Disusun Oleh
Nama : NISRINA
NPM : 1802090093
Kelas : A 7 Malam
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Saya
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini telah saya susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu saya
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini
Terlepas dari semua itu, Saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka saya menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar saya dapat memperbaiki
makalah ini. Akhir kata saya berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Daftar isi..........................................................................................................ii
Bab I Pendahuluan...........................................................................................1
1. Latar belakang.......................................................................................2
3. Tujuan....................................................................................................2
D. Sosialisasi..............................................................................................
Bab IV Penutup...............................................................................................
1. Kesimpulan............................................................................................
Daftar Pustaka.................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada dasarnya manusia adalah sebagai makhluk individu yang unik, berbeda antara
yang satu dengan lainnya. Secara individu juga, manusia ingin memenuhi kebutuhannya
masing-masing, ingin merealisasikan diri atau ingin dan mampu mengembangkan potensi-
potensinya masing-masing. Hal ini merupakan gambaran bahwa setiap individu akan
berusaha untuk menemukan jati dirinya masing-masing, tidak ada manusia yang ingin
menjadi orang lain sehingga dia akan selalu sadar akan keindividualitasannya.
Adapun hubungannya dengan manusia sebagai mahluk sosial adalah bahwa dalam
mengembangkan potensi-potesinya ini tidak akan terjadi secara alamiah dengan sendirinya,
tetapi membutuhkan bantuan dan bimbingan manusia lain. Selain itu, dalam kenyataannya,
tidak ada manusia yang mampu hidup tanpa adanya bantuan orang lain. Hal ini menunjukan
bahwa manusia hidup saling ketergantungan dan saling membutuhkan antara yang satu
dengan lainnya.
C. Tujuan
Sejalan dengan rumusan masalah diatas, makalah ini disusun dengan tujuan untuk
mengetahui dan mendeskripsikan:
1. Hakikat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial;
2. Interaksi sosial dan sosialisasi dalam kehidupan manusia sebagai makhluk individu
dan makhluk sosial;
3. Pegembangan Manusia Sebagai Makhluk Individu dan Sosial.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Manusia
Pengertian Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa membutuhkan orang lain,
oleh karena itu manusia senantiasa membutuhkan interaksidengan manusia yang lain.
Manusia sebagai makhluk individu memiliki unsur jasmani dan rohani, unsur fisik
dan psikis, unsur raga dan jiwa. Seseorang dikatakan sebagai manusia individu manakala
unsur-unsur tersebut menyatu dalam dirinya. Jika unsur tersebut sudah tidak menyatu lagi
maka seseorang tidak disebut sebagai individu. Dalam diri individu ada unsur jasmani dan
rohaninya, atau ada unsur fisik dan psikisnya, atau ada unsur raga dan jiwanya.
Setiap manusia memiliki keunikan dan ciri khas tersendiri, tidak ada manusia yang
persis sama. Dari sekian banyak manusia, ternyata masing-masing memiliki keunikan
tersendiri. Seorang individu adalah perpaduan antara faktor fenotip dan genotip. Faktor
genotip adalah faktor yang dibawa individu sejak lahir, ia merupakan faktor keturunan,
dibawa individu sejak lahir. Kalau seseorang individu memiliki ciri fisik atau karakter sifat
yang dibawa sejak lahir, ia juga memiliki ciri fisik dan karakter atau sifat yang dipengaruhi
oleh faktor lingkungan (faktor fenotip). Faktor lingkungan (fenotip) ikut berperan dalam
pembentukan karakteristik yang khas dari seseorang. Istilah lingkungan merujuk pada
lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Ligkungan fisik seperti kondisi alam sekitarnya.
Lingkungan sosial, merujuk pada lingkungan di mana seorang individu melakukan interaksi
sosial. Kita melakukan interaksi sosial dengan anggota keluarga, dengan teman, dan
kelompok sosial yang lebih besar.
Karakteristik yang khas dari seseorang dapat kita sebut dengan kepribadian. Setiap
orang memiliki kepribadian yang berbeda-beda yang dipengaruhi oleh faktor bawaan
(genotip) dan faktor lingkungan (fenotip) yang saling berinteraksi terus-menerus.
