Anda di halaman 1dari 26

Nama : Puput Ananda

NIM : 010002112007

Mata Kuliah : Pendidikan Kadeham

Dosen : Dr. Trubus Rahardiansyah, SH. MH

Bab 1
1. Latar belakang dan landasan penyelenggaraan pendidikan kadeham di Universitas
Trisakti berkaitan dengan upaya pengembangan diri seseorang pada aspek kehidupannya
meliputi pandangan, sikap dan keterampilan hidup. Upaya penyelenggaraan pendidikan
kadeham di Universitas Trisakti dilakukan dalam bentuk formal dalam sistem perkuliahan
dengan serangkaian kegiatan yang dirancang secara sistematis dan dirumuskan dalam
suatu kurikulum tertentu disertai persyaratan yang ketat dalam proses
penyelenggaraannya, dengan ini mahasiswa Universitas Trisakti sebagai warga negara
dapat memahami fungsi pemerintahan yang demokratis sesuai dengan konstitusi (UUD
1945) dan memahami konsep operasional secara bebas. Pendidikan kadeham diperlukan
untuk menyangga, memelihara dan melestarikan rasa cinta tanah air, wawasan demokrasi,
dan menjunjung tinggi HAM, di lingkup Universitas Trisakti pendidikan kadeham
berlandaskan hukum dan konseptual yang memiliki signifikan mendasar :
a) Sebagai sarana untuk menanamkan rasa cinta tanah air, nilai kebangsaan,
demokrasi, dan Hak Asasi Manusia. Hal ini mengingat Universitas Trisakti
menyandang predikat sebagai Kampus Pahlawan Reformasi, sehingga
penyelenggaraan pendidikan Kadeham sebagai "jiwa" bagi sivitas akademika
Universitas Trisakti.
b) Pendidikan Kadeham merupakan karakteristik Universitas Trisakti. Sebagaimana
diketahui bahwa sejak didirikan Universitas Trisakti belum memiliki ciri khas
yang bisa dijadikan kebanggaan bagi sivitas akademika, sehingga dengan
diselenggarakannya Pendidikan Kadeham, maka Universitas Trisakti secara
formal telah memiliki karakteristik tersendiri sebagai salah satu Perguruan Tinggi
Nasional yang terkemuka.
c) Pendidikan Kadeham merupakan realisasi konkret dari sifat multikultural yang
dimiliki oleh sivitas akademika Universitas Trisakti, yang terdiri atas berbagai
latar belakang suku, agama, ras, golongan dan sebagainya, sehingga nilai
persatuan dan kesatuan bangsa dapat terus ditumbuhkembangkan dalam suasana
kampus penuh rasa toleransi dan demokratis.

2. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kondisi atas kurangnya apresiasi generasi


muda (peserta didik) terhadap nilai-nilai nasionalisme, demokrasi, dan HAM, yaitu :
a) arah pendidikan cenderung telah kehilangan objektivitasnya. Perguruan tinggi
tidak lagi merupakan tempat peserta didik melatih diri untuk berbuat sesuatu
berdasarkan nilai-nilai moral dan akhlak di mana mereka mendapat koreksi
tentang tindakan-tindakannya: salah atau benar; baik atau buruk, dan lain
sebagainya.
b) Proses pendewasaan diri tidak berlangsung dengan baik di lingkungan perguruan
tinggi.
c) Proses pendidikan di perguruan tinggi sangat membelenggu peserta didik dan
dosen karena proses pembelajaran yang sangat ketat.
d) Beban kurikulum yang sedemikian berat, dan lebih parah lagi hampir sepenuhnya
diorientasikan pada pengembangan ranah kognitif belaka.
e) Kalaupun ada materi yang dapat menumbuhkan rasa afeksi (seperti Mata Kuliah
Umum), pada umumnya hanya disampaikan dalam bentuk verbalisme, yang
berakibat hanya sekedar untuk diketahui dan dihafalkan.
f) Pada saat yang sama peserta didik dihadapkan pada nilai-nilai yang sering
bertentangan (contradictory set of values). Misalnya, mata kuliah tertentu
mengajarkan kejujuran, tetapi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat melakukan
kecurangan dan ketidakadilan.
g) Selain itu peserta didik juga mengalami kesulitan dalam mencari sosok teladan
yang baik di lingkungannya, karena perilaku sebagian para pendahulunya (senior)
jauh menyimpang dari nilai-nilai luhur bangsa.

