Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

GAMBARAN UMUM AKUNTASI KEUANGAN DAERAH


Dosen Pengampu : Tapi Rumondang Sari Siregar, SE., M.Acc

Disusun Oleh :

KELOMPOK 1

FIRMANSYAH 7213220001

HARTA PARDOSI 7213220040

KRISTA DINI OFIANA BINTANG 7212520006

MARTHA VALENTINE C SIAHAAN 7211220003

PRODI AKUNTANSI NON-DIK


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
FEBRUARI 2024
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan
karuniaNya kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Dalam prosesnya kami tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada Ibu Tapi
Rumondang Sari Siregar, SE., M.Acc sebagai dosen mata kuliah Akuntansi Keuangan
Lanjutan, rekanrekan kelas B Akuntansi Unimed, serta Orangtua yang telah menfasilitasi
saya dalam penyusunan makalah ini.

Makalah ini tidak luput dari kekurangan dan keterbatasan sehingga masih belum
sempurna. Untuk itu kami sebagai penulis menerima kritik, saran dan usulan untuk
memperbaiki setiap tugas untuk kedepannya.

Semoga makalah ini dapat dipahami dan menambah ilmu bagi siapa pun yang
membacanya. Demikian makalah kami buat , apabila ada kesalahan dalam kata-kata yang
kurang berkenan kami minta maaf dan kami menerima saran dan kritik untuk membangun
tugas ini dimasa depan.

Medan, Februari 2024

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................i

DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1

1.1 Latar Belakang..................................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah............................................................................................................1

1.3 Manfaat.............................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................3

2.1 Pengertian Akuntansi........................................................................................................3

2.2 Kedudukan Akuntansi Keuangan Daerah........................................................................3

2.3 Sistem Pencatatan.............................................................................................................5

2.4 Siklus Akuntansi...............................................................................................................6

2.5 Asumsi Dasar....................................................................................................................7

2.6 Karakteristik Kualitatif Laporan Keuangan.....................................................................8

2.7 Basis Akuntansi..............................................................................................................11

2.8 Prinsip Akuntansi Dan Pelaporan Keuangan.................................................................14

BAB III PENUTUP................................................................................................................17

3.1 Kesimpulan.....................................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................19

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Akuntansi Keuangan Daerah merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sector public
yang mendapatkan perhatian besar dari berbagai pihak semenjak reformasi. Hal tersebut
disebabkan oleh adanya kebijakan baru dari Pemerintah Republik Indonesia yang
mereformasi berbagai hal termasuk pengelolaan keuangan daerah.

Salah satu tujuan Akuntansi Keuangan Daerah adalah menyediakan informasi keuangan yang
lengkap, cermat dan akurat sehingga dapat menyediakan laporan keuangan yang handal,
dapat dipertanggungjawabkan dan dapat digunakam sebagai dasar untuk mengevaluasi
pelaksanaan keuangan masa lalu dalam rangka pengambilan keputusan ekonomi oleh pihak
eksternal pemerintah daerah untuk masa yang akan dating. Pihak-pihak eksternal pemerintah
daerah yang memerlukan informasi yang dihasilkan oleh akuntansi keuangan daerah tersebut
antara lain DPRD, Badan Pengawas Keuangan, Investor, Kreditor dan Donatur, analisis
ekonomi dan pemerhati Pemerintah daerah ; rakyat, pemerintah daerah lain; dan pemerintah
pusat, yang semuanya ada dalam lingkungan akuntansi keuangan daerah.

Sejak berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi
Pemerintah, yang menggantikan Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 2005 tentang Standar
Akuntansi Pemerintah, maka penerapan Sistem AKuntansi Pemerintah (SAP) berubah dari
berbasis kas menjadi berbasis akrual.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi


Pemerintah, pasal 1 poin 3 bahwa : “Standar Akuntansi Pemerintahan, yang selanjutnya
disingkat SAP adalah prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan
menyajikan laporan keuangan pemerintah.” Selanjutnya menurut Peraturan Pemerintah
Nomor 71 tahun 2010 tentang standar akuntansi pemerintah, pasal 1 poin 11 bahwa : “sistem
Akuntansi pemerintahan adalah rangkaian sistematik dari prosedur, penyelenggaraan,
peralatan, dan elemen lain untuk mewujudkan fungsi akuntansi sejak analisis transaksi
transaksi sampai dengan pelaporan keuangan dilingkungan organisasi pemerintah.”

Sementara itu menurut Peraturan Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan, Pasal 1 Poin 8 bahwa : “SAP Berbasis Akrual adalah SAP yang mengakui
Pendapatan, beban, asset, utang, dan ekuitas dalam pelaporan finansial berbasis akrual, serta
mengakui pendapatan, belanja, dan pembiayaan dalam pelaporan pelaksanaan anggaran
berdasarkan basis yang ditetapkan dalam APBN/APBD.”

1.2 Rumusan Masalah


 Apa pengertian akuntansi?

 Bagaimana kedudukan Akuntansi keuangan daerah?

1
 Bagaimana Sistem Pencatatan Akuntansi Keuangan Daerah?

 Bagaimana siklus akuntansi?

 Bagaimana Asumsi Dasar?

 Bagaimana Karakteristik Kualitatif Laporan Keuangan ?

 Bagaimana basis akuntansi?

