Anda di halaman 1dari 18

ILMU TENTANG PERILAKU MANUSIA

“Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Hukum”

Disusun oleh :

Dede Saputra

Dosen pengampu :

Surya Hoirul Ahsan Dalimunthe, M.Psi

PROGRAM STUDI AHWAL SYAHKHSYIYAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM DARUL ARAFAH

SUMATERA UTARA

2023
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Ilmu
Tentang Perilaku Manusia”. Keberhasilan dalam pembuatan makalah ini juga
tidak lepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, untuk itu kami
ucapkan terima kasih.
Saya berharap semoga dengan adanya makalah ini dapat berguna bagi orang
yang membacanya. Saya sadar bahwa dalam pembuatan makalah ini belum
sempurna, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat
membangun. Serta semoga makalah ini tercatat menjadi motivator bagi penulis
untuk penulisan makalah yang lebih baik dan bermanfaat.

Lau Bekeri, 04 Februari 2023


Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................
DAFTAR ISI................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................
A. LATAR BELAKANG........................................................................................
B. RUMUSAN MASALAH...................................................................................
C. TUJUAN.............................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................
A. Manusia, Masyarakat dan Hukum......................................................................
B. Perilaku Melanggar Hukum................................................................................
C. Kepatuhan Terhadap Norma Hukum..................................................................
D. Perilaku Yang Menyimpang.............................................................................
E. Perilaku Kekerasan Terhadap Manusia............................................................
BAB III PENUTUP...................................................................................................
A. Kesimpulan.......................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Sesuai dari katanya bahwa psikologi terdiri dari dua kata yang
mempunyai arti. Psikologi ini merupakan sebuah ilmu yang mempelajari
tentang jiwa. Perhatian pada psikologi terutama tertuju pada masalah
bagaimana tiap-tiap individu diperngaruhi dan dibimbing oleh maksud-
maksud pribadi yang mereka hubungkan kepada pengalaman-pengalaman
mereka sendiri.
Perilaku merupakan perwujudan dari adanya kebutuhan. Perilaku
dikatakan wajar apabilam ada penyesuaian diri yang harus
diselaraskandengan peran manusia sebagai individu, social, dan
berketuhanan. Perilaku adalah sebuah gerakan yang dapat diamati dari luar,
seperti orang berjalan, naik sepeda, dll. Untuk aktivitas ini mereka harus
berbuat sesuatu, misal : kaki yang satu diletakkan pada kaki yang lain.
Jika seseorang duduk diam dengan sebuah buku ditangannya, ia
dikatakan sedang berperilaku ia sedang membaca, sekalipun pengamatan
dari luar sangat minimal, sebenarnya perilaku ada dibalik tirai tubuh,
didalam tubuh manusia itu sendiri. Perilaku terdiri dari aktivitas- aktivitas
yang berlangsung, baik didalam maupun diluar.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana hubungan manusia, masyarakat dan hukum?
2. Bagaimana perilaku melanggar hukum?
3. Bagaimana kepatuhan terhadap norma hukum?
4. Bagaimana perilaku yang menyimpang?
5. Bagaimana perilaku kekerasan terhadap manusia?

1
C. TUJUAN
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini untuk menjawab rumusan
masalah diatas yaitu:
1. Untuk mengetahui manusia, masyarakat dan hukum.
2. Untuk mengetahui perilaku melanggar hukum.
3. Untuk mengetahui kepatuhan terhadap norma hukum.
4. Untuk mengetahi perilaku yang menyimpang.
5. Untuk mengetahui perilaku kekerasan terhadap manusia.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Manusia, Masyarakat dan Hukum


