Anda di halaman 1dari 66

BAB III

ANALISIS DAN PERANCANGAN

3.1 Prosedur Perancangan


Proses perancangan ini dimulai dari pengumpulan data-data sekunder seperti
gambar arsitektur dan struktur proyek serta data-data penunjang lainnya.
Selanjutnya dilakukan pendefinisian material beton, baja, dan batu bata untuk
dinding pengisi pada program SAP2000. Langkah berikutnya membuat model pada
program SAP2000 spesifkasi proyek yang didapatkan sesuai desain arsitektur dan
struktur. Pemodelan balok dan kolom menggunakan elemen frame, sedangkan pelat
dan dinding dimodel menggunakan elemen shell.
Pembebanan pada model struktur meliputi beban mati, beban hidup dan beban
gempa serta kombinasi pembebanan yang digunakan berdasarkan SNI 1726:2019.
Berat Sendiri dihitung langsung oleh SAP2000, beban mati tambahan serta beban
hidup dihitung manual berdasarkan PPIUG 1983 dan SNI 1727:2020. Beban gempa
pada model dilakukan dengan response spectrum, dibuat dengan memasukkan data
S1 , SS serta klasifikasi tanah pada program SAP2000.
Berikutnya dilakukan pengecekan estimasi dimensi balok dan kolom pada
model struktur beton bertulang dengan melihat nilai stress ratio pada elemen-
elemen struktur. Pengecekan dilakukan berdasarkan syarat-syarat SNI yang
meliputi gaya geser (V), periode getar (T), perpindahan (𝛿𝛿), dan ketidakberaturan
horizontal dan vertikal, stress ratio. Apabila sudah memenuhi syarat, hasil gaya-
gaya dalam pada struktur akan digunakan untuk menghitung dimensi pondasi.
Selanjutnya dilakukan analisis statik non-linier (analysis pushover) untuk
mengetahui kinerja struktur jika terjadi gempa maksimum. Langkah-langkah
perancangan tersebut ditampilkan pada Gambar 3.1
Mulai

PengumpulanData
Pengumpulan dataProyek
proyekPasar
The
Limehills
SukawatiResort
BlockFlores
C

Penetapan dimensi struktur

Pemodelan dan Pembebanan

Tidak
Analisis dan Perancangan Struktur

Memenuhi syarat simpangan,


Memenuhi ketidakberaturan,
Syarat simpangan,rasio
rasio tulangan
tulangan, faktor redudansi,
dan stress ratio pada SNI?
SRPMK dan stress ratio pada
SNI

Ya

Analisis Pushover

Pemeriksaan Kinerja Struktur

Perancangan Pondasi

Hasil Perancangan

Selesai

Gambar 3. 1 Diagram Alir Perancangan


3.1.1 Data Struktur
1. Data Geometri Struktur
Fungsi bangunan : Pasar
Sistem Struktur : Struktur beton bertulang dan struktur baja
Jenis Pondasi : Pondasi Bore Pile
Jumlah dan fungsi lantai : 3 lantai dengan 2 basement
Tinggi Bangunan : 21,98 m

Gambar 3. 2 Tampak Depam Desain tiga dimensi Pasar Sukawati Block C

Gambar 3. 3 Tampak Samping Desain tiga dimensi Pasar Sukawati Block C


Gambar 3. 4 Denah Struktur B2
Gambar 3. 5 Denah Strultur B1
Gambar 3. 6 Denah Balok Lantai 1
Gambar 3. 7 Denah Balok Lantai 2
Gambar 3. 8 Denah Balok Lantai 3
Gambar 3. 9 Denah Struktur Atap
2. Data Material
Berikut merupakan informasi mengerani data material dari struktur yang
digunakan pada perancangan ini:
• Material Beton Bertulang
1. Kuat tekan beton (f’c) : 24,90 MPa
2. Modulus elastisitas beton (Ec) : 23500 MPa
3. Berat jenis beton bertulang (γc) : 2400 kg/m3
4. Tegangan leleh tulangan longitudinal (fyl) : 420 MPa
5. Tegangan leleh tulangan sengkang (fys) : 240 MPa
6. Modulus elastisitas baja tulangan (Es) : 200.000 MPa
7. Berat jenis baja tulangan (γs) : 7850 kg/m3
• Material Baja Profil BJ34
1. Tegangan leleh baja (fy) : 210 MPa
2. Tegangan ultimit baja (fu) : 340 MPa

3.1.2 Penetapan Dimensi dan Pemodelan Struktur


Pemodelan struktur ini dimulai dengan proses pembuatan model struktur
berdasarkan gambar arsitektur dan struktur pada proyek Pasar Sukawati Block C.
Dimensi struktur ditetapkan sesuai dengan eksisting.

3.1.3 Pemodelan dan Pembebanan Struktur


1. Pemodelan Struktur
Model Struktur dibuat dengan menggunakan software SAP 2000. Struktur
Gedung dimodel sebagai rangka Open Frame dengan pelat lantai dimodel sebagai
shell element, dinding geser pada area lift, ramp pada sisi kiri bangunan serta
struktur baja pada atap.
2. Pembebanan Struktur

Pembebanan yang diberikan pada struktur ini terdiri dari beban mati, beban
hidup dan beban gempa
Beban Mati Tambahan
Pembebanan pada analisis ini mengacu kepada PPIUG 1983. Dimana pada
peraturan tersebut ditetapkan beban-beban sebagai berikut:
1. Beban Mati Pelat Lantai

10
a. Berat Plafond dan penggantung langit-langit = 18 kg/m2
b. Berat spesi 3 cm = 63 kg/m2
c. Berat penutup lantai keramik = 24 kg/m2
d. Instalasi MEP = 50 kg/m2
e. Beban meja los =100 kg/m2
Total beban mati tambahan = 255 kg/m2
2. Beban Mati Pelat Atap
a. Berat Plafond dan penggantung langit – langit = 18 kg/m2
b. Berat spesi 3 cm = 63 kg/m2
c. Instalasi MEP = 50 kg/m2
Total beban mati tambahan = 131 kg/m2
3. Beban penutup atap kaca = 30 kg/m2
4. Beban dinding
a. Beban dinding bata ringan : 57 kg/m2 x 3,5 = 199,5 kg/m2

Beban Hidup
Pembebanan pada analisis ini mengacu kepada SNI 1727:2020. Dimana pada
peraturan tersebut ditetapkan beban-beban sesuai dengan fungsi ruangan,
diantaranya:
1. Basement : 1,92 kN/m2
2. Toko : 4,79 kN/m2
3. Beban hidup tangga : 1,33 kN/m2
Beban Gempa
Perhitungan beban gempa pada SAP2000 menggunakan fitur pembebanan
gempa otomatis yaitu fitur Auto lateral load berdasarkan ASCE 7-16 yang
disesuaikan dengan SNI Gempa SNI 1726:2019. Pengaturan beban gempa tersebut
berdasarkan lokasi di mana gedung dibangun, yaitu di Sukawati, Gianyar, Bali.
Parameter-parameter yang disesuaikan tersebut antara lain:
1. Spektral percepatan, Ss : 0,978 g (puskim.go.id)
2. Spektral percepatan, S1 : 0,356 g (puskim.go.id)
3. Faktor Respon Modifikasi (R) :8
4. Faktor Sistem Perkuatan (Ωo) :3

11
5. Faktor Deflection Amplication (Cd) : 5,5
6. Kategori resiko : II
7. Faktor Keutamaan Gempa (Ie) : 1,0
8. Kelas Situs Tanah : Tanah Sedang (SC)
9. Kategori desain seismik (KDS) :D
- Fa : 1,108

- Fv : 1,688

- SDS : 0,7239 g
- SD1 : 0,4006 g
Beban Air Hujan
Beban terbagi rata air hujan Wah = 40 - 0,8 α dengan, α = sudut kemiringan
atap, derajat (jika α > 500 dapat diabaikan). Wah = beban air hujan, kg/m2 (min.
Wah atau 20 kg/m2).
• Beban air hujan pada atap genteng : 20 kg/m2
• Beban air hujan pada pelat atap : 40 kg/m2
Beban Angin
Beban angin yang diperhitungkan pada struktur rangka atap menggunakan
pedoman SNI 1727:2020. Data pembebanan angin pada Gedung Pasar Sukawati
Blok C adalah sebagai berikut :
Kecepatan Angin = 30 km/jam
= 8,33 m/s
Faktor arah angin (Kd) = 0,85
Kategori Eksposur =B
Faktor Topografi (Kzt) =1
Faktor Pengaruh Tiupan Angin (G) = 0,85
Zg = 365,8 m
α =7
Ketinggian diatas level tanah (z) = 21,98 m
Untuk 15 ft (4,6 m) ≤ z ≤ zg
Koef. kecepatan tekanan eksposur (𝐾𝐾𝐾𝐾) = 2,01( 𝑧𝑧 ⁄𝑧𝑧𝑧𝑧)2⁄𝛼𝛼
= 0,90
Tekanan Velositas (qz) = 0,613 × 𝐾𝐾𝑧𝑧 × 𝐾𝐾𝑧𝑧𝑧𝑧 × 𝐾𝐾𝑑𝑑 × 𝑉𝑉2 = 31,238 N/m2

12
Sudut kemiringan atap 400:
Atap di sisi angin datang (CNW) = 1,3
Atap di sisi angin pergi (CNL) = 0,6
Jarak antar kuda-kuda = 3,5 m
Tekanan desain, z (tekan/menuju)
𝑝𝑝 = 𝑞𝑞𝑞𝑞 × 𝐺𝐺 × 𝐶𝐶𝑁𝑁𝑁𝑁 × 3,5 = 0,121 kN/m
Tekanan desain, h (hisap/menjauh)
𝑝𝑝 = 𝑞𝑞𝑞𝑞 × 𝐺𝐺 × 𝐶𝐶𝑁𝑁𝑁𝑁 × 3,5 = 0,056 kN/m
Beban Tanah Lateral
Dalam perancangan struktur di bawah tanah, harus diperhatikan tekanan
lateral tanah di sampingnya. Beban tanah lateral yang digunakan adalah beban
tanah lateral minimum rencana menurut SNI 1727:2013 Tabel 3-1.
Kombinasi Pembebanan
Kombinasi beban yang digunakan berdasarkan SNI 2847:2019 Pasal 5.3.1
dan SNI 1726:2019 Pasal 4.2.2 yaitu seperti pada persamaan 2.31 sampai
persamaan 2.3

13
3.1.4 Analisis dan Perancangan Struktur
Analisis struktur dan desain penampang menggunakan hasil yang didapatkan dari
program SAP2000 lalu dikontrol dengan perhitungan manual pada masing-masing tipe
penampang balok, kolom, dinding penahan tanah dan pelat. Hasil analisis struktur meliputi
simpangan, stress ratio, periode getar struktur, ketidakberaturan vertikal dan ketidakberaturan
horizontal yang disesuaikan dengan Standar Nasional Indonesia. Jika hasil tersebut sudah
memenuhi syarat maka dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan kinerja, namun jika tidak
memenuhi syarat maka kembali ke penentuan dimensi struktur.

3.1.5 Analisis Non Linier Pushover


Analisis Non Linier (Pushover Analysis) bertujuan untuk memperkirakan gaya
maksimum dan deformasi yang terjadi. Di samping itu, analisis pushover juga dapat
memberikan informasi mengenai bagian struktur mana saja yang kritis. Analisis pushover ini
dikerjakan setelah analisis linier statik dengan menggunakan kondisi akhir pada analisis
sebelumnya sebagai kondisi awal pada analisis pushover ini. Menurut FEMA 440 (2005),
tahapan utama dalam analisa pushover adalah:
1. Menentukan titik kontrol untuk memonitor besarnya perpindahan struktur. Rekaman
besarnya perpindahan titik kontrol dan gaya geser dasar digunakan untuk menyusun
kurva pushover.
2. Membuat kurva pushover berdasarkan berbagai macam pola distribusi gaya lateral
terutama yang ekivalen dengan distribusi dari gaya inertia, sehingga diharapkan
deformasi yang terjadi hampir sama atau mendekati deformasi yang terjadi akibat gempa.
3. Estimasi besarnya perpindahan lateral saat gempa rencana (target perpindahan). Titik
kontrol didorong sampai taraf perpindahan tersebut, yang mencerminkan perpindahan
maksimum yang diakibatkan oleh intensitas gempa rencana yang ditentukan.
4. Mengevaluasi level kinerja struktur ketika titik kontrol tepat berada pada target
perpindahan. Karena yang dievaluasi adalah komponen maka jumlahnya relatif sangat
banyak, oleh karena itu proses ini sepenuhnya harus dikerjakan oleh komputer (fasilitas
pushover dan evaluasi kinerja yang terdapat secara built-in pada program SAP2000,
mengacu pada FEMA-440).
3.1.6 Perencanaan Pondasi
Pada perancangan ini, tipe pondasi yang digunakan adalah pondasi bore pile.
Perencanaan pondasi dimulai dengan mendapatkan daya dukung tanah untuk pondasi pada data

14
hasil uji tes tanah dan beban maksimum pada kolom. Kemudian menentukan dimensi pondasi,
lalu dilakukan pengecekan terhadap geser satu arah dan dua arah serta perhitungan penulangan
yang mengacu pada SNI 2847:2019.