3. Relevansi pendidikan kadeham dengan dengan Visi Indonesia 2030 atau Visi 2030 yang
diprakarsai oleh Yayasan Indonesia Forum (YIF) yang menetapkan dan sekaligus
menentukan empat target pencapaian utamanya, yaitu:
a) Pada tahun 2030, dengan jumlah penduduk sekitar 285 juta jiwa, Product
Domestic Bruto (PDB) Indonesia akan mencapai US$ 5,1 triliun atau bila kita
hitung dengan formulasi pendapatan perkapita mencapai US$ 18.000 per tahun
(Rp 13.500.000 per bulan). Dengan pencapaian tersebut Indonesia diperkirakan
akan berada pada posisi kelima ekonomis terbesar setelah China, India, Amerika
Serikat, dan Uni Eropa;
b) Terciptanya pengelolaan kekayaan alam yang berkelanjutan;
c) Terwujudnya kualitas hidup modern dan merata;
d) Mengantarkan sedikitnya 30 perusahaan Indonesia masuk dalam daftar "Fortune
500 Companies". penyelenggaraan negara.
Adapun indikator keberhasilan ketetapan tersebut berdasarkan TAP MPR No
VII/MPR 2001 antara lain:
a) Penghormatan terhadap kemanusiaan;
b) Meningkatkan semangat persatuan dan kerukunan bangsa, toleransi, kepedulian,
dan tanggung jawab sosial;
c) Berkembangnya budaya dan perilaku sportif serta menghargai dan menerima
perbedaan dalam kemajemukan;
d) Menguatnya partisipasi politik sebagai perwujudan kedaulatan rakyat dan kontrol
sosial masyarakat;
e) Berkembangnya organisasi sosial, organisasi kemasyarakatan, dan organisasi
politik yang bersifat terbuka;
f) Meningkatnya kualitas sumber daya manusia sehingga mampu bekerja sama dan
bersaing dalam era global;
g) Memiliki kemampuan dan ketangguhan dalam menyelenggarakan kehidupan
berbangsa dan bernegara di tengah pergaulan antarbangsa agar sejajar dengan
bangsa-bangsa lain;
h) Terwujudnya penyelenggaraan negara yang profesional, transparan, akuntabel,
memiliki kredibilitas, serta bebas dari kolusi, korupsi, dan nepotisme.
Salah satu indikator keberhasilan lainnya dituangkan dalam UU Nomor : 20/2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional melalui Mata Kuliah Pengembangan
Kepribadian, khususnya Pendidikan Kewarganegaraan yang bertujuan membentuk
peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air.
Rasa kebangsaan diperlukan untuk:
a) Menyatukan tekad menjadi bangsa yang kuat, dihormati, dan disegani oleh bangsa
lain; dan
b) Mempererat persatuan dan kesatuan, baik dalam arti spirit maupun geografi
sehingga dapat meniadakan frontier.
Situasi yang yang didambakan adalah terwujudnya Visi Indonesia 2030 yang berlandaskan
pada nilai-nilai kebangsaan, demokrasi, dan HAM.

4. Hakikat pendidikan kadeham bertujuan membekali dan memantapkan peserta didik


dengan pengetahuan dan kemampuan dasar hubungan warga negara Indonesia yang
Pancasilais dengan negara dan sesama warga negara agar mahasiswa mampu menerapkan
nilai-nilai pancasila dalam kehidupan sehari-hari, memiliki kepribadian yang mantap,
berpikir kritis, bersikap rasional, etis, estetis, dan dinamis; berpandangan luas; bersikap
demokratis dan berkeadaban.

5. Visi Pendidikan Kadeham yaitu menjadi sumber nilai dan pedoman penyelenggaraan
program studi dalam mengantarkan peserta didik mengembangkan kepribadiannya selaku
warga negara yang berperan aktif menegakkan demokrasi menuju masyarakat yang
berkeadaban (civil society). Misi Pendidikan Kadeham yaitu membantu peserta didik
selaku warga negara agar mampu mewujudkan nilai-nilai dasar perjuangan bangsa
Indonesia serta kesadaran berbangsa, bernegara dalam menerapkan ilmunya secara
bertanggung jawab terhadap kemanusiaan. kompetensi Pendidikan Kadeham bertujuan
untuk menguasai kemampuan berpikir, bersikap rasional, dan dinamis, berpandangan luas
sebagai manusia intelektual, serta mengantarkan peserta didik selaku warga negara yang
memiliki sebagai berikut:
a) Wawasan kesadaran bernegara untuk membela negara dan bangsa dengan perilaku
cinta tanah air;
b) Wawasan kebangsaan kesadaran berbangsa demi ketahanan nasional
c) Pola pikir, sikap yang komprehensif integral pada seluruh aspek kehidupan nasional.
Sedangkan secara khusus Pendidikan Kadeham bertujuan, sebagai :
a) membentuk kecakapan partisipatif yang bermutu dan bertanggung jawab dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara baik di tingkat lokal, nasional, regional maupun
global;
b) memberdayakan warga masyarakat yang baik dan mampu menjaga persatuan dan
integritas bangsa guna mewujudkan Indonesia yang kuat, sejahtera, dan demokratis
serta menegakkan etika kemajemukan;
c) menghasilkan peserta didik yang berpikir komprehensif, analitis, kritis, serta bangga
terhadap bangsa dan negara, bertindak demokratis, dan menjunjung tinggi nilai-nilai
HAM dengan berpegang teguh pada ideologi Pancasila dan UUD 1945;
d) mengembangkan budaya dan perilaku demokratis, yaitu kebebasan, persamaan,
kemerdekaan, toleransi, kemampuan mengendalikan diri, kemampuan melakukan
dialog, negosiasi, mampu mengambil keputusan secara tepat dan bijak, kemampuan
menyelesaikan konflik serta berpartisipasi aktif dalam kegiatan penyelenggaraan
negara;
e) mampu membentuk peserta didik menjadi good and responsible citizen (warganegara
yang baik dan bertanggung jawab) melalui penanaman moral dan keterampilan sosial
(social skills), sehingga kelak mereka mampu memahami dan memecahkan persoalan-
persoalan aktual yang dihadapi oleh bangsa dan negara Indonesia, seperti bangga
sebagai bangsa Indonesia, memiliki wawasan kebangsaan yang memadai, bersikap
toleransi, menghargai perbedaan pendapat, bersikap empati, menghargai pluralitas,
kesadaran hukum dan tertib sosial, menjunjung tinggi HAM, mengembangkan
demokratisasi dalam berbagai kehidupan sosial dan menghargai kearifan lingkungan.

