Anda di halaman 1dari 22

1.

Kodrat Manusia Selau Ingin Tahu


Peranan manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan merupakan kodratnya untuk
selalu ingin mengetahui segala apa yang dia lihat, didengar dan dirasakannya. Ketika
dia bangun di pagi hari sampai dia tertidur kembali, selalu diliputi oleh pertanyaan
apa, siapa, di mana, bagaimana, dan lain sebagainya. Dengan pertanyaan-pertanyaan
itulah manusia berinteraksi dengan dunia luar. Ada beberapa hal yang mendorong
terjadinya hal tersebut.
1.1.1 Dorongan pada Manusia
Daya yang mendorong manusia untuk "tahu" berinteraksi dari dalam adalah
dorongan naf'su. Yang dimaksud dengan dorongan nafsu ia1ah kekuatan pendorong
maju yang memaksa dan mengejar kepuasan dengan jalan mencari, mencapai sesuatu
yang berupa benda-benda ataupun nilai-ni1ai yang tentu.
Manusia adalah makhluk yang belum selesai, belum lengkap, dan yang
membutuhkan dunia luar untuk berkembang mencapai kesempurnaannya, baik
jasmani maupun rohani.
1.1.2. Alat-alat Interaksi Manusia
Daya-daya interaksi manusia dengan dunia luar menurut Ngalim Purwanto:
1990: 32)
a. pengamatan
b. ingatan
c. fantasi
d. perasaan
Manusia adalah makhluk yang unik, berkat rasa ingin tahu daya cipta, rasa,
dan karsanya, manusia dapat mengetahui bahwa ia mengetahui atau dalam keadaan
tidak mengetahui. Manusia mengenal dunia sekelilingnya dan lebih dari itu mengenai
dirinya sendiri. Tetapi manusia selain bisa jujur, bisa juga berbohong atau berpura-
pura.

1
Dibandingkan dengan makhluk yang lain dengan rasa keingintahuan dan daya
psikisnya, manusia memiliki kelebihan, mampu menghadapi setiap persoalan
kehidupannya. Apakah persoalan yang bersangkutan dengan diri sendiri, orang lain,
secara individual dan sosial, yang bersangkutan dengan alamnya ataukah yang
bersangkutan dengan Sang Pencipta-Nya. Dengan potensi rasa, manusia mengetahui
persoalan kehidupannya secara sistematis menurut asas-asas penalaran deduktif dan
induktif. Dengan potensi rasa, manusia mengatasi persoalan kehidupannya dengan
pendekatan estetik menurut asas perimbangan. Dengan potensi karsa, manusia
mengatasi persoalan kehidupannya melalui pendekatan perilaku menurut asas-asas
etika.
Selanjutnya ia mencoba mengarahkan daya cipta, rasa, dan karsanya itu untuk
memahami eksistensinya dari mana sesungguhnya segala sesuatu termasuk dirinya
sendiri berasal mula, di mana berada dan ke mana tujuan kehidupan ini. Meskipun
manusia mengerti asal mula, keberadaan, dan tujuan kehidupan, ternyata pengertian
ini belum terbukti kebenarannya dalam perilaku sehari-hari. Manusia tetap saja dalam
keberadaanya yang diliputi sepenuhnya dengan tanda-tanya (ketidaktahuan). Mereka,
di dalam eksistensi kehidupannya, bagaikan memahami sebuah buku yang langsung
mengenai isinya. Lupa bagian pendahuluan dan kesimpulan yang jelas. Jadi tugas
manusia adalah menyusun sistematika isi bab pendahuluan itu dan memberikan
kesimpulan sepasti mungkin berdasarkan fakta-fakta yang tergelar dalam isi buku itu.
Keadaaan seperti itu bagaikan "menangkap seekor kucing hitam di dalam kamar yang
gelap gulita". Manusia hanya bisa meraba-raba dan menduga-duga saja.
Pernyataan itu dijelaskan dengan menunjuk fakta bahwa manusia tidak pernah
mengetahui secara jelas tentang dari mana ia berasal dan mau ke mana ia pergi. Ia
hanya mengetahui sedikit tentang keberadaannya. Manusia faham betul atas fakta
hidup tetapi seringkali begitu bodoh di dalam kehidupannya; ia mengerti makanan,
minuman, pakaian, dan sebagainya tetapi sering kali hal-hal itu justru
menghancurkan kesehatannya sendiri.
Berdasarkan kenyataan yang ada pada dirinya, yaitu ada pengetahuan yang

2
pasti mengenai ketidaktahuan, manusia senantiasa terus-menerus mencari keterangan
atas ketidaktahuannya. Dari keterangan-keterangan yang diperoleh, manusia mencoba
menyusun suatu sistematika yang integral dan konsisten, sehingga bisa dijadikan
suatu pandangan yang sedapat mungkin memperjelas dasar dan tujuan
keberadaannya.
Demikianlah sesungguhnya manusia, siapa saja, eksis dalam suasana yang
diliputi dengan pertanyaan-pertanyaan. Hal ini berarti bahwa manusia harus eksis di
alam dan pada dunia filsafat karena filsafat memunyai kondisi yang berbeda-beda
dan hidup subur di dalam aktualisasi kebidupan manusia yang beraneka ragam. Jadi
dapatlah disimpulkan bahwa karena filsafat, suatu mahluk menjadi manusia dan
manusia pastilah berpilsafat. Filsafat menjadi ciri khas manusia.
Ilmu lahir karena diberkahi Tuhan sifat "ingin tahu". Karena manusia
berhadapan dengan alam yang begitu luas dan penuh misteri, timbul rasa ingin
mengetahui rahasia alam itu. Keingintahuan seseorang terhadap permasalahan di
sekelilingnya dapat menjurus kepada keingintahuan ilmiah. Misalnya, dari
pertanyaan apakah bulan mengelilingi bumi, apakah matahari mengelilingi bumi,
timbul keinginan untuk mengadakan pengamatan secara sistematis yang akhirnya
melahirkan kesimpulan bahwa bumi itu bulat, bahwa bulan mengelilingi matahari
dan bumi juga mengeliligi matahari. Juga dalam bidang ilmu sosial, keingintahuan
tentang masalah sosial telah membuat orang mengadakan pengamatan secara
sistematik terhadap fenomena sosial, seperti sosiologi, antropologi, dsb.
Manusia dalam hal mendapatkan pengetahuan yang benar tidak dengan serta-
merta. Hal ini justru disebabkan oleh keterbatasan kemampuan manusia itu sendiri.
Oleh karena itu, pengetahuan dapat diperoleh melalui proses yang kiranya dapat
diterangkan secara berikut.
Pada mulanya manusia berada di dalam kondisi tidak tabu apa-apa. Ketika
manusia itu masih bayi atau anak-anak, seolah hanya bisa percaya dan menerima apa
saja saja segala kesaksian orang tua sebagai kebenaran selanjutnya setelah potensi
psikis berkembang pada titik kesadaran tertentu barulah manusia berada di dalam