Dalam perkembangannya setiap individu mengalami dan di bebankan berbagai
peranan, yang berasal dari kondisi kebersamaan hidup dengan sesama manusia. Seringkali
pula terdapat konflik dalam diri individu, karena tingkah laku yang khas dirinya bertentangan
dengan peranan yang dituntut masyarakatnya. Namun setiap warga masyarakat yang
namanya individu wajar untuk menyesuaikan tingkah lakunya sebagai bagian dari perilaku
sosial masyarakatnya. Keberhasilan dalam menyesuaikan diri atau memerankan diri sebagai
individu dan sebagai warga bagian masyarakatnya memberikan konotasi “maang” dalam arti
sosial. Artinya individu tersebut telah dapat menemukan kepribadiannya atau dengan kata
lain proses aktualisasi dirinya sebagai bagian dari lingkungannya telah terbentuk.
Kata interaksi berasal dari kata inter dan action. Interaksi sosial adalah hubungan
timbal balik saling mempengaruhi antara individu, kelompok sosial, dan masyarakat.
Interaksi adalah proses di mana orang-oarang berkomunikasi saling pengaruh
mempengaruhi dala pikiran dan tindakannya. Seperti kita ketahui, bahwa manusia dalam
kehidupan sehari-hari tidaklah lepas dari hubungan satu dengan yang lain. Interaksi sosial
antar individu terjadi manakala dua orang bertemu, interaksi dimulai: pada saat itu
mereka saling menegeur, berjabat tangan, saling berbicara, atau bahkan mungkin
berkelahi. Aktivitas-aktivitas semacam itu merupakan bentuk- bentuk dari interaksi sosial.
Interaksi sosial terjadi dengan didasari oleh faktor-faktor sebagai berikut:
d. Simpati adalah perasaan tertariknya orang yang satu terhadap orang yang lain. Simpati
timbul tidak atas dasar logis rasional, melainkan berdasarkan penilain perasaan seperti
juga pada proses identifikasi.
2) Bentuk-bentuk Interaksi Sosial.
Bentuk-bentuk intraksi sosial dapat berupa kerja sama (cooperation), persaingan
(competition), dan pertentangan (conflict). Suatu keadaan dapat dianggap sebagai bentuk
keempat dari interaksi sosial, keempat pokok dari interaksi sosial tersebut tidak perlu
merupakan kontinuitas dalam arti bahwa interaksi itu dimulai dengan adanya kerja sama yang
kemudian menjadi persaingan serta memuncak menjadi pertiakain untuk akhirnya sampai
pada akomodasi.
Gilin and Gilin pernah mengadakan pertolongan yang lebih luas lagi. Menurut mereka
ada dua macam pross sosial yang timbul sebagaiu akibat adanya interaksi sosial, yaitu:
1) Proses Asosiatif, terbagi dalam tiga bentuk khusus yaitu akomodasi, asimilasi, dan
akulturasi.
2) Proses Disosiatif, mencakup persaingan yang meliputi “contravention” dan
pertentangan pertikain. Adapun interaksi yang pokok proses-proses adalah:
a. Bentuk Interaksi Asosiatif
i. Kerja sama (cooperation).
Kerja sama timbul karena orientasi orang perorangan terhadap kelompoknya
dan kelompok lainnya. Sehubungan dengan pelaksanaan kerja sama ada tiga bentuk
kerja sama, yaitu:
D. Sosialisasi.
Peter Berger mendefinisikan sosialisasi sebagai suatu proses di mana seorang anak
belajar menjadi seorang anggota yang berpartisipasi dalam masyarakat (Berger, 1978:116).
Salah satu teori peranan dikaitkan sosialisasi ialah teori George Herbert Mead.
Dalkam teorinya yang diuraikan dalam buku Mind, Self, and Society (1972). Mead
menguraikan tahap-tahap pengembangan secara bertahap melalui interaksi dengan anggota
masyarakat lain, yaitu melalui beberapa tahap-tahap play stage, game sytage, dan tahap
generalized other.
Menurut Mead pada tahap pertama, play stage, seorang anak kecil mulai belajar
mengambil peranan orang-orang yang berada di sekitarnya.
Pada tahap game stage seorang anak tidak hanya telah mengetahui peranan yang harus
tetapi telah pula mengetahui peranan yang harus dijalankan oleh orang lain dengan siapa ia
berinteraksi. Pada tahap ketiga sosialisasi, seseorang dianggap telah mampu mengambil
peran-peran yang dijalankan orang lain dalam masyarakat yaitu mampu mengambil peran
generalized others. Ia telah mampu berinteraksi denagn orang lain dalam masyarakat karena
telah memahami peranannya sendiri serta peranan orang-orang lain dengan siapa ia
berinteraksi.
