Disusun Oleh :
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat-nya dan
karunianya saya dapat menyelesaikan karya tulis ini. Adapun judul dari karya ini
adalah “Hukum Sebagai Kebutuhan Manusia Dan Masyarakat”.
Karya tulis ini dibuat untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Pengantar
Ilmu Hukum yang diberikan oleh dosen saya Ibu Utami Yustihasana Untoro, S.H.,
M.H. Disamping itu penulis berharap karya tulis ini mampu memberikan kontribusi
dalam menunjang pengetahuan para mahasiswa pada khususnya dan pihak lain
pada umumnya.
BAB I ......................................................................................................................................................4
1.1. Latar Belakang .................................................................................................................4
1.2. Rumusan Masalah ...........................................................................................................5
1.3. Tujuan ..................................................................................................................................5
BAB II ....................................................................................................................................................5
2.1. Hakikat Manusia ...................................................................................................................5
2.2. Kedudukan Manusia Dalam Masyarakat .................................................................. 10
2.3. Hukum Sebagai Kebutuhan Manusia Dan Masyarakat........................................ 14
BAB III ............................................................................................................................................... 19
3.1. Kesimpulan ........................................................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................................... 20
Referensi ............................................................................................................................................. 20
BAB I
PENDAHULUAN
Pada suatu masa dalam lintasan sejarah filsafat, perbincangan bergeser dari
pertanyaan besar tentang alam semesta ke pertanyaan besar mengenai: “apakah
manusia itu?”. Dalam makalah ini mencoba menjelaskan hakikat manusia,
kedudukan manusia dalam masyarakat, dan hubungannya dengan hukum.
1.2. Rumusan Masalah
a. Apa hakikat manusia dan masyarakat?
b. Bagaimana kedudukan manusia dalam masyarakat?
c. Apakah hukum menjadi kebutuhan manusia dan masyarakat?
1.3.Tujuan
a. Mengetahui hakikat dari manusia dan masyarakat.
b. Mengetahui kedudukan manusia dalam masyarakat.
c. Mengtahui apakah hukum menjadi kebutuhan manusia dan masyarakat.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Hakikat Manusia
Sebelum kita berbicara tentang hakikat manusia, hendaknya kita
mengetahui terlebih dahulu apa itu hakikat. Secara sederhana hakikat sering
disamakan sebagai sesuatu yang mendasar atau esensi yang substansial, yang
hakiki, yang penting, yang diutamakan dan berbagai makna sepadan dengan
pengertian itu. Namun memahami hakikat tidak tepat hanya dengan mengacu pada
pengertian sederhana. Hakikat dapat dan semestinya memang dipahami secara
hakikat pula. Memahami istilah hakikat secara hakikat.
Secara biologis, manusia adalah makhluk yang memiliki dua kaki, dua
tangan, dua mata, dua telinga, berjalan, melahirkan dan lain sebagainya—di lihat
secara fisiologis. Namun definisi ini terlalu rancu sehingga dapat disamakan dengan
binatang yang memiliki ciri-ciri fisik yang hampir sama. Dari persamaan definisi
manusia yang sering dikaitkan dengan binatang, menurut aristoteles manusia adalah
animal rasionale artinya binatang yang memiliki kemampuan rasional. Oleh karena
itu, terdapat perbedaan antara manusia dengan binatang. Dalam ilmu mantiq
(logika) manusia disebut sebagai al-insanu hayawanun nathiq (manusia adalah
binatang yang berakal).
Akal adalah salah satu organ manusia yang istimewa, sekaligus yang
membedakan antara manusia dan makhluk hidup lainnya yaitu dianugrahi akal.
Dalam bukunya yang berjudul “Pengantar Ilmu Antropologi” Koentjaningrat
(2009:111) mengatakan, akal manusia mampu membayangkan dirinya dan
peristiwa-peristiwa yang mungkin terjadi pada dirinya, sehingga dengan demikian
manusia dapat mengadakan pilihan dan seleksi terhadap berbagai alternatif dalam
tingkah lakunya untuk mencapai efektivitas yang optimal dalam mempertahankan
hidup terhadap kekejaman alam sekelilingnya. Tanpa akal manusia hanyalah
binatang berkaki dua.
Setidaknya ada dua faktor yang menyebabkan perbedaan antara manusia
dengan binatang. Dua faktor itu adalah: manusia memiliki bahasa dan memiliki
kerangka berpikir menurut kerangka berpikir alur tertentu yang kemudian disebut
penalaran (Sumarna, 2004:66). Dalam hal ini manusia lebih unggul dibandingkan
dengan binatang. Cecep Sumarna dalam bukunya “Filsafat Ilmu” menuliskan
analogi dari kemampuan penalaran yang di miliki manusia : “Kera misalnya, tahu
mana buah Apel yang matang dan mana buah Apel yang belum matang. Ia juga tahu
mana Apel yang berisi dan mana buah Apel yang tidak berisi. Tetapi, Kera tidak
pernah tahu bagaimana agar pohon Apel itu berbuah lebat dan bagaimana pula agar
buah Apel itu dapat berisi. Ia tidak dapat mengembangkan model pertanian seperti
ia juga tidak dapat mencari alternatif pemupukkan terhadap pohon Apel itu.
ketidakmampuan Kera dan binatang lainnya dalam mengembangkan pengetahuan,
disebabkan oleh tidak adanya bahasa dan kerangka berpikir dengan alur berpikir
tertentu yang dimiliki manusia.