3
keadaan kagum dan heran. Dengan perasaan kagum dan heran ini manusia mulai
meragukan adanya hal sesuatu, meskipun telah diakui secara umum sebagai
kebenaran, apalagi merupakan kesalahan. Jika dari sikap keraguan mulai ada sesuatu
yang lebih dapat dipercaya, muncullah sikap perkiraan. Jika perkiraan bisa lolos dari
ujian maka, maka muncullah pendapat. Selanjutnya, jika pendapat telah teruji
berulang kali, lahirlah kebenaran. Jika kemudian kebenaran itu telah teruji secara
terus menerus, lahirlah kepastian. Pada akhirnya, kepastian menjadi sebuah
keyakinan jika secara mutlak telah teruji kebenarannya.
Adapun pengetahuan itu adalah adalah sesuatu yang ada secara niscaya pada
diri manusia. Keberadaannya diawali dari psikis manusia sebagai bawaan kodrat
manusia yaitu dorongan ingin tahu yang bersumber dari kehendak atau kemauan.
Kehendak adalah salah satu unsur kejiwaan. Adapun unsur lainnya adalah akal
pikiran dan perasaan (emotion). Ketiganya berada dalam satu kesatuan, dan secara
terbuka bekerja saling berpengaruh menurut situasi dan keadaan. Artinya, dalam
keadaan tertentu yang berbeda-beda pikiran atau perasaan atau keinginan bisa lebih
dominan. Konsekuensinya, ada pengetahuan akal, pengetahun perasaan dan
pengetahuan pengalaman. Idealnya, pengetahuan seharusnya mengandung
kebenaran sesuai dengan prinsip akal, perasaan dan keinginan. Dengan perkataan
lain, pengetahuan yang benar haruslah dapat diterima dengan akal, sekaligus dapat
diterima oleh perasaan dan layak dapat dikerjakan dalam praktik perilaku.

2. Cabang-cabang Ilmu Pengetahuan Pengetahuan dan Interelasinya

2.1 Cabang-cabang ilmu Pengetahuan


Sudah menjadi pendapat umum bahwa filsafat adalah induk atau ibu dari
segala macam jenis, bentuk dan sifat ilmu pengetahuan. Dengan demikian dapat
dipahami bahwa ilmu pengetahuan itu pada mulanya hanya ada satu yaitu filsafat.
Akan tetapi, karena filsafat mempersoalkan kebenaran pengetahuan yang bersifat
umum, abstrak, dan universal, wajarlah jika filsafat tidak berkepentingan atau tidak

4
mampu menjawab persoalan-persoalan hidup yang berbentuk dan bersifat konkret,
positif, praktis, dan pragmatis.
Sebagai induk ilmu pengetahuan, ruang lingkup studi filsafat mencakup
semua ha1 yang ada. Terhadap objek studinya, filsafat mempelajari "keapaanya".
Sasaran penyelidikan mengarah pada nilai hakiki kebenaran pengetahuan yang
berkuantitas menyeluruh dan bersifat universal. Dengan derajat pengetahuan
demikian, manusia berkemampuan mengungkap secara substansial apa yang menjadi
latar belakang dan tujuan keberadaan barang sesuatu. Persoalan-pcrsoalan konkret
dan praktis yang bersangkutan langsung dengan kebutuhan hidup sehari-hari, secara
langsung tidak menjadi lingkup studinya. Filsafat mengerti apa yang seharusnya
menjadi kebutuhan sehari-hari, tetapi filsafat tidak mengetahui bagaimana cara
mengadakannya. Karena pengadaan kebutuhan hidup sehari-hari itu memerlukan
pengetahuan khusus yang bersifat praktis, seperti makanan, minuman, pakaian,
perumahan dan peralatan hidup lainnya dapat dipenuhi. Hanya dengan ilmu
pengetahuan yang bersifat praktis-teknis yang secarala langsung kebutuhan hidup
sehari-hari seperti itu dapat diproduksi.
Oleh karena itu, secara kuantitatif muncullah berbagai jenis ilmu pengetahuan
khusus dengan objek studi yang berbeda-beda. Terhadap objek manusia dan
masyarakatnya, berkembang menjadi ilmu pengetahuan humaniora dan ilmu
pengetahuan sosial. Terhadap objek alam berkembang ilmu pengetahuan alam
meliputi fisika, kimia, biologi dan matematika. Terhadap objek ketuhanan,
berkembang ilmu pengetahuan agama meliputi theologi Islam, Kristen, Budha,
Hindu dsb. Sedangkan secara kualitatif, pluralitas ilmu pengetahuan itu berkembang
sifatnya. Mulai dari filosofis, teoretis dan praktis analogi.
Tentang tujuan ilmu pengetahuan, terdapat beberapa perbedaan pendapat antara
para filosof dengan para ulama. Sebagian berpendapat bahwa pengetahuan sendiri
merupakan ujian pokok bagi orang yang menekuninya dan mereka mengungkapkan
hal ini dengan ungkapan, ilmu pengetahuan untuk ilmu pengetahuan, seni untuk seni,
sastra untuk sastra. dsb. Menurut mereka pengetahuan hanyalah sebagai objek kajian