3.2 Hasil Analisis Struktur


Hasil analisis yang diperoleh berupa gaya-gaya dalam (M, D, N), analisis respon
spektrum, simpangan dan periode struktur.

3.2.1 Bidang Momen, Geser dan Normal


Pada sub-bab ini ditampilkan bidang M, D, N pada portal 3-3 arah Y dan K-K arah X.

Gambar 3. 10 Bidang Momen 3-3 Portal 3-3 (1,2D +1,6L+0,5R)

Gambar 3. 11 Bidang Momen 3-3 Portal 3-3 (1,2D +L+Ex-0,3Ey)

15
Gambar 3. 12 Bidang Geser 2-2 Portal 3-3 (1,2D +1,6L+0,5R)

Gambar 3. 13 Bidang Geser 2-2 Portal 3-3 (1,2D+L+Ex-0,3Ey)

Gambar 3. 14 Bidang Normal Portal 3-3 (1,2D +1,6L+0,5R)

Gambar 3. 15 Bidang Normal Portal 3-3 (1,2D +L+Ex-0,3Ey)

16
Gambar 3. 16 Bidang Momen 3-3 Portal K-K (1,2D +1,6L+0,5R)

Gambar 3. 17 Bidang Momen 3-3 Portal K-K (1,2D +L+Ey+0,3Ex)

Gambar 3. 18 Bidang Geser 2-2 Portal K-K (1,2D +1,6L+0,5R)

17
Gambar 3. 19 Bidang Geser 2-2 Portal K-K (1,2D +L+Ey+0,3Ex)

Gambar 3. 20 Bidang Normal Portal K-K (1,2D +1,6L+0,5R)

Gambar 3. 21 Bidang Normal Portal K-K (1,2D +L+Ey+0,3Ex)

3.2.2 Periode Fundamental Struktur


Berdasarkan SNI 1726:2019 Pasal 7.8.2.1, perioda fundamental struktur dihitung dengan
pendekatan yang parameter-parameternya sebagai berikut.
• Koefisien batas atas pada Tabel 17 , Cu = 1,4, untuk SD1 = 0,356 detik

18
• Berdasarkan Tabel 18, nilai parameter perioda pendekatan, Ct = 0,0466 dan x = 0,9;
untuk semua sistem struktur lainnya.
• Ketinggian struktur, ℎ𝑛𝑛 = 21,98 m
Ta = Ct . hnx = 0,752 detik
Tmaks = Cu . Ta = 1,053 detik
Kontrol: Ta = 0,752 ≤ Tmax = 1,053............. (OK!)
Dari hasil analisis mode 1 didapatkan nilai periode fundamental sebesar 0,696 detik.
Jadi digunakan T = 0,696 detik

3.2.3 Ragam dan Periode Getar Struktur


Berikut merupakan hasil analisis modal pada SAP2000 berupa partisipasi massa ragam
terkombinasi yang didapat dari massa aktual dalam masing-masing arah dari respons yang
ditinjau oleh model yang ditunjukan pada Tabel 3.3
Tabel 3. 1 Rasio Partisipasi Beban
Case Item Type Item Static Dynamic
% %
Modal Acceleration UX 99,9866 96,2842
Modal Acceleration UY 99,9969 97,5759
Modal Acceleration UZ 0 0
Persyaratan agar didapat partisipasi massa ragam terkombinasi sebesar paling sedikit
90% dari massa aktual dalam masing-masing arah horisontal terpenuhi. Kemudian periode
getar struktur dapat diamati pada Tabel 3.4
Tabel 3. 2 Rasio Partisipasi Massa dan Periode Getar Struktur
Case Mode Period Sum UX Sum UY
sec
Modal 398 0,043602 0,79 0,89
Modal 399 0,043589 0,79 0,9
Modal 400 0,043494 0,79 0,9
Modal 838 0,030273 0,89 0,96
Modal 839 0,030260 0,9 0,96
Modal 840 0,030234 0,9 0,96
Jadi, periode getar struktur hasil analisis untuk arah X sebesar 0,030260 detik dan arah
Y sebesar 0,043589 detik. Berdasarkan hasil Tabel diatas didapatkan periode struktur terbesar
0,043 detik.

3.2.4 Pengecekan Ketidakberaturan Horizontal


1.a Ketidakberaturan Torsi

19
Didefinisikan ada jika simpangan antar lantai maksimum, torsi yang dihitung termasuk
tak terduga, disebuah ujung struktur melintang terhadap sumbu lebih dari 1,2 kali simpangan
antar lantai tingkat rata-rata di kedua ujung struktur. Persyaratan ketidakberaturan torsi dalam
pasal-pasal referensi berlaku hanya untuk struktur dimana diafragmanya kaku atau setengah
kaku.

Gambar 3. 22 Ketidakberaturan H.1a dan H.1b


Sumber: SNI 1726:2019

− Ketidakberaturan Horizontal 1a terjadi apabila Δmax/Δavg > 1,2


− Ketidakberaturan Horizontal 1b terjadi apabila Δmax/Δave> 1,4
− Tidak terjadinya Ketidakberatruan Horizontal 1 apabila Δmax/Δavg < 1,2
1.b Ketidakberaturan Torsi Berlebihan
Didefinisikan ada jika simpangan antar lantai maksimum, torsi yang dihitung termasuk
tak terduga, di sebuah ujung struktur melintang terhadap sumbu lebih dari 1,4 kali simpangan
antar lantai tingkat rata-rata dikedua ujung struktur. Persyaratan ketidakberaturan torsi dalam
pasal-pasal referensi berlaku hanya untuk struktur dimana diafragmanya kaku atau setengah
kaku.
Tabel 3. 3 Ketidakberaturan Torsi Arah X
Load Max Avg
Drift Drift Ratio > Ratio >
Story Case/ Direction Ratio
1,2 1,4
Combo mm mm
3 Eq D x X 8,790 6,275 1,400 1a 1b
2 Eq D x X 9,200 6,775 1,357 1a OK
1 Eq D x X 2,640 1,973 1,338 1a OK
Bsm1 Eq D x X 0,400 0,323 1,240 OK OK

Tabel 3.4 Ketidakberaturan Torsi Arah Y


Load Max Avg
Ratio > Ratio >
Story Case/ Direction Drift Drift Ratio
1,2 1,4
Combo mm mm
3 Eq D y Y 7,140 8,460 1,188 OK OK

20
2 Eq D y Y 7,780 9,220 1,183 OK OK
1 Eq D y Y 5,105 5,270 1,032 OK OK
Bsm1 Eq D y Y 0,390 0,400 1,025 OK OK

Setelah dilakukan pengecekan diketehaui Δmax/Δavg > 1,4, sehingga dapat dinyatakan
desain struktur mengalami ketidakberaturan torsi berlebihan 1b.
2. Ketidakberaturan Sudut Dalam
Didefinisikan ada jika kedua dimensi proyeksi denah struktur dari lokasi sudut dalam
lebih besar dari 15 % dimensi denah struktur dalam arah yang ditinjau. Ketidakberaturan ini
ada bila Py/Ly > 15% dan Px/Lx > 15%.

Gambar 3.23 Ketidakberaturan H.2


Sumber: SNI 1726:2019
Tabel 3.5 Ketidakberaturan Sudut Dalam
Px Lx Px/Lx Py Ly Py/Ly
Px/Lx >15% Py/Ly>15%
m m % m m %
46 65 71% H.2 18 48 38% H.2

Setelah dilakukan pengecekan, diketahui bahwa desain struktur mempunyai


ketidakberaturan sudut dalam, sehingga harus memenuhi pasal referensi poin 7.3.3.4 dan tabel
16 pada SNI 1726 2019.
3. Ketidakberaturan Diskontinuitas Diafragma

Didefinisikan ada jika terdapat suatu diafragma yang memiliki diskontinuitas atau
variasi kekakuan mendadak, termasuk yang mempunyai daerah terpotong atau terbuka lebih
besar dari 50 % daerah diafragma bruto yang tertutup, atau perubahan kekakuan diafragma
efektif lebih dari 50 % dari suatu tingkat ke tingkat selanjutnya.

21
Gambar 3.24 Ketidakberaturan H.3
Sumber: SNI 1726:2019
Tabel 3.6 Ketidakberaturan Diskontinuitas Diafragma
Atotal Abukaan Rasio Cek
Story
m2 m2 % Rasio< 50%
Bsm 2 2634 87,23 3,31% OK
Bsm 1 - 3 2034 135,23 6,65 OK

Setelah dilakukan pengecekan, diketahui bahwa desain struktur tidak terdapat ketidakberaturan
diskontinuitas diafragma.
4. Ketidakberaturan Akibat Pergeseran Tegak Lurus Terhadap Bidang

Didefinisikan ada jika terdapat diskontinuitas dalam lintasan tahanan gaya lateral,
seperti pergeseran tegak lurus terhadap bidang pada setidaknya satu elemen vertikal pemikul
gaya lateral.

22
Gambar 3.25 Ketidakberaturan H.4
Sumber: SNI 1726:2019
Setelah dilakukan pengecekan, diketahui bahwa desain struktur mengalami
ketidakberaturan akibat pergeseran tegak turus terhadap bidang, dikarenakan penahan gaya
lateral basement 2 dan basement 1 tidak saling tegak lurus.
5. Ketidakberaturan Sistem Nonparalel

Didefninisikan ada jika elemen vertikal pemikul gaya lateral tidak paralel terhadap
sumbusumbu ortogonal utama sistem pemikul gaya seismik.

Gambar 3.26 Ketidakberaturan H.5


Sumber: SNI 1726:2019
Setelah dilakukan pengecekan, diketahui bahwa desain struktur tidak megalami
ketidakberaturan sistem nonparalel.

3.2.5 Pengecekan Ketidak Beraturan Vertikal


1.a Ketidakberaturan Tingkat Lunak
Didefinisikan ada jika terdapat suatu tingkat yang kekakuan lateralnya kurang dari 70%
kekakuan lateral tingkat di atasnya atau kurang dari 80% kekakuan rata-rata tiga tingkat di
atasnya.
1.b Ketidakberaturan Tingkat Lunak Berlebihan

23
Didefinisikan ada jika terdapat suatu tingkat yang kekakuan lateralnya kurang dari 60%
kekakuan lateral tingkat di atasnya atau kurang dari 70% kekakuan rata-rata tiga tingkat di
atasnya.

Gambar 3.27 Ketidakberaturan V.1a dan V.1b


Sumber: SNI 1726:2019
Berdasarkan hasil SAP2000 didapatkan nilai kekakuan masing-masing lantai pada
arah X dan Y pada desain struktur untuk kemudian dilakukan pengecekan terhadap
ketdakberaturan tingkat lunak sebagai berikut.
Tabel 3.7 Pengecekan Ketdakberaturan Vertikal 1a dan 1b
Arah X Arah Y
Story Kekakuan Kekakuan
Cek Cek
kN/m kN/m
3 1424,501 1418,44
2 2659,574 OK 2604,167 OK
1 18104,91 OK 5882,353 OK
Bsm1 184818,2 OK 102564,1 OK

Setelah dilakukan pengecekan, diketahui tidak terjadi ketidakberaturan tingkat lunak


1.a dan ketidakberaturan tingkat lunak berlebih 1.b.
2. Ketidakberaturan Massa
Didefinisikan ada jika massa efektif di sebarang tingkat lebih dari 150 % massa efektif
tingkat di dekatnya. Atap yang lebih ringan dari lantai di bawahnya tidak perlu ditinjau.

24
Gambar 3.28 Ketidakberaturan V.2
Sumber: SNI 1726:2019
Tabel 3. 8 Pengecekan Ketidakberaturan Vertikal 2
Massa 150% x M(n+1) 150% x M(n-1)
Story Cek
kg kg kg
3 1146788,520 1848543,50 OK
2 1232362,33 1720182,8 2257170,09 OK
1 1504780,06 1848543,5 3273558,72 OK
Bsm 1 2182372,48 2257170,1 2428998,30 OK
Bsm 2 1619332,2 3273558,7 OK

Setelah dilakukan pengecekan, diketahui tidak terjadi ketidakberaturan massa.


3. Ketidakberaturan Geometri Vertikal
Didefinisikan ada jika dimensi horizontal sistem pemikul gaya seismik di sebarang
tingkat lebih dari 130 % dimensi horizontal sistem pemikul gaya seismik tingkat didekatnya.

Gambar 3.29 Ketidakberaturan V.3


Sumber: SNI 1726:2019
Tabel 3.9 Pengecekan Ketdakberaturan Vertikal 3

25
L 130% x L(n+1)
Story Cek
mm mm
3 600
2 600 780 OK
1 600 780 OK
Bsm 1 600 780 OK
Bsm 2 600 780 OK

Setelah dilakukan pengecekan, diketahui bahwa desain struktur tidak megalami


ketidakberaturan geometri vertikal.
4. Ketidakberaturan Akibat Diskontinuitas Bidang pada Elemen Vertikal Pemikul Gaya
Lateral
Didefinisikan ada jika pergeseran arah bidang elemen pemikul gaya lateral lebih besar
dari panjang elemen itu atau terdapat reduksi kekakuan elemen pemikul di tingkat di bawahnya.