 Apa prinsip Akuntansi dan Pelaporan Keuangan?

1.3 Manfaat
 Untuk Mengetahui Apa pengertian akuntansi

 Untuk Mengetahui Bagaimana kedudukan Akuntansi keuangan daerah

 Untuk Mengetahui Bagaimana Sistem Pencatatan Akuntansi Keuangan Daerah

 Untuk Mengetahui Bagaimana siklus akuntansi

 Untuk Mengetahui Bagaimana Asumsi Dasar

 Untuk Mengetahui Bagaimana Karakteristik Kualitatif Laporan Keuangan

 Untuk Mengetahui Bagaimana basis akuntansi

 Untuk Mengetahui Apa prinsip Akuntansi dan Pelaporan Keuangan

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Akuntansi


Ada beberapa definisi dan pengertian akuntansi yang berasal dari beberapa lembaga yang
dilihat dari beberapa sudut pandang yang berbeda. Menurut American Accounting
Association (1966) seperti yang dikutip Abdul Halim dan Muhammad Syam Kusufi (2014),
akuntansi adalah suatu proses pengidentifikasian, pengukuran, pencatatan, dan pelaporan
transaksi ekonomi (keuangan) dari suatu organisasi/entitas yang dijadikan sebagai informasi
dalam rangka pengambilan keputusan ekonomi oleh pihak-pihak yang memerlukan.
Pengertian ini juga dapat melingkupi penganalisisan atas laporan yang dihasilkan oleh
akuntansi tersebut.

Abdul Halim dan Muhammad Syam Kusufi (2014) juga mengutip pengertian akuntansi
menurut Accounting Principles Board (1970), yang mana akuntansi merupakan suatu
kegiatan jasa yang fungsinya menyediakan informasi kuantitatif, terutama yang bersifat
keuangan tentang entitas ekonomi yang dimaksudkan agar berguna dalam pengambilan
keputusan ekonomis-dalam membuat pilihan-pilihan yang nalar di antara berbagai alternatif
arah tindakan, sementara PP No. 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan
mendefinisikan akuntansi sebagai proses identifikasi, pencatatan, pengukuran,
pengklasifikasian, pengikhtisaran transaksi dan kejadian keuangan, serta penginterpretasian
atas hasilnya.

Dari ketiga definisi akuntansi tersebut, maka definisi akuntansi dapat dilihat dari 2 (dua)
sudut pandang, yaitu:

1. Fungsi Kegunaan

Akuntansi merupakan aktivitas jasa yang berfungsi memberikan informasi kuantitatif


mengenai kesatuan-kesatuan ekonomi terutama yang bersifat keuangan yang bermanfaat
dalam pengambilan keputusan.

2. Proses Kegiatan

Akutani adalah seni mencatat, mengklasihkankan, dan mengikhtisarkan tratak


trammakarapaian yang sekurang-kurangnya atau sebagian bersifat keuangan dengan cara
mengomerpretasikan hasil hasilnya.

2.2 Kedudukan Akuntansi Keuangan Daerah


Secara umum akuntansi dibedakan atas akuntansi sektor swasta dan akuntansi sektor
publik. Menurut Sugijanto, dkk (1995) seperti yang dikutip Abdul Halim dan Muhammad
Syam Kusufi dalam Akutansi Sektor Publik, akuntansi terdiri atas 3 (tiga) bidang utama,
yaitu:
3
1. Akuntansi Komersil/Perusahaan (Commercial Accounting)

Dalam akuntansi komersil, data akuntansi digunakan untuk memberikan informasi


keuangan kepada manajemen, pemilik modal, penanam modal, kreditur, dan pihak-pihak lain
yang berkepentingan dengan perusahaan tersebut, seperti pemerintah untuk kepentingan
penetapan pajak. Akuntansi komersial adalah akuntansi yang digunakan untuk mencatat
peristiwa ekonomi pada entitas bisnis (perusahaan) yang mencari keuntungan atau laba.
Dalam akuntansi komersial ini, dikenal adanya proses pencatatan harian, penjurnalan, posting
ke buku besar, pembuatan neraca saldo, pembuatan neraca lajur, dan pembuatan laporan
keuangan. Laporan keuangan yang dimaksud adalah neraca (laporan posisi keuangan),
laporan laba rugi, laporan arus kas, laporan perubahan ekuitas, dan catatan atas laporan
keuangan.

2. Akuntansi Sektor Publik

Akuntansi sektor publik adalah akuntansi yang digunakan untuk mencatat peristiwa
ekonomi pada organisasi nonprofit atau nirlaba. Secara sederhana, akuntansi sektor publik ini
banyak dipakai oleh organisasi sektor publik, seperti partai politik, masjid, puskesmas, rumah
sakit, sekolah atau universitas, lembaga swadaya masyarakat, dan pemerintah pusat. Dalam
praktik keseharian, pengelola entitas ekonomi perlu memiliki keahlian akuntansi sektor
publik agar laporan yang disajikan sesuai dengan standar akuntansi keuangan sektor publik
atau yang lebih dikenal dengan Standar Akuntansi Pemerintahan. Akuntansi sektor publik
dibedakan atas: (a) Akuntansi Pemerintahan dan (b) Akuntansi Sosial.

a) Akuntansi Pemerintahan (Governmental Accounting)