5
untuk mengembangkan ilmu pengetahuan sendiri, sebagian yang lain cenderung
berpendapat bahwa tujuan ilmu pengetahuan merupakan upaya para peneliti atau
ilmuwan menjadikan ilmu pengetahuan sebagai alat untuk menambahkan kcsenangan
manusia dalam kehidupan yang sangat terbatas di muka bumi ini. Menurut pcndapat
yang kedua ini, ilmu pengetahuan ini untuk meringankan beban hidup manusia atau
untuk membuat manusia senang, ilmu pengetahuan itulah nantinya akan melahirkan
teknologi. Sedangkan pendapat yang lain cenderung menjadikan ilmu pengetahuan
sebagai alat untuk meningkatkan kebudayaan dan kemajuan bagi umat manusia
secara keseluruhan (Ali Abdul Azhim, 1989).
Penerapan ilmu pengetahuan yang telah dihasilkan oleh para ilmuwan, apakah
itu berupa teknologi maupun teori-teori emansipasi masyarakat dan sebagainya,
mestilah memperhatikan nilai-nilai kemanusiaan, nilai agama, nilai adat, dan
sebagainya. Ilmu sudah berada di tengah-tengah masyarakat luas dan masyarakat
akan mengujinya, namun tidak semua ilmu pengetahuan memiliki dampak positif di
tengah masyarakat. Kadangkala ilmu pengetahuan berdampak negatif, misalnya
masyarakat menolak atau mengklaim suatu ilmu pengetahuan atau tidak sejalan
dengan keinginan atau pandangan-pandangan yang telah ada sebelumnya, seperti
rekayasa genetik (kloning manusia) yang dapat dianggap bertentangan dengan kodrat
manusia atau ajaran agama.
llmu berkembang dengan sangat pesat dan demikian juga dengan cabang-
cabangnya. Diperkirakan sekarang ini terdapat 650 cabang keilmuan yang
kebanyakan belum dikenal oleh orang awam. Pada dasarnya cabang-cabang ilmu
tersebut berkembang dari dua cabang utama, yakni filsafat alam yang kemudian
menjadi rumpun ilmu-ilmu alam (the natural sciences) dan filsafat moral yang
kemudian berkembang ke dalam cabang ilmu-ilmu sosial (the social sciences). Ilmu
alam membagi diri menjadi 2 kelompok lagi yakni ilmu alam (physical sciences) dan
ilmu hayat (biologycal sciences). Ilmu alam bertujuan mempelajari zat yang
membentuk alam semesta sedangkan alam kemudian bercabang lagi menjadi fisika
(mempelajari massa dan energi), kimia (mempelajari substansi zat), astronomi

6
(mempelajari benda-benda langit) dan ilmu bumi (the earth sciences).
Tiap-tiap cabang kemudian membuat ranting-ranting baru, seperti fisika
berkembang menjadi mekanika, bunyi, cahaya, panas, kelistrikan dan magnetisme,
fisika nuklir, dan kimia fisik. Sampai pada tahap ini, kelompok ilmu ini termasuk
ilmu-ilmu murni. Ilmu murni merupakan kumpulan teori-teori ilmiah yang bersifat
dasar dan teoretis yang belum dikaitkan dengan masalah-masalah kehidupan yang
bersifat praktis. llmu terapan merupakan aplikasi ilmu murni kepada masala-masalah
yang mempunyai manfaat praktis.
Ilmu-ilmu murni kemudian berkembang menjadi ilmu-ilmu terapan, seperti
contoh di bawah ini:
ILMU MURNI ILMU TERAPAN
Mekanika Teknik Mekanika
Bunyi Teknik Akustik
Cahaya dan Optik Teknik Iluminasi
Kelistrikan Teknik Elektronik
Fisika Nuklir Teknik Nuklir

Cabang-cabang ini berkembang menjadi banyak, kimia saja umpamanya


mempunyai sekitar 150 disiplin ilmu.
Ilmu-ilmu sosial berkembang agak lambat dibandingkan dengan ilmu-ilmu
alam. Pada pokoknya terdapat cabang utama utama ilmu-ilmu sosial, yakni
antropologi (mempelajari manusia dalam perspektif waktu dan tempat), psikologi
(mempelajari proses mental dan kelakuan manusia), ekonomi (mempelajari manusia
dalam memenuhi kebutuhan kehidupannya), sosiologi (mempelajari struktur
organisasi sosial manusia), dan ilmu politik (mempelajari sistem dan proses dalam
kehidupan manusia pemerintahan dan bernegara).
Cabang utama ilmu-ilmu sosial ini kemudian mempunyai cabang-cabang lagi
seperti umpamanya antropologi, terpecah menjadi lima, yakni arkeologi, antropologi
fisik, linguistik, etnologi, dan antropologi sosial kultural. Dari ilmu-ilmu tersebut

7
yang dapat kita golongkan kedalam ilmu murni meskipun tidak sepenuhnya,
berkembang ilmu sosial terapan yang merupakan aplikasi berbagai konsep dari ilmu-
ilmu sosial murni kepada suatu bidang telaah sosial tertentu. Pendidikan, umpamanya
merupakan ilmu sosial terapan yang mengaplikasikan konsep-konsep dari psikilogi,
antropologi, dan sosiologi.
Banyak sekali konsep ilmu-ilmu sosial murni yang dapat diterapkan langsung
dalam kehidupan praktis, di antaranya adalah ilmu Ekonomi yang merupakan ilmu
yang dapat diterapkan langsung kepada kebijakan umum.
Selain ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial, pengetahuan mencakup juga
humaniora dan matematika. Ilmu humaniora terdiri dari seni filsafat, agama, bahasa
dan sejara. Sejarah kadang-kadang dimasukkan juga dalam ilmu-ilmu sosial dan
merupakan kontroversi yang berkepanjangan apakah sejarah itu ilmu ataukah
humaniora. Keberatan beberapa kalangan mengenai dimasukkannya sejarah ke dalam
kelompok ilmu sosial terletak pada penggunaan data sejarah yang sering kali
merupakan penuturan orang, yang siapa tahu, orang itu adalah "pembohong".
Arkeologi sudah tidak lagi dipermasalahkan sebab buktinya adalah benda-benda
sejarah hasil penggalian dan penemuan.
Matematika merupakan sarana berpikir yang penting sekali dalam kegiatan
berbagai disiplin keilmuan. Termasuk kepada kelompok pengetahuan yang sudah tua
umurnya dan paling pertama berkembang. Euclid ( 330 - 275 s. M. ) menulis elemen
yang merupakan dasar-dasar ilmu ukur sampai sekarang. Studi matematika dewasa
ini mencakup antara lain aritmetika, geometri, teori bilangan, aljabar, trigonometri.
Geometri analitik, persamaan diferensial, kalkulus, tipologi, geometri non-Euchlid,
teori fungsi, probabilitas dan statistik, logika dan logika matematis (Suriasumantri,
2000).
Telah disebutkan sebelumnya bahwa jenis-jenis ilmu pengetahuan menurut
objeknya, materinya dapat diklasifikasikan ke dalam ilmu pengetahuan humaniora
dengan objek materi manusia; ilmu pengetahuan sosial, dengan objek materi
masyarakat; ilmu pengetahuan alam, dengan objek materibenda-benda alam; dan