Gambar 3.30 Ketidakberaturan V.4


Pada desain struktur terdapat pergeseran arah bidang elemen pemikul gaya lateral,
sehingga dapat dinyatakan terjadi ketidakberaturan akibat diskontinuitas bidang pada elemen
vertikal pemikul gaya lateral, sehingga harus memenuhi pasal referensi poin 7.3.3.4 dan tabel
16 pada SNI 1726 2019.
5.a Ketidakberaturan Tingkat Lemah Akibat Diskontinuitas pada Kekuatan Lateral Tingkat
Didefinisikan ada jika kekuatan lateral suatu tingkat kurang dari 80% kekuatan lateral
tingkat di atasnya. Kekuatan lateral tingkat adalah kekuatan total semua elemen pemikul
seismik yang berbagi geser tingkat pada arah yang ditinjau.
5.b Ketidakberaturan Tingkat Lemah Berlebih Akibat Diskontinuitas pada Kekuatan
Lateral Tingkat
Didefinisikan ada jika kekuatan lateral suatu tingkat kurang dari 65% kekuatan lateral
tingkat di atasnya. Kekuatan lateral tingkat adalah kekuatan total semua elemen pemikul
seismik yang berbagi geser tingkat pada arah yang ditinjau.

26
Perhitungan untuk ketidakberaturan kuat lateral tingkat dan kuat lateral tingkat berlebih
adalah sebagai berikut:
Tabel 3.10 Pengecekan Ketdakberaturan Vertikal 5a dan 5b
lt W (kN) h k Wh^k Cv Vx cek
(m) ki<80%Ki+1
3 11246,154 3,5 1,37 62571,598 0,031 0,031
2 12085,346 7 1,37 173797,45 0,088 0,119 Tidak
1 14727,162 10,5 1,37 369103,7 0,187 0,307 Tidak
bsm1 21401,764 14 1,24 564479,71 0,286 0,593 Tidak
bsm2 15880,224 17,5 1,37 801343,56 0,406 1 Tidak

Berdasarkan perhitungan weak story tidak terdapat ketidakberaturan kuat lateral tingkat
dan ketidakberaturan kuat lateral tingkat berlebih.

3.2.6 Faktor Redudansi


Berdasarkan pasal 7.3.4.2 SNI 1726:2019, faktor redudansi untuk struktur dengan
kategori desain seismik D yang memiliki ketidakberaturan torsi berlebihan sesuai tabel 13, tipe
1b, ρ harus sebesar 1,3.

3.2.7 Faktor Skala Gempa


𝐼𝐼𝑒𝑒
Pertama dihitung skala faktor 𝑓𝑓 = 𝑅𝑅

1 𝑔𝑔 1 × 9,81 𝑚𝑚/𝑠𝑠 2
𝑓𝑓 = =
8 8

Skala faktor kemudian dimasukkan ke dalam load case Quake X dan Y untuk di Analisa.

Pada Analisis pertama respon spektrum, dibandingkan dengan gaya statik ekivalen
autolateral untuk periksa apakah respon spektrum telah memenuhi syarat 100% sesuai dengan
SNI 1726:2019 pasal 7.9.1.4.1.
Tabel 3. 11 Perbandingan base reaction antara Respon Spektrum dan Autolateral
TABLE: Base Reactions
OutputCase StepType GlobalFX GlobalFY RATIO
Text Text N N %
(D + L + Ex + 0,3 Ey) -3361065,47 -1212241,94
(AL)
(D + L + Ex + 0,3 Ey) Max 1923448,52 633062,73 57%
(RSA)
(D + L + Ex + 0,3 Ey) Min -1923448,52 -633062,73
(RSA)

27
(D + L + Ey + 0,3 Ex) -109599,86 -3361099,3
(AL)
(D + L + Ey + 0,3 Ex) Max 49912,35 2230664,50 66%
(RSA)
(D + L + Ey + 0,3 Ex) Min -49912,35 -2230664,50
(RSA)
Karena perbandingan belum memenuhi syarat, perlu dilakukan penyesuaian dengan
𝑉𝑉
persamaan 𝑉𝑉 :
𝑡𝑡

3361065,47
Faktor koreksi arah X = 1923448,52 = 1,747

3361099,3
Faktor koreksi arah Y = 2230664,50 = 1,507

Angka penyesuaian kemudian dikalikan dengan skala faktor yang sudah ada :

Penyesuaian arah X = 1,227 × 1,747 = 2,144

Penyesuaian arah Y =1,227 × 1,507 = 1,848

Skala faktor yang telah disesuaikan dimasukkan ke dalam load case dan dilakukan
analisa ulang pada SAP2000. Hasil setelah penyesuaian dapat dilihat pada Tabel 3.4.
Tabel 3. 12 Perbandingan base reaction antara Respon Spektrum dan Autolateral
TABLE: Base Reactions
OutputCase StepType GlobalFX GlobalFY RATIO
Text Text N N %
(D + L + Ex + 0,3 Ey) -3361065,47 -1212241,94
(AL)
(D + L + Ex + 0,3 Ey) Max 3361065,47 1212241,94 100
(RSA)
(D + L + Ex + 0,3 Ey) Min -3361065,47 -1212241,94
(RSA)
(D + L + Ey + 0,3 Ex) -109599,86 -3361099,3
(AL)
(D + L + Ey + 0,3 Ex) Max 109599,86 3361099,3 100
(RSA)
(D + L + Ey + 0,3 Ex) Min -109599,86 -3361099,3
(RSA)

Setelah dilakukan penyesuaian skala faktor, perbandingan beban gempa RSA telah
memenuhi syarat SNI 1726:2019 pasal 7.9.1.4.1 mengenai skala gaya.

3.2.8 Simpangan Antar Lantai


Defleksi pusat massa di tingkat ke-x (δx) dihitung sesuai Persamaan 2.57 dan simpangan
antar lantai desain dihitung sesuai Persamaan 2.58. Nilai simpangan kemudian dievaluasi untuk

28
kinerja batas layan. Parameter yang diperlukan untuk mengevaluasi kinerja batas layan adalah
sebagai berikut.
• Data gempa pada struktur: Cd = 5,5; ρ = 1,3 dan Ie = 1,0.
• Berdasarkan kategori risiko, nilai simpangan antar lantai ijin, Δa = 0,020hsx.
• Berdasarkan kategori desain seismik, nilai Δa harus dibagi dengan ρ, Δa/ρ. Nilai faktor
redudansi, ρ = 1,3.
• Berdasarkan rencana sistem struktur dan kuantitas simpangan antar lantai harus
dikalikan dengan kuantitas Cd dibagi Ie.
Selanjutnya hasil analisis simpangan antar lantai ditampilkan pada tabel 3.5 dan tabel
3.6

Tabel 3. 13 Hasil analisis simpangan antar lantai arah X


hsx δxe δx ∆x ∆a
Story ∆x < ∆a
(mm) (mm) (mm) (mm) (mm)
3 3500 4,000 22 4,400 53,846 OK
2 3500 3,200 17,6 6,050 53,846 OK
1 3500 2,100 11,55 6,600 53,846 OK
Bsm1 3500 0,900 4,95 4,125 53,846 OK
Bsm2 3500 0,150 0,825 0,825 53,846 OK

Tabel 3. 14 Hasil analisis simpangan antar lantai arah Y


hsx δxe δx ∆x ∆a
Story ∆x < ∆a
(mm) (mm) (mm) (mm) (mm)
3 3500 5,100 28,05 6,050 53,846 OK
2 3500 4,000 22 8,250 53,846 OK
1 3500 2,500 13,75 9,350 53,846 OK
Bsm1 3500 0,800 4,4 3,575 53,846 OK
Bsm2 3500 0,150 0,825 0,825 53,846 OK

Berikut merupakan grafik simpangan antar lantai pada arah X dan arah Y.

29
6

Story
3
Arah X

2 ARAH Y
Izin
1

0
0 20 40 60 80
Simpangan Antar Tingkat
(mm)

Gambar 3. 31 Grafik Simpangan Antar Lantai Arah X dan Y

Hasil analisis simpangan antar lantai menunjukan bahwa struktur telah memenuhi syarat
simpangan antar lantai ijin dan tidak mengalami soft story seperti yang disyaratkan dalam SNI
1726:2019.

3.2.9 Pengecekan P-Delta


Berdasarkan pasal 7.9.1.6 SNI 1726:2019 pengaruh P-delta harus ditentukan sesuai
dengan berdasarkan pasal 7.8.7 SNI 1726:2019, pengaruh P-delta pada geser tingkat dan
momen, gaya dan momen elemen struktur yang dihasilkan, dan simpangan antar tingkat yang
diakibatkannya tidak perlu diperhitungkan bila koefisien stabilitas (𝜃𝜃) sama dengan atau
kurang dari 0,10. Dari analisis struktur didapatkan gaya-gaya sebagai berikut.
Tabel 3. 15 Gaya V dan P
Load VX Load VY Load P
Story
Case kN Case kN Case kN
3 Dx 299,051 Dy 434,512 Px 7642,261
2 Dx 919,121 Dy 1138,9 Px 29597,9
1 Dx 1138,13 Dy 1939,02 Px 56111,22
Bsm1 Dx 224,716 Dy 272,859 Px 71353,84
Bsm2 Dx 366,655 Dy 442,373 Px 99458,46
Syarat 𝜃𝜃 < 𝜃𝜃𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚
0,5 0,5
𝜃𝜃𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚 = = = 0,121
𝐶𝐶𝐶𝐶.𝛽𝛽 5,5 . 0,75

Tabel 3. 16 Pengecekan P-Delta arah X


Arah X

30
Px Delta Vx hsx
Story Ie Cd Øx Cek
kN m kN m
3 7642,261 0,044 1 299,051 3,5 5,5 0,058412 OK
2 29597,9 0,00605 1 919,121 3,5 5,5 0,010121 OK
1 56111,22 0,0066 1 1138,13 3,5 5,5 0,016903 OK
Bsm1 71353,84 0,00413 1 224,716 3,5 5,5 0,068042 OK
Bsm2 99458,46 0,00083 1 366,655 3,5 5,5 0,011625 OK

Tabel 3. 17 Pengecekan P-Delta arah Y


Arah Y
Px Delta Vx hsx
Story Ie Cd Øy Cek
kN m kN m
3 7642,261 0,00605 1 434,512 3,5 5,5 0,005528 OK
2 29597,9 0,00825 1 1138,9 3,5 5,5 0,011138 OK
1 56111,22 0,00935 1 1939,02 3,5 5,5 0,014056 OK
Bsm1 71353,84 0,00358 1 272,859 3,5 5,5 0,048565 OK
Bsm2 99458,46 0,00083 1 442,373 3,5 5,5 0,009636 OK

Hasil analisis menunjukan bahwa P-Delta telah memenuhi syarat pasal 7.9.1.6 SNI
1726:2019, maka pengaruh P-Delta dapat diabaikan.

3.3 Hasil Perancangan Struktur

3.3.1 Perancangan Penulangan Pelat


Dari hasil analisis struktur menggunakan SAP2000 diperoleh keluaran momen
maksimum yang terjadi pada tumpuan dan lapangan pelat lantai adalah sebagai berikut akibat
kombinasi beban 1,2D + 1,6L + 0,5Lr.
Data Perencanaan:
− Tebal pelat (t) : 120 mm
− Lebar pelat (b) : 1000 mm
− Tebal selimut beton (p) : 30 mm (SNI 2847:2019 Tabel 20.6.1.3.1)
− Diameter tulangan utama : 10 mm
− fy : 420 MPa
− Ø (lentur) : 0,9
− f’c : 24,9 MPa
1
− Tinggi efektif arah x : 𝑑𝑑𝑥𝑥 = 𝑡𝑡 − 𝑝𝑝 − 2 𝑑𝑑 = 95 𝑚𝑚𝑚𝑚
1
− Tinggi efektif arah y :𝑑𝑑𝑦𝑦 = 𝑡𝑡 − 𝑝𝑝 − 𝑑𝑑 − 2 𝑑𝑑 = 85 𝑚𝑚𝑚𝑚

31
− Ly / Lx : 1,33 < 2 (pelat dua arah)

Perhitungan penulangan memiliki syarat: 𝜌𝜌min < 𝜌𝜌 < 𝜌𝜌max


Rasio tulangan minimum
�𝑓𝑓′𝑐𝑐
• ρmin = = 0,00302
4 𝑓𝑓𝑓𝑓
1,4
• ρmin = = 0,00339
𝑓𝑓𝑓𝑓

Digunakan ρmin terbesar yaitu ρmin = 0,00339


0,85∙𝑓𝑓′𝑐𝑐 600
𝜌𝜌𝑏𝑏 = ∙ 𝛽𝛽 ∙ = 0,0258
𝑓𝑓𝑓𝑓 600+𝑓𝑓𝑓𝑓

𝜌𝜌𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚 = 0,75𝜌𝜌𝑏𝑏 = 0,0194


Jadi 0,00339 < ρ < 0,0194
Untuk menentukan dimensi tulangan, digunakan output data dari hasil analisis program
SAP 2000.