Dalam akuntansi pemerintahan, data akuntansi digunakan untuk memberikan informasi


mengenai transaksi ekonomi dan keuangan pemerintah kepada pihak eksekutif, legislatif,
yudikatif, dan masyarakat. Akuntansi pemerintahan dibedakan atas akuntansi pemerintah
pusat dan akuntansi pemerintah daerah yang sering disebut dengan akuntansi keuangan
daerah. Akuntansi pemerintah daerah terdiri dari akuntansi pemerintah provinsi dan akuntansi
pemerintah kabupaten kota. Akuntansi keuangan daerah adalah akuntansi yang digunakan
untuk mencatat peristiwa ekonomi pada entitas ekonomi di lingkungan pemerintahan daerah.
Akuntansi keuangan daerah ini diperlukan sejalan dengan semangat otonomi daerah yang
harus mengelola keuangan daerah secara terpisah dari pemerintahan pusat dan sekaligus
melaporkan hasilnya secara transparan kepada publik. Untuk mencapai tujuan tersebut,
pemerintah perlu mengatur standar akuntansi pemerintahan daerah agar dapat digunakan
secara seragam di seluruh pemerintahan daerah.

b) Akuntansi Sosial (Social Accounting)

Akuntansi sosial merupakan bidang akuntansi khusus untuk diterapkan pada lembaga
dalam artian makro yang melayani perekonomian nasional Akuntansi sosial adalah akuntansi
yang digunakan untuk mencatat peristiwa ekonomi pada organisasi nonprofit atau nirlaba,
Secara sederhana, akuntansi sosial ini banyak dipakai oleh organisasi sektor publik, sepert

4
partai politik, masjid, paskesmas, tummah sakit, sekolah atau universitas dan lembaga
swadaya masyarakat.

Berdasarkan klasifikasi tersebut, kedudukan akuntansi keuangan daerah Cakuntanai


pemerintah daerah dapat dilihat pada Tampilan 1.1 berikut:

2.3 Sistem Pencatatan


Menurut Abdul Halim dan Muhammad Syam Kusufi dalam Akuntansi keuangan daerah
merupakan salah satu keuangan daerah juga terdapat proses pengukuran pencatatan, dan
pelaporan transaksi-transaksi di pemerintah daerah. Ada beberapa sistem pencatatan yang
dapat digunakan yaitu system pencatatan single entry, double entry, dan triple entry. Salah
satu yang membedakan pembukuan dan akuntansi adalah dalam penggunaan sistem
pencatatan. Pembukaan hanya menggunakan system pencatatan single entry, sedangkan
akuntansi dapat menggunakan double entry dan triple entry.

1. Single Entry

Sistem pencatatan single entry sering disebut juga dengan sistem tata buku tunggal.
Dalam system single enery, pencatatan transaksi ekonomi dilakukan dengan mencatatnya
satu kali. Transaksi yang berakibat bertambahnya kas akan dicatat di sisi penerimaan,
sedangkan transaksi yang berakibat Bekurangnya kas akan dicatat di sisi pengeluaran di
dalam Buka Kas Umum (BKU). Single entry ini disebut dengan pembukuan. Sistem

5
pencatatan single entry memiliki beberapa kelebihan, yaitu sederhana dan mudah dipahami.
Namun, sistem ini memiliki kelemahan, antara lain kurang bagus untuk pelaporan (kurang
memudahkan penyusunan laporan), sulit menemukan kesalahan pembukuan yang terjadi. Di
samping itu, sistem ini memiliki kelemahan karena tidak dapat menggambarkan posisi
keuangan pemerintah daerah. Oleh karena itu, dalam akuntansi ada sistem pencatatan yang
lebih baik yang dapat mengatasi kelemahan tersebut, yakni sistem pencatatan double entry.

2. Double Entry

Sistem pencatatan double entry sering disebut juga sistem tata buku berpasangan.
Menurut sistem ini, pada dasarnya suatu transaksi ekonomi akan dicatat dua kali, dalam
artian, bahwa setiap transaksi minimal akan memengaruhi dua perkiraan, satu di sisi debit
dan satu di sisi kredit. Sisi debit ada di sebelah kiri, sedangkan sisi kredit ada di sini sebelah
kanan. Dalam melakukan pencatatan tersebut, setiap pencatatan harus menjaga keseimbangan
antara sisi debit dan sisi kredit dari persamaan dasar akuntansi. Pencatatan dengan sistem
double entry sering disebut dengan istilah menjurnal.

3. Triple Entry

Sistem pencatatan triple entry pada dasarnya adalah sistem pencatatan yang menggunakan
double entry ditambah dengan pencatatan pada buku anggaran. Pencatatan pada buku
anggaran ini merupakan pencatatan tentang anggaran yang telah digunakan sesuai dengan
pencatatan pada double entry. Dengan adanya pencatatan triple entry ini, maka dapat dilihat
sisa anggaran untuk masing masing komponen yang ada di Anggaran Pendapatan Belanja
Daerah (APBD). Pencatatan dengan system triple entry ini dilaksanakan, maka subbagian
Pembukuan (Bagian Keuangan) Pemerintah Daerah juga mencatat transaksi tersebut pada
buku anggaran.