8
ilmu pengetahuan agama, dengan objek materi Tuhan sebagai kausa prima. Dari
perbedaan objek materi ini, jika dipikirkan secara cermat satu dengan yang lain
berada dalam suatu hubungan tak terpisahkan berupa hubungan sebab-akibat
sedemikian rupa sehingga jika salah satu dipelajari mengharuskan untuk
mempertimbangkan yang lain.
Ilmu pengetahuan humaniora mempelajari masalah manusia dan
kebudayaannya yang intinya adalah masalah nilai manusiawi. Hal ini berarti bahwa
cakupan ilmu pengetahuan ini meliputi segala sikap dan tingkah laku moral manusia
baik terhadap diri sendiri, sesamanya, masyarakatnya, alam lingkungannya maupun
terhadap kausa primanya. Dengan ilmu pengetahuan ini diharapkan adanya
perkembangan sikap dan watak kebudayaan yang mampu menumbuhkan kesadaran
akan nilai-nilai kemanusiaan. Adapun yang tercakup di dalamnya meliputi:
antropologi, ilmu kebudayaan, sejarah, ilmu bahasa, seni, dsb.
Ilmu pengetahuan alam mempelajari gejala-gejala alam, baik yang organik
maupun yang nonorganik. Yang pertama melahirkan ilmu hayat yang meliputi
biologi, botani, mikrobiologi, biokimia, dan biofisika. Sedangkan yang kedua
melahirkan ilmu alam yang meliputi fisika, kimia, astronomi dan ilmu bumi.
Ilmu pengetahuan ketuhanan (teologi), sering disebut ilmu pengetahuan
keagamaan, mempelajari Tuhan sebagai kausa prima.
Dari segi objek formal ilmu pengetahuan, terdapat hubungan antara yang satu
dengan yang lain. Objek formal ilmu pengetahuan dapat diklasifikasikan menjadi tiga
segi, segi abstrak, potensi, dan konkret. Klasifikasi ini didasarkan atas hakikat
kenyataan bahwa setiap hal yang ada pasti.
Menurut aspek abstraknya, pluralitas ilmu pengetahuan berada dalam satu
kesatuan sifat universal, yaitu filsafat. Menurut segi potensinya, tetap dalam satu
kepribadian, yaitu sifat ilmiah. Sedangkan dalam aspek konkret, pluralitas ilmu
pengetahuan berada dalam perubahan dan perkembangan, karena itu cenderung
berbeda dan terpisah-pisah, tetapi juga terikat dalam satu kesatuan fungsi yaitu

9
implementasinya untuk tujuan menjaga kelangsungan kehidupan.
Ciri khas nyata dari ilmu pengetahuan yang tidak dapat diingkari—meskipun
oleh para ilmuwan—adalah bahwa ia tidak mengenal kata "kekal". Apa yang
dianggap salah di masa silam misalnya, dapat diakui kebcnarannya di abad modern.
Pandangan terhadap persoalan-persoalan ilmiah silih berganti, bukan saja
dalam lapangan pembahasan satu ilmu saja, tetapi terutama juga dalam teori-teori
setiap cabang ilmu pengetahuan. Dahulu, misalnya, segala sesuatu diterangkan dalam
konsep material (istilah-istilah kebendaan) sampai-sampai manusia pun hendak
dikategorikan dalam konsep tersebut. Sekarang ini kita dapati psikologi yang
membahas mengenai jiwa, budi dan semangat, telah mengambil tempat tersendiri dan
mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia.
Dahulu, persoalan-persoalan moral tidak mendapat perhatian ilmuwan, tetapi
kini penggunaan senjata-senjata nuklir, misalnya, tidak dapat dilepaskan dari
pcrsoalan tersebut, mereka tidak mengabaikan persoalan moral dalam penggunaan
senjata nuklir yang merupakan hasil dari kemajuan ilmu pengetahuan.
Teori bumi datar yang merupakan satu hukum aksioma di suatu masa
misalnya, dibatalkan oleh teori bumi bulat yang kemudian dibatalkan pula oleh teori
lonjong seperti lonjongnya telur. Mungkin tidak sedikit orang yang yakin bahwa
perrtimbangan-pertimbangan logika atau ilmiah—terutama menurut Ilmu Pasti—
adalah ”benar”, sedangkan kenyataannya belum tentu demikian.
Salah satu sebab dari kesalahan ini adalah karena sering kali titik tolak
pemikiran manusia berdasarkan pancaindera atau perasaan umum. Perasaan umumlah
yang misalnya menyatakan bahwa sepotong baja adalah padat, padahal sinar U
memperlihatkan bahwa ia berpori.
Segala undang-undang ilmiah yang diketahui hanya menyatakan saling
bergantinya psychological states (keadaan-keadaan jiwa) yang ditentukan pada diri
kita oleh sebab-sebab tertentu. Ini menunjukkan bahwa segala undang-undang ilmiah
pada hakikatnya relatif dan subjektif.

10
Dari sini jelaslah bahwa ilmu pengetahuan hanya melihat dan menilik, bukan
menetapkan. Ia melukiskan fakta, objek, dan fenomena yang dilihat dengan mata
seseorang yang mempunyai sifat pelupa, keliru, dan ataupun tidak mengetahui.
Karenanya, jelas pulalah bahwa apa yang dikatakan orang sebagai sesuatu yang benar
(kebenaran ilmiah) sebenarnya hanya merupakan satu hal yang relatif dan
mengandung arti yang sangat terbatas.
Lain halnya dalam pemikiran Islam, ilmu terbagi dua bagian, yaitu ilmu yang
bersifat abadi (perennial knowledge), tingkat kebenarannya bersifat mutlak
(absolute), karena bersumber dari wahyu Allah, dan ilmu yang bersifat perolehan
(aquired knowledge), tingkat kebenarannya bersifat nisbi karena bersumber dari akal
pikiran manusia. Pembagian ini didasarkan pada dua sumber ilmu, yaitu wahyu dan
akal. Keduanya tidak boleh dipertentangkan. Manusia diberi kebebasan dalam
mengembangkan akalnya dengan catatan dalam pengembangannya tetap terikat
dengan wahyu dan tidak bertentangan dengan syariat.