Gambar 3. 32 Kontur momen pada pelat arah X

Gambar 3. 33 Kontur momen pada pelat arah Y

32
a. Penulangan Tumpuan Arah X
Berdasarkan hasil analisis SAP2000, didapatkan:
Mu = 12,7 kNm = 12.737.000 Nmm
Mu
Mn = = 14.152.222 Nmm
Ø
Mn
Rn = b × d ² = 1,959 N/mm2
𝑥𝑥

𝑓𝑓𝑓𝑓
m= = 19,844
0,85 ×𝑓𝑓′𝑐𝑐

1 2∙𝑅𝑅𝑛𝑛∙𝑚𝑚
𝜌𝜌𝑠𝑠 = ∙ �1 − �1 − � = 0,0049 < 𝜌𝜌𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚
𝑚𝑚 𝑓𝑓𝑓𝑓

Luas tulangan yang diperlukan:


𝐴𝐴𝐴𝐴 = 𝜌𝜌 ∙ 𝑏𝑏 ∙ 𝑑𝑑𝑥𝑥 = 416,689 mm2
Jumlah tulangan yang diperlukan adalah :
As
n= = 6 buah
As10
1000
s= 6
= 150mm

Jadi untuk tulangan tumpuan arah X dipasang D10 – 150 mm

b. Penulangan Lapangan Arah X


Berdasarkan hasil analisis SAP2000, didapatkan:
Mu = 5,485 kNm = 5.485.000 Nmm
Mu
Mn = = 6.094.577 Nmm
Ø
Mn
Rn = = 0,844 N/mm2
b × d𝑥𝑥²
𝑓𝑓𝑓𝑓
m= = 19,844
0,85 ×𝑓𝑓′𝑐𝑐

1 2∙𝑅𝑅𝑛𝑛∙𝑚𝑚
𝜌𝜌𝑠𝑠 = ∙ �1 − �1 − � = 0,0022 < 𝜌𝜌𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚
𝑚𝑚 𝑓𝑓𝑓𝑓

Sehingga digunakan 𝜌𝜌𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝 = 𝜌𝜌𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚 = 0,00339


Luas tulangan yang diperlukan:
𝐴𝐴𝐴𝐴 = 𝜌𝜌 ∙ 𝑏𝑏 ∙ 𝑑𝑑𝑥𝑥 = 332,5 mm2
Jumlah tulangan yang diperlukan adalah :
As
n= = 5 buah
As10
1000
s= 5
= 200 mm

Jadi untuk tulangan tumpuan arah X dipasang D10 – 200 mm

33
c. Penulangan Tumpuan Arah Y
Berdasarkan hasil analisis SAP2000, didapatkan:
Mu = 14,9 kNm = 14.919.000 Nmm
Mu
Mn = = 16.576.667 Nmm
Ø
Mn
Rn = = 2,294 N/mm2
b × d𝑦𝑦²

𝑓𝑓𝑓𝑓
m= = 19,513
0,85 ×𝑓𝑓′𝑐𝑐

1 2∙𝑅𝑅𝑛𝑛∙𝑚𝑚
𝜌𝜌𝑠𝑠 = ∙ �1 − �1 − � = 0,0058 > 𝜌𝜌𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚
𝑚𝑚 𝑓𝑓𝑓𝑓

Luas tulangan yang diperlukan:


𝐴𝐴𝐴𝐴 = 𝜌𝜌 ∙ 𝑏𝑏 ∙ 𝑑𝑑𝑦𝑦 = 492,665 mm2
Jumlah tulangan yang diperlukan adalah :
As
n= = 7 buah
As10
1000
s= 7
= 150mm

Jadi untuk tulangan tumpuan arah X dipasang D10 – 150 mm

d. Penulangan Lapangan Arah Y


Berdasarkan hasil analisis SAP2000, didapatkan:
Mu = 6,33 kNm = 6.330.000 Nmm
Mu
Mn = = 7.033.333 Nmm
Ø
Mn
Rn = b × d ² = 0,779 N/mm2
𝑦𝑦

𝑓𝑓𝑓𝑓
m= = 19,844
0,85 ×𝑓𝑓′𝑐𝑐

1 2∙𝑅𝑅𝑛𝑛∙𝑚𝑚
𝜌𝜌𝑠𝑠 = ∙ �1 − �1 − � = 0,0019 < 𝜌𝜌𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚
𝑚𝑚 𝑓𝑓𝑓𝑓

Sehingga digunakan 𝜌𝜌𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝 = 𝜌𝜌𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚 = 0,00339


Luas tulangan yang diperlukan:
𝐴𝐴𝐴𝐴 = 𝜌𝜌 ∙ 𝑏𝑏 ∙ 𝑑𝑑𝑥𝑥 = 316,667 mm2
Jumlah tulangan yang diperlukan adalah :
As
n= = 5 buah
As10
1000
s= 5
= 200 mm

34
Jadi untuk tulangan tumpuan arah X dipasang D10 – 200 mm
e. Tulangan Bagi atau Susut
Berdasarkan SNI 2847:2019 pasal 24.4.3, tulangan susut harus paling sedikit memiliki
rasio tulangan terhadap luas bruto penampang beton 0,0020 untuk pelat yang menggunakan
Batangan tulangan ulir dengan mutu kurang dari 420 MPa. Pelat memiliki tebal 120 mm, dan
ditinjau selebar 1 m, maka luas tulangan perlu pelat per satu meter adalah 240 mm2 , dengan
jumlah total 5 per 1 m, sehingga jarak antar tulangan bagi adalah 200 mm. Digunakan tulangan
bagi/susut yang digunakan adalah D10 – 200 mm.

3.3.2 Desain Penampang Balok Beton Bertulang


Dari hasil analisis struktur dalam SAP2000, diperoleh keluaran jumlah tulangan perlu
pada balok. Dalam perhitungan ini diambil penampang B2 grid K elevasi +3,500. Untuk desain
penampang lainnya akan ditampilkan pada lampiran.
Data perencanaan
• Dimensi balok : 30/50
• Panjang balok : 6000 mm
• Selimut beton (p) : 40 mm
• D tulangan utama : 19 mm
• D tulangan sengkang : 10 mm
• f’c : 24,9 MPa
• fy : 420 MPa
• fys : 240 MPa
• d’ : p + d sengkang + 0,5 D utama = 48 mm
• Tinggi Efektif : d = h – d' = 500 – 59,5 = 440,5 mm

• 𝛽𝛽 : 0,85 (Tabel 22.2.2.4.3 SNI 2847:2019)


• λ : 1 (Asumsi tidak menggunakan beton ringan)

• Panjang Kolom (c1) : 600 mm

• Lebar Kolom (c2) : 600 mm

• Ln : L-c1 = 5400 mm

• Ø (lentur) : 0,9 (Tabel 21.2.1 SNI 2847:2019)

• Ø (geser) : 0,75 (Tabel 21.2.1 SNI 2847:2019)

35
• Ø (torsi) : 0,75 (Tabel 21.2.1 SNI 2847:2019)
Gaya Dalam:
• Mu, tumpuan (-) : 223,353 kN-m
• Mu, tumpuan (+) : 109,345 kN-m
• Mu, lapangan (-) : 100,322 kN-m
• Mu, lapangan (+) : 176,533 kN-m
• Vu, tumpuan : 216,369 kN (Gaya geser di tepi kolom)
• Vu, lapangan : 167,138 kN
• Tu : 18,208 kN-m
• Pu : 19,827 kN

1. Syarat Gaya dan Geometri


• Syarat gaya aksial
Pu ≤ 0,1 Ag f’c
19,827 N < 0,1 x 300 x 500 x 24,9 = 373.00 N (OK)
• Syarat tinggi efektif (Pasal 18.6.2.1 SNI 2847:2019)
Ln ≥ 4d
5400 > 4 x 440,5 = 1762 mm (OK)
• Syarat lebar 1 (Pasal 18.6.2.1 SNI 2847:2019)
b ≥ min (0,3h dan 250 mm)
300 > 0,3 x 500 = 150 mm (OK)
300 > 250 mm (OK)
• Syarat lebar 2 (Pasal 18.6.2.1 SNI 2847:2019)
b ≤ c2+ 2 min (c2 dan 0,75c1)
300 < 600 + 2 x (600 dan 0,75 x 600) (OK)

2. Desain Tulangan Lentur

Rasio tulangan minimum


�𝑓𝑓′𝑐𝑐
− ρmin = = 0,00297
4 𝑓𝑓𝑓𝑓
1,4
− ρmin = = 0,0033
𝑓𝑓𝑓𝑓

Digunakan ρmin terbesar yaitu ρmin = 0,0033


0,85∙𝑓𝑓′𝑐𝑐 600
𝜌𝜌𝑏𝑏 = ∙ 𝛽𝛽 ∙ = 0,0270
𝑓𝑓𝑓𝑓 600+𝑓𝑓𝑓𝑓

36
𝜌𝜌𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚 = 0,75𝜌𝜌𝑏𝑏 = 0,0202
a. Tulangan Lentur Tumpuan
Berdasarkan hasil analisis SAP 2000, didapatkan:
Mu = 223,353 kN-m = 223.353.393 Nmm
Mu
Mn = = 248.058.889 Nmm
Ø
Mn
Rn = = 4,261 N/mm2
b × d𝑥𝑥 ²
𝑓𝑓𝑓𝑓
m= = 19,844
0,85 ×𝑓𝑓′𝑐𝑐

1 2∙𝑅𝑅𝑛𝑛 ∙𝑚𝑚
𝜌𝜌𝑠𝑠 = ∙ �1 − �1 − � = 0,0114 > 𝜌𝜌𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚
𝑚𝑚 𝑓𝑓𝑓𝑓

Jadi yang digunakan adalah ρpakai = 0,0109


Luas tulangan yang diperlukan
As = 𝜌𝜌𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝 ∙ b ∙ d = 1512,56 mm2
Luas tulangan hasil summary SAP2000:
𝐴𝐴𝐴𝐴 = 1506,98 𝑚𝑚𝑚𝑚2
Asmin = ρmin ∙ 𝑏𝑏 ∙ 𝑑𝑑 = 441 𝑚𝑚𝑚𝑚2 (Pasal 9.6.1.2 SNI 2847:2019)
Jumlah tulangan yang diperlukan
Tulangan Tarik:
Dicoba tulangan D19
1
𝐴𝐴𝐴𝐴 D19 = ∙ 𝜋𝜋 ∙ 192 = 283,53 𝑚𝑚𝑚𝑚2
4
As
n= = 5,3 buah ≈ 6 buah
AsD19

Kontrol luas tulangan terpasang:


1
𝐴𝐴𝐴𝐴 terpasang = 6 ∙ ∙ 𝜋𝜋 ∙ 192 = 1701,12 𝑚𝑚𝑚𝑚2 > 𝐴𝐴𝐴𝐴 𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎
4
𝑎𝑎 = 𝐴𝐴𝐴𝐴 × 𝑓𝑓𝑓𝑓/(0,85 × 𝑓𝑓′𝑐𝑐 × 𝑏𝑏) = 107,169 mm
a
Ø𝑀𝑀𝑀𝑀 = Ø(As × fy × �d − �) = 263,284 kN-m
2

Mu = 223,353 kN-m
Ø𝑀𝑀𝑀𝑀 > Mu (OK)
Tulangan Tekan:
Dicoba tulangan D19
As
n= = 2,66 buah ≈ 3 buah
AsD19

Kontrol luas tulangan terpasang:

37
1
𝐴𝐴𝐴𝐴 terpasang = 3 ∙ ∙ 𝜋𝜋 ∙ 192 = 850,57 𝑚𝑚𝑚𝑚2 > 𝐴𝐴𝐴𝐴 𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎
4
𝑎𝑎 = 𝐴𝐴𝐴𝐴 × 𝑓𝑓𝑓𝑓/(0,85 × 𝑓𝑓′𝑐𝑐 × 𝑏𝑏) = 53,584 mm
a
Ø𝑀𝑀𝑀𝑀 = Ø(As × fy × �d − �) = 140,758 kN-m
2

Mu = 109,346 kN-m
ØMn > Mu (OK)
b. Tulangan Lentur Lapangan
Berdasarkan hasil analisis SAP 2000, didapatkan:
Mu = 100,322 kN-m = 100.322.000 Nmm
Mu
Mn = = 111.468.888 Nmm
Ø
Mn
Rn = = 1,915 N/mm2
b × d𝑥𝑥 ²
𝑓𝑓𝑓𝑓
m= = 19,844
0,85 ×𝑓𝑓′𝑐𝑐

1 2∙𝑅𝑅𝑛𝑛 ∙𝑚𝑚
𝜌𝜌𝑠𝑠 = ∙ �1 − �1 − � = 0,0048 > 𝜌𝜌𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚
𝑚𝑚 𝑓𝑓𝑓𝑓