Ketika berbicara tentang manusia, maka tak akan lepas dari sebutan
manusia sebagai makhluk individu dan sebagai makhluk sosial. Manusia
tunggal adalah manusia pribadi yang secara individu, merupakan satu
keutuhan atau satuan yang menjadi sumber dan penggerak dari segala
kegiatan. Sebagai subyek dari nilai-nilai tertentu, ia melakukan tindakan-
tindakan untuk memenuhi segala apa yang berharga bagi hidupnya karena
dorongan batinnya. Akan tetapi manusia tidak dapat hidup sendirian di
dunia ini. Ia senantiasa hidup bersama-sama dengan manusia lain di mana ia
mendapati dirinya dalam suatu masyarakat. (Purbacaraka & Soekanto,
1978)
Oleh Aristoteles, dalam bukunya Politics, dikatakan bahwa manusia
adalah zoon politicon. Para penulis Barat menafsirkan istilah zoon politicon
tersebut sebagai social being atau makhluk sosial. Dari sudut tulisan
Aristoteles sendiri, manusia adalah juga hewan (zoon, animal) tetapi hewan
yang lebih dari hewan-hewan lain karena memiliki kemampuan khusus
seperti bahasa dan politik. Manusia memang memiliki kecenderungan untuk
hidup bersama dengan manusia lain sehingga akan membentuk masyarakat.
Menurut Sudiman Kartohadiprojo, istilah zoon politicon ini oleh Hans
Kelsen dijelaskan sebagai man is a social and political being, yang berarti
manusia itu selalu hidup dalam pergaulan hidup manusia dan dalam keadaan
demikian itu ia selalu berorganisasi. (Salman, 1992)
Masyarakat sebagai suatu partner of independent relation, suatu
kenyataan merupakan suatu gegebenheit (apa yang diberikan atau apa yang
ada) di pelosok manapun di dunia ini. Pada awalnya manusia adalah
makhluk individu. Sebagai makhluk individu manusia memiliki sifat ego
yang mementingkan diri sendiri, mempunyai kepentingan dan kehendak,
serta mempunyai hak atau kebebasan sebagai sifat yang tidak terpisahkan

3
dari hakikat manusia. Oleh karena itulah manusia melakukan suatu
hubungan atau interaksi dan kerjasama dengan manusia lainnya. Melalui
interaksi ini manusia saling membantu dan saling mengisi sehingga interaksi
adalah suatu kebutuhan manusia dalam mencapai kepentingan atau tujuan
hidupnya.
Menurut Roscoe Pound, dalam masyarakat terdapat berbagai
kepentingan yang dilindungi oleh hukum yang diklasifikasikan atas tiga
kategori pokok yang dapat dirinci lebih lanjut atas kepentingan-kepentingan
yang lebih rinci, yaitu: (Apeldorn, 1981)
1. Kepentingan umum (public interest).
2. Kepentingan masyarakat (social interest).
3. Kepentingan pribadi (private interest).
Sebelum memasuki alasan keberadaan hukum, sebaiknya kita
mengetahui apa itu hukum. Hukum itu sendiri sulit didefinisikan secara
tetap, universal dan abadi. Ada 3 faktor yang menyebabkannya, yaitu: (1)
hukum mempunyai ruang lingkup/ cakupan materi yang sangat luas; (2)
hukum memiliki sifat yang abstrak; (3) hukum berkembang dinamis selaras
dengan perkembangan masyarakat. Bahkan Immanuel Kant telah menulis
bahwa, “Noch suchen die Juristen eine Definition zu ihrem Begriffe von
Recht” (Sampai sekarang para ahli hukum masih mencari definisi hukum).
Untuk menggambarkan apa itu hukum, dapat kita gunakan pendapat dari
Van Kan sebagai acuan. Van Kan berpendapat bahwa, “Hukum adalah
keseluruhan peraturan hidup yang bersifat memaksa untuk melindungi
kepentingan manusia di dalam masyarakat.
Marcus Tullius Cicero pernah mengatakan bahwa ubi societas ibi ius
(dimana ada masyarakat di situ ada hukum). Semua bahasan tentang hukum
dimulai dengan adanya masyarakat, karenanya sering dikatakan bahwa jika
tidak ada masyarakat maka hukum juga tidak diperlukan. Pernyataan di atas
sering diilustrasikan dengan kehidupan Robinson Crusoe dalam buku
Robinson Crusoe (1719) karangan Daniel Defoe. Setelah kapanlnya karam
di laut, Crusoe terdampar di sebuah pulau tanpa penghuni dan harus
menemukan gagasan-gagasan guna memenuhi kebutuhan diri sendiri; ia