6. Kompetensi merupakan kemampuan dan kecakapan yang terukur setelah peserta didik
mengikuti proses pembelajaran secara keseluruhan yang meliputi kemampuan akademik,
sikap dan keterampilan yang diartikulasikan untuk mengadakan pembelajaran (transfer of
learning), pengalihan nilai (transfer of values), dan pengalihan prinsip-prinsip (transfer
of principles) kebangsaan, demokrasi dan HAM. Kompetensi pendidikan kadeham yang
wajib dikuasai mahasiswa adalah agar mampu berpikir secara rasional, bersikap dewasa
dan dinamis, berpandangan luas dan bersikap demokratis sebagai warga negara Indonesia
yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air serta memiliki daya saing dan
berpartisipasi aktif dalam membangun kehidupan yang damai berdasarkan Pancasila.
Pendidikan kahedam seiring berkembangnya zaman masih relevam untuk proses
pembangunan karakter bangsa (nation and character building) karena kemampuan
memberdayakan, membangun dan menata masyarakat Indonesia di masa depan yang
menjadi dambaan bersama merupakan tuntutan dasar Pendidikan kahedam.

7. Arah mata kuliah pengembangan kepribadian pada pendidikan kadeham di Universitas


Trisakti yaitu agar mahasiswa mampi menambahkan :
a) Wawasan spiritual, sebagai landasan etik, moral, religius yang mendasari
pengembangan profesi.
b) Wawasan akademis, sebagai sumber instrumen bagi pembaharuan dan pencerahan
dalam rangka pengembangan sumber daya manusia.
c) Wawasan kebangsaan, yang menumbuhkan kesadaran nasionalisme sehingga dalam
pergaulan antarbangsa tetap mengedepankan jati diri dan ideologinya sendiri.
d) Wawasan perubahan (mondial), yang menyadarkan bahwa dalam proses dialektika
senantiasa berhadapan dengan perubahan; yang harus dapat dijadikan peluang untuk
berkarya.

8. Landasan hukum penyelenggaraan pendidikan kadeham diatur dalam bentuk bela negara
sesuai dengan Pasal 27 Ayat (3) dan Pasal 30 Ayat (1) UUD 1945 dan lainnya seperti :
a) Pendidikan Kewiraan berdasarkan SK Bersama Menteri Pertahanan dan Keamanan,
dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tahun 1973
b) UU No. 20/1982 tentang Pokok-Pokok Penyelenggaraan Pertahanan Negara
menentukan Pendidikan Kewiraan adalah Pendidikan Pendahuluan Bela Negara
(PPBN).
c) UU No. 2/1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas)
d) Surat Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (SK Dirjen Dikti) 1993
e) Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan 1994 6) Keputusan Dirjen Dikti
Nomor: 19/1997.
f) SK Dirjen Dikti Nomor: 151/2000 menyatakan bahwa Pendidikan Kewiraan
bermuatan Pendidikan Kewarganegaraan termasuk Mata Kuliah Pengembangan
Kepribadian (MPK)
g) SK Dirjen Dikti Nomor: 267/2000 9) SK Dirjen Dikti Nomor: 232/2000 tentang
Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar
Mahasiswa
h) Surat Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan
Nasional Republik Indonesia Nomor: 38/DIKTI/Kep/2002 tentang Rambu-Rambu
Pelaksanaan Kelompok Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi
i) Undang-Undang Nomor: 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
j) Surat Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Departeman Pendidikan
Nasional Republik Indonesia Nomor: 43/DIKTI/Kep/2006 tentang Rambu-Rambu
Pelaksanaan Kelompok Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan
Tinggi.