Jadi yang digunakan adalah ρpakai = 0,0048


Luas tulangan yang diperlukan
𝐴𝐴𝐴𝐴 = ρpakai ∙ 𝑏𝑏 ∙ 𝑑𝑑 = 633 𝑚𝑚𝑚𝑚2
Luas tulangan hasil summary SAP2000:
𝐴𝐴𝐴𝐴 = 616 𝑚𝑚𝑚𝑚2
Asmin = ρmin ∙ 𝑏𝑏 ∙ 𝑑𝑑 = 441 𝑚𝑚𝑚𝑚2 (Pasal 9.6.1.2 SNI 2847:2019)
Dengan analisis yang sama menggunakan desain momen positif sebesar 176,53 kN-m
didapatkan tulangan tekan perlu (As’) terbesar yaitu 1161,48 mm2, mendekati luas tulangan
hasil summary SAP2000 sebesar 1174,63 mm2.
Jumlah tulangan yang diperlukan
Tulangan Tarik:
Dicoba tulangan D19
1
𝐴𝐴𝐴𝐴 D19 = ∙ 𝜋𝜋 ∙ 192 = 283,53 𝑚𝑚𝑚𝑚2
4
As
n= = 2,23 buah ≈ 3 buah
AsD19

Kontrol luas tulangan terpasang:


1
𝐴𝐴𝐴𝐴 terpasang = 3 ∙ ∙ 𝜋𝜋 ∙ 192 = 850,586 𝑚𝑚𝑚𝑚2 > 𝐴𝐴𝐴𝐴 𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎
4
𝑎𝑎 = 𝐴𝐴𝐴𝐴 × 𝑓𝑓𝑓𝑓/(0,85 × 𝑓𝑓′𝑐𝑐 × 𝑏𝑏) = 53,584 mm

38
a
Ø𝑀𝑀𝑀𝑀 = Ø(As × fy × �d − �) = 126,682 kN-m
2

Mu = 100,322 kN-m
Ø𝑀𝑀𝑀𝑀 > Mu (OK)
Tulangan Tekan:
Dicoba tulangan D19
As
n= = 4,1 buah ≈ 5 buah
AsD19

Kontrol luas tulangan terpasang:


1
𝐴𝐴𝐴𝐴 terpasang = 5 ∙ ∙ 𝜋𝜋 ∙ 192 = 1417,6 𝑚𝑚𝑚𝑚2 > 𝐴𝐴𝐴𝐴 𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎
4
𝑎𝑎 = 𝐴𝐴𝐴𝐴 × 𝑓𝑓𝑓𝑓/(0,85 × 𝑓𝑓′𝑐𝑐 × 𝑏𝑏) = 89,307 mm
a
Ø𝑀𝑀𝑀𝑀 = Ø(As × fy × �d − �) = 202,021 kN-m
2

Mu = 176,530 kN-m
Ø𝑀𝑀𝑀𝑀 > Mu (OK)
3. Desain Tulangan Transversal

a. Tulangan Transversal Tumpuan

Gaya Desain:
Vu tumpuan = 216,369 kN
Vg, tumpuan = 167,138 kN
As+ tumpuan = 850,586 mm2
As- tumpuan = 1701,172 mm2
apr+ = 1,25 a+ tumpuan = 66,981
apr- = 1,25 a- tumpuan = 133,961
Mpr+ = As+ (1,25fy) (d- apr+/2) = 173.098.426 Nmm
Mpr- = As- (1,25fy) (d- apr-/2) = 317.710.480 Nmm
Vpr = (Mpr++ Mpr-)/ Ln = 90.891 N
Ve = Vg + Vpr = 266.556 N
Tahanan Geser Beton
Vpr = 90.891 N
½ Ve = 133.278 N
Pu = 19.800 N
Ag f’c/20 = 186.750 N
Karena Vpr < ½ Ve, maka kuat geser yang disumbangkan oleh beton diperhitungkan.

39
𝑉𝑉𝑐𝑐 = 0,17 × λ × �𝑓𝑓′𝑐𝑐 × 𝑏𝑏 × 𝑑𝑑 = 112.103 N
Penulangan Geser
d
smaks 1 = = 110,3 mm (Pasal 18.6.4.4 SNI 2847:2019)
4

smaks 2 = 6db = 114 mm (Pasal 18.6.4.4 SNI 2847:2019)


smaks 3 = 150 mm (Pasal 18.6.4.4 SNI 2847:2019)
Digunakan sengkang dengan diameter 10 mm (3 kaki) jarak 100 mm
Av = 235 mm2
𝑠𝑠 = 100 mm
s < smaks
𝐴𝐴𝐴𝐴×𝑓𝑓𝑓𝑓×𝑑𝑑
𝑉𝑉𝑉𝑉 = = 415.161 N
𝑠𝑠

Nilai Vs tidak boleh lebih besar dari 0,66 �𝑓𝑓′𝑐𝑐 b d

0,66 �𝑓𝑓′𝑐𝑐 b d = 435.222 N > Vs (OK)


Cek kapasitas
𝑉𝑉𝑉𝑉 = Vc + Vs = 527.264 N
Ø 𝑉𝑉𝑉𝑉 = 395.448 N
Vu = 266.556 N
Ø 𝑉𝑉𝑉𝑉
= 1,484 ≥ 1 (OK)
𝑉𝑉𝑉𝑉

Sehingga dapat dipasang sengkang tertutup Ø10 – 100 mm hingga sepanjang 2h = 1200
mm dari muka tumpuan.
Jika memperhitungkan geser dan torsi, berdasarkan hasil analisis SAP2000 didapatkan
nilai Tu = 14,664 kN-m = 14.664.200 Nmm
Menghitung section properties:
xi = b – 2(p + ½ d sengkang) = 210 mm
yi = h – 2(p + ½ d sengkang) = 410 mm
A0h = xi. yi = 86.100 mm2
A0 = 0,85. Aoh = 73.185 mm2
Ph = 2 (xi + yi) = 1.240 mm
Acp = b .h = 150.000 mm2
Pcp = 2 (b + h) = 1.600 mm
Tulangan torsi dapat diabaikan bila momen torsi terfaktor (Tu) kurang dari:
Ø 0,083 λ √𝑓𝑓′𝑐𝑐 Acp2 Pcp = 4.368.190,08 Nmm
Karena Tu > Ø 0,083 λ √𝑓𝑓′𝑐𝑐 Acp2 Pcp maka torsi diperhitungkan.

40
b. Penulangan Geser Torsi
𝑃𝑃ℎ
smaks 1 = = 155 mm
8

smaks 2 = 300 mm
s < smaks
𝐴𝐴𝑡𝑡 𝑇𝑇
= (2 × 𝜑𝜑 × 𝑢𝑢𝐴𝐴𝐴𝐴 × 𝑓𝑓𝑓𝑓) = 0,334 mm2/ mm
𝑠𝑠
𝐴𝐴𝑣𝑣 𝑉𝑉𝑢𝑢
=( = 1,381 mm2/ mm
𝑠𝑠 𝜑𝜑 − 𝑉𝑉𝑉𝑉 )× (𝑓𝑓𝑓𝑓 × 𝑑𝑑)
𝐴𝐴𝑣𝑣𝑣𝑣 𝐴𝐴𝑡𝑡 𝐴𝐴𝑣𝑣
=2× + = 2,049 mm2/ mm
𝑠𝑠 𝑠𝑠 𝑠𝑠

Tulangan transversal minimum harus lebih besar dari


𝐴𝐴𝑣𝑣𝑣𝑣 0,062 �𝑓𝑓𝑓𝑓 𝑏𝑏
min1 = = 0,232 mm2/ mm
𝑠𝑠 𝑓𝑓𝑦𝑦

𝐴𝐴𝑣𝑣𝑣𝑣 0,35 𝑏𝑏
min2 = = 0,263 mm2/ mm
𝑠𝑠 𝑓𝑓𝑦𝑦

Digunakan sengkang dengan diameter 10 mm (3 kaki) jarak 100 mm


𝐴𝐴𝑣𝑣𝑣𝑣
= 2,356 mm2/ mm
𝑠𝑠
𝐴𝐴𝑣𝑣𝑣𝑣 𝐴𝐴𝑣𝑣𝑣𝑣 𝐴𝐴𝑣𝑣𝑣𝑣
pasang > perlu dan minimum (OK)
𝑠𝑠 𝑠𝑠 𝑠𝑠

c. Penulangan Longitudinal Torsi


𝐴𝐴𝑡𝑡
A1 = 𝑃𝑃ℎ = 414,52 mm2
𝑠𝑠
𝐴𝐴𝑐𝑐𝑐𝑐 𝐴𝐴
Al min = 0,42 �𝑓𝑓𝑓𝑓 − ( 𝑠𝑠𝑡𝑡 ) 𝑃𝑃ℎ = 371,873 mm2
𝑓𝑓𝑓𝑓

Karena A1 perlu lebih besar dari A1 minimum maka dipakai A1 perlu.


As perlu tumpuan atas = 1443,164 mm2
As perlu tumpuan bawah = 660,767 mm2
As + A1 = 2517,982 mm2
Digunakan tulangan 2D13 untuk tulangan tumpuan tengah , 6D19 untuk tumpuan atas
dan 3D19 untuk tumpuan bawah.
As + A1 = 2817,223 mm2
Cek spasi tulangan longitudinal tumpuan
𝑏𝑏−2𝑐𝑐𝑐𝑐−2𝑑𝑑𝑑𝑑−𝑑𝑑𝑑𝑑
Spasi horizontal = = 91 mm
𝑛𝑛−1
ℎ−2𝑐𝑐𝑐𝑐−2𝑑𝑑𝑑𝑑−𝑑𝑑𝑑𝑑
Spasi vertikal = = 191 mm
𝑛𝑛−1

Menurut SNI 2847 :2013 pasal 11.5.6.2, spasi tulangan torsi longitudinal tidak boleh
melebihi 300 mm
s < smaks (OK)

41
d. Tulangan Transversal Lapangan
Pada jarak 1.200 mm hingga ke daerah lapangan, bekerja gaya sebesar:
Vu = 167,138 kN = 167.138 N
Vc = 0,17 λ �𝑓𝑓′𝑐𝑐 b d = 112.103 N
Digunakan sengkang dengan diameter 10 mm (2 kaki) jarak 150 mm
Av = 157,08 mm2
𝑠𝑠 = 150 mm
d
smaks = = 220 mm (Pasal 18.6.4.4 SNI 2847:2019)
2

s < smaks
𝐴𝐴𝐴𝐴×𝑓𝑓𝑓𝑓×𝑑𝑑
𝑉𝑉𝑉𝑉 = = 184.516 N
𝑠𝑠

Nilai Vs tidak boleh lebih besar dari 0,66�𝑓𝑓′𝑐𝑐 b d

0,66 �𝑓𝑓′𝑐𝑐 b d = 435.222 N > Vs (OK)


Jika dipakai sengkang dengan diameter 10 mm (2 kaki), maka
Cek kapasitas
𝑉𝑉𝑉𝑉 = Vc + Vs = 257.260 N
Ø 𝑉𝑉𝑉𝑉 = 192.945 N
Vu = 140.947 N
Ø 𝑉𝑉𝑉𝑉
= 1,369 > 1 (OK)
𝑉𝑉𝑉𝑉

Sehingga dapat dipasang sengkang tertutup Ø10 – 150 mm pada daerah lapangan.
Jika memperhitungkan geser dan torsi, berdasarkan hasil analisis SAP2000 didapatkan
nilai Tu = 4,095 kN-m = 4.095.100 Nmm
Menghitung section properties:
xi = b – 2(p + ½ d sengkang) = 210 mm
yi = h – 2(p + ½ d sengkang) = 410 mm
A0h = xi. yi = 86.100 mm2
A0 = 0,85. Aoh = 73.185 mm2
Ph = 2 (xi + yi) = 1.240 mm
Acp = b .h = 150.000 mm2
Pcp = 2 (b + h) = 1.600 mm
Tulangan torsi dapat diabaikan bila momen torsi terfaktor (Tu) kurang dari:
Ø 0,083 λ √𝑓𝑓′𝑐𝑐 Acp2 Pcp = 4.368.190,08 Nmm
Karena Tu < Ø 0,083 λ √𝑓𝑓′𝑐𝑐 Acp2 Pcp maka torsi tidak diperhitungkan.