4
bebas melakukan apa saja dengan tidak ada batasan. Kehidupan sehari-
harinya mulai berubah setelah pulau itu kedatangan seorang yang lain lagi,
di mana karena telah ada lebih dari satu orang di tempat itu maka harus
dibuat aturan-aturan untuk mereka berdua. (Apeldorn, 1981)
Dengan bertitik tolak dari adanya masyarakat, maka alasan
keberadaan hukum berkaitan erat dengan keberadaan masyarakat. Selain itu,
alasan keberadaan hukum berkaitan erat dengan keberadaan masyarakat.
Selain itu, alasan keberadaan hukum juga terkait dengan unsur definisi yang
dikemukakan oleh Van Kan yaitu “melindungi kepentingan manusia di
dalam masyarakat”. Mengingat akan banyaknya kepentingan, tidak mustahil
terjadi konflik atau bentrokan sesama manusia, karena kepentingannya
saling bertentangan. Gangguan kepentingan atau konflik haruslah dicegah
atau tidak dibiarkan berlangsung terus, karena akan mengganggu
keseimbangan tatanan masyarakat. Oleh karena itu, keseimbangan tatanan
masyarakat yang terganggu haruslah dipulihkan ke keadaan semula
(restitution in integrum). (Salman, 1992)
Sejalan dengan penjelasan di atas, menurut Apeldooorn, tujuan hukum
adalah mengatur pergaulan hidup secara damai. Alasan keberadaan hukum
jika dilihat dari sudut pandang Apeldoorn, yaitu adanya ketertiban dan
ketentraman (orde en rust) masyarakat. Dengan demikian, teori-teori
tersebut diatas didukung pula oleh pendapat Von Savigny dalam buku
Satjipto Rahardjo yang berjudul (Ilmu) Hukum Dari Abad Ke Abad, “es ist
und wird mit dem voelke”, hukum akan terus menerus dibicarakan selama
kehidupan manusia masih ada.Berdasarkan uraian tersebut di atas, terlihat
jelas hubungan korelatif yang sangat erat antara manusia, masyarakat dan
hukum. Hukum lahir dari kehendak manusia untuk menciptakan kondisi
sosial yang aman, damai, dan tertib agar tujuannya mudah dicapai.
Begitupun sebaliknya, hukum yang merupakan cerminan kehendak manusia
tersebut mempunyai peranan penting dalam melindungi manusia dari segala
kemungkinan buruk yang timbul akibat interaksi yang terjadi. Artinya,
hukum berfungsi sebagai sarana untuk mewujudkan keamanan dan
ketertiban (orde en rust). (Apeldorn, 1981)

5
B. Perilaku Melanggar Hukum
Prilaku melanggar hukum, dalam ruang lingkup studi psikologi
khusus merupakan bagian psikologi abnormal, dan didalam berbagai jenis
prilaku abnormal terdapat prilaku yang merupakan pelanggaran norma atau
kaedah hukum. Diantara prilaku melanggar hukum, ada yang tercetus
karena kondisi kejiwaan yang menderitas kelainan, penyakit jiwa, dan
lainnya dimana secara lahiriah nampak sehat.
Tapi terkadang ada juga karena dorongan kejiwaan dapat juga
melakukan pelanggaran hukmu terhadap kaedah hukum seperti : leptomani,
sex-maniac dan lainnya. Di samping itu pula ada prilaku melanggar hukum
yang didasarkan atas tumbuhnya keputusan untuk melakukan pelanggaran
hukum sekalipun ia tidak menderita kelainan jiwa dan hal ini sangat erat
hubungannya dengna aspek-aspek sosiso psikologisnya (lingkungannya)
yang disebut dengan kejahatan.
Adapun terdapat teori-teori tentang pelanggaran hukum yaitu: 
1. Teori individual Motivastion dari Brendal Russel
Dalam bukunya yang berjudul “political Ideals” mengemukakan
mengenai dorongan-dorongan yang terdapat dalam diti indiividu
dihubungkan dengan benda-benda yang ada di sekelilingnya, bahwa
ada dua mcam dorongan yaitu
Dorongan Posesip yaitu yang mengarah untuk memperoleh dan
mempertahankan benda-benda pribadi yang tidak dapat dauibagikan
pada orang lain dan ini bersumber pada pada dorongan untuk
memiliki, menguasai dan yang serupa.
Dorongan kreatif atau konstruktif yaitu yang mengarah pad
pembawaan atau penyidiaan kepada dunia, atau menyediakan untuk
menyediakan untuk digunakan macam-maccam benda dalam mana
tidak terdapat sifat yang melekat secara pribadi dan posesip.
2. Teori Dffrental Associaltion dari E. H Sutherland.

