dampaknya dalam
kehidupan bersama. Seseorang tidak dapat dikatakan bekerja ketika ia duduk melamun atau
tidur. Pun tidak dapat dikatakan bekerja jika ia terlalu sibuk dengan pemikirannya sendiri
tanpa melakukan sesuatu. Untuk menjadi ada secara penuh, bekerja memerlukan ada yang
lain. Hal ini jelas tampak bilamana manusia bekerja (ber)sama. Bekerja tanpa ada lain
justru mengalienasi diri manusia, mengucilkannya, dan menyembunyikannya dari ada-ada
lain, sementara ada-ada lain inilah yang seharusnya mengakui ke-ada-an orang tersebut.
Pekerjaan juga bisa menjadi tempat pelarian seseorang ketika ia menghadapi suatu tekanan
dalam hidupnya.
kita harus berbagi? Banyak hal yang dapat kita bagikan, dan apa yang kita bagi tidak selalu
berupa materi. Salah satunya adalah kehadiran diri kita bagi sesama (be for other), yaitu
berbagi waktu untuk memberi perhatian kepada orang-orang yang selama ini selalu
dipandang hina, rendah, atau bahkan tidak dipandang sama sekali, seperti mereka yang
miskin dan lemah, baik secara jasmani maupun rohani. Bisa jadi orang-orang yang
membutuhkan perhatian justru tidak hanya orang yang jelas tampak tersisih, tetapi bisa jadi
orang-orang yang duduk di samping kita, makan sehidangan dengan kita, atau duduk belajar
bersama. Kadang mereka membutuhkan waktu untuk didengar, dan giliran kitalah yang
berbagi waktu untuk mendengar keluh kesah mereka yang tertekan.
Akhirnya tulisan ini hendak mengajak para pembaca untuk berpikir tentang orangorang di sekitar kita. Tak hanya itu, penulis juga mengajak para pembaca untuk bekerja bagi
pribadi-pribadi yang lain di luar diri kita. Berbagi menjadi ajakan utama dalam tulisan ini
terutama bagi mereka yang membutuhkan waktu, perhatian, perlindungan, kasih sayang, dan
sebagainya dari diri kita masing-masing. Tidak menutup kemungkinan ketiga hal ini berjalan
bersamaan, hanya saja kadang kita kurang peka terhadap diri kita sendiri, terhadap situasi
orang lain, atau lingkungan sekitar kita. Kadang kita terlalu sibuk dalam satu hal saja,
misalnya asyik berpikir sendiri, atau bekerja demi diri sendiri, tetapi lupa berbagi dengan
orang lain, sehingga kita menjadi terasing dalam lingkungan sendiri. Hadirkanlah diri bagi
orang-orang di sekitar kita, maka lahirlah kebersamaan dan keharmonisan hidup bersama
ada-ada yang lain yaitu pribadi-pribadi di luar diri kita.
Setiap pribadi manusia dituntut untuk mampu berdiri di atas kaki sendiri. Namun
tidak dengan sendirinya kita berdiri di atas kaki sendiri. Ada banyak orang yang lebih dulu
berdiri di sekitar kita dan mengajar, menolong, dan menjaga kita untuk tetap berdiri. Ada pula
mereka yang sedang berdiri bersama kita, di mana kita saling menopang satu sama lain. Ada
pula orang-orang yang belum mampu berdiri di atas kakinya sendiri, dan menjadi tugas kita
untuk menolong mereka. Dengan berpikir, bekerja, dan berbagi maka aku ada, kamu
ada, kita ada.
Daftar Pustaka
Levinas
Data Penulis
Nama : Marcellius Ari Christy