2.2 Interelasi Ilmu Pengetahuan


Dengan adanya interelasi ilmu pengetahuan antara satu dengan yang lain ini,
tidak berarti melanggar autonomitas tiap ilmu pengetahuan, tetapi sebaliknya
mempertahankan autonomitas tersebut. Akan tetapi, untuk memberikan vitalitas
terhadap perkembangan tiap ilmu pengetahuan, diperlukan sumbangan dari ilmu-
ilmu lain.
Menurut Hoogveld dalam Salam (1997: 22) ada lima interelasi ilmu
pengetahuan:
1. Hubungan theleothesis
2. Hubungan hypobeleognosis
3. Hubungan methodosgnosis
4. Hubungan perluasan horizon/cakrawala
5. Hubungan membantu
Hubungan theleothesis adalah hubungan ilmu pengetahuan yang satu

11
berfungsi menerangkan tujuan yang harus dikejar oleh suatu ilmu pengetahuan yang
lain. Misalnya filsafat negara berfungsi theleothetis bagi ilmu kenegaraan dan
kemasyarakatan pada umumnya.
Hubungan hypobeleognosis adalah hubungan ilmu pengetahuan yang satu
berfungsi menerangkan objek material ilmu pengetahuan yang lain. Misalnya Ilmu
Hayat berfungsi hypobeleognosis terhadap ilmu kedokteran.
Hubungan methodosgnosis adalah hubungan ilmu pengetahuan yang satu
berfungsi menerangkan metode mana yang layak digunakan untuk ilmu pengetahuan
yang lain. Misalnya ilmu kesehatan terhadap pendidikan jasmani.
Hubungan perluasan horizon/cakrawala adalah hubungan ilmu pengetahuan
yang satu berfungsi memperluas horizon dari ilmu pengetahuan lainnya. Misalnya
ilmu sejarah terhadap ilmu kebudayaan.
Hubungan membantu adalah hubungan ilmu pengetahuan yang satu berfungsi
memberi bantuan kepada ilmu pengetahuan yang lain. Misalnya statistik memberi
bantuan terhadap ilmu pada umumnya.

3. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi


Konsep Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek)
Ilmu adalah pengetahuan yang sudah diklasifikasi, diorganisasi,
disistematisasi, dan diinterpretasi, menghasilkan kebenaran objektif, sudah diuji
kebenarannya, dan dapat diuji ulang secara ilmiah.
Secara etimologis, kata ilmu berarti kejelasan, karena segala yang terbentuk
dari akar katanya mempunyai ciri kejelasan. Kata ilmu dengan berbagai bentuknya
terulang 854 kali dalam Alquran. Kata ini digunakan dalam arti proses pencapaian
pengetahuan dan obyek pengetahuan (Quraish Shihab: 434). Setiap ilmu membatasi
diri pada salah satu bidang kajian. Oleh sebab itu, seseorang yang memperdalam
ilmu-ilmu tertentu disebut sebagai spesialis. Dari sudut pandang filsafat, ilmu lebih
khusus dibandingkan dengan pengetahuan.
Teknologi merupakan salah satu budaya sebagai hasil penerapan praktis dari

12
ilmu pengetahuan. Teknologi tidak hanya membawa dampak positif berupa kemajuan
dan kesejahteraan bagi manusia, tetapi juga sebaliknya dapat membawa dampak
negatif berupa ketimpangan-ketimpangan dalam kehidupan manusia dan alam
semesta yang berakibat kehancuran alam semesta. Oleh sebab itu, teknologi bersifat
netral, artinya bahwa teknologi dapat digunakan untuk pemanfaatan sebesar-besarnya
atau bisa juga digunakan untuk kehancuran manusia itu sendiri.

4. Struktur Pengetahuan Ilmiah


Pengetahuan yang diproses menurut metode ilmiah merupakan pengetahuan
yang memenuhi syarat-syarat keilmuan. Pengetahuan ini disebut pengetahuan ilmu.
Pengetahuan ilmiah diproses lewat serangkaian langkah-langkah tertentu yang
dilakukan dengan penuh kedisiplinan.

4.1 Teori Ilmiah


Dalam pengetahuan ilmiah, teori ilmiah merupakan landasan berpijak dalam
menciptakan pengetahuan ilmiah. Teori ilmiah pada dasarnya merupakan postulat-
postulat atau anggapan yang berpijak pada pandangan ilmuwan tentang mekanisme
dan cara kerja kegiatan ilmiah. Dalam konteks yang lebih luas teori ilmiah dapat
dijadikan sebagai ukuran pengetahuan ilmiah. Karena dukungan teori ilmiah,
pengetahuan ilmiah memiliki ukuran yang tidak dimiliki oleh pengetahuan-
pengetahuan yang lain.
Dalam kegiatan keilmuan, teori ilmiah dapat dijadikan sebagai landasan
berpikir untuk mencermati, mengklarifikasi, dan mendeskripsikan konsep. Konsep
yang tidak didukung oleh teori ilmiah hanya akan berupa konsep biasa yang mungkin
tidak memberikan sumbangan pada pengembangan ilmu pengetahuan.

4.2 Metode Ilmiah


Metode ilmiah dalam pengetahuan ilmiah adalah prosedur yang ditempuh
dalam menemukan suatu pengamatan ilmiah. Metode ilmiah tercipta dari berbagai
masalah atau pertanyaan yang dirumuskan secara seksama. Masalah tersebut dalam

13
penguraiannya menggunakan sejumlah metode sebagai prosedur untuk mencapai
tahap kegiatan ilmiah. Metode ilmiah sangat penting, bukan saja dalam bukan saja
dalam proses penemuan pengetahuan, namun terlebih dalam mengomunikasikan
penemuan ilmiah tersebut kepada masyarakat ilmuwan.
Metodologi penelitian ilmiah dan hakikatnya merupakan operasionalisasi dari
metode keilmuan. Atau dengan perkataan lain, struktur yang melatarbelakangi
langkah-langkah dalam penelitian ilmiah adalah metode keilmuan.