6
Inti pokok dari teori ini adalah perbedaan asosiasi cenderung
membentuk perbedaan kepribadian manusia dalam pergaulan
kelompoknya. Dengan kata lain bahwa asosisi yang tertib akan
mewarnai kepribadian individunya untuk mentaati hukum, sebalikya
assosiasi yang tidak tertib akan berpengaruh terhadap kepribadian
individunya untuk menyetujui pelanggaran atau menyimpang dari
undng-undang.
Seseorang melakukan pelanggaran hukum karena pergaulan
kelompoknya individu lebih menyetujui pelanggaran hukum daripada
perbuatan mentaati hukum.
Sikap menyetujui atau memilih salah satu pola prilaku tertentu
dalam assosiasi yang berbeda adalah melalui proses belajar pada
pergaulannya yang paling intim, malalui komunikasi langsung, yang
berubungan dengan sering lama mesra dan prioritas pada pola prilaku
kelompok atau individu yang diidentifisir menjadi prilaku miliknya.
3. Teori Social alienation dari C.R. Jeffery.
Teori ini memadukan konsep psikologi dengan sosiologi , diman
latar belakang dari penjahat yang demikian akan sesalu mempunyai
ciri sebagai berikut :
a Secara emosional selalu merasa emosional dan terasing.
b Tidak mempunyai pengakuan sebagai anggota dalam kelompok
primer.
c Merasa tidak aman, punya sikap bermusuhan dan agresif.
d Tidak ada perasaan kasih, tidak perlu atau tidak peduli.
e Tidak memiliki perasaan yang tepat.
Selanjutnya Jeffrery membedakan tiga tipe social alienation yaitu :
1. Individual alienation, yaitu keterasingan seseorang dari hubungan
antar manusia.
2. Group alienation yaitu kelompok dimana sesorang menjadi anggota,
terisolasi dari lingkungan yang lebih luas.
3. Legal Alienation yaitu pembedaan yang diadakan oleh hukum.

7
Selanjutnya Sorjono Soekanto menyatakan bahw a Jeffery dapat
mengungkapkan dalam teorinya tersebut dalam hal-hal sebagai berikut:
1. Dapat mengungkapkan sebab seseorang dalam hidup dalam
lingkungan penjahat.
2. Seseorang mungkin menjadi penjahat walaupun latar belakangnya
bersih.
3. Pola prilaku jahat pertama muncul dari lingkungan-lingkungan  yang
ditandai dengan hubungan-hubungan impersonal.

C. Kepatuhan Terhadap Norma Hukum


Hukum merupakan salah satu instrumen untuk mengatur tingkah laku
masyarakat dalam mengatur pergaulan hidup. Secara sosiologis hukum
mengandung berbagai unsur antara lain rencana-rencana tindakan atau
perilaku, kondisi dan situasi tertentu. Definisi hukum umumnya telah
banyak dikemukakan oleh para ahli dengan pendapatnya masing-masing,
seperti menurut Abdul Manan:
“Hukum adalah suatu rangkaian peraturan yang menguasai tingkah
laku dan perbuatan tertentu dari manusia dalam hidup bermasyarakat.
Hukum itu sendiri mempunyai ciri yang tetap yakni hukum merupakan
suatu organ peraturan-peraturan abstrak, hukum untuk mengatur
kepentingan-kepentingan manusia, siapa saja yang melanggar hukum akan
dikenakan sanksi sesuai dengan apa yang telah ditentukan”. (Manan, 2006)
Hukum adalah segala peraturan yang di dalamnya berisi peraturan-
peraturan yang wajib ditaati oleh semua orang dan terdapat sanksi yang
tegas di dalamnya bagi yang melanggar. Ketaatan adalah sikap patuh pada
aturan yang berlaku. Bukan di sebabkan oleh adanya sanksi yang tegas atau
hadirnya aparat negara, misalnya polisi. Kepatuhan adalah sikap yang
muncul dari dorongan tanggung jawab sebagai warga negara yang baik.
Kepatuhan hukum adalah kesadaran kemanfaatan hukum yang melahirkan
bentuk "kesetiaan" masyarakat terhadap nilai-nilai hukum yang
diberlakukan dalam hidup bersama yang diwujudkan dalam bentuk prilaku