2.4 Siklus Akuntansi


Menurut Abdul Halim dan Muhammad Syam Kusufi dalam Akuntansi Keuangan Daerah
(2014), akuntansi adalah suatu sistem. Suatu system mengolah input (masukan) dan menjadi
output (keluaran). Input sistem akuntansi adalah bukti-bukti transaksi dalam bentuk dokumen
atau formulir. Outputnya adalah laporan keuangan.

Lebih lanjut dikatakan, dalam konteks akuntansi keuangan daerah terdapat sistem
akuntansi keuangan daerah. Sitem akuntansi keuangan daerah menurut peraturan yang lama
(Kepmendagri No. 29 Tahun 2002) adalah sistem akuntansi yang meliputi proses pencatatan,
penggolongan, penafsiran, peringkasan transaksi atau kejadian keuangan serta pelaporan
keuangan dalam rangka pelaksanaan APBD, dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip
akuntansi yang berterima umum. Dalam sistem akuntansi keuangan daerah, contoh input nya
adalah bukti memorial, Surat Tanda Setoran, atau Surat Perintah Pencairan Dana Langsung

6
(SP2D-LS). Sementara contoh outputnya adalah laporan realisasi anggaran, laporan
perubahan SAL, neraca, laporan operasional, laporan perubahan ekuitas, laporan arus kas,
dan catatan atas laporan keuangan (PP No. 71 Tahun 2010 tentang Kerangka Konseptual
Akuntansi Pemerintahan, Paragraf 28).

2.5 Asumsi Dasar


Berdasarkan PP No. 71 Tahun 2010 tentang Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan,
Paragraf 31-34, asumsi dasar dalam pelaporan keuangan di lingkungan pemerintah adalah
anggapan yang diterima sebagai suatu kebenaran tanpa perlu dibuktikan agar standar
akuntansi dapat diterapkan, yang terdiri dari:

1. Asumsi kemandirian entitas.

2. Asumsi kesinambungan entitas.

3. Asumsi keterukuran dalam satuan uang (monetary measurement).

Kemandirian Entitas

Asumsi kemandirian entitas, berarti bahwa setiap unit organisasi dianggap sebagai unit yang
mandiri dan mempunyai kewajiban untuk menyajikan laporan keuangan, sehingga tidak
terjadi kekacauan antar-unit instansi pemerintah dalam pelaporan keuangan. Salah satu
indikasi terpenuhinya asumsi ini adalah adanya kewenangan entitas untuk menyusun
anggaran dan melaksanakannya dengan penuh tanggung jawab. Entitas bertanggung jawab
atas pengelolaan aset dan sumber daya di luar neraca untuk kepentingan yurisdiksi tugas
pokoknya, termasuk atas kehilangan atau kerusakan aset dan sumber daya dimaksud, utang
piutang yang terjadi akibat putusan entitas, serta terlaksana atau tidaknya program yang telah
ditetapkan.

7
Kesinambungan Entitas

Laporan keuangan disusun dengan asumat bahwa entitas pelaporan akan berlanjut
keberadaannya. Dengan demikian, pemerintah diasumsikan tidak bermaksud melakukan
likulasi atas entitas pelaporan jangka pendek.

Keterukuran dalam Satuan Uang (Monetary Measurement)

Laporan keuangan entitas pelaporan harus menyajikan setiap kegiatan yang diasumsikan
dapat dinilai dengan satuan uang Hal ini diperlukan agar memungkinkan dilakukannya
analisis dan pengukuran dalam akuntansi.

2.6 Karakteristik Kualitatif Laporan Keuangan


PP No. 71 Tahun 2010 tentang Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan, Paragraf 35-
40 menyebutkan bahwa karakteristik kualitatif laporan keuangan adalah ukuran ukuran
normatif yang perlu diwujudkan dalam informasi akuntansi, sehingga dapat memenuhi
tujuannya. Keempat karakteristik berikut merupakan prasyarat normatif yang diperlukan agar
laporan keuangan pemerintah dapat memenuhi kualitas yang dikehendaki.

Relevan

Laporan keuangan bisa dikatakan relevan apabila informasi yang termuat di dalamnya dapat
memengaruhi keputusan pengguna dengan membantu mereka mengevaluasi peristiwa masa
lalu atau masa kini, dan memprediksi masa depan. serta menegaskan atau mengoreksi hasil
evaluasi mereka di masa lalu. Dengan demikian, informasi laporan keuangan yang relevan
dapat dihubungkan dengan maksud penggunaannya. Informasi yang relevan:

1. Memiliki manfaat umpan balik (feedback value)

Informasi memungkinkan pengguna untuk menegaskan atau mengoreksi ekspektasi mereka


di masa lalu.

2. Memiliki manfaat prediktif (predictive value) Informasi dapat membantu pengguna untuk
memprediksi masa yang akan datang berdasarkan hasil masa lalu dan kejadian masa kini.

3. Tepat waktu

Informasi disajikan tepat waktu, sehingga dapat berpengaruh dan berguna dalam
pengambilan keputusan.

4. Lengkap

Informasi akuntansi keuangan pemerintah disajikan selengkap mungkin, mencakup semua


informasi akuntansi yang dapat memengaruhi pengambilan keputusan dengan memperhatikan
kendala yang ada. Informasi yang melatarbelakangi setiap butir informasi utama yang

8
termuat dalam laporan keuangan diungkapkan dengan jelas agar kekeliruan dalam
penggunaan informasi tersebut dapat dicegah.