42
4. Konfigurasi Tulangan

a. Konfigurasi Tulangan Tumpuan

Tulangan Tarik
Digunakan tulangan tarik 6D19, dicoba konfigurasi 2 lapis sebagai berikut:
Lapis 1 3D19:
Tebal decking = 2 × 40
Tulangan sengkang = 2 × 10
Tulangan lentur = 3 × 19
= 157 mm
𝑏𝑏−157
𝑠𝑠 = = 71,5 𝑚𝑚𝑚𝑚 > 25 𝑚𝑚𝑚𝑚 (𝑂𝑂𝑂𝑂)
𝑛𝑛−1

Lapis 2 3D19:
Tebal decking = 2 × 40
Tulangan sengkang = 2 × 10
Tulangan lentur = 3 × 19
= 157 mm
𝑏𝑏−157
𝑠𝑠 = = 71,5 𝑚𝑚𝑚𝑚 > 25 𝑚𝑚𝑚𝑚 (𝑂𝑂𝑂𝑂)
𝑛𝑛−1

Tulangan Tekan
Digunakan tulangan tarik 3D16, dicoba konfigurasi 1 lapis sebagai berikut:
Tebal decking = 2 × 40
Tulangan sengkang = 2 × 10
Tulangan lentur = 3 × 19
= 157 mm
𝑏𝑏−157
𝑠𝑠 = = 71,5 𝑚𝑚𝑚𝑚 > 25 𝑚𝑚𝑚𝑚 (𝑂𝑂𝑂𝑂)
𝑛𝑛−1

b. Konfigurasi Tulangan Lapangan

Tulangan Tarik
Digunakan tulangan tarik 3D19, dicoba konfigurasi 1 lapis sebagai berikut:

Tebal decking = 2 × 40
Tulangan sengkang = 2 × 10
Tulangan lentur = 3 × 19
= 157 mm

43
𝑏𝑏−157
𝑠𝑠 = = 71,5 𝑚𝑚𝑚𝑚 > 25 𝑚𝑚𝑚𝑚 (𝑂𝑂𝑂𝑂)
𝑛𝑛−1

Tulangan Tekan
Digunakan tulangan tarik 5D16, dicoba konfigurasi 1 lapis sebagai berikut:
Tebal decking = 2 × 40
Tulangan sengkang = 2 × 10
Tulangan lentur = 5 × 19
= 195 mm
𝑏𝑏−195
𝑠𝑠 = = 26,25 𝑚𝑚𝑚𝑚 > 25 𝑚𝑚𝑚𝑚 (𝑂𝑂𝑂𝑂)
𝑛𝑛−1

3.3.3 Desain Penampang Kolom Beton Bertulang


Dalam perhitungan ini diambil penampang K1, kemudian untuk desain penampang
lainnya akan ditampilkan pada lampiran dengan data perencanaan sebagai berikut.
Data Properti Material dan Penampang:
− Panjang kolom (L) : 3500 mm
− Tinggi kolom (h) : 600 mm
− Lebar kolom (b) : 600 mm
− Tinggi Kolom : 3500 mm
− Tinggi balok (hb) : 500 mm
− Tebal selimut beton (cc) : 40 mm
− Diameter tulangan utama: D19 mm
− Diameter Sengkang : Ø10 mm
− fy : 420 MPa
− fys : 240 MPa
− 𝛽𝛽 : 0,85 (Tabel 22.2.2.4.3 SNI 2847:2019)
− Ln : L-hb = 3000 mm
− Ø (lentur) : 0,9 (Tabel 21.2.1 SNI 2847:2019)
− Ø (geser) : 0,75 (Tabel 21.2.1 SNI 2847:2019)
Gaya Dalam:
Tabel 3. 18 Gaya Dalam Aksial-Lentur

44
Aksial - Lentur
Kondisi P (kN) M2 (kN-m) M3 (kN-m)
Pmax 876,558 99,861 45,437
Pmin -4078,446 -3,158 8,812
M2max -1184,627 160,746 5,171
M2min -139,584 -239,005 58,376
M3max -758,648 35,964 169,906
M3min -1693,701 -66,629 -402,085

Tabel 3. 19 Gaya Dalam Geser


Geser
Tumpuan Lapangan
V2 (kN) 113,901 V2 (kN) 113,901
V3 (kN) 107,219 V3 (kN) 107,219

1. Desain Tulangan Longitudinal


a. Syarat Gaya dan Geometri:
− Syarat gaya aksial
Pu ≤ 0,1 Ag f’c
4078,446 kN < 0,1 x 600 x 600 x 24,9 = 896.400 N (OK)
− Syarat sisi terpendek (Pasal 18.7.2.1 SNI 2847:2019)
b ≥ 300 mm
600 > 300 mm (OK)
− Syarat lebar rasio dimensi penampang (Pasal 18.7.2.1 SNI 2847:2019)
b/h ≥ 0,4
1 > 0,4 (OK)
b. Kelangsingan Kolom:
Persyaratan kelangsingan kolom
𝑘𝑘 .𝐿𝐿𝐿𝐿
< 22 → kolom pendek
𝑟𝑟
𝑘𝑘 .𝐿𝐿𝐿𝐿
> 22 → kolom langsing
𝑟𝑟

Perhitungan kelangsingan kolom


Lu = 3500 mm – ½ h = 3250 mm
𝐼𝐼
r = � = 173,2 mm
𝐴𝐴

k berdasarkan perhitungan SAP2000 adalah 1, sehingga:

45
𝑘𝑘 . 𝐿𝐿𝐿𝐿
= 18,76 < 22, sehingga termasuk kolom pendek.
𝑟𝑟

c. Pengecekan Terhadap Gaya Dalam Aksial-Lentur:


Dengan memasukan hasil gaya dalam hasil SAP2000 pada program SP Column,
didapatkan hasil diagram interakasi kolom dan hasil analisis seperti pada Tabel 3.22.
Tabel 3. 20 Factored Loads and Moments with Corresponding Capacities
ɸMnx ɸMny Mnx Mny
No ɸMn/Mu ɸ
kNm kNm kNm kNm
1 306,61 139,37 3,097 0,9 340,67 154,85
2 -146,78 391,41 48,927 0,65 -225,815 602,169
3 712,13 22,25 4,451 0,9 791,255 24,722
4 525 127,41 2,197 0,9 583,333 141,566
5 129,42 624,9 3,698 0,9 143,8 694,333
6 102,75 625,85 1,557 0,73 140,177 853,819

Berdasarkan masing-masing kondisi pembebenan tersebut, didapatkan diagram


interkasi kolom dengan penomeran 1-6 sebagai berikut.

Gambar 3. 34 Diagram Interakasi Kolom Kondisi Pmax

46
Gambar 3. 35 Diagram Interakasi Kolom Kondisi Pmin

Gambar 3. 36 Diagram Interakasi Kolom Kondisi M2max

47
Gambar 3. 37 Diagram Interakasi Kolom Kondisi M2min

Gambar 3. 38 Diagram Interakasi Kolom Kondisi M3max

48
Gambar 3. 39 Diagram Interakasi Kolom Kondisi M3min

d. Rasio Tulangan Lentur Rencana


Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan SP Column, dicoba tulangan 20D19
dengan luas tulangan sebesar 5670,6 mm2, dengan rasio tulangan sebesar 1,58%. Berdasarkan
Pasal 18.7.4.1 SNI 2847:2019, syarat rasio tulangan kolom harus 1% ≤ ρ ≤ 6% (OK). Sehingga
tulangan lentur 20D19 dapat digunakan.

e. Pengecekan Strong Column-Weak Beam (SCWB)


Berdasaran SNI 2847:2019 pasal 18.7.3.2 kuat lentur kolom harus memenuhi syarat
∑ 𝑀𝑀𝑛𝑛𝑛𝑛 ≥ 1,2Σ𝑀𝑀𝑛𝑛𝑛𝑛 .
Berdasarkan hasil perencanaan struktur balok dan analisa SP Column didapatkan:
Mnb, tumpuan (-) = 274,354 kN-m
Mnb, tumpuan (+) = 140,758 kN-m
1,2 ∑ 𝑀𝑀𝑛𝑛𝑛𝑛 = 498,1344 kN-m
∑ 𝑀𝑀𝑛𝑛𝑛𝑛 = 853,819 kN-m ≥ 1,2Σ𝑀𝑀𝑛𝑛𝑛𝑛 (OK).

2. Desain Tulangan Transversal


a. Panjang Zona Sendi Plastis
Berdasarkan SNI 2847:2019 pasal 18.7.5.1, pada daerah sendi plastis kolom (daerah
sepanjang 𝑙𝑙𝑙𝑙 dari muka hubungan balok kolom, pada kedua ujungnya) harus disediakan
tulangan transversal yang mencukupi. Panjang 𝑙𝑙𝑙𝑙 ditentukan tidak boleh kurang dari nilai
terbesar sebagai berikut:

49
− Tinggi komponen struktur (h) = 600 mm
− Seperenam bentang bersih komponen struktur (Ln/6) = 500 mm
− 450 mm

Maka panjang zona sendi plastis digunakan nilai 𝑙𝑙𝑙𝑙 terbesar yaitu 600 mm.

b. Tulangan Transversal Zona Sendi Plastis/Tumpuan


Dicoba tulangan geser atau sengkang Ø10-100, dengan data sebagai berikut.
Jumlah kaki (n) = 4 buah
Spasi (s) = 100 mm
Spasi kaki terbesar, xi max = 190 mm
Ash = n ¼ π d = 314,159 mm2
Ash/s = 3,142 (Pasal 18.7.5.4 SNI 2847:2019)

c. Confinement/ Kekangan Zona Sendi Plastis


Lebar Penampang Inti Beton, bc = b -2cc = 520 mm
Panjang Penampang Inti Beton, hc = h -2cc = 520 mm
Luas Penampang Kolom, Ag = b · h = 360.000 mm2
Luas Penampang Inti Beton, Ach = bc·hc = 270.400 mm2
Ash/s min, 1 = 0.3 (hc · fc' / fy) · (Ag / Ach - 1) = 3,065 mm2
Ash/s min, 2 = 0.09 · hc · fc' / fy = 2,775 mm2
Digunakan Ash/s min terbesar = 3,065 mm2
Cek, Ash/s ≥ Ash/s min = 314,159 > 3,065(OK) (Pasal 18.7.5.4 SNI 2847:2019)
Berdasarkan SNI 2847:2019 Pasal 18.7.5.3, spasi tulangan transversal sepanjang lo
tidak boleh melebihi nilai terkecil dari:
− Smax, 1 = b/4 = 150 mm
− Smax, 2 = 6 · db = 114 mm
− hx = xi max = 190 mm
− Nilai s0 tidak diambil lebih kecil dari 100 mm dan tidak boleh melebihi 150 mm.
350−ℎ𝑥𝑥
Smax, 3 = 𝑠𝑠𝑠𝑠 = 100 + � � = 150 mm
3

Maka jarak maksimum digunakan nilai Smax terkecil yaitu 114 mm.
Cek, s ≤ Smax = 100 mm < 114 mm (OK)

d. Kuat Geser Zona Sendi Plastis

50
Berdasarkan hasil analisis menggunakan SP Column, dengan menggunakan fpr = 1,25
fy, didapatkan nilai keluaran sebagai berikut.
Mpr kolom = 898,597 kN-m
Vu, 1 = 2 Mpr kolom/ Ln = 599.065 N
Vu, 2 = 488.082 N
Digunakan Vu terbesar = 599.065 N
Vc = 0.17 (1 + Nu/ (14 Ag)] (fc')0.5 h d; d = b - cc - ds - db / 2 = 275.105 N (Pasal 22.5.6.1
SNI 2847:2019)
Vs perlu = Vu / Ø - Vc = 523.648 N (Pasal 22.5.10.1 SNI 2847:2019)
As/ s perlu = Vs / (fy · d); d = b - cc - ds - db / 2 = 2,3067 mm2/mm (Pasal 22.5.10.5.3
SNI 2847:2019)
As/ s min, 1 = 0.062 (fc')0.5 h / fy = 0,442 mm2/mm (Pasal 10.6.2.2 SNI 2847:2019)
As/ s min, 2 = 0.35 h / fy = 0,500 mm2/mm (Pasal 10.6.2.2 SNI 2847:2019)
Digunakan As/s terbesar = 2,3067 mm2/mm
Cek, Ash/s ≥ Ash/s = 3,142 > 2,3067 (OK)
Maka pada zona sendi plastis dipasang tulangan transversal 4Ø10-100.

e. Tulangan Transversal Luar Zona Sendi Plastis/Lapangan


Dicoba tulangan geser atau sengkang Ø10-100, dengan data sebagai berikut.
Jumlah kaki (n) = 3 buah
Spasi (s) = 100 mm
Av = n ¼ π d = 235,619 mm2
Av/s = 2,356

f. Confinement/ Kekangan Luar Zona Sendi Plastis


Berdasarkan SNI 2847:2019 Pasal 18.7.5.3, spasi tulangan transversal sepanjang lo
tidak boleh melebihi nilai terkecil dari:
− Smax, 1 = 6 · db = 114 mm
− Smax, 2 = 150 mm
Maka jarak maksimum digunakan nilai Smax terkecil yaitu 114 mm.
Cek, s ≤ Smax = 100 mm < 114 mm (OK)

g. Kuat Geser Luar Zona Sendi Plastis


Vu, 1 = 488.082 N
Vc = 0.17 (1 + Nu/ (14 Ag)] (fc')0.5 h d; d = b - cc - ds - db / 2 = 275.105 N (Pasal 22.5.6.1
SNI 2847:2019)

51
Vs perlu = Vu / Ø - Vc = 375.671 N (Pasal 22.5.10.1 SNI 2847:2019)
As/ s perlu = Vs / (fy · d); d = b - cc - ds - db / 2 = 1,655 mm2/mm (Pasal 22.5.10.5.3 SNI
2847:2019)
As/ s min, 1 = 0.062 (fc')0.5 h / fy = 0,442 mm2/mm (Pasal 10.6.2.2 SNI 2847:2019)
As/ s min, 2 = 0.35 h / fy = 0,500 mm2/mm (Pasal 10.6.2.2 SNI 2847:2019)
Digunakan As/s terbesar = 1,655 mm2/mm
Cek, Av/s ≥ Ash/s = 2,356 > 1,655 (OK)
Maka pada zona luar sendi plastis dipasang tulangan transversal 3Ø10-100.