8
yang senyatanya patuh terhadap nilai-nilai hukum itu sendiri yang dapat
dilihat dan dirasakan oleh sesama anggota masyarakat. (Soekanto, 1982)
Menurut Soerjono, hakikat kepatuhan hukum memiliki 3 (tiga) faktor
yang menyebabkan warga masyarakat mematuhi hukum, antara lain:
(Soekanto, 1982)
1. Compliance
“An overt acceptance induced by expectation of rewards and an
attempt to avoid possible punishment – not by any conviction in the
desirability of the enforced nile. Power of the influencing agent is
based on, means-control” and, as a consequ ence, the influenced
person conforms only under surveillance”.
“Penerimaan yang terang-terangan disebabkan oleh ekspektasi
penghargaan dan upaya untuk menghindari kemungkinan hukuman -
bukan oleh keyakinan apa pun terhadap keinginan nilai yang
dipaksakan. Kekuatan agen yang mempengaruhi didasarkan pada
"cara-kontrol" dan sebagai konsekuensinya, orang yang terpengaruh
hanya sesuai di bawah pengawasan”.
Suatu kepatuhan yang didasarkan pada harapan akan suatu
imbalan dan usaha untuk menghindari diri dari hukuman atau sanksi
yang mungkin dikenakan apabila seseorang melanggar ketentuan
hukum. Kepatuhan ini sama sekali tidak didasarkan pada suatu
keyakinan pada tujuan kaidah hukum yang bersangkutan, dan lebih
didasarkan pada pengendalian dari pemegang kekuasaan. Sebagai
akibatnya, kepatuhan hukum akan ada apabila ada pengawasan yang
ketat terhadap pelaksanaan kaidah-kaidah hukum tersebut.
2. Identification
“An acceptance of a rule not because of its intrinsic value and
appeal but because of a person’s desire to maintain membership in a
group or relationship with the agent. Thesource of power is the
attractiveness of the relation which the persons enjoy with the group
or agent, and his conformity withthe rule will be dependent upon the
salience of these relationships”
“Penerimaan aturan bukan karena nilai intrinsik dan daya
tariknya tetapi karena keinginan seseorang untuk mempertahankan
keanggotaan dalam suatu kelompok atau hubungan dengan agen.
Sumber kekuatan adalah daya tarik dari hubungan yang orang nikmati

9
dengan kelompok atau agen, dan kesesuaiannya dengan aturan akan
tergantung pada arti-penting hubungan ini ”
Terjadi bila kepatuhan terhadap kaidah hukum ada bukan karena
nilai intrinsiknya, akan tetapi agar keanggotaan kelompok tetap
terjaga serta ada hubungan baik dengan mereka yang diberi wewenang
untuk menerapkan kaidah hukum tersebut. Daya tarik untuk patuh
adalah keuntungan yang diperoleh dari hubungan-hubungan tersebut,
dengan demikian kepatuhan tergantung pada baik buruk interaksi.
3. Internalization
“The acceptance by an individual of a rule or behavior because
he f inds its content intrinsically rewarding … the content is
congruent with a person"s values either becausehis values changed
and adapted to the inevitable”.
“Penerimaan oleh individu atas suatu aturan atau perilaku
karena dia menemukan kontennya secara intrinsik memberi
penghargaan ... konten tersebut sesuai dengan nilai-nilai seseorang
baik karena nilai-nilainya berubah dan disesuaikan dengan yang tak
terhindarkan”.
Pada tahap ini seseorang mematuhi kaidah hukum karena secara
intrinsik kepatuhan tadi mempunyai imbalan. Isi kaidah tersebut
adalah sesuai dengan nilai-nilainya dari pribadi yang bersangkutan,
atau karena Ia mengubah nilai-nilai semula dianutnya. Hasil dari
proses tersebut adalah suatu konformitas yang didasarkan pada
motivasi secara intrinsik. Titik sentral dari kekuatan proses ini adalah
kepercayaan orang tadi terhadap tujuan dari kaidah-kaidah yang
bersangkutan, terlepas dari pengaruh atau nilai-nilainya terhadap
kelompok atau pemegang kekuasaan maupun pengawasannya. Tahap
ini merupakan derajat kepatuhan tertinggi, dimana ketaatan itu timbul
karena hukum yang berlaku sesuai dengan nilai-nilai yang dianut.