Andal

Informasi dalam laporan keuangan bebas dari pengertian yang menyesatkan dan kesalahan
material, menyajikan setiap fakta secara jujur, serta dapat diverifikasi. Informasi mungkin
relevan, tetapi jika hakikat atau penyajiannya tidak dapat diandalkan maka penggunaan
informasi tersebut secara potensial dapat menyesatkan. Informasi yang andal memenuhi
karakteristik:

1. Penyajian jujur

Informasi menggambarkan dengan jujur transaksi serta peristiwa lainnya yang seharusnya
disajikan atau secara wajar dapat diharapkan untuk disajikan.

2. Dapat diverifikasi (verifiability)

Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan dapat diuji, dan apabila pengujian
dilakukan lebih dari sekali oleh pihak yang berbeda, hasilnya tetap menunjukkan simpulan
yang tidak berbeda jauh.

3. Netralitas

Informasi diarahkan pada kebutuhan umum dan tidak berpihak pada kebutuhan pihak
tertentu.

Ditambahkan dalam PP No. 71 Tahun 2010 tentang Kerangka Konseptual Akuntansi


Pemerintahan, Paragraf 56-59 bahwa kendala informasi akuntansi dan laporan keuangan
adalah setiap keadaan yang tidak memungkinkan terwujudnya kondisi yang ideal dalam
mewujudkan informasi akuntansi dan laporan keuangan yang relevan dan andal akibat
keterbatasan (limitation) atau karena alasan-alasan kepraktisan.

Tiga hal yang menimbulkan kendala dalam informasi akuntansi dan laporan keuangan
pemerintah, yaitu:

1. Materialitas

Walaupun idealnya memuat segala informasi, laporan keuangan pemerintah hanya


diharuskan memuat informasi yang memenuhi kriteria materialitas, Informasi dipandang
material apabila kelalaian untuk mencantumkan atau kesalahan dalam mencatat informasi
tersebut dapat menengaruhi keputusan ekonomi pengguna yang diambil atas dasar laporan
keuangan.

9
2. Pertimbangan Biaya dan Manfaat

Manfaat yang dihasilkan informasi seharusnya melebihi biaya penyusunannya. Oleh karena
itu, laporan keuangan pemerintah tidak semestinya menyajikan segala informasi yang
manfaatnya lebih kecil dari biaya penyusunannya. Namun demikian, evaluasi biaya dan
manfaat merupakan proses pertimbangan yang substansial. Biaya itu juga tidak harus dipikul
oleh pengguna informasi yang menikmati manfaat. Manfaat mungkin juga dinikmati oleh
pengguna lain di samping mereka yang menjadi tujuan informasi, misalnya penyediaan
informasi lanjutan kepada kreditur mungkin akan mengurangi biaya yang dipikul oleh suatu
entitas pelaporan.

3. Keseimbangan Antarkarakteristik Kualitatif Keseimbangan antarkarakteristik kualitatif


diperlukan untuk mencapai suatu keseimbangan yang tepat di antara berbagai tujuan normatif
yang diharapkan dipenuhi oleh laporan keuangan pemerintah. Kepentingan relatif
antarkarakteristik dalam berbagai kasus berbeda, terutama antara relevansi dan keandalan.
Penentuan tingkat kepentingan antara dua karakteristik kualitatif tersebut merupakan masalah
pertimbangan profesional.

Dapat Dibandingkan

Informasi yang termuat dalam laporan keuangan akan lebih berguna jika dapat dibandingkan
dengan laporan keuangan periode sebelumnya atau laporan keuangan entitas pelaporan lain
pada umumnya. Perbandingan dapat dilakukan secara internal dan eksternal. Perbandingan
secara internal dapat dilakukan bila suatu entitas menerapkan kebijakan akuntansi yang sama
dari tahun ke tahun. Perbandingan secara eksternal dapat dilakukan bila entitas yang
diperbandingkan menerapkan kebijakan akuntansi yang sama. Apabila entitas pemerintah
akan menerapkan kebijakan akuntansi yang lebih baik daripada kebijakan akuntansi yang saat
ini diterapkan, perubahan tersebut diungkapkan pada periode terjadinya perubahan.

Dapat Dipahami

Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan dapat dipahami oleh pengguna dan
dinyatakan dalam bentuk serta istilah yang disesuaikan dengan batas pemahaman para
pengguna. Untuk itu, pengguna diasumsikan memiliki pengetahuan yang memadai atas
kegiatan dan lingkungan operasi entitas pelaporan, serta adanya kemauan pengguna untuk
mempelajari informasi yang dimaksud.

10
2.7 Basis Akuntansi
Basis akuntansi dalam akuntansi pemerintahan di Indonesia dimulai dengan akuntansi
berbasis kas, dilanjutkan dengan akuntansi berbasis kas menuju akrual dan akuntansi berbasis
akrual.

1. Akuntansi Berbasis Kas (Cash Based Accounting)

Akuntansi berbasis kas adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan
peristiwa lainnya pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayarkan (PSAP No. 1
Paragraf 8). Fokus pengukurannya pada saldo kas dan perubahan saldo kas, dengan cara
membedakan antara kas yang diterima dan kas yang dikeluarkan. Ruang lingkup akuntansi
berbasis kas ini meliputi saldo kas, penerimaan kas, dan pengeluaran kas. Keterbatasan
sistem akuntansi berbasis kas adalah keterbatasan informasi yang dihasilkan karena terbatas
pada pertanggungjawaban kas saja, tetapi tidak memperlihatkan pertanggungjawaban
manajemen atas aset dan kewajiban.