4.3 Prinsip Ilmiah


Prinsip ilmiah adalah struktur pengetahuan ilmiah yang yang berupa langkah-
langkah dalam penelitian ilmiah. Pengetahuan ilmiah harus terarah dan jelas maka
harus didukung oleh fakta yang objektif. Prinsif ilmiah adalah hukum-hukum ilmiah
yang dapat dibuktikan kebenarannya serta dapat diukur secara total dengan
menggunakan teknik dan metode yang sesuai.
Keselektifan dan kecermatan dalam pengetahuan ilmiah akan mendorong
terciptanya mekanisme kegiatan ilmiah yang sesuai dengan prosedur. Oleh karena itu,
dalam menelaah fakta secara dini telah dipersiapkan seperangkat alat yang digunakan
sebagai ukuran untuk mengetahui kebenaran yang terdapat dalam fakta yang akan
diamati. Alat ukur diperlukan karena tidak semua fakta dapat dijadikan sebagai hasil
pengetahuan ilmiah.
Dapat disimpulkan bahwa prinsip ilmiah adalah berdasarkan pada fakta akurat,
dapat diukur, dan jika disampaikan kepada masyarakat ilmuwan mendorong
terciptanya penelitian-penelitian baru.

4.4 Komponen-komponen Ilmiah


Komponen-komponen keilmuan merupakan langkah-langkah dalam
melakukan kegiatan ilmiah, sedangkan kegiatan ilmiah merupakan cikal bakal
terciptanya pengetahuan ilmiah.
Ilmu dapat dianggap sebagai suatu sistem yang menghasilkan kebenaran.

14
Seperti dengan sistem-sistem lainnya, ilmu mempunyai komponen-komponen yang
berhubungan satu-sama lain . Jujun (1997:111) mengatakan bahwa komponen utama
dari sistem ilmu ialah: (1) perumusan masalah; (2) pengamatan dan deskripsi; (3)
penjelasan; (4) ramalan dan kontrol.

4.4.1 Perumusan Masalah


Dunia yang dihadapi oleh para ilmuan adalah fakta dan kejadian yang terpisah-
pisah dan tak terbilang banyaknya dan kejadian seperti ini tidak memberikan satu
keteraturan yang berarti. Ketika manusia menemukan beberapa kesulitan dalam
menghadapi dunia ini dalam rangka memecahkan kesulitan tersebut secara berakal,
pemikiran akan mulai berbentuk, atau dengan perkataan lain, manusia menciptakan
masalah dan mengajukan suatu yang menurut pikirannya adalah pertanyaan yang
dapat dijawab. Tanpa adanya satu masalah yang didefinisikan secara jelas manusia tak
akan mempunyai jalan untuk mengetahui fakta apa yang harus dikumpulkan. Metode
keilmuan pada tahap permulaan ini menekankan kepada peryataan yang jelas dan tepat
dari sebuah masalah.
Tahap pertama metode keilmuan menganggap dunia sebagai suatu sekumpulan
objek dan kejadian yang dapat diamati secara empiris dan kepada dunia itu kemudian
kita terapkan suatu peraturan atau struktur hubungan dimana suatu lingkup yang
terbatas dari fakta yang tertangkap oleh indera dapat diberi arti. Menurut Jujun
(1997:106) bahwa faham kaum rasiona1is pada tahap ini didukung oleh metode
keilmuan dengan argumentasi bahwa penalaran itulah yang membangun struktur dan
mengarahkan penyelidikan. Lebih lanjut dikemukakan, bahwa penalaran memberikan
manusia "kepekaan terhadap masalah" dan tanpa kepekaan itu tak mungkin kita dapat
mengatur fakta dalam cara yang dapat dipahami. Jika tak terdapat pertanyaan, lantas
bagaimana terdapat jawaban?
Perlu dijelaskan bahwa masalah keilmuan adalah pertanyaan yang perlu
mendapat jawaban. Di sinilah hakikat ilmu yang sebenarnya, pencarian ilmu dimulai
dengan bertanya dan diakhiri dengan jawaban. Timbulnya masalah dalam berbagai

15
kegiatan ilmiah pada hakikatnya adalah berawal dari sejumlah pertanyaan. Pertanyaan-
pertanyaan inilah yang merespon sretiap ilmuwan untuk berpikir dalam rangka
memecahkan persoalan yang timbul dalam pertanyaan yang diajukan. Peranan metode
dalam memecahkan persoalan sangat menentukan.
Sering dikatakan bahwa hal yang paling penting dalam kegiatan ilmiah adalah
perumusan masalah yang baik. Kemajuan yang pesat di dalam kegiatan ilmiah
disebabkan oleh perumusan masalah yang merangkai seluruh prsoalan dalam usaha
mencari pemecahan yang lebih baik walaupun demikian tidak semula masalah tepat
untuk pengetahuan ilmiah. Masalah dirumuskan karena adanya berbagai kesulitan
yang membutuhkan persepsi dalam pemecahannya. Persepsi ini timbul karena
menghadapi kesulitan tertentu, yang secara keilmuan membutuhkan konsep-konsep
atau prosedur untuk keluar dari masalah tersebut. Sebenarnya sukar untuk
mendapatkan beberapa definisi masalah yang baik jika diukur dari tingkat keilmuan.
Ciri yang ideal dari sebuah masalah ilmiah adalah bahwa masalah tersebut
dianggap penting dalam kegiatan keilmuan. Masalah dianggap penting karena
beberapa hal, yaitu :
a. Pemecahannya berguna;
b. Menghubungkan dalam satu kesatuan pengetahuan yang sebelumnya
dianggap berdiri sendiri;
c. Mampu mengisi celah khasanah yang masih ketinggalan dalam khasanah ilmu
pengetahuan.

