Anda di halaman 1dari 3

MANUSIA SEBAGAI PRIBADI BERMORAL

Capaian Pembeljaran:
1) Mampu menjelaskan arti ”sensitif intelektif”
2) Mampu menjelaskan kreativitas manusia dalam mencipta dan bertindak yang baik
3) Mampu menjelaskan kemampuan mengenal diri sendiri
4) Mampu menjelaskan arti pribadi bermoral.

1. Sensitif - Intelektif

Manusia memiliki ”unsur-unsur luar” (eksterioritas) yaitu TUBUH dan penampilan


luar yang menyebabkan manusia dapat berhubungan dengan dunia luar dan selanjutnya
manusia dapat berkembang. Namun, manusia juga memiliki ”unsur-unsur dalam”
(interioritas) karena manusia memiliki akal budi, yang menyebabkan pribadi manusia itu
satu, utuh, dan berkualitas sebagai manusia. Unsur-unsur demikian disebut unsur rohani
atau mental. Itulah sebabnya manusia dapat mengerti dan berkehendak. Tema ini yang akan
dibahas dalam catatan ini.
Sama dengan binatang, manusia yang memiliki indra (mata, telinga, hidung, perasa)
sehingga mengalami pengalaman indrawi: melihat, mendengar, membau, merasa. Yang
menarik bahwa pengalaman indrawi tersebut tidak buta, sembarangan, dan ngawur saja.
Tangan, telinga, mata, kaki, hidung seolah-olah sudah ”mengerti” apa yang dipegang,
didengar, dilihat, ditendang, dan dibau. Inilah pengalaman indrawi (pengalaman sensitif;
dari kata sense artinya ’indera’).
Sama seperti gajah, manusia dapat melihat air, rumput, kelapa, dan makanan-makanan
lain. Ini adalah pengalaman indrawi. Namun, berbeda dengan binatang, manusia memiliki
pengalaman intelektif, pengalaman ”mengerti”. Objek tidak hanya dilihat, didengar, diraba,
dan dibau secara sekilas lalu dilupakan. Berkat akal budinya, manusia dapat menangkap
esensi, hakikat, atau ciri dasar dari sesuatu, kemudian meng-ABSTRAKSI-kan, dan
menyimpan gambaran abstrak itu dalam akal budi. Gambaran abstrak itu lalu diungkapkan
secara lahiriah di dalam berkomunikasi dengan orang lain dalam bentuk kata, kalimat,
pernyataan. Demikianlah manusia dapat berkomunikasi melalui kata-kata dan kalimat yang
merupakan ungkapan lahir dari apa yang sudah dimengerti dengan akal budinya.
Dalam arti itulah manusia dapat mengatasi (transenden) materi dan tidak terlekat pada
materi. Materi dapat ditinggalkan dan dibuang, namun esensi dan hakikatnya tetap
tersimpan dalam akal budinya, yang berupa pengetahuan. ”Pengetahuan” yaitu apa saja
yang dike-TAHU-I olen manusia.
Contoh: manusia menemui air di sungai. Dengan matanya ia melihat bahwa itu air itu
sebagai kenyataan. Kemudian ia tangkap esensi atau ciri-ciri dasar itu, dan dengan akal
budinya dibuatlah ”hukum” tentang ciri-ciri air itu menjadi konsep/ide tentang air. Air
sebagai kenyataan yang dilihat bersifat konkret dan terbatas (berwarna, mengalir, dingin
dsb.), tetapi di dalam konsep/ide tentang air sifat-sifat konkret dan terbatas itu hilang.
Konsep/ide tentang air menjadi abstrak dan universal. Air sebagai kenyataan itu
ditinggalkan, tetapi konsep/ide tentang air selalu dibawa ke mana-mana. Sewaktu ia
menjumpai air sebagai kenyataan ia dapat menerapkan konsep/ide tentang air itu dan
mengatakan ini ”air”. Akal budi dapat mengabstraksi dan menguniversalisasi kenyataan,
sehingga dapat mengatasi (transendensi) kenyataan materi itu.