2. Akuntansi Berbasis Kas menuju Akrual (Cash Toward Accrual Based Accounting)

Akuntansi berbasis kas menuju akrual merupakan proses transisi. Dengan basis ini,
pendapatan, belanja, dan pembiayaan dicatat berdasarkan basis kas, sedangkan aset, utang,
dan ekuitas dana dicatat berdasarkan basis akrual (PP No. 24 Tahun 2005).

3. Akuntansi Berbasis Akrual (Accrual Based Accounting)

Akuntansi berbasis akrual adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan
persitiwa lainnya pada saat transaksi dan peristiwa itu terjadi, tanpa memperhatikan saat kas
atau setara kas diterima atau dibayar (PSAP No. 1 Paragraf 8). Fokus sistem akuntansi ini ada
pada pengukuran sumber daya ekonomis dan perubahan daya pada suatu entitas. Menurut
Erlina dan Rasdiato (2013), sistem akuntansi ini merupakan sistem yang paling modest.
Keberhasilan Selandia Baru menerapkan akuntansi akrual telah menyebabkan berbagai
perubahan dalam manajemen sektor publik. Dalam akuntansi akrual, informasi yang
dihasilkan jauh lebih lengkap dan menyediakan informasi yang rinci mengenai aset dan
kewajiban. PP No.71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, telah
mewajibkan Laporan Keuangan Pemerintah menggunakan basis akrual, sedangkan PP No. 24
Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, masih menggunakan basis akuntansi
kas menuju akrual.

Berikut ilustrasi untuk menjelaskan perbedaan di antara akuntansi berbasis kas dengan
akuntansi berbasis akrual yang dinyatakan Deddi Nordiawan dkk. (2007).

Sebuah pemerintahan memiliki saldo kas awal sebesar Rp10.000 tanpa memiliki kekayaan
lainnya. Neraca awal, baik berbasis kas maupun berbasis akrual, akan terlihat sama dalam
contoh berikut.

11
Neraca

Kas
Rp10.000

Ekuitas
Rp10.000

Misalnya, terjadi transaksi pembelian kendaraan senilai Rp 3.000, neraca setelah


transaksi tersebut akan secara berbeda di masing-masing basis.

Pada basis kas, pembelian kendaraan tersebut dianggap sebagai belanja (biaya). Jurnal untuk
mencatat transaski tersebut adalah:

Dr. Belanja Kendaraan


Rp3.000

Cr. Kas Rp3.000

Pada akhir periode, semua akan belanja (biaya) akan ditutup dan mengurangi nilai ekuitas
dana, sehingga yang akan muncul di neraca pada basis kas tetap akun KAS saja di sisi aset, karena
fokus pengukuran basis kas hanya pada KAS.

Neraca

Kas
Rp7.000

Ekuitas Dana
Rp7.000

Karena fokus pengukuran pada basis akrual adalah semua sumber daya yang dimiliki, maka
transaksi pembelian kendaraan tersebut akan dicatat dengan jurnal sebagai berikut:

Dr. Kendaraan
Rp3.000

Cr. Kas Rp3.000

12
Dengan demikian, neraca pada basis akrual akan menampilkan akun kendaraan (aset
tetap) selain KAS di sisi aset, sedangkan ekuitas dana di sisi pasiva tetap Rp10.000. Hal
tersebut menunjukkan fokus pengukuran basis akrual yang melaporkan semua perubahan
kekayaan, sehingga transaksi tersebut dianggap sebagai penambahan aset tetap.

Neraca Berbasis Akrual

Kas
Rp7.000

Kendaraan
Rp3.000

Ekuitas Dana
Rp10.000

Terlihat terjadi perbedaan dalam kedua neraca tersebut sebagai akibat dari satu
kejadian transaksi yang sama. Dalam neraca berbasis akrual terdapat akun mobil yang tidak
diakui pada neraca berbasis kas. Akan tetapi, yang lebih penting untuk diperhatikan adalah
dari transaksi yang sama kedua neraca tersebut menghasilkan nilai ekuitas dana yang
berlainan (Rp7.000 pada neraca berbasis kas dan Rp10.000 pada neraca berbasis akrual).
Ketika sebuah entitas pemerintah harus memilih salah satu dari kedua basis tersebut,
pertanyaannya adalah informasi ekuitas dana manakah yang lebih baik?

Informasi tentang ekuitas yang disampaikan oleh neraca berbasis akrual diyakini
memberikan informasi yang lebih komprehensif karena merepresentasikan seluruh sumber
daya yang dimiliki pemerintah. Akan tetapi, banyak pihak juga menghendaki pelaporan
ekuitas dana seperti yang tercantum dalam neraca berbasis kas karena benar-benar
menunjukkan jumlah ketersediaan kas yang dimiliki pemerintah, sebuah informasi yang
berguna dalam pengendalian anggaran sekaligus menunjukkan kemampuan keuangan
pemerintah dalam mengeksekusi program-program jangka pendeknya.