9. Landasan konseptual bagi penyelenggaraan Pendidikan Kadeham terletak pada


pemahaman dan upaya untuk hidup dalam konteks perbedaan, Pemahaman dan
penghayatan terhadap nilai-nilai diharapkan mampu membuahkan sikap dan upaya
sinergi-kolaboratif dalam mengatasi berbagai persoalan seperti identitas budaya bangsa
yang mungkin hilang karena adanya percampuran dengan budaya asing dan oleh sebab itu
penyatuan budaya bangsa dengan identitas daerah sangat diperlukan agar penerapan
pendidikan Kadeham dapat menjadi subversive-force yang mengubah dan memperbarui
keadaan sekaligus menyadarkan dan memberdayakan manusia sesuai dengan Visi
Indonesia 2030

10. Signifikansi pendidikan kadeham bagi masyarakat, bangsa dan negara yaitu agar
kemampuan manusia di Indonesia menjadi profesional dan berkualitas moral kebangsaan
yang diwujudkan dalam sikap dan perilaku cinta tanah air dan yakin akan perjuangan
menuju cita-cita nasional (dwi warna purwa, cendekia wasana) karena dengan adanya
Pendidikan kadeham mampu melakukan perkembangan masyarakat dalam aspek
kehidupannya, seperti memahami dasar tentang cara kerja demokrasi dan lembaga-
lembaganya, memahami rule of law, HAM dan perjanjian-perjanjian internasional
maupun lokal, menguatkan keterampilan untuk memecahkan suatu permasalahan serta
mengembangkam budaya demokrasi dan perdamaian pada lembaga pendidikan dan
seluruh aspek kehidupan masyarakat

Bab 2
1. Nasionalisme merupakan landasan ideologis bagi bangsa Indonesia, yang merupakan
sebuah cita-cita bangsa. Nasionalisme penting untuk membangun suatu bangsa karena
nasionalisme suatu bangsa mengandung unsur-unsur bahasa, ras, etnik, agama,
peradaban, wilayah, negara dan kewarganegaraan yang dapat membentuk dan membantu
mempercepat proses evolusi nasionalisme suatu bangsa ke arah pembentukan negara
nasional

2. Patriotisme adalah ajaran tentang berjiwa dan bersemangat patriot yang mencintai tanah
airnya. Sikap patriotisme perlu diterapkan karena mengandung keyakinan nilai-nilai dan
cita-cita suatu bangsa sebab patriotisme berkaitan atas negara yang menjalankan
kekuasaannya berdasarkan kedaulatan rakyat
3. Konsep nasionalisme bangsa Indonesia bersifat anti penjajahan, anti kolonialisme dan
imperialisme. Perkembangan konsep nasionalisme lahir untuk menghilangkan
diskriminasi dengan karakteristik :
a) bersifat sosialistis yang bercita-cita mewujudkan masyarakat adil, sejahtera dan
makmur,
b) bersifat demokratis untuk mewujudkan hubungan masyarakat yang seimbang dan
serasi,
c) bersifat politis untuk mewujudkan negara kesatuan, merdeka dan berdaulat.
Dinamika nasionalisme di Indonesia ada beberapa tahap :
a) periode 1945-1950 (tahap transitif) muncul berbagai perbedaan pandangan-pandangan
berbagai kelompok masyarakat
b) periode 1950-1960 (fase destruktif) muncul pertentangan di masyarakat yang bersifat
ideologis
c) periode 1960-1965 (fase agresif) sangat agresif terhadap perbedaan pendapat
d) periode 1965-1978-an (periode integratif) saat ini persatuan dan kesatuan bangsa
menjadi kokoh kembali
e) tahun 1990-an, didominasi oleh perkembangan teknologi informasi yang melahirkan
kecenderungan terjadinya globalisasi seperti timbulnya informasi yang sangat cepat
namun kecenderungan informasi yang berlebihan dan bersifat sementara,
melimpahnya informasi yang didapatkan membawa kontradiksi informasi dan
meningkatkan kecepatan perubahan yang pada gilirannya akan melecehkan kekuasaan
di segala aspek kehidupan, muncul dan berkembangnya sikap pesimisme dengan
meningkatnya kejahatan dan lainnya, pengaruh budaya asing yang semakin besar di
Indonesia. Oleh karena itu perlunya penyesuaian dengan Visi Indonesia 2030,
Indonesia perlu mengembangkan nasionalisme baru dengan formulasi :
1) Cita-cita persatuan dan kesatuan bangsa yang lebih menekankan kembali pada
pola pikir yang mendahulukan penciptaan kesejahteraan dan keadilan
masyarakat,
2) Budaya individualisme, hedonisme, konsumerisme, harus diganti dengan cita-
cita kemasyarakatan, kebersamaan, toleransi, dan integrasi sosial;
3) Orientasi yang cenderung elitis dan kekuasaan diganti orientasi massa dan
pemberdayaan sosial;
4) Cara melihat ideologi sebagai tertutup, sempit, dan sakral diubah menjadi
ideologi terbuka dan rasional;
5) Kesadaran untuk mengembangkan rasa percaya diri, keberanian, patriotisme,
dan tanggung jawab untuk menjaga martabat bangsa.
4. Konsep nasionalisme dilihat dari sudut pandang agama, etnis, politik, sosial, ekonomi dan
ideologi yang berarti suatu pengelompokan masyarakat, disebut juga sebagai bangsa
dengan suatu solidaritas besar yang terbentuk karena adanya golongan warga masyarakat
yang beraneka ragam dan sulit dirumuskan secara baku, konsep tersebut bertujuan
meningkatkan degree kebangsaan dilakukan dengan cara meningkatkan kesadaran,
kesetiaan dan kemauan dan melengkapi dengan menyatukan unsur-unsur agama, etnis,
politik, sosial, ekonomi dan ideologi

