A. Teori Fishbone
Diagram fishbone (diagram tulang ikan – karena bentuknya seperti tulang ikan)
sering juga disebut diagram cause and effect atau diagram sebab akibat adalah
diperkenalkan oleh Dr. Kaoru Ishikawa, seorang ahli pengendalian kualitas dari Jepang,
sebagai satu dari tujuh alat kualitas dasar (7 basic quality tools). Diagram fishbone
merupakan alat yang membantu mengidentifikasi, memilah, dan menampilkan berbagai
penyebab yang mungkin dari suatu masalah atau karakteristik kualitas tertentu.
Diagram ini menggambarkan hubungan antara masalah dengan semua faktor penyebab
yang mempengaruhi masalah tersebut. Menurut (Tague, 2005), diagram fishbone
digunakan ketika kita ingin mengidentifikasi kemungkinan penyebab masalah dan
terutama ketika sebuah tim cenderung jatuh berpikir pada rutinitas.
Diagram fishbone ini dapat digunakan ketika kita perlu:
1. Mengenali akar penyebab masalah atau sebab mendasar dari akibat,
masalah, atau kondisi tertentu
2. Memilah dan menguraikan pengaruh timbal balik antara berbagai faktor
yang mempengaruhi akibat atau proses tertentu
3. Menganalisa masalah yang ada sehingga tindakan yang tepat dapat
diambil
Hubungan antara Teori Fishbone dan dinamika kelompok adalah bahwa Teori
Fishbone dapat digunakan sebagai alat untuk menganalisis dan memahami faktor-
faktor yang mempengaruhi dinamika kelompok. Dengan menggunakan diagram tulang
ikan, anggota kelompok dapat mengidentifikasi berbagai aspek yang memengaruhi
kinerja dan interaksi kelompok mereka. Ini termasuk faktor-faktor seperti komunikasi
yang buruk, perbedaan tujuan, konflik antar anggota, kurangnya dukungan
kepemimpinan, atau masalah struktural lainnya yang mungkin mempengaruhi
dinamika kelompok.
Dengan memahami akar penyebab dari masalah atau tantangan dalam dinamika
kelompok, anggota kelompok dapat bekerja bersama untuk mengatasi atau
memperbaiki masalah tersebut. Ini bisa melibatkan pengembangan strategi komunikasi
yang lebih efektif, meningkatkan pemahaman bersama tentang tujuan kelompok,
mengelola konflik dengan lebih baik, atau memperbaiki struktur dan proses kelompok
secara keseluruhan.
B. Teori 5 Why’s
Teori 5W (5 Whys) sudah dikenal sejak tahun 1930 yang dikemukakan oleh
Sakichi Toyoda dan pada tahun 1970 dipopulerkan dalam Toyota Production System.
Strategi 5 Whys pendekatannya adalah dengan mencari tahu apa saja seluruh masalah
yang ada dan bertanya “mengapa” dan “apa yang menjadi akar masalah”. Setelah
sebuah permasalahan terungkap, kemudian dilanjutkan dengan pertanyaan “Why”, dan
setelah dijawab akan ditanya kembali “Why”, demikian seterusnya sampai dengan
“Why” kelima. Inilah mengapa teori ini disebut Strategi 5 Whys. Strategi 5W ini sangat
efektif dalam pemecahan masalah terhadap proses yang terjadi. Teori ini digunakan
saat bertanya secara berlapis dengan tujuan menemukan akar penyebab masalah,
dengan mengidentifikasi gejala, penyebab langsung, faktor kontributor, dan akhirnya
akar masalah. Dengan teori ini, investigator tidak boleh berhenti bertanya walaupun
sudah menemukan penyebab langsung sebelum menemukan akar penyebab masalah.
Keuntungan teori 5 whys adalah:
1. Menegaskan secara cepat Akar Masalah utama yang dihadapi.
Pertanyaan yang dikemukakan langsung menuju terhadap performa
yang terjadi. Kasus-kasus sederhana akan terpecahkan tanpa
menggunakan sumber daya yang berlebihan.
2. Mudah dipelajari (Learn) dan diterapkan (Apply). Praktek terhadap teori
ini sangat sederhana, cukup dengan bertanya “Mengapa” dan kemudian
dilanjutkan dengan bertanya kembali “Mengapa”, sampai dengan tidak
ada jawaban setelah itu. Jawaban terakhir itulah yang menjadi inti
masalah sebenarnya.
Dengan demikian, teori Devil's Advocate bukan hanya merupakan alat yang
efektif untuk meningkatkan kualitas keputusan, tetapi juga untuk memperkaya
dinamika kelompok dan memperkuat keterampilan individu dalam konteks kerja sama
kelompok.