D. Perilaku Yang Menyimpang


Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia perilaku menyimpang
diartikan sebagai tingkah laku, perbuatan, atau tanggapan seseorang

10
terhadap lingkungan yang bertentangan dengan norma-norma dan hukum
yang ada di dalam masyarakat. Dalam kehidupan masyarakat, semua
tindakan manusia dibatasi oleh aturan (norma) untuk berbuat dan
berperilaku sesuai dengan sesuatu yang dianggap baik oleh masyarakat.
Namun demikian ditengah kehidupan masyarakat kadang-kadang masih kita
jumpai tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan aturan (norma) yang
berlaku pada masyarakat, misalnya seorang siswa menyontek pada saat
ulangan, berbohong mencuri, dan mengganggu siswa lain. (Munir, 2005)
Berikut ini beberapa definisi dari perilaku menyimpang yang
dijelaskan oleh beberapa ahli sosiologi :
1. Menurut James Worker Van der Zaden.
Penyimpangan sosial adalah perilaku yang oleh sejumlah besar
orang dianggap sebagai hal yang tercela dan di luar batas toleransi.
2. Menurut Robert Muhamad Zaenal Lawang.
Penyimpangan sosial adalah semua tindakan yang menyimpang
dari norma-norma yang berlaku dalam masyarakat dan menimbulkan
usaha dari yang berwenang dalam sistem itu untuk memperbaiki
perilaku menyimpang tersebut.
3. Menurut Paul Band Horton.
Penyimpangan sosial adalah setiap perilaku yang dinyatakan
sebagai pelanggaran terhadap norma-norma kelompok atau
masyarakat.
Penyimpangan terhada pnorma-norma atau nilai-nilai
masyarakat disebut deviasi (deviation), sedangkan pelaku atau
individu yang melakukan penyimpangan disebut devian (deviant).
Kebalikan dari perilaku menyimpang adalah perilaku yang tidak
menyimpang yang sering disebut dengan konformitas. Konformitas
adalah bentuk interaksi sosial yang didalamnya seseorang berperilaku
sesuai dengan harapan kelompok (Arifin, 2008)
Menurut Wilnes dalam bukunya Punishment and Reformation
sebab-sebab penyimpangan/kejahatan dibagi menjadi dua, yaitu
sebagai berikut:

11
1. Faktor subjektif adalah faktor yang berasal dari seseorang itu
sendiri (sifat pembawaan yang dibawa sejak lahir).
2. Faktor objektif adalah faktor yang berasal dari luar
(lingkungan). Misalnya keadaan rumah tangga, seperti
hubungan antara orang tua dan anak yang tidak serasi.
Bentuk-bentuk perilaku menyimpang dapat dibedakan menjadi
dua, sebagai berikut: (Sears, t.t)
1. Penyimpangan bersifat positif. 
Penyimpangan bersifat positif adalah penyimpangan yang
mempunyai dampak positif terhadap sistem sosial karena
mengandung unsur-unsur inovatif, kreatif, dan memperkaya
wawasan seseorang. Misalnya emansipasi wanita dalam
kehidupan masyarakat yang memunculkan wanita karier.
2. Penyimpangan bersifat negatif.
Penyimpangan bersifat negatif adalah penyimpangan yang
bertindak ke arah nilai-nilai sosial yang dianggap rendah dan
selalu mengakibatkan hal yang buruk. Bobot penyimpangan
negatif didasarkan pada kaidah sosial yang dilanggar.
Pelanggaran terhadap kaidah susila dan adat istiadat pada
umumnya dinilai lebih berat dari pada pelanggaran terhadap tata
cara dan sopan santun.
Adapun contoh dari perilaku penyimpangan hukum yaitu seks
bebas, dan agresifitas

E. Perilaku Kekerasan Terhadap Manusia


Perilaku kekerasan adalah salah satu respons marah yang diespresikan
dengan melakukan ancaman, mencederai orang lain, dan merusak
lingkungan. Respons ini dapat menimbulkan kerugian baik bagi diri sendiri,
orang lain, dan lingkungan. (Apeldorn, 1981)
Perilaku kekerasan merupakan suatu rentang emosi dan ungkapan
kemarahan yang dimanisfestasikan dalam bentuk fisik. Kemarahan
merupakan suatu komunikasi atau proses penyampaian pesan individu.