Menurut Cooley konsep diri (self-concept) seseorang berkembang melalalui
interaksinya dengan orang lain. Diri yang berkembang melalui interaksi dengan orang lain ini
oleh Cooley diberi nama looking-glass self.
Cooley berpendapat looking-glass self terbentuk melalui tiga tahap. Tahap pertama
seseorang mempunyai persepsi mengenaoi pandangan orang lain terhadapnya. Pada tahap
berikut seseorang mempunyai persepsi mengenai penilain oreang lain terhadap
penampilannya. Pada tahap ketiga seseorang mempunyai perasaan terhadap apa yang
dirasakannya sebagai penilaian orang lain terhadapnya itu.
Pihak-pihak yang melaksanakan sosialisasi itu menurut Fuller and Jacobs (1973:168-208)
mengidentifikasikan agen sosialisasi utama: keluarga, kelompok bermain, media massa, dan
sistem pendidikan.
1) Bentuk dan Pola Sosialisasi
Bentuk-bentuk Sosialisasi
Sosialisasi merupakan suatu proses yang berlangsung sepanjang hidup manusia.
Dalam kaitan inilah para pakar berbicara mengenai bentuk-bentuk proses sosialisasi
seperti sosialisasi setelah masa kanak-kanak, pendidikan sepanjang hidup, atau
pendidikan berkesinambungan.
Pola-pola Sosialisasi
Pada dasarrnya kita mengenal dua pola sosialisasi, yaitu pola represi yang
menekankan pada penggunaan hukuman terhadap kesalahan. Dan pola partisipatori yabg
merupakan pola yang didalamnya anak diberi imbalan manakala berperilaku baik dan
anak menjadi pusat sosialisasi.
5) Masyarakat Multikultural
Perlu diketahui, ada tiga istilah yang digunakan secara bergantian untuk
mengambarkan masyarakat yang terdiri atas agama, ras, bahasa dan budaya yang berbeda,
yaitu pluralitas, keragaman, dan multikultural.
Konsep pluralitas menekankan pada adanya hal-hal yang lebih dari satu (banyak).
Keragaman menunjukan bahwa keberadaanya yang lebih dari satu itu berbeda-beda,
heterogen, dan bahkan tidak dapat dipersamakan. Sementara itu, konsep multikultralisme
sebenarnya merupakan konsep yang relatif baru. Inti dari multikulturalisme adalah kesediaan
menerima kelompok lain secara sama sebagai kesatuan, tanpa memperdulikan perbedaan
budaya, etnik, gender, bahasa ataupun agama. Jadi, apabila pluralitas hanya menggambarkan
kemajemukan, multikulturalisme meberikan penegasan bahwa dengan segala perbedaannya
itu mereka adalah sama diruang publik.
Sebagai makhluk individu, manusia memerlukan pola tingkah laku yang bukan
merupakan tindakan instingtif belaka. Manusia yang biasa dikenal dengan Homo sapiens
memiliki akal pikiran yang dapat digunakan untuk berpikir dan berlaku bijaksana. Dengan
akal tersebut, manusia dapat mengembangkan potensi-potensi yang ada di dalam dirinya
seperti, karya, cipta, dan karsa. Dengan pengembangan potensi-potensi yang ada, manusia
mampu mengembangkan dirinya sebagai manusia seutuhnya yaitu makhluk ciptaan
Tuhan yang paling sempurna.
Dalam berhubungan dan berinteraksi, manusia memiliki sifat yang khas yang dapat
menjadikannya lebih baik. Kegiatan mendidik merupakan salah satu sifat yang khas yang
dimiliki oleh manusia. Imanuel Kant mengatakan, “manusia hanya dapat menjadi manusia
karena pendidikan”. Jadi jika manusia tidak dididik maka ia tidak akan menjadi manusia
dalam arti yang sebenarnya. Hal ini telah terkenal luas dan dibenarkan oleh hasil penelitian
terhadap anak terlantar. Hal tersebut memberi penekanan bahwa pendidikan memberikan
kontribusi bagi pembentukan pribadi seseorang.
Dengan demikian manusia sebagai makhluk sosial berarti bahwa disamping manusia
hidup bersama demi memenuhi kebutuhan jasmaniah, manusia juga hidup bersama dalam
memenuhi kebutuhan rohani.