5. Memahami konsep suatu bangsa dilakukan dengan mencari suatu sumber-sumber


mengenai arti bangsa, bangsa diartikan sebagai sekumpulan manusia yang merupakan
suatu kesatuan karena memiliki persamaan kebudayaan seperti bahasa, adat istiadat,
agama dan sebagainya (pengelompokan masyarakat), menurut Mochtar Pabotinggi
konsep suatu bangsa hadir karena kolektivitas politik, yaitu proses sejarah dan dialektika
yang dinamis, artinya bangsa Indonesia terbentuk karena kesepakatan politik dan
solidaritas yang terus berubah mengikuti sejarah perkembangan masyarakat

6. Konsep bangsa menurut para ahli :


a) Ernest Renan (1823 - 1892) mendefinisikan bangsa sebagai suatu asas rohani, yang
timbul dari peristiwa-peristiwa historis yang terus-menerus dan berakar secara
mendalam pada suatu komunitas yang mempunyai kehendak hidup bersama (jiwa).
b) Kedua, Hans Kohn (1852 - 1879) menyatakan bahwa bangsa adalah buah hasil
perjalanan sejarah, dan karena itu selalu mengalami pasang surut. Bangsa merupakan
golongan warga masyarakat yang beraneka ragam dan sulit dirumuskan secara baku.
c) Benedict Anderson (2001) mendefinisikan bangsa sebagai sesuatu yang terbayang
karena para anggota bangsa yang terkecil sekalipun tidak akan tahu dan tidak akan
kenal sebagian besar anggota yang lain.
d) Mochtar Pabottingi (2000; dalam Dhakidae, 2001), menyatakan bahwa: "Di sini
nasion kita rumuskan sebagai kolektivitas politik egaliter-otosentris, yang
konterminus (dipisahkan) dengan wilayah politinya serta lahir dari atau ditunjukkan
bersama pada rangkaian dialektika serta peristiwa sejarah yang sarat makna dengan
proyeksi eksistensial tanpa batasan waktu ke masa depan.
Konsep bangsa dipahami berbeda karena konsep bangsa berkaitan erat dengan suku
bangsa (ethnic group) dan ras yang sering dijadikan konotasi negatif, pengertian bangsa
adalah identitas kolektif yang mendefinisikan “kita” dimana salah satu pihak mengandung
jaringan solidaritas yang dikenakan terhadap kemajemukan dan antagonisme di dalam
masyarakat, sedangkan pihak lain mengandung pengakuan sebagai suatu kolektivitas
yang “berbeda” dari mereka atau bangsa lain, “kita” ini diungkapkan melalui simbolisme
yang kuat, sebagaimana diwujudkan dalam bentuk bendera dan lagu kebangsaan, dan
juga sejarah resmi yang mengisahkan “kita” sebagai kolektif masa lalu yang dibanggakan
bersama

7. Perkembangan konsep bangsa dapat dilakukan dengan meningkatkan kadar karakteristik


subjektif (kesadaran, kesetiaan dan kemauan) dan dilengkapi dengan unsur-unsur
karakteristik obyektif (wilayah teritorial, sejarah dan ekonomi).
Bangsa Indonesia adalah tumbuh dan berkembangnya suatu negara karena kehendak suku
bangsa dan orang-orang bangsa lain yang ada di Indonesia untuk bersama-sama mencapai
masa depan yang lebih baik yang didasarkan pada pengalaman-pengalaman sebelumnya.

8. Identitas bangsa erat kaitannya dengan pengertian dari suatu bangsa itu sendiri, yang
dikenal sebagai istilah kebangsaan atau nasionalisme. Identitas bangsa sangat penting
bagi bangsa Indonesia karena tujuannya adalah menegakkan bhineka tunggal ika (unity in
diversity) suatu solidaritas yang didasarkan pada kesantunan. Hal ini dapat diartikan juga
sebagai suatu sistem politik yang berdasarkan kekuasaan bersama (demokrasi) dilandasi
oleh tertib hukum, kepedulian kesejahteraan umum, dan keseimbangan antara hak pribadi
dan kepentingan umum menetapkan dasar keanggotaan dalam suatu komunitas negara
karena suatu identitas bersama menetapkan dasar keanggotaan di dalam suatu negara.