Basis akuntansi yang digunakan dalam laporan keuangan pemerintah berdasarkan PP


No. 71 Tahun 2010 tentang Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan, Paragraf 39
adalah basis kas untuk pengakuan pendapatan, belanja, dan pembiayaan dalam laporan
realisasi anggaran, dan basis akrual untuk pengakuan aset, kewajiban, dan ekuitas dalam
neraca.

Selanjutnya, dikatakan dalam Paragraf 40-41, kalau basis kas untuk laporan realisasi
anggaran berarti bahwa pendapatan diakui pada saat kas diterima di rekening kas umum
negara/daerah atau oleh entitas pelaporan dan belanja diakui pada saat kas dikeluarkan dari
rekening kas umum negara/ daerah atau entitas pelaporan. Entitas pelaporan tidak

13
menggunakan istilah laba. Penentuan sisa pembiayaan anggaran baik lebih ataupun kurang
untuk setiap periode tergantung pada selisih realisasi penerimaan dan pengeluaran.

Pendapatan dan belanja bukan tunai seperti bantuan pihak luar asing dalany bentuk
barang dan jasa disajikan pada laporan realisasi anggaran. Basis akrual untuk neraca berarti
bahwa aset, kewajiban, dan ekuitas dana diakui dan dicatat pada saat terjadi transaksi, atau
pada saat kejadian atau kondis lingkungan berpengaruh pada keuangan pemerintah, tanpa
memperhatikan saat kas atau setara kas diterima atau dibayar.

2.8 Prinsip Akuntansi Dan Pelaporan Keuangan


Berdasarkan PP No. 71 Tahun 2010 tentang Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan,
Paragraf 38 dan Paragraf 43-52, prinsip akuntansi dan pelaporan keuangan dimaksudkan
sebagai ketentuan yang dipahami dan ditaati oleh pembuat standar dalam penyusunan standar
akuntansi, oleh penyelenggara akuntansi dan pelaporan keuangan dalam melakukan
kegiatannya, serta oleh pengguna laporan keuangan dalam memahami laporan keuangan yang
disajikan. Berikut adalah tujuh prinsip yang digunakan dalam akuntansi dan pelaporan
keuangan pemerintah.

Prinsip Nilai Historis

Aset dicatat sebesar pengeluaran kas dan setara kas yang dibayar atau sebesar nilai wajar dari
imbalan (consideration) untuk memperoleh aset tersebut pada saat perolehan. Kewajiban
dicatat sebesar jumlah kas dan setara kas yang diharapkan akan dibayarkan untuk memenuhi
kewajiban di masa yang akan datang dalam pelaksanaan kegiatan pemerintah. Nilai historis
lebih dapat diandalkan daripada penilaian yang lain karena lebih objektif dan dapat
diverifikasi. Dalam hal tidak terdapat nilai historis, dapat digunakan nilai wajar aset atau
kewajiban terkait.

Prinsip Realisasi

Bagi pemerintah, pendapatan yang tersedia yang telah diotorisasikan melalui anggaran
pemerintah selama suatu tahun fiskal akan digunakan untuk membayar utang dan belanja
dalam periode tersebut. Prinsip layak temu biaya pendapatan (matching-cost against revenue
principle) dalam akuntansi pemerintah tidak mendapat penekanan sebagaimana dipraktikkan
dalam akuntansi komersial.

Prinsip Substansi Mengungguli Bentuk Formal (Substance Over Form)

Informasi dimaksudkan untuk menyajikan dengan wajar transaksi serta peristiwa lain yang
seharusnya disajikan, maka transaksi atau peristiwa lain tersebut perlu dicatat dan disajikan
sesuai dengan substansi dan realitas ekonomi dan bukan hanya aspek formalitasnya. Apabila
substansi transaksi atau peristiwa lain tidak konsisten/ berbeda dengan aspek formalitasnya,
maka hal tersebut harus diungkapkan dengan jelas dalam catatan atas laporan keuangan.
Misalkan suatu transaksi yang seharusnya dikelompokkan sebagai belanja modal, tetapi di
14
dalam penyusunan anggaran dikelompokkan sebagai belanja barang dan jasa, maka di dalam
pelaporannya, informasi tentang belanja tersebut harus diberi penjelasan di dalam catatan atas
laporan keuangan dan harus dilakukan jurnal koreksi dan hasil dari pengeluaran tersebut akan
memengaruhi neraca yaitu akan menambah nilai aset tetap.

Prinsip Periodisitas

Kegiatan akuntansi dan pelaporan keuangan entitas pelaporan perlu dibagi menjadi periode-
periode pelaporan, sehingga kinerja entitas dapat diukur dan posisi sumber daya yang
dimilikinya dapat ditentukan. Periode utama yang digunakan adalah tahunan. Namun, periode
bulanan, triwulanan, dan semesteran juga dianjurkan. Permendagri No. 13 Tahun 2006
menentukan Pemerintah Daerah dan/atau SKPD diharapkan membuat laporan semester
pertama dan laporan prognosis untuk satu semester ke depan.

Prinsip Konsistensi

Perlakuan akuntansi yang sama diterapkan pada kejadian yang serupa dari periode ke periode
oleh suatu entitas pelaporan (prinsip konsistensi internal). Hal ini tidak berarti bahwa tidak
boleh terjadi perubahan dari satu metode akuntansi ke metode akuntansi yang lain. Metode
akuntansi yang dipakai dapat diubah dengan syarat bahwa metode yang baru diterapkan
mampu memberikan informasi yang lebih baik dibanding metode lama. Pengaruh atas
perubahan penerapan metode ini diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan.