BAB IV
PENUTUP
1. Kesimpulan
Manusia adalah makhluk individu dan juga makhluk sosial. Sebagai individu, ia
mempunyai kemauan dan kehendak yang mendorongnya berbuat dan bertindak. Dari apa
yang diperbuatnya dan dari sikap hidupnya, orang dapat mengetahui pribadi seseorang.
Sebagai makhluk idividu, manusia ingin hidup senang dan bahagia, dan menghindar dari
segala yang menyusahkan. Untuk itu ia berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya, baik
kebutuhan jasmani maupun kebutuhan rohani yang dapat membawa kesenangan dan
kebahagiaan kepada dirinya.
Akibat dari hal itu, timbullah hak seseorang atas sesuatu, seperti hak milik atas sesuatu
benda, hak menuntut ilmu, hak menikmati kesenangan dan lain-lainnya. Hak itu tidak boleh
diganggu oleh orang lain. Akibatnya, orangpun merasa bahwa dialah yang berkuasa atas
haknya itu dan menyadari pula bahwa ia mempunyai rasa aku. Kesadaran ini mendorongnya
untuk bertindak sendiri, terlepas dari pengaruh orang lain. Hidup sebagai makhluk individu
semata-mata tidak mungkin tanpa juga sebagai makhluk sosial. Manusia hanya dapat dengan
sebaik-baiknya dan manusia hanya akan mempunyai arti apabila ia hidup bersama-sama
manusia lainnya di dalam masyarakat. Tidak dapat dibayangkan adanya manusia yang hidup
menyendiri tanpa berhubungan dan tanpa bergaul dengan sesama manusia lainnya. Hanya
dalam hidup bersama manusia dapat berkembang dengan wajar dan sempurna. Hal ini
ternyata bahwa sejak lahir sampai meninggal, manusia memerlukan bantuan orang lain untuk
kesempurnaan hidupnya. Bantuan ini tidak hanya bantuan untuk memenuhi kebutuhan
jasmani, tetapi juga untuk kebutuhan rohani. Manusia sangat memerlukan pengertian, kasih
sayang, harga diri, pengakuan dan tanggapan-tanggapan emosional yang sangat penting
artinya bagi pergaulan dan kelangsungan hidup yang sehat. Inilah kodrat manusia, sebagai
makhluk individu dan juga sebagai makhluk sosial. Tak ada seorangpun yang dapat
mengingkari hal ini, karena ternyata bahwa manusia baru dapat disebut manusia dalam
hubungannya dengan orang lain, bukan dalam kesendiriannya.
DAFTAR PUSTAKA
http://tiuii.ngeblogs.com/2009/10/23/peran-budaya-lokal-memperkokoh-ketahanan-budaya-
bangsa-2/
http://staff.undip.ac.id/sastra/dhanang/2009/07/23/peningkatan-kualitas-pembelajaran-
sejarah-dan/
http://rendhi.wordpress.com/makalah-pengaruh-globalisasi-terhadap-eksistensi-kebudayaan-
daerah/
https://carapedia.com/pengertian_definisi_manusia_menurut_para_ahli_info508.html
Ahmadi, A. 1991. Ilmu Sosial Belajar. Jakarta : Rineka Cipta
Bouman. 1976. SOSIOLOGI (Pengertian-Pengertian Dan Masalah-Masalah). Jakarta :
Yayasan Kanisius
Daldjoeni, N. 1997. Dasar-dasar Ilmu Pengetahuan Sosial untuk Mahasiswa IKIP (FKIP)
dan Guru Sekolah Lanjutan. Bandung : PT. Alumni
Darmayah.dkk.1986. Ilmu Sosial Dasar (Kumpulan Essei). Surabaya : Usaha Offset Priting.
Diknas .2003. Modul Acuan Proses Pembelajaran Mata Kuliah Berkehidupan Bermasyarakat
Ilmu Sosial Dan Budaya Dasar Ilmu Kealaman Dasar. Jakarta : Diknas
Ahmadi, A. 1991. Ilmu Sosial Belajar. Jakarta : Rineka Cipta
Bouman. 1976. SOSIOLOGI (Pengertian-Pengertian Dan Masalah-Masalah). Jakarta :
Yayasan Kanisius
Daldjoeni, N. 1997. Dasar-dasar Ilmu Pengetahuan Sosial untuk Mahasiswa IKIP (FKIP)
dan Guru Sekolah Lanjutan. Bandung : PT. Alumni
Darmayah.dkk.1986. Ilmu Sosial Dasar (Kumpulan Essei). Surabaya : Usaha Offset Priting.