3.3.4 Perencanaan Hubungan Balok dan Kolom


Diketahui data perencanaan sebagai berikut:
bkolom = 600 mm
hkolom = 600 mm
bbalok = 300 mm
hbalok = 500 mm
Tinggi joint (h) = 600 mm
x = (600-300)/2 = 150 mm
Lebar joint efektif, dipilih dari nilai terkecil antara:
b + h = 900 mm
b + 2x = 600 mm, digunakan 600 mm
Luas Efektif Joint (Aj) = 600 x 600 = 360.000 mm2
1. Tulangan Transversal
− Terdapat empat buah balok yang merangka pada keempat sisi HBK
− Lebar balok = 300 mm tidak menutupi ¾ lebar kolom = ¾ 600 = 450 mm, maka jumlah
tulangan transversal yang diambil keseluruhan dari kebutuhan tulangan transversal
pada daerah sendi plastis kolom. Diketahui jarak tulangan transversal = 100 mm, Ash/s
= 3,142, sehingga:
Ash = 314,159 mm2
Dipasang 4 kaki Ø10-100
2. Kekuatan Geser Joint
Diketahui dari perencanaan balok SRPMK:
Mpr+ = 140,758 kN-m
Mpr- = 274,354 kN-m

52
Karena kolom dianggap memiliki kekakuan yang sama, maka faktor distribusi (DF)
diambil sebesar 0,5 dan momen yang timbul pada kolom atas HBK adalah:
Mc = 0,5(Mpr+ + Mpr-) = 207,556 kN-m
Gaya geser dari kolom sebelah atas adalah sebesar:
2𝑀𝑀𝑐𝑐
Vsway = = 103,778 kN
ℎ 𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘

Luas tulangan tekan pada daerah tumpuan balok (As-) = 1503,44 mm2, sehingga gaya
yang bekerja pada tulangan atas pada sebelah kiri HBK adalah:
T1 = 1,25 As fy = 789,306 kN
C1 = T1 = 789,306 kN
Dengan cara yang sama untuk sisi kanan HBK (As+) = 1501,37 mm2
T2 = 1,25 As fy = 788,219 kN
C2 = T1 = 788,219 kN
Dengan meninjau kesimbangan gaya dalam arah horizontal, maka diperoleh:
Vj =T1+C2-Vsway = 1.473,747 kN
Berdasarkan SNI 2847:2019 pasal 18.8.4.1, Vn pada joint terkekang oleh balok-balok
pada semua empat muka, tidak boleh lebih besar dari:
𝑉𝑉𝑛𝑛 ≤ 1,7�𝑓𝑓 ′𝑐𝑐 𝐴𝐴𝑗𝑗 = 3.053,873 kN
∅𝑉𝑉𝑛𝑛 = 2.290,305 kN > Vj (OK)
Maka pada daerah HBK dipasang tulangan transversal 4 kaki Ø10-100.
3. Panjang Penyaluran Tulangan
Berdasarkan SNI 2847:2019 pasal 18.8.5, panjang penyaluran 𝑙𝑙𝑑𝑑ℎ untuk tulangan
tarik berdiameter 10 mm hingga 36 mm memiliki kait 90°, diambil nilai terbesar
antara:
− 𝑙𝑙𝑑𝑑ℎ ≥ 8db = 152 mm
− 𝑙𝑙𝑑𝑑ℎ ≥ 150 mm
𝑓𝑓𝑦𝑦 .𝑑𝑑𝑏𝑏
− 𝑙𝑙𝑑𝑑ℎ = = 296 ≈ 300 mm
5,4�𝑓𝑓′ 𝑐𝑐

Maka panjang penyaluran ldh untuk batang tulangan dengan kait 900 diambil 300 mm.
Sedangkan untuk panjang penyaluran untuk batang tulangan lurus diambil sepanjang 3,25 ldh
yaitu 975 mm.

53
3.3.5 Perencanaan Penulangan Dinding Basement
Data Perencanaan:
− Tebal dinding(t) : 200 mm
− Lebar ditinjau (b) : 1000 mm
− Tebal selimut beton (p) : 40 mm (SNI 2847:2019 Tabel 20.6.1.3.1)
− Diameter tulangan utama : 13 mm
− fy : 420 MPa
1
− Tebal efektif : 𝑑𝑑 = ℎ − 𝑝𝑝 − 𝑑𝑑 = 153,5 𝑚𝑚𝑚𝑚
2

Perhitungan penulangan memiliki syarat: 𝜌𝜌min < 𝜌𝜌 < 𝜌𝜌max


Rasio tulangan minimum
�𝑓𝑓′𝑐𝑐
• ρmin = = 0,00297
4 𝑓𝑓𝑓𝑓
1,4
• ρmin = = 0,0033
𝑓𝑓𝑓𝑓

Digunakan ρmin terbesar yaitu ρmin = 0,0033


0,85∙𝑓𝑓′𝑐𝑐 600
𝜌𝜌𝑏𝑏 = ∙ 𝛽𝛽 ∙ = 0,02
𝑓𝑓𝑓𝑓 600+𝑓𝑓𝑓𝑓

𝜌𝜌𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚 = 0,75𝜌𝜌𝑏𝑏 = 0,015


Jadi 0,0033 < ρ < 0,015
Untuk menentukan dimensi tulangan, digunakan output data dari hasil analisis
program SAP 2000.
Perhitungan Penulangan
Berdasarkan hasil analisis SAP2000, didapatkan:
Mu = 28.375.000 Nmm
Mu
Mn = = 31.528.888 Nmm
Ø
Mn
Rn = b × d² = 1,338 N/mm2
𝑓𝑓𝑓𝑓
m= = 19,844
0,85 ×𝑓𝑓′𝑐𝑐

1 2∙𝑅𝑅𝑛𝑛∙𝑚𝑚
𝜌𝜌𝑠𝑠 = ∙ �1 − �1 − � = 0,00303 < 𝜌𝜌𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚
𝑚𝑚 𝑓𝑓𝑓𝑓

karena 𝜌𝜌𝑠𝑠 < 𝜌𝜌𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚 , maka dipakai 𝜌𝜌𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚 = 0,00333


Luas tulangan horizontal yang diperlukan per meter Asv = 0.00333(1000)(153,5) = 511,5
mm2/m.
Dicoba tulangan 2 lapis D13 -200,

54
1000 1
𝐴𝐴𝐴𝐴 𝑑𝑑13 = 2 ∙ ∙ ∙ 𝜋𝜋 ∙ 132 = 1327,85 mm2/m > As perlu
200 4

Sehingga penggunaan tulangan D13 – 200 dua lapis dapat digunakan.


Luas tulangan vertikal yang diperlukan per meter Asv = 0.00333(1000)(153,5) = 511,5
mm2/m.
Dicoba tulangan 2 lapis D13 -200,
1000 1
𝐴𝐴𝐴𝐴 𝑑𝑑13 = 2 ∙ ∙ ∙ 𝜋𝜋 ∙ 132 = 1327,85 mm2/m > As perlu
200 4

Sehingga penggunaan tulangan D13 – 200 dua lapis dapat digunakan.

3.3.6 Demand/Capacity Ratio Elemen Struktur Atap


Pada sub-bab ini ditampilkan demand/capacity ratio elemen struktur baja pada kuda-
kuda struktur atap, diketahui berdasarkan hasil analisis struktur demand/capacity ratio telah
memiliki nilai <1,0.
a. Kolom menggunakan profil WF200.200.8.12 mendapatkan nilai stress ratio sebesar
0,312
b. Kuda-kuda mengunakan profil WF200.100.5,5.8 mendapatkan nilai stress ratio yang
berbeda antara kuda-kuda kanan dan kiri
1. Kuda-kuda kiri, stress ratio = 0,578
2. Kuda-kuda kanan, stress ratio = 0,518
3. Gording menggunakan profil CNP150.50.20.3 mendapatkan nilai stress ratio
sebesar 0,294

55
Gambar 3. 40 D/C Ratio Struktur Atap
3.4 Analisis Pushover
Pada perancangan struktur ini, analisis pushover menggunakan program SAP2000 v20,
dengan hasil sebagai berikut.

1.4.1 Kinerja Struktur


Titik kinerja berdasarkan FEMA-440
Perhitungan Arah X
Sa = 0,843
Maka target perpindahan dapat dihitung dengan :

0,7452
= 1,269 x 1,0 x 1,0 x 1,0 x 0,843 x x 9,8
4𝜋𝜋2

= 0,171 m
𝛿𝛿𝛿𝛿
Drift Ratio = = 0,007 m
𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻

Perhitungan Arah Y
Sa = 1,051
Maka target perpindahan dapat dihitung dengan :

1,5232
= 1,643 x 1,0 x 1,0 x 1,0 x 1,051 x x 9,8
4𝜋𝜋2

= 0,473 m
𝛿𝛿𝛿𝛿
Drift Ratio = = 0,021 m
𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻

Berdasarkan FEMA-440, titik kinerja yang diharapkan pada Gedung Pasar Sukawati
Blok C adalah Immediate Occupancy – Life Safety.

56
Kurva capacity dan demand diplot dalam satu kurva, lalu ditentukan titik kinerja menurut
FEMA-440. Berikut merupakan kurva capacity dan demand pada struktur arah X dan Y.

Gambar 3. 41 Kurva capacity and demand arah X

Pada arah X, titik kinerja struktur berada pada tahap 10 – 11. Hasil analisis yang
diperoleh antara lain: titik kinerja (Sa; Sd) = (0,843; 73,025), gaya lateral gempa (V) =
56.852.500 N, displacement (D) = 93,545 mm. Titik kinerja pada tahap ke 10 – 11 berada pada
tingkat kinerja batas elastis (B) to Immediate Occupancy (IO).

Gambar 3. 42 Kurva capacity and demand arah Y

Pada arah Y, titik kinerja struktur berada antara tahap 15 – 16. Hasil analisis yang
diperoleh antara lain: titik kinerja (Sa; Sd) = (1,051; 104,898), gaya lateral gempa (V) =
69.232.879 N, displacement (D) = 133,599 mm.

57
3.4.1 Mekanisme Keruntuhan
Dari hasil analisis yang dilakukan dapat diketahui letak sendi plastis yang terjadi pada
struktur. Mekanisme terbentuknya sendi plastis tersebut akan dievaluasi untuk mengetahui
kondisi leleh yang terbentuk antara balok dan kolom.
Tabel 3. 21 Mekanisme terbentuknya sendi plastis arah X

B IO LS CP C D
Displacement Base Force A to Beyond
Step to to to to to to Total
(mm) (N) B E
IO LS CP C D E

0 0,001285 0 1297 0 0 0 0 0 0 0 1297


1 14,719473 10128910,65 1296 1 0 0 0 0 0 0 1297
2 50,128137 33278346,94 1147 150 0 0 0 0 0 0 1297
3 85,655566 53645828,27 934 330 33 0 0 0 0 0 1297
4 73,126173 60747024,33 888 363 46 0 0 0 0 0 1297
5 85,655566 64342476,15 869 274 81 72 0 1 0 0 1297
6 91,069788 68072219,91 869 274 81 72 0 1 0 0 1297

Gambar 3. 43 Sendi Plastis Arah X (Step 1)

Gambar 3. 44 Sendi Plastis Arah X (Step 2)

58
Tabel 3. 22 Mekanisme terbentuknya sendi plastis arah Y

B IO LS CP C D B
Displacement Base Force A to
Step to to to to to to eyond Total
(mm) (N) B
IO LS CP C D E E

0 0,018853 0 1297 0 0 0 0 0 0 0 1297


1 17,401335 9650541,67 1296 1 0 0 0 0 0 0 1297
2 52,531622 28549665,4 1118 179 0 0 0 0 0 0 1297
3 88,732043 46849512,67 1015 280 2 0 0 0 0 0 1297
4 124,348809 64641994,21 983 307 7 0 0 0 0 0 1297
5 159,59891 82136287,78 924 360 13 0 0 0 0 0 1297
6 202,442867 103317220,4 920 359 16 0 0 2 0 0 1297
7 237,947802 120844001,8 900 360 32 0 0 5 1 0 1297
8 276,342968 139772812,8 874 308 109 0 0 6 2 0 1297
9 313,176114 157917680,8 851 261 174 0 0 10 4 0 1297
10 350,018853 176052656,8 832 269 183 0 0 11 4 0 1297

Gambar 3. 45 Sendi Plastis Arah Y (Step 1)