Moral, etika, nilai dan spiritual hanya dimiliki oleh manusia, sebab tidaklah
mungkin monyet di kebun binatang saat diberi makan kacang oleh penjaganya ia
berterimakasih kepada penjaganya, yang terjadi adalah monyet itu langsung
berlarian menyantap kacang itu tanpa berdo’a, tanpa berpikir makanan itu adalah
makanannya atau bukan dan berebut dengan kawanannya. Moral, etika, nilai dan
spiritual adalah hal penting yang menjadikannya berbeda dengan binatang.
Adapun naluri itu sudah ada pada diri manusia ketia ia dilahirkan, tanpa ada
orang yang mengajarkannya. kebutuhan makanan dan minuman termasuk
keperluan primer untuk segala makhluk hidup baik binatang maupun manusia.
Dalam usaha untuk mendapatkan keperluan hidupnya, manusia perlu mendapat
bantuan dari orang lain. tiap usaha akan berhasil bila dikerjakan bersama, bantu-
membantu.
Selain dari keinginan-keinginan yang timbul dari nurani dan kodrat alam
itu, ada juga faktor-faktor pendorong lain untuk hidup bermasyarakat, ialah: ikatan
pertalian darah, persamaan nasib, persamaan agama, persamaan bahasa, persamaan
cita-cita dan persamaan kesadaran bahwa mereka mendiami suatu daerah yang
sama.
Sosial kontrol (social control) biasanya diartikan sebagai suatu proses, baik
yang direncanakan maupun tidak, yang bersifat mendidik, mengajak, atau bahkan
memaksa warga masyarakat agar mematuhi sistem kaidah dan nilai yang berlaku.
Perwujudan sosial kontrol tersebut mungkin berupa pemidanaan. Dalam tahap ini,
warga masyarakat yang dalam lingkungannya melanggar suatu kaidah atau nilai
dapat mengakibatkan penderitaan (sanksi negatif) bagi pelanggarnya.
Ciri-ciri dari hukum itu adanya perintah dan atau larangan dan perintah
atau larangan itu harus patuh ditaati oleh setiap orang. Setiap orang wajib bertindak
sedemikian rupa dalam masyarakat, sehingga tata-tertib dalam masyarakat itu tetap
terpelihara dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itulah hukum meliputi pelbagai
peraturan yang menentukan dan mengatur perhubungan orang satu dengan yang
lain, yakni peraturan-peraturan hidup kemasyarakatan yang dinamakan kaedah
hukum. Barangsiapa yang dengan sengaja melanggar suatu kaedah hukum akan
dikenakan sanksi (sebagai akibat pelanggaran kaedah hukum) yang berupa
hukuman.
Hukum sebagai kebutuhan manusia berakar dari naluri manusia untuk hidup
bersama secara teratur, adil, dan harmonis. Manusia sebagai makhluk sosial
memiliki dorongan untuk berinteraksi, berkolaborasi, dan membentuk masyarakat
yang teratur. Dalam konteks ini, hukum menjadi instrumen yang mendasar dalam
memelihara ketertiban, menyeimbangkan kepentingan individu dengan
kepentingan masyarakat, serta memastikan keadilan di tengah kompleksitas
kehidupan sosial.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Konklusi dari pembahasan di atas dapat dipahami bahwa, hakikat manusia
terdiri dari beberapa definisi yang saling berkaitan dan membentuk satu konklusi
baru tentang konsepsi manusia itu sendiri. Manusia adalah binatang yang berakal
yang memiliki kemampuan berpikir, oleh karena itu dapat disebut dengan (animal
rasionale), kemampuan berpikir yang tinggi membuat manusia memiliki kerangka
berpikir yang sistematis dan teoritis sehingga manusia dapat memperoleh suatu
pengetahuan baru dari apa yang ia lihat, dengar dan rasa.
Hukum berfungsi sebagai alat sosial kontrol (sosial control) pada kehidupan
manusia—atas perbedaan kepentingan manusia yang bermacam-macam. Hukum
menjadi penting karena bukan hanya berfungsi sebagai aturan-aturan yang
melindungi hak individu tetapi juga sebagai pondasi untuk menjaga
keberlangsungan hidup manusia. Keseimbangan dalam masyarakat ditentukan dari
kesadaran masyarakat tentang hukum dan norma yang berlaku. Kebutuhan akan
hukum seharusnya sudah disadari oleh manusia semenjak ia hidup bermasyarakat,
seperti adigium yang populer ini—"ubi societas ibi ius” dimana ada masyarakat
disitu ada hukum.
DAFTAR PUSTAKA
Referensi
Anshari, E. S. (1982). Sains Falsafah dan Agama. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan
Pustaka.
Kansil, C. (1986). Pengantar Ilmu hukum dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.
Sumarna, C. (2004). Filsafat Ilmu: Dari Hakikat Menuju Nilai. Bandung: Pustaka Bani
Quraisy.