2. Kreatif: Mencipta hal baru dan yang baik


Berkat akal budinya, manusia bukan hanya mengerti saja, lalu berhenti pada
pengetahuannya itu. Setiap kali mendapatkan pengetahuan, manusia terus dapat menarik
atau menyimpulkan pengetahuan-pengetahuan Miu. Kemampuan menarik kesimpulan ini
yang menyebabkan manusia menjadi kreatif dan dapat menciptakan penemuan-penemuan
baru. Misalnya: manusia mengalami kegelapan. Lalu terpikirlah untuk menciptakan
penerang kegelapan itu. Lalu dibuatlah lampu dan alat penerang lainnya. Begitu juga
pengalaman-pengalaman lain yang mendatangkan pengetahuan selalu mendorong manusia
untuk menciptakan penemuan baru. Misalnya: mengalami sakit; manusia terus berpikir
untuk menemukan cara-cara untuk menyembuhkan sakitnya itu. Intinya, manusia memiliki
kemampuan kreatif, untuk menciptakan hal-hal baru.
Di dalam pengalaman hidup bersama dengan orang lain, manusia juga selalu
terdorong untuk menciptakan tata hidup yang lebih baik, yang semakin selaras dengan
keadaan (martabat) manusia yang berakal budi. Di zaman pra-peradaban, manusia tidak
jauh berbeda dengan binatang, saling menyerang, menyakiti, membunuh dll. Tetapi, dari
saat ke saat manusia terus mampu menarik pola perilaku yang baru yang lebih baik. Hukum
pembalasan dan pembunuhan diganti dengan bentuk hukum-hukum baru yang rasional,
masuk akal, selaras dengan akal budi manusia.
Dalam arti itulah manusia disebut makhluk bermoral. Kata ”moral” berasal dari
bahasa Latin ”mos-mores” yang berarti ’kebiasaan, adat-istiadat.’ Kemudian moral secara
umum berarti kebaikan manusia sebagai manusia. Manusia sebagai makhluk bermoral
berarti manusia mampu memutuskan apa yang baik bagi manusia sebagai manusia.Manusia
mampu menghendaki apa yang baik bagi dirinya sebagai manusia. Manusia mampu
melakukan tindakan-tindakan yang baik selaras dengan kemanusiaannya.

3. Kemampuan Mengetahui Diri Sendiri

Di samping mampu mengetahui objek lain dan orang lain yang dijumpai dengan
inderanya, manusia mampu mengetahui dirinya sendiri. Manusia dapat mengetahui siapa
dan seperti apa dirinya sendiri. Ini yang disebut manusia dapat melakukan refleksi diri. Pada
saat menulis, misalnya, ia dapat mengatakan:”saya tahu bahwa saya sedang menulis”. Ia
sadar tentang dirinya sendiri. Ia dapat mengatakan:”saya tahu bahwa saya pandai”, ”saya
tahu bahwa saya cantik”, ”saya tahu bahwa saya bersalah”. Dengan kemampuan mengetahui
dirinya (berefleksi) itu, lalu manusia dapat berusaha untuk memperbaiki dirinya atau
menciptakan tindakan-tindakan yang lebih baik.
Dari kekayaan pengalaman hidupnya, manusia semakin tahu apa saja yang baik
untuk dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan. Kemampuan ini dapat menjadi
pengetahuan umum yang dimiliki, bahwa tindakan-tindakan tertentu baik atau buruk. Lebih
dari itu, manusia pada saat itu juga tahu bahwa suatu tindakan itu buruk dan tidak boleh
dilakukan atau baik dan harus dilakukan. Misalnya: di tengah jalan saya menemui anak
kecil yang menangis karena ditinggal ibunya. Saat itu juga, saya tahu bahwa sebaiknya saya
menolong dan harus menolong anak kecil itu. Seolah-olah dalam hati saya ada suara yang
berbibik ”kamu harus menolong anak kecil itu”. Dan, saya ikuti bisikan itu, lalu ”saya
menolong.” Itulah kesadaran moral pada situasi yang konkret dan aktual, yang disebut hati
nurani atau suara hati.
Dalam arti ini pula, manusia disebut sebagai pribadi bermoral. Saya tahu apa yang
baik bagi diri saya sendiri. Saya tahu apa yang sebaiknya saya lakukan pada saat tertentu
pada saat saya mengalami kasus konkret tertentu.