9. Hubungan integrasi bangsa dengan integrasi politik yaitu pada saat integrasi bangsa
menggabungkan unsur-unsur yang berbeda menjadi suatu kesatuan yang utuh maka saat
itu integrasi politik melakukan penjumlahan etnis (suku bangsa) di Indonesia, integrasi
bangsa selalu memerlukan integrasi politik untuk mengatur masyarakat agar tunduk dan
patuh pada kebijakan negara serta meningkatkan konsensus normatif mengatur tingkah
laku dalam bermasyarakat demi mencapai identitas suatu bangsa

10. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan identitas nasional :


a) Primordialisme
b) Keagamaan (Sakralitas Agama)
c) Pemimpin Bangsa
d) Sejarah Bangsa
e) Bhineka Tunggal Ika
f) Perkembangan Ekonomi
Faktor yang paling menonjol dalam pembentukan identitas nasional adalah faktor
a) Sejarah Bangsa, karena adanya persepsi tentang pengalaman masa lalu yang
melahirkan solidaritas, tekad dan tujuan antar kelompok masyarakat yang menyatukan
mereka sebagai bangsa dan membentuk konsep ke-kita-an dalam masyarakat
b) Bhineka Tunggal Ika, merupakan prinsip bersatu dalam perbedaan (unity in diversity)
sebagai kesetiaan warga masyarakat pada suatu lembaga yang disebut negara atau
pemerintahan yang dipandang akan mendatangkan kehidupan yang lebih manusiawi
tetapi tanpa menghilangkan keterikatan kepada suku bangsa, adat-istiadat, ras atau
agama
c) Perkembangan Ekonomi, apabila semakin tinggi mutu dan semakin tinggi variasi
kebutuhan masyarakat maka semakin tinggi juga saling bergantung pada berbagai
jenis pekerjaan, karena semakin kuat suasana saling bergantung antar anggota
masyarakat karena perkembangan ekonomi maka semakin besar solidaritas dan
persatuan dalam masyarakat

Bab 3
1. Setiap negara yang menyatakan bahwa berdemokrasi biasanya hanya pernyataan
emosional semata karena demokrasi di era globalisasi dianggap sebagai norma global
dunia atau sebagai eksistensi suatu negara, karena jika suatu negara menyatakan telah
berdemokrasi artinya negara tersebut telah menggunakan sebuah konsep formulasi yang
ideal dan dapat digunakan sebagai standar untuk menilai eksistensi negara di era
globalisasi ini.

2. Konsep demokrasi adalah bahwa masyarakat mayoritas senantiasa dituntut untuk bersikap
dan berperilaku menghargai eksistensi masyarakat minoritas, karena bagaimanapun
mereka adalah bagian dari rakyat secara keseluruhan dan tidak dapat diperlakukan secara
diskriminatif atau tidak adil. Demokrasi dipandang berlaku secara universal karena
adanya beberapa partai politik, pengakuan hak minoritas, adanya pembagian kekuasaan
(trias politica), pemerintahan berdasarkan hukum, kedaulatan berada di tangan rakyat,
dan lain-lain.
3. Delapan prinsip demokrasi :
a) Partisipasi, merupakan elemen krusial pemberdayaan politik untuk menjalankan dan
menentukan proses politik
b) Inklusivitas, pandangan dan penempatan individu secara politik tanpa
mempertimbangkan perbedaan latar belakang ras, etnis, kelas, gender, agama, bahasa
maupun identitas lainnya
c) Perwakilan (Representation), tersedianya perangkat perwakilan jika
mempertimbangkan waktu dan ruang partisipasi langsung secara absolut dalam proses
politik dan kekuasaan (pemerintahan)
d) Transparansi (transparency) masyarakat sebagai basis otorisasi institusi politik,
dimana politik mendapatkan legitimasi dari masyarakat dan memiliki konsekuensi
yang jelas
e) Akuntabilitas, terjadi apabila institusi-institusi negara (publik) transparan
f) Responsiveness (kecepatan merespon), demokrasi yang memungkinkan kelompok
masyarakat mendapat akses langsung kepada lembaga-lembaga politik publik
g) Kompetensi/otorisasi, adanya proses pemilu secara bebas dan adil dalam proses
kompetitif
h) Solidaritas, dukungan dan niat komunitas kepada rezim demokrasi secara personal,
publik dan komunitas internasional.
Prinsip-prinsip demokrasi ini sangat penting karena sebagai pembagian kekuasaan tiga
lembaga negara agar kedudukannya sejajar satu sama lain untuk saling mengawasi dan saling
mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances.