59
Gambar 3. 46 Sendi Plastis Arah Y (Step 2)
Berdasarkan Tabel 3.21 dan Tabel 3.22, bangunan berada pada fase batas immediate
occupancy (IO) – Life Safety (LS) yang berarti bangunan aman terhadap beban gempa. Pada
analisis pushover arah X adalah pada step 3-4, dimana gaya geser = 56.852.500 N > gaya geser
statik ekivalen (Vx) = 3.361.065 N, dengan displacement (D) = 93,545 mm, dan pada analisis
pushover arah Y adalah pada step 2-3, dimana gaya geser = 69.232.879 N > gaya geser statik
ekivalen (Vx) = 3.361.099 N, dengan displacement (D) = 133,599 mm.
3.5 Hasil Perancangan Pondasi
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari tes sondir, maka dapat disimpulkan bahwa
penetrasi konus maksimal 250 kg/cm2 terdapat pada rata – rata kedalaman 8.00 meter sampai
dengan 9.00 meter dari muka tanah setempat. Biasanya adanya perbedaan kedalaman penetrasi
konus disebabkan oleh kedalaman tanah keras pada masing – masing lokasi penyondiran
terletak pada kedalaman yang berbeda serta posisi/elevasi penyondiran yang tidak sama.
Berdasarkan pengujian boring dapat dilihat dari kedalaman 0.00 meter sampai 1.00
meter berupa urugan. Kemudian dari kedalaman 1.00 meter sampai 3.00 meter berupa lempung
kelanuan kecoklatan. Kemudian dari kedalaman 3.00 meter sampai 5.00 meter lempung
kelanuan kecoklatan bercampur kerikil lepas dan butiran cadas. Tidak ditemukan muka air
tanah.
Maka dalam Proyek Perencanaan Pembangunan Pasar Sukawati yang berlokasi di
Sukawati, Gianyar, Bali dengan berdasarkan daya dukung tanah ijin yang ada, serta kondisi
eksisting dilapangan dan bangunan yang akan dibangun, maka dapat disarankan sebagai
pondasi dalam (pondasi borepile atau pondasi tiang pancang) dengan kedalaman berkisar
antara 9.00 meter sampai dengan 10.00 meter dari muka tanah setempat

60
3.5.1 Perencanaan Jumlah Tiang
Pondasi yang digunakan adalah pondasi borepile berdasarkan hasil uji tes tanah. Dari
hasil analisis struktur dalam SAP 2000, diperoleh luaran nilai reaksi perletakan akibat beban
(D+L), kemudian gaya aksial tersebut dikontrol terhadap daya dukung ijin tiang (Qi). Setelah
didapat jumlah tiang yang diperlukan berdasarkan kombinasi beban D+L terhadap daya
dukung ijin, selanjutnya ditinjau gaya aksial akibat kombinasi beban gempa dan gravitasi
terfaktor yaitu 1,2 D+ L+ Ex + 0,3 Ey lalu dikontrol terhadap daya dukung ultimit tiang (Qu),

Gambar 3. 47 Posisi kolom dan pondasi yang ditinjau


Berdasarkan analisis SAP2000 didapatkan hasil gaya aksial sebagai berikut :
P (kombinasi beban D+L) = 2492 kN
P (kombinasi beban 1,2D+L+Ex+0,3Ey) = 3042 kN
Pondasi yang direncakan menggunakan pondasi tiang dengan dimensi 40x40 cm.
Berdasarkan data tanah pada lampiran, nilai tahanan ujung konus sondir (qc) dan total friksi
atau jumlah hambatan pelekat (Tf) pada kedalaman 9 meter adalah 250 kg/cm2 dan 792 kg/cm.
Daya dukung ijin dan ultimit tiang :
𝑞𝑞𝑞𝑞 𝐴𝐴𝐴𝐴 𝑇𝑇𝑇𝑇 𝑘𝑘𝑘𝑘
𝑄𝑄𝑄𝑄 = + = 1586,77 𝑘𝑘𝑘𝑘
𝐹𝐹𝐹𝐹1 𝐹𝐹𝐹𝐹2
𝑄𝑄𝑄𝑄 = 𝑄𝑄𝑄𝑄 𝐴𝐴𝐴𝐴 + 𝑇𝑇𝑇𝑇 𝑘𝑘𝑘𝑘 = 5267,2 𝑘𝑘𝑘𝑘
Asumsi digunakan 4 buah tiang dengan dimensi 40x40 cm, karena adanya efisiensi
grup tiang yang menyebabkan daya dukung tiang berkurang. Jarak antar tiang diambil sebesar
1200 mm sedangkan jarak ke tepi diambil sebesar 500 mm. Tiang dengan pile cap direncanakan

61
terdapat overlap ke atas sejauh 150 mm. Tebal pile cap yang digunakan adalah 1000 mm
sehingga konfigurasi pondasi :
Gambar 3. 48 Jarak antar tiang (kiri) dan Tebal pile cap (kanan)

Efisiensi grup tiang :


(𝑛𝑛−1)×𝑚𝑚+(𝑚𝑚−1)×𝑛𝑛
𝐸𝐸𝑔𝑔 = 1 − ∅ = 0,773
90 ×𝑚𝑚 ×𝑛𝑛

Daya dukung kelompok tiang :


𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃 = 𝑄𝑄𝑄𝑄 𝑛𝑛𝑛𝑛 𝐸𝐸𝐸𝐸 = 4657,18 𝑘𝑘𝑘𝑘
Kontrol dengan P (Kombinasi beban D+L) =2492 Kn
P < Pug (Ok)
𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃 = 𝑄𝑄𝑄𝑄 𝑛𝑛𝑛𝑛 𝐸𝐸𝐸𝐸 = 15459,23 𝑘𝑘𝑘𝑘
Kontrol dengan P (Kombinasi beban 1,2 D + L + Ex + 0,3 Ey) = 3042 kN
P<Pug (Ok)
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari perencanaan jumlah tiang, maka dapat
disimpulkan bahwa asumsi jumlah tiang yang direncanakan sebelumnya dapat digunakan
karena telah aman dan mampu menahan gaya aksial yang terjadi akibat kombinasi beban D+L
maupun 1,2D+L+Ex+0,3Ey

3.5.2 Perencanaan Pile Cap


Gaya aksial yang digunakan dalam merencakan tulangan pada pile cap adalah P akibat
kombinasi beban gravitasi terfaktor (1,2D+1,6L). Berdasarkan analisis SAP2000 didapatkan
hasil gaya aksial sebagai berikut:
P (kombinasi beban 1,2D+1,6L) = 3072 kN
Besarnya gaya reaksi yang dipikul tiang adalah :
𝑃𝑃
𝐹𝐹 = = 768 kN
𝑛𝑛𝑛𝑛

Data Perencanaan Pile Cap

62
D = 19 mm
h = 800 mm
d’ = 150 + 1�2 × 19 = 160 mm
d = 1000 − 160 = 640 𝑚𝑚𝑚𝑚
l = 1200 mm
1. Metode Strut & Tie
Beban aksial pada kolom diidistribusikan ke seluruh tiang yang berada dibawah pile
cap, maka luas kolom (K1) dengan dimensi 600x600 mm dibagi dengan jumlah tiang dibawah
pile cap yaitu 4 buah tiang sehingga diperoleh luasan sebesar 72.000 mm2. Dengan luasan
tersebut maka dapat dihitung dimensi dari penampang yang telah terbagi dengan jumlah tiang,
yaitu 400x400 mm. Gaya dari kolom diasumsikan bekerja pada setiap titik berat penampang
tersebut. Model strut and tie didistribusi pembagian penampang dan penempatan gaya – gaya
yang bekerja pada titik berat penampang terlihat pada gambar berikut.

Gambar 3. 49 Model strut and tie pada pile cap


Sudut kemiringan strut
840
𝜃𝜃 = 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡−1 ( ) = 45°
640

Sesuai dengan Pasal 23.2.7 SNI 2847:2019 bahwa sudut strut tidak boleh diambil
kurang dari 25° derajat, maka sudut kemiringan strut yang digunakan tersebut sudah memenuhi
syarat.
Gaya pada strut (S1)
𝐹𝐹
𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹 = = 1086,116 𝑘𝑘𝑘𝑘
𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠

Gaya pada tie (T1)


𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹 = 𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐45° = 543,058 kN
2. Penulangan Pile Cap

63
Penulangan pada bagian tie (T1)
∅𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹 ≥ 𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹
∅𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴 𝑓𝑓𝑓𝑓 ≥ 𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹
𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴 ≥ 𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹/( ∅𝑓𝑓𝑓𝑓) = 1810,193 𝑚𝑚𝑚𝑚2
Akan digunakan tulangan dengan diameter 19 mm sehingga didapatkan jumlah
tulangan
𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴
𝑛𝑛 = = 7 𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏ℎ
𝐴𝐴𝐴𝐴 𝐷𝐷19

Diasumsikan bahwa penulangan yang didapat dari gaya Ftie mencakup setengah
Panjang pilecap, maka pada satu pile cap didapatkan sejumlah 14D19.
3. Pemeriksaan Kekuatan
𝑤𝑤𝑤𝑤 = 2𝑑𝑑 ′ = 320 𝑚𝑚𝑚𝑚
lb = 400 mm
𝑤𝑤𝑤𝑤 = 𝑤𝑤𝑤𝑤 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐 + 𝑙𝑙𝑙𝑙 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠 = 509,117 𝑚𝑚𝑚𝑚
Kekauan strut (S1)
𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹 = 𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓 𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴 = 0,85𝛽𝛽𝛽𝛽 𝑓𝑓′𝑐𝑐 𝑙𝑙𝑙𝑙 𝑙𝑙𝑙𝑙 = 2596,496 𝑘𝑘𝑘𝑘
Kontrol : ∅𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹 ≥ 𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹
∅𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹 = 0,75 × 1290,573 = 1849,71 𝑘𝑘𝑘𝑘 ≥ 𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹 = 1947,372 𝑘𝑘𝑘𝑘(OK)
Kekakuan zona nodal (N1)
𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹 = 𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓 𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴 = 0,85𝛽𝛽𝛽𝛽 𝑓𝑓′𝑐𝑐 𝑙𝑙𝑙𝑙 𝑙𝑙𝑙𝑙 = 2040 𝑘𝑘𝑘𝑘
Kontrol: ∅𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹 ≥ 𝐹𝐹
Fnn = 2040 kN ≥ F = 768 kN (OK)

3.5.3 Kontrol Geser pada Pile Cap


Kekuatan geser yang ditinjau merupakan geser satu arah dan geser dua arah
1. Kontrol geser satu arah
Gaya aksial yang digunakan dalam mengontrol geser satu arah adalah P akibat kombinasi
beban gravitasi terfaktor (1,2D+1,6L). Berdasarkan analisis SAP2000 didapatkan hasil gaya
aksial sebagai berikut:
P = 3072 kN

64
Daerah kritis pada geser satu arah merupakan daerah yang diarsir dapat dilihat pada
gambar 3.49. Bidang kritis dihitung dengan mengambil jarak sejauh d dari muka kolom, maka
hal ini menunjukan bahwa pada daerah kritis tidak terdapat gaya yang mendorong pile cap,
sehingga tidak terjadi mekanisme geser satu arah.

Gambar 3. 50 Bidang kritis geser satu arah


Daerah pembebanan yang diperhitungkan untuk geser satu arah
G’ = L – (L/2 + Lebar kolom/2 + d) = 160
Gaya geser yang bekerja pada penampang kritis
Vu = P/A x L x G
= 3072/(2200x2200) x 2200 x 160 = 223,418 kN
Kuat Gesser beton satu arah
Vc = 0,17. λ. √𝑓𝑓′𝑐𝑐. 𝑏𝑏. 𝑑𝑑 = 1196,8 kN
Kontrol :
ϕVc ≥ 𝑉𝑉u
0,75 x 1196,8 = 897,6 ≥ 𝑉𝑉u (OK)
2. Kontrol geser dua arah
Gaya aksial yang digunakan dalam mengontrol geser dua arah adalah P akibat kombinasi
beban gravitasi terfaktor (1,2D+1,6L). Berdasarkan analisis SAP2000 didapatkan hasil gaya
aksial sebagai berikut :
P = 3042 kN
Lebar bidang geser arah X (Bx)
Bx = bx + d = 600 +640 = 1240 mm
Lebar bidang geser arah Y (By)
By = by + d =600 +640 = 1240 mm

65
Gambar 3. 51 Bidang kritis geser dua arah
bo =2 (Bx + By) = 4960 mm
Menghitung kuat geser dua arah untuk beton (Pasal 22.6.5.2 SNI 2847:2019):
𝑉𝑉𝑉𝑉1 = 0,33 λ √f′c 𝑏𝑏0 𝑑𝑑 = 5.237.760,00 N
2
𝑉𝑉𝑉𝑉1 = 0,17 (1 + )λ √f′c 𝑏𝑏0 𝑑𝑑 =5.396.480,00 N
𝛽𝛽
𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑑𝑑
𝑉𝑉𝑉𝑉3 = 0,083 (2 + )λ √f′c 𝑏𝑏0 𝑑𝑑 = 9.434.112 N
𝑏𝑏0

Dipilih nilai yang terkecil Vc = 5.237.760 N = 5.237,76 kN


Gaya geser yang bekerja pada penampang kritis
Vu = P/A (𝐿𝐿2 −𝐵𝐵2 )
= 2096,069 Kn
Kontrol
∅𝑉𝑉𝑐𝑐 ≥ 𝑉𝑉𝑉𝑉
0,75 x 5.237,76 Kn = 3.928,32 ≥Vu (OK)

66

Anda mungkin juga menyukai