Ciri lain dari sebuah masalah dalam pengetahuan ilmiah, bahwa masalah itu
mesti dapat dijawab dengan jelas, dan tiap jawaban terhadap permasalahan itu mesti
dapat diuji oleh orang lain. Sebuah masalah ilmiah harus dirumuskan sedemikian
rupa sehingga pengumpulan data dapat dilakukan secara objektif. Data yang
dikumpulkan secara potensial harus tersedia. Selain itu, sebuah masalah keilmuan
harus mengandung unsur pengukuran dan definisi dari variabel yang terdapat dalam
masalah tersebut. Pentingnya pengukuran ini agar orang lain dapat menguji hasilnya.

16
Pengetahuan ilmiah tidak menginginkan pengukuran dan definisi yang bersifat
pribadi. Ukuran dan definisi haruslah objektif (sehingga dapat dipergunakan dalam
kegiatan ilmiah selanjutnya).

4.4.2 Pengamatan dan Deskripsi


Pengamatan dan deskripsi adalah langkah-langkah dalam mengembangkan
kegiatan ilmiah. Sebuah penelitian ilmiah dalam mengumpulkan berbagai fakta harus
bertolak dari pengumpulan data. Pengetahuan ilmiah membutuhkan prosedur sebagai
langkah awal. Salah satu langkah awal tersebut adalah penetapan teknik
pengumpulan data. Teknik pengumpulan data ini penting untuk mengetahui apakah
data yang diteliti memang ada atau tidak ada.
Tahap metode keilmuan ini menekankan penyusunan fakta dalam kelompok-
kelompok, jenis-jenis dan kelas. Dalam semua cabang-cabang ilmu, usaha untuk
mengidentifikasi, menganalisis, membandingkan, dan membedakan fakta-fakta yang
relevan bergantung pada adanya sistem klasifikasi.
Deskripsi dan klasifikasi memang mcrupakan satu hal yang pokok dalam
ilmu, tetapi akan menyesatkan bila kita mengacaukan deskripsi dan penyusunan fakta
dengan seluruh urutan kegiatan yang merupakan metode keilmuan. Apa yang
dinamakan sejarah alam terbatas pada deskripsi dan perbandingan, namun ilmu
membutuhkan penjelasan, dan oleh sebab itu ilmu melebihi ruang lingkup sejarah
alam. Seorang pengumpul kupu-kupu atau batu-batu yang berharga tak dapat
dianggap memenuhi syarat sebagai ilmuwan, betapa pun besamya atau bagaimanapun
hati-hatinya dia menyusun koleksinya.
Langkah yang lain dalam mengamati kegiatan ilmiah adalah memikirkan metode
yang digunakan dalam pengujian hipotesis. Metode dalam pengetahuan ilmiah
mempunyai mekanisme umpan balik yang bersifat korektif yang memungkinkan
upaya keilmuan menemukan kesalahan yang mungkin diperbuatnya. Sebaliknya bila
ternyata sebuah pengetahuan ilmiah baru itu benar, pernyataan yang terkandung
dalam pengetahuan ini dapat dipergunakan sebagai premis baru dalam kerangka

17
pemikiran yang menghasilkan hipotesis-hipotesis baru. Jujun (1997: 116)
mengatakan hipotesis adalah sebuah pernyataan. Hipotesis merupakan pernyataan
yang dapat diuji tentang hubungan-hubungan sesuatu yang sedang diselidiki yang
mempunyai konsekuensi yang dapat dijabarkan secara deduktif. Dengan demikian
langkah lebih lanjut dalam pengamatan keilmuan adalah menguji hipotesis baik
secara langsung maupun secara tidak langsung. Sebuah hipotesis yang telah teruji
secara formal diakui sebagai pernyataan pengetahuan ilmiah. Pernyataan pengetahuan
ilmiah ini merupakan hal haru yang memperkaya khasanah ilmu yang telah ada.
Sekiranya pengetahuan ilmiah yang baru itu kemudian ternyata salah disebabkan oleh
kelemahan dalam salah satu langkah dari proses penemuannya, cepat atau lambat
proses itu akan diketahui dan pengetahuan ini akan dibuang dari khasanah keilmuan.
Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang
disebut ilmu atau ilmiah (Jujun, 1997: 119). Jadi, ilmu merupakan pengetahuan yang
didapatkan lewat metode ilmiah. Penggunaan metode ilmiah dalam pengamatan
penting dalam kegiatan ilmu, metode ilmiah merupakan syarat yang harus dipenuhi
agar sesuatu pengamatan memiliki kekuatan ilmu. Metodologi ilmiah merupakan
pengkajian peraturan-peraturan yang terdapat di dalam metode ilmiah. Metode ilmiah
mencoba menggabungkan cara berpikir deduktif dan cara berpikir induktif.
Di sinilah pendekatan rasional digabungkan dengan pendekatan empiris dalam
langkah-langkah metode ilmiah. Secara rasional, ilmu menyusun pengetahuan secara
konsisten dan komulatif, sedangkan secara empiris ilmu memisahkan antara
pengetahuan yang sesuai dengan fakta dan yang bukan fakta. Secara sederhana hal
ini berarti bahwa teori ilmiah harus memenuhi syarat utama yaitu:
a. Harus konsisten dengan teori-teori sebelumnya yang memungkinkan tidak
terjadinya kontradiksi dalam teori keilmuan secara keseluruhan;
b. Harus cocok dengan fakta-fakta empiris, sebab teori yang bagaimanapun
konsistennya kalau tidak didukung oleh pengujian tidak dapat diterima
kebenarannya. Secara ilmiah logika ilmiah merupakan gabuangan antara logika
deduktif dan logika induktif, sehingga mana rasionalisme dan empirisme hidup