Prinsip Pengungkapan Lengkap

Laporan keuangan menyajikan secara lengkap informasi yang dibutuhkan oleh pengguna.
Informasi yang dibutuhkan oleh pengguna laporan keuangan dapat ditempatkan pada lembar
muka (on the face) laporan keuangan atau catatan atas laporan keuangan.

Prinsip Penyajian Wajar

Laporan keuangan menyajikan dengan wajar laporan realisasi anggaran, neraca, laporan arus
kas dan catatan atas laporan keuangan. Dalam rangka penyajian secara wajar, maka faktor
pertimbangan sehat bagi penyusun laporan keuangan diperlukan ketika menghadapi
ketidakpastian peristiwa dan keadaan tertentu. Ketidakpastian seperti itu diakui dengan
mengungkapkan hakikat serta tingkatnya dengan menggunakan pertimbangan sehat dalam
penyusunan laporan keuangan. Pertimbangan sehat mengandung unsur kehati-hatian pada
saat melakukan prakiraan dalam kondisi ketidakpastian, sehingga aset atau pendapatan tidak
dinyatakan terlalu tinggi dan kewajiban tidak dinyatakan terlalu rendah. Namun demikian,
penggunaan pertimbangan sehat tidak memperkenankan, misalnya pembentukan cadangan
tersembunyi, sengaja menetapkan aset atau pendapatan yang terlampau rendah, atau sengaja
mencatat kewajiban atau belanja yang terlampau tinggi, sehingga laporan keuangan menjadi
tidak netral dan tidak andal.

15
16
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Ada beberapa definisi dan pengertian akuntansi yang berasal dari beberapa lembaga yang
dilihat dari beberapa sudut pandang yang berbeda. Pengertian ini juga dapat melingkupi
penganalisisan atas laporan yang dihasilkan oleh akuntansi tersebut. 71 Tahun 2010 tentang
Standar Akuntansi Pemerintahan mendefinisikan akuntansi sebagai proses identifikasi,
pencatatan, pengukuran, pengklasifikasian, pengikhtisaran transaksi dan kejadian keuangan,
serta penginterpretasian atas hasilnya.

Komersil/Perusahaan. Akuntansi komersial adalah akuntansi yang digunakan untuk mencatat


peristiwa ekonomi pada entitas bisnis yang mencari keuntungan atau laba. Laporan keuangan
yang dimaksud adalah neraca , laporan laba rugi, laporan arus kas, laporan perubahan ekuitas,
dan catatan atas laporan keuangan.

Sektor Publik. Akuntansi sektor publik adalah akuntansi yang digunakan untuk mencatat
peristiwa ekonomi pada organisasi nonprofit atau nirlaba. Dalam praktik keseharian,
pengelola entitas ekonomi perlu memiliki keahlian akuntansi sektor publik agar laporan yang
disajikan sesuai dengan standar akuntansi keuangan sektor publik atau yang lebih dikenal
dengan Standar Akuntansi Pemerintahan. Ada beberapa sistem pencatatan yang dapat
digunakan yaitu system pencatatan single entry, double entry, dan triple entry. Salah satu
yang membedakan pembukuan dan akuntansi adalah dalam penggunaan sistem pencatatan.

Entry. Transaksi yang berakibat bertambahnya kas akan dicatat di sisi penerimaan, sedangkan
transaksi yang berakibat Bekurangnya kas akan dicatat di sisi pengeluaran di dalam Buka Kas
Umum . Namun, sistem ini memiliki kelemahan, antara lain kurang bagus untuk pelaporan ,
sulit menemukan kesalahan pembukuan yang terjadi. Oleh karena itu, dalam akuntansi ada
sistem pencatatan yang lebih baik yang dapat mengatasi kelemahan tersebut, yakni sistem
pencatatan double entry.

Menurut sistem ini, pada dasarnya suatu transaksi ekonomi akan dicatat dua kali, dalam
artian, bahwa setiap transaksi minimal akan memengaruhi dua perkiraan, satu di sisi debit
dan satu di sisi kredit. Dalam melakukan pencatatan tersebut, setiap pencatatan harus
menjaga keseimbangan antara sisi debit dan sisi kredit dari persamaan dasar akuntansi.

Sistem pencatatan triple entry pada dasarnya adalah sistem pencatatan yang menggunakan
double entry ditambah dengan pencatatan pada buku anggaran. Pencatatan pada buku
anggaran ini merupakan pencatatan tentang anggaran yang telah digunakan sesuai dengan
pencatatan pada double entry. Dengan adanya pencatatan triple entry ini, maka dapat dilihat
sisa anggaran untuk masing masing komponen yang ada di Anggaran Pendapatan Belanja
Daerah . Sitem akuntansi keuangan daerah menurut peraturan yang lama adalah sistem
akuntansi yang meliputi proses pencatatan, penggolongan, penafsiran, peringkasan transaksi
17
atau kejadian keuangan serta pelaporan keuangan dalam rangka pelaksanaan APBD,
dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berterima umum.

18
DAFTAR PUSTAKA

19

Anda mungkin juga menyukai