4. Enam teori demokrasi :


a) Demokrasi Langsung dan Demokrasi Perwakilan, pada demokrasi langsung warga
negara memegang kedaulatannya secara langsung dan majelis rakyat yang
merancang, membuat, mengesahkan dan mengawasi pelaksanaan kebijakan
politik yang ditetapkan. Pada demokrasi perwakilan warga negara diberikan hak
untuk memilih wakil yang akan duduk dalam suatu pemerintahan dan jika terpilih
akan memperjuangkan seluruh aspirasi politik warga negara
b) Demokrasi Konsosiasional, sistem demokrasi hukum yang tidak dapat disahkan
tanpa mendapat persetujuan dan kesepakatan oleh mayoritas mutlak maupun
badan legislatif yang mewakili kepentingan kelompok masyarakat
c) Demokrasi Kompetitif, demokrasi dengan keputusan masalah politik yang
dirancang untuk mengakomodasi setiap aspirasi politik, yang di dalamnya
mencerminkan kepentingan dan tujuan beragam
d) Demokrasi konsensus, demokrasi yang dalam pengambilan keputusan politiknya
dirancang untuk mencapai harmoni atau keselarasan dari berbagai kepentingan
dan tujuan yang beragam dalam persetujuan yang dapat diterima oleh seluruh
warga negara
e) Demokrasi Sentralisasi, Pemerintah pusat sangat berperan dominan dalam
mengendalikan aspirasi rakyat, rakyat harus tunduk dan patuh terhadap keputusan
pemerintah hal ini disebut pemerintahan yang otoriter
f) Demokrasi desentralisasi, Pemerintah Pusat dan daerah memiliki kedudukan dan
peran yang hampir sama
Teori demokrasi yang paling relevan bagi Indonesia yaitu Demokrasi Langsung dan
Demokrasi Perwakilan, Demokrasi Konsosiasional, Demokrasi Kompetitif, dan Demokrasi
konsensus karena Indonesia menganut “kedaulatan di tangan rakyat” dan pada teori
demokrasi yang tersebutkan telah sesuai untuk kepentingan rakyat

5. Lima nilai utama ajaran universal demokrasi :


a) adanya hak yang sama dan tidak diperdebatkan antara rakyat yang satu dengan rakyat
yang lainnya. Hak tersebut diatur dalam suatu undang-undang dan peraturan-
peraturan yang dapat dipertang-gungjawabkan dan diterima semua pihak (legitimate)
b) partisipasi efektif yang menunjukkan adanya proses dan kesempatan yang sama bagi
rakyat untuk mengekspresikan prefensinya dalam pengambilan keputusan
c) adanya "pengertian yang sama dan sebangun" (enlight-ened understanding) yang
menunjukkan bahwa rakyat mengerti dan paham terhadap keputusan-keputusan yang
diambil negara, tidak terkecuali sistem birokrasi. Pengertian tersebut menunjukkan
pada adanya efektivitas peran pemerintah dalam mensosialisasikan keputusan-
keputusannya, dan dalam memberikan kesempatan yang sama kepada rakyat untuk
mengkritisinya. Artinya, rakyat umumnya dapat menerima keputusan pemerintah
sebagai keputusan yang paling adil.
d) adanya kontrol akhir yang ditentukan oleh rakyat (fi-nal control on the agenda by the
demos), yang menunjukkan bahwa rakyat memiliki kesempatan istimewa untuk
membuat keputusan, membatasi materi, atau memperluas materi yang akan
diputuskan dan dilakukan melalui proses-proses politik, yang dapat diterima dan
memuaskan berbagai pihak
e) inclusiveness, yakni suatu pertanda yang menunjukkan bahwa yang berdaulat adalah
seluruh rakyat. Yaitu, semua anggota masyarakat dewasa tanpa terkecuali.
Nilai kebebasan yang menjadi jargon demokrasi memiliki kedudukan penting karena dalam
prakteknya diharuskan memiliki nilai kebebasan dan keadilan untuk menyeleksi pemimpin-
pemimpin politik

6. Indikator pelaksanaan sistem demokrasi :


a) Akuntabilitas dalam demokrasi, pemegang jabatan yang dipilih oleh rakyat harus
mempertanggungjawabkan kebijaksanaan yang hendak dan telah ditempuhnya
b) Rotasi kekuasaan, adanya peralihan kekuasaan yang dilakukan secara teratur dan
damai
c) Rektuitmen politik secara terbuka, setiap orang yang memenuhi syarat untuk mengisi
suatu jabatan politik yang dipilih oleh rakyat memiliki peluang yang sama melakukan
kompetisi untuk mengisi jabatan tersebut
d) Pemilihan umum, negara yang demokrasi melakukan pemilu secara teratur
e) Menjunjung tinggi HAM, setiap warga masyarakat dapat menjunjung tinggi hak-
haknya secara bebas
Pemilu dan pemerintahan good governance merupakan sebuah indikator demokrasi, karena
keduanya merupakan pilar bagi suatu negara dalam upaya mewujudkan kedaulatan rakyat
(kekuasaan negara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintahan negara