12
Orang yang mengalami kemarahan sebenarnya ingin menyampaian pesan
bahwa ia “tidak setuju, merasa tersinggung, merasa tidak dianggap, merasa
tidak dituntut atau diremehkan”.
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik pada
dirinya sendiri maupun orang lain, disertai dengan amuk dan gaduh gelisah
yang tidak terkontrol.
Proses terjadinya perilaku kekerasan diakibatkan Stres, cemas, marah
merupakan bagian kehidupan sehari-hari yang harus dihadapi oleh setiap
individu. Stres dapat menyebabkan kecemasan yang menimbulkan perasaan
tidak menyenangkan dan terancam. Kecemasan dapat menimbulkan
kemarahan. Respon terhadap marah dapat diungkapkan melalui 3 cara,
yaitu: mengungkapkan secara verbal, menekan dan menantang. Kemarahan
diawali oleh adanya stressor yang berasal dari internal atau eksternal.
Stressor internal seperti penyakit, hormonal, dendam, kesal sedangkan
stressor ekternal bisa berasal dari ledekan, cacian, makian, hilangnya benda
berharga, tertipu, penggusuran, bencana dan sebagainya, hal tersebut akan
mengakibatkan kehilangan atau gangguan pada sistem individu (disruption
and loss). Videbeck (2008) mengatakan pemaknaan dari individu pada
setiap kejadian yang menyedihkan atau menjengkelkan menjadi hal
terpenting. (Purbacaraka & Soekanto, 1978)

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Van Kan berpendapat bahwa, “Hukum adalah keseluruhan peraturan
hidup yang bersifat memaksa untuk melindungi kepentingan manusia di
dalam masyarakat. Selain itu, alasan keberadaan hukum juga terkait dengan
unsur definisi yang dikemukakan oleh Van Kan yaitu “melindungi
kepentingan manusia di dalam masyarakat”.
Prilaku melanggar hukum, dalam ruang lingkup studi psikologi
khusus merupakan bagian psikologi abnormal, dan didalam berbagai jenis
prilaku abnormal terdapat prilaku yang merupakan pelanggaran norma atau
kaedah hukum.
Kepatuhan hukum adalah kesadaran kemanfaatan hukum yang
melahirkan bentuk "kesetiaan" masyarakat terhadap nilai-nilai hukum yang
diberlakukan dalam hidup bersama yang diwujudkan dalam bentuk prilaku
yang senyatanya patuh terhadap nilai-nilai hukum itu sendiri yang dapat
dilihat dan dirasakan oleh sesama anggota masyarakat.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia perilaku menyimpang
diartikan sebagai tingkah laku, perbuatan, atau tanggapan seseorang
terhadap lingkungan yang bertentangan dengan norma-norma dan hukum
yang ada di dalam masyarakat. Dalam kehidupan masyarakat, semua
tindakan manusia dibatasi oleh aturan (norma) untuk berbuat dan
berperilaku sesuai dengan sesuatu yang dianggap baik oleh masyarakat.
Perilaku kekerasan adalah salah satu respons marah yang diespresikan
dengan melakukan ancaman, mencederai orang lain, dan merusak

14
lingkungan. Respons ini dapat menimbulkan kerugian baik bagi diri sendiri,
orang lain, dan lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA

Apeldorn, V. (1981). Pengantar Ilmu Hukum. Diterjemahkan oleh Oetarid Sadino.


Jakarta: Pradnya Paramitha.

Arifin, B. S. (2008). Psikologi Agama. Bandung: Pustaka Setia.


Manan, A. (2006). Aspek-Aspek Pengubah Hukum. Jakarta: Kencana.
Munir, F. (2005). Perbandingan Hukum Perdata. Bandung: Citra Aditya Bakti.
Purbacaraka, P., & Soekanto, S. (1978). Perihal Kaedah Hukum. Bandung:
Alumni.
Salman, R. O. (1992). Sosiologi Hukum: Suatu Pengantar. Bandung: Armico.
Sears, D. O. (t.t). Psikologi Sosial. Jakarta: Erlangga.
Soekanto, S. (1982). Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum. Jakarta: CV.
Rajawali.

15

Anda mungkin juga menyukai