18
berdampingan dalam satu sistern dengan mekanisme korektif
Alur berpikir yang tercakup dalam metode ilmiah dapat dijabarkan dalam
beberapa langkah yang mencerminkan tahap-tahap dalam kegiatan ilmiah. Kerangka
berpikir ilmiah yang berintikan proses logicohypothetico verifikasi ini pada dasarnya
terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut:
1. Perumusan masalah yang merupakan pertanyaan mengenai objek empiris yang
jelas serta dapat diidentifikasi faktor-faktor yang terkait di dalamnya.
2. Penyusunan kerangka berpikir dalam pengajuan hipotcsis yang merupakan
argumentasi yang menjelaskan hubungan yang mungkin terdapat antara berbagai
faktor yang saling berkaitan.
3. Perumusan hipotesis merupakan jawaban sementara atau dugaan terhadap
pertanyaan yang diajukan dan materinya merupakan kesimpulan dari kerangka
berpikir yang dikembangkan.
4. Pengujian hipotesis merupakan pengumpulan fakta-fakta yang relevan dengan
hipotesis yang diajukan untuk diperlihatkan apakah terdapat fakta-fakta yang
mendukung hipotesis tersebut atau tidak.
5. Penarikan simpulan merupakan penilaian apakah sebuah hipotesis yang diajukan
itu ditolak atau diterima. Hipotesis yang diterima menjadi bagian dari
pengetahuan ilmiah sebab telah memenuhi persyaratan kerangka keilmuan yang
konsisten.
Terdapat suatu anggapan yang luas bahwa ilmu pada dasamya adalah metode
induktif empiris dalam memperoleh pengetahuan. Memang terdapat beberapa alasan
untuk mendukung penilaian yang populer ini. karena ilmuwan mengumpulkan fakta-
fakta yang tertentu, melakukan pengamatan dan mempergunakan data inderawi.
Walaupun demikian, analisis yang mendalam terhadap metode keilmuan akan
menyingkapkan kenyataan bahwa apa yang dilakukan olch ilmuwan dalam usahanya
mencari pengetahuan lebih tepat digambarkan sebagai suatu kombinasi antara
prosedur empiris dan rasional.
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa metode keilmuan adalah suatu cara

19
dalam memperoleh pengetahuan. Suatu rangkaian prosedur yang tertentu harus
diikuti untuk mendapatkan jawaban yang tertentu dari pernyataan yang tertentu pula.

4.4.3 Penjelasan
Penjelasan dalam pengetahuan ilmiah pada dasarnya adalah mengapa.
Terdapat empat cara untuk menjawab pertanyaan yakni deduktif, probabilistik,
genetis dan fungsional. Penjelasan deduktif mempergunakan cara berpikir deduktif
dalam menjelaskan suatu gejala dengan menarik kesimpulan secara logis dari premis-
premis yang telah ditetapkan sebelumnya. Penjelasan probabilistik merupakan
penjelasan yang ditarik secara induktif dari sejumlah kasus jadi sifatnya peluang
seperti kemungkinan besar, atau hampir dapat dipastikan. Penjelasan genetis
merupakan suatu upaya mencari kesesuaian dengan pengetahuan ilmiah yang telah
tercipta sebelumnya, yang dimaksudkan untuk mencari kesamaan dari setiap cabang
keilmuan yang sama. Tujuannya untuk menjadi bahan perbandingan sekaligus
menjadi acuan dalam ilmu yang sama. Penjelasan fungsional atau teologis merupakan
penjelasan yang meletakkan sebuah unsur dalam kaitannya dengan sistem
keseluruhannva yang mempunyai karakteristik atau perkembangan tertentu

4.4 Ramalan dan Kontrol


Ramalan dalam pengetahuan ilmiah adalah sebuah hipotesis. Sebagaimana
telah dikemukakan bahwa hipotesis adalah pernyataan sementara tentang hubungan
antara benda-benda. Hubungan hipotesisis ini diajukan dalam bentuk dugaan kerja,
atau teori, yang merupakan dasar dalam menjelaskan kemungkinan hubungan
tersebut (trial-and-error). Hipotesis hanya merupakan dugaan yang beralasan, atau
mungkin merupakan perluasan dari perluasan terdahulu yang telah teruji
kebenarannya, yang kemudian diterapkan pada data yang baru. Dalam kedua hal
tersebut di atas, hipotesis berfungsi untuk mengikat data sedemikian rupa, sehingga
hubungan yang diduga dapat digambarkan, dan penjelasan yang mungkin dapat
diajukan. Hipotesis memberikan penjelasan sementara paling tidak tentang beberapa /

20
hubungan yang terdapat di dalam hipotesis. Hipotesis ini juga mengungkapkan
kepada kita syarat mana yang harus dipenuhi dan pengamatan mana yang harus
diperlukan jika kita ingin menguji kebenaran dari dugaan kerja tersebut.
Secara teori, konsep hipotesis terkandung dalam variabel-variabel yang
dipecahkan dengan menggunakan metode menggunakan metode ilmiah unsur empiris
maupun unsur rasional tetap menjadi landasan berpikir.
Hukum pada hakikatnya adalah ramalan dan merupakan pernyataan yang
menyatakan hubungan antara dua variabel atau lebih dalam suatu kaitan sebab akibat.
Pernyataan hubungan sebab akibat atau hubungan kausalita, memungkinkan manusi
dapat meramalkan apa yang akan terjadi sebagai akibat dari sebab. Jadi, teori adalah
pengetahuan ilmiah yang memberikan penjebsan tentang mengapa suatu gejala terjadi
sedangkan hukum memberikan kemampuan untuk meramalkan tentang apa yang
mungkin terjadi. Pengetahuan ilmiah dalam bentuk teori dan hukum merupakan alat
yang dapat digunakan untuk rnengontrol gejala alam.

21
DAFTAR PUSTAKA

Azhim, Ali Abdul. 1989. Epistimologi dan Aksiologi Ilmu Pengetahuan


Perspektif Alquran, Bandung: Rosda Karya.

Bakhtiar, Amsal. 2004. Filsalat dan i1mu. cetakan I, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.

Beerling. dkk.1986. Pengantar Filsafat Ilmu. alih bahasa Soedjono Socmargono,


Yogyakarta :Tiara Wacana.

Bochenski K. 1976. Philosophy An Introduction. New York: Harper & Row.

Ghulsyani, Mahdi. 1990. Filsafatt Sains Menurut AI Qur'an. penerj. Agus Efendi.
Bandung: Mizan.

Poedjawijatna. 1991. Tahu dan Pengetahuan Pengantar ke Ilmu dan Filsafat.


Jakarta: Rineka Cipta.

Purwanto M., Ngalim. 1990. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja


Rosdakarya.

Shihab, Quraish. 1999. Wawasan Alquran. Bandung: Mizan.

Soemargono, Soedjono. 1983. Filsafat Pengetahuan. Yogyakarta: Nur Cahaya.

Suriasumantri, Jujun S. 2000. Filsafat lImu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta:


Sinar Harapan.

22

Anda mungkin juga menyukai