4. Kewajiban Kita sebagai Makhluk Bermoral


Kemampuan akal budi setiap orang tercermin dalam kecerdasannya untuk menangkap
gejala-gejala dan mengambil langkah-langkah kreatif untuk menguasai gejala-gejala itu.
Sebagai mahasiswa, kecerdasan akal budi tampak dalam kemampuan untuk menangkap
ilmu pengetahuan, merespon secara positif, kemudian mengambil langkah-langkah kreatif
pengembangan diri agar pengetahuan itu bermanfaat bagi kehidupannya.
Maka ada kewajiban bagi setiap orang untuk menggunakan akal budinya untuk
menangkap dan mengerti gejala-gejala alam dan sosial yang ada. Akal budi tidak boleh
dibiarkan pasif, dalam bentuk tidak acuh pada gejala-gejala alam dan sosial yang ada.
Gejala-gejala alam dan sosial harus dimengerti secara baik dengan akal budi, kemudian
dibuatlah keputusan-keputusan untuk mengolah dan mengembangkan gejala-gejala alam
dan sosial itu demi kebaikan manusia. Manusia tidak boleh berhenti menggunakan akal
budinya.
Untuk mempermudah menangkap gejala alam dan sosial yang ada secara luas,
manusia telah berhasil mengkomunikasikan gejala-gejala itu melalui teknologi informasi.
Gejala-gejala di bumi ini dengan cepat disebarluaskan melalui media komunikasi televisi,
internet, koran, baik tulisan maupun gambar, cetak maupun elektronik. Maka ada kewajiban
bagi setiap orang untuk membaca berita-berita tentang gejala-gejala yang ada, kemudian
membuat langkah-langkah konkret untuk bersikap, agar gejala-gejala itu mendatangkan
kesejahteraan manusia.
Bagi mahasiswa, ada kewajiban moral untuk membaca berita-berita dan opini yang
tersebar di media massa, agar ia mengerti gejala-gejala itu, kemudian menyumbangkan ide-
ide baru atas gejala-gejala yang dimengertinya. Mahasiswa yang dianugerahi akal budi yang
”bermutu” sebagai manusia mempunyai keharusan untuk membaca, mengerti, dan membuat
langkah konkret. Adalah kesalahan apabila mahasiswa tidak mau membaca koran, majalah,
media massa. Dengan membaca itu akan muncul ide-ide baru demi pengembangan diri dan
sesama.
Di samping itu, manusia harus selalu merefleksi diri, melihat diri sendiri, selalu
mengatahui apa yang sedang dilakukan. Dengan demikian apa yang sedang dikerjakan
selalu dikerjakan dengan sadar. ”Saya sungguh tahu apa yang sedang saya kerjakan, dan
saya sungguh mau mengerjakannya”. Dengan selalu mengenal dirinya sendiri lewat
berefleksi, manusia dapat senantiasa mengembangkan diri sendiri ke arah kebaikan bagi diri
sendiri dan orang lain.
Akhir-akhir ini kesempatan untuk merefleksi ini banyak diganggu oleh media
handphone. Manusia dibuat asyik dengan handphone-nya berkomunikasi dan lewat SMS
dengan orang-orang yang berada jauh di tempat lain. Akibatnya orang yang berada di
dekatnya dilupakan, apa yang sedang dikerjakan ditinggalkan untuk menanggapi orang yang
berada jauh darinya itu. Dengan demikian konsentrasi terganggu. Banyak pekerjaan
dikerjakan secara tidak sadar, dan dengan setengah-setengah karena akal budi tertuju ke
arah tempat lain.
Sebagaimana dinyatakan di atas, manusia dianugerahi kebijaksanaan untuk mengerti
dan mengembangkan pengertiaannya demi kebaikan manusia. Ada kewajiban moral untuk
ini. Maka, dengan akal budinya setiap orang harus terus berusaha agar membuat keputusan-
keputusan dan langkah-langkah konkret-kreatif yang mendatangkan kesejahteraan bagi
sebanyak mungkin manusia. Ada kewajiban moral bagi mahasiswa yang dikarunia akal budi
”lebih” untuk mengembangkan diri, agar mampu membuat keputusan dan langkah-langkah
konkret-kreatif yang menyejahterakan bangsa manusia.

Anda mungkin juga menyukai