Anda di halaman 1dari 3

Pasal 167 KUHP:

“Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum menghancurkan, merusakkan, membikin tak
dapat dipakai atau menghilangkan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain,
diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling
banyak empat ribu lima ratus rupiah.”

Tinjauan Pasal 167 KUHP Berdasarkan Asas-Asas Acara Pidana

Pasal 167 KUHP tentang pengrusakan dapat ditinjau dari berbagai asas acara pidana, sebagai

berikut:

1. Asas Legalitas

Pasal 167 KUHP sesuai dengan asas legalitas karena:

 Jelas menyebutkan perbuatan yang dilarang dan diancam pidana, yaitu menghancurkan,

merusakkan, membikin tak dapat dipakai, atau menghilangkan barang milik orang lain.

 Sanksi pidana yang diancamkan pun jelas, yaitu pidana penjara paling lama dua tahun

delapan bulan atau denda paling banyak Rp4.500,-.

2. Asas Non Bis in Idem

Pasal 167 KUHP sesuai dengan asas non bis in idem karena:

 Seseorang tidak dapat dihukum dua kali untuk perbuatan yang sama.

 Jika perbuatan yang sama diatur dalam beberapa pasal dengan ancaman pidana yang

berbeda, maka diterapkan pasal dengan ancaman pidana yang paling berat.

3. Asas Oportunite

Pasal 167 KUHP tidak bertentangan dengan asas oportunitas karena:

 Penuntutan terhadap pelanggaran Pasal 167 KUHP tidak wajib dilakukan.

 Penuntut umum memiliki kewenangan untuk mempertimbangkan oportunitas (kemanfaatan)

dalam memutuskan apakah akan menuntut atau tidak.

4. Asas Ne bis in idem

Pasal 167 KUHP sesuai dengan asas ne bis in idem karena:

 Seseorang tidak dapat dituntut dan dihukum untuk perbuatan yang sudah diputus oleh

hakim yang berwenang.

5. Asas Audi Et Alteram Partem

Pasal 167 KUHP sesuai dengan asas audi et alteram partem karena:

 Terdakwa berhak mendapatkan pemeriksaan yang adil dalam proses peradilan.


 Terdakwa berhak didengarkan keterangannya dan memberikan pembelaannya.

6. Asas Praesumptio Innocentiae

Pasal 167 KUHP sesuai dengan asas praesumptio innocentiae karena:

 Setiap orang dianggap tidak bersalah atas suatu dakwaan sampai dibuktikan bersalah

secara sah menurut hukum.

 Beban pembuktian terletak pada penuntut umum untuk membuktikan kesalahan terdakwa.

7. Asas Publicitas

Pasal 167 KUHP sesuai dengan asas publicitas karena:

 Sidang pengadilan umumnya terbuka untuk umum.

 Masyarakat berhak mengetahui jalannya persidangan dan putusan yang diambil.

8. Asas Dominus Litigi

Pasal 167 KUHP sesuai dengan asas dominus litis karena:

 Penuntut umum memiliki kewenangan untuk menentukan dakwaan dan mewakili negara

dalam perkara pidana.

 Terdakwa berhak menunjuk penasihat hukum untuk membantunya dalam proses

peradilan.

9. Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan

Pasal 167 KUHP tentang pengrusakan dapat dinilai sesuai dengan Asas Peradilan Cepat,
Sederhana, dan Biaya Ringan (PCSB) dengan beberapa pertimbangan:

1. Rumusan Pasal yang Jelas

Rumusan Pasal 167 KUHP cukup jelas dan mudah dipahami. Hal ini memudahkan
penegak hukum dalam memproses perkara dengan cepat dan meminimalisir komplikasi
hukum.

2. Sanksi Pidana yang Proporsional

Sanksi pidana yang diancamkan dalam Pasal 167 KUHP, yaitu penjara paling lama dua
tahun delapan bulan atau denda paling banyak Rp4.500,-, dianggap proporsional
dengan tingkat keparahan tindak pidana pengrusakan. Sanksi ini tidak berlebihan dan
tetap memberikan efek jera bagi pelaku.

3. Kemungkinan Penyelesaian Alternatif

Pasal 167 KUHP tidak secara eksplisit mengatur tentang penyelesaian alternatif
(misalnya, restorative justice). Namun, peluang untuk menerapkan penyelesaian
alternatif tetap terbuka. Hal ini

4. Kemudahan Bukti
Tindak pidana pengrusakan umumnya mudah dibuktikan. Bukti yang dapat diajukan antara
lain laporan korban, saksi mata, foto, atau video. Hal ini mempercepat proses
penyelesaian perkara dan menekan biaya persidangan.

5. Kemungkinan Mediasi

Dalam kasus pengrusakan dengan nilai kerugian relatif kecil, mediasi dapat menjadi solusi
yang tepat. Mediasi dapat membantu menyelesaikan perkara dengan cepat dan efisien
tanpa melalui proses persidangan yang panjang dan berbiaya tinggi.

Referensi

 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

 Moertono, S. (2007). Asas-Asas Hukum Acara Pidana. Bandung: PT Alumni.

 Suparman, S. (2012). Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.

Anda mungkin juga menyukai