D. Teori Demagog
Teori demagog merujuk pada konsep dalam ilmu politik dan psikologi sosial
yang menggambarkan individu yang menggunakan retorika emosional, populist, dan
seringkali manipulatif untuk memperoleh dan mempertahankan kekuasaan atau
dukungan politik. Istilah "demagog" berasal dari bahasa Yunani kuno, di mana "demos"
berarti "rakyat" dan "agogos" berarti "memimpin" atau "mendorong."
Ciri-ciri utama dari seorang demagog meliputi:
1. Penggunaan Retorika Emosional: Demagog cenderung menggunakan
bahasa yang penuh emosi dan memanfaatkan perasaan seperti ketakutan,
kemarahan, atau kebencian untuk mempengaruhi opini dan perilaku orang
lain.
2. Populisme: Mereka sering mengklaim mewakili kepentingan rakyat biasa
atau kelompok tertentu melawan elit atau kekuatan yang ada, meskipun
tujuan sebenarnya mungkin lebih terkait dengan kepentingan pribadi atau
kelompok kecil.
3. Manipulasi Informasi: Demagog cenderung memilih informasi atau fakta
yang mendukung narasi mereka, sementara mengabaikan atau menolak
informasi yang bertentangan. Mereka juga mungkin menggunakan
pemalsuan atau pengarahan informasi untuk memperkuat posisi mereka.
4. Polarisasi dan Konflik: Demagog sering memanfaatkan perpecahan sosial,
seperti perbedaan ideologi, agama, atau identitas, untuk memperkuat
dukungan mereka dan menciptakan konflik antar kelompok.
5. Kepentingan Pribadi: Meskipun sering mengklaim berbicara atas nama
rakyat atau kelompok tertentu, tujuan utama seorang demagog biasanya
adalah memperoleh kekuasaan, kekayaan, atau status pribadi.
Demagogisme dapat menjadi ancaman bagi stabilitas politik dan sosial, serta
menghambat proses demokratisasi dengan menekan diskusi yang sehat, pengambilan
keputusan yang rasional, dan pertukaran ide yang inklusif. Oleh karena itu, pengenalan
dan penyebaran kesadaran tentang strategi manipulatif demagogis sangat penting dalam
konteks politik dan sosial.
Teori demagog adalah alat analisis yang digunakan untuk memahami dan
mengidentifikasi perilaku politik dan sosial tertentu. Meskipun demagogisme sendiri
seringkali dipandang sebagai fenomena yang negatif, pemahaman tentang teori
demagog memiliki beberapa kegunaan:
1. Pengenalan Ancaman: Dengan memahami ciri-ciri dan taktik demagog,
kita dapat lebih mudah mengenali ketika seorang individu atau kelompok
menggunakan strategi manipulatif untuk mempengaruhi opini publik. Ini
memungkinkan kita untuk lebih waspada terhadap ancaman yang mungkin
timbul dari praktik demagogis.
2. Pendidikan dan Kesadaran Publik: Memperkenalkan teori demagog
kepada masyarakat dapat membantu meningkatkan kesadaran tentang
manipulasi politik dan retorika yang bersifat memecah belah. Dengan
memahami bagaimana demagog bekerja, orang-orang dapat lebih kritis
dalam mengevaluasi informasi yang mereka terima dari pemimpin politik
atau media.
3. Analisis Politik dan Sosial: Teori demagog menyediakan kerangka kerja
untuk menganalisis dinamika politik dan sosial dalam konteks populisme,
polarisasi, dan konflik. Ini membantu para peneliti dan analis untuk
memahami faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku massa, dinamika
kelompok, dan stabilitas politik.
4. Perlindungan Demokrasi: Dengan memahami teori demagog, para
pemimpin dan pembuat kebijakan dapat mengambil langkah-langkah untuk
melindungi lembaga demokratis dari ancaman yang timbul dari manipulasi
politik dan retorika yang memecah belah. Ini dapat mencakup kebijakan
transparansi, regulasi media, dan pendidikan politik.
5. Mendorong Pertukaran Ide yang Sehat: Dengan menyoroti praktik
demagogis, kita dapat mempromosikan budaya dialog dan diskusi yang
sehat dalam masyarakat. Ini membantu mencegah polarisasi ekstrem dan
memfasilitasi pertukaran ide yang inklusif dan konstruktif.
REFERENSI
Tague, N. R. (2005). The quality toolbox. (2th ed.). Milwaukee, Wisconsin: ASQ Quality Press.