7. Sistem Distrik, adalah sistem pemilihan yang paling tua dan didasarkan atas geografis,
setiap geografis memiliki satu wakil dalam parlemen. Oleh karena itu, negara membagi
sejumlah distrik pemilihan yang diperkirakan sama dengan jumlah penduduknya. Karena
satu distrik hanya berhak atas satu wakil, maka calon yang memperoleh suara terbanyak
dalam distriknya menang (the first past the post)
Keuntungan sistem distrik :
a) Karena kecilnya distrik, wakil yang terpilih dapat dikenal penduduk distrik sehingga
memiliki hubungan yang erat dengan penduduk distrik, lebih memperjuangkan
kepentingan distrik dan kedudukan partainya akan lebih independen.
b) Mendorong ke arah integrasi partai-partai politik karena kursi yang diperebutkan
dalam setiap distrik hanya satu
c) Kecenderungan membentuk partai baru dapat diminimalisir
d) Memudahkan suatu partai untuk mencapai kedudukan mayoritas dalam parlemen,
sehingga tidak ada koalisi dengan partai lain, hal ini mendukung stabilitas nasional
e) Sistem yang sederhana dan mudah untuk diselenggarakan
Kelemahan sistem distrik :
a) Kurang memperhitungkan partai-partai kecil dan golongan minoritas
b) Kurang representatif, karena jika calon dari suatu partai kalah di distrik, maka akan
kehilangan suara-suara yang mendukungnya
c) Kemungkinan seorang wakil yang terpilih cenderung memperhatikan kepentingan distrik
dan warganya dari pada kepentingan nasional
d) Kurang efektif untuk negara yang masyarakatnya heterogen karena terbagi dalam
kelompok etnis, agama, dan ideologi
Sistem Proporsional, sistem yang memiliki gagasan bahwa jumlah kursi yang diperoleh
suatu partai adalah sesuai dengan jumlah suara yang diperoleh dari masyarakat, artinya setiap
pemilihan wakil akan disesuaikan dengan banyaknya penduduk dalam suatu daerah.
Keuntungan sistem proporsional :
a) Dianggap lebih demokratis karena asas man one vote dilaksanakan secara penuh,
sehingga praktis tanpa ada suara yang hilang dan hal ini juga memenuhi rasa adil (sense
of justice)
b) Dianggap representatif, karena jumlah kursi partai dalam parlemen sesuai dengan jumlah
suara yang diperoleh dari masyarakat dalam pemilu
c) Tidak ada distorsi jumlah suara yang masuk dengan jumlah pemilih yang terdaftar
Kelemahan sistem proporsional :
a) Mempermudah perpecahan partai, karena jika timbul suatu konflik dalam partai,
anggotanya cenderung memisahkan diri dan mendirikan partai baru hal ini dianggap
kurang menggalang kekompakkan
b) Kurang mendorong partai-partai untuk berintegritasi/kerjasama dan mencarikan serta
memanfaatkan persamaan-persamaan yang ada, dan lebih cenderung mempertajam
perbedaan sehingga dianggap memiliki akibat munculnya banyak partai
c) Memberikan kedudukan kuat pada pimpinan partai melalui sistem terdaftar, karena
pimpinan partai menentukan calon daftar
d) Wakil terpilih kemungkinan ikatannya akan renggang dengan masyarakat yang
memilihnya karena besarnya wilayah sehingga sukar dikenal orang dan pada pemilihan
semacam ini peran partai lebih menonjol ketimbang kepribadian wakil sehingga akan
lebih memperhatikan kepentingan partai serta masalah-masalah umum atau nasional dari
pada kepentingan distrik serta warganya
e) Banyaknya partai yang bersaing, dan sulitnya bagi satu partai untuk meraih mayoritas
dalam parlemen

8. Implementasi demokrasi di Indonesia (1949-1959)


a) Terbentuknya kabinet parlementer, oleh beberapa hal yaitu :
1) Timbulnya kekhawatiran fasisme dan totalitarianisme, sebagai tindak lanjut pada
November 1945 melalui Maklumat Wakil Presiden No. X 3 November 1945
dibukakan jalan bagi partai-partai politik agar dibantuk dengan ketetapan-
ketetapan yang harus diberlakukan
2) Perubahan sistem parlementer yang liberal
3) Indonesia adalah negara demokrasi, bukan boneka Jepang
b) Terbentuknya demokrasi liberal, oleh beberapa hal yaitu :
1) Karena ketidakstabilan politik, terdapat delapan kali kabinet yang memerintah
(1945-1959). Perpecahan politik terjadi karena adanya kecenderungan partai
untuk memperluas dukungan dengan memanfaatkan kesetiaan primordial dalam
masyarakat, agama, budaya dan pengaruh pimpinan daerah terhadap partai yang
membesar sehingga dukungan partai meluas menjadi bersifat kedaerahan dan
golongan
2) Partisipasi politik yang berjalan dengan semarak ditandai dengan tarik-menarik
antar partai dalam lingkaran kekuasaan dengan kekuatan politik di luar lingkaran
kekuasaan
3) Distribusi kekuatan yang khas, hapusnya partai-partai politik dan
memperkenalkan sistem demokrasi terpimpin
4) Belum terciptanya stabilitas pemilu tahun 1955, karena masa 1945-1959 ditandai
oleh tersentralisasinya kekuasaan partai dan masyarakat dalam keadaan
terasingkan dari proses politik, sehingga lahirnya pemberontakan.
Berbagai realitas dapat diketahui bahwa kegagalan sistem parlemen diakibatkan oleh kuatnya
aliran politik dan sulitnya mencapai konsensus sehingga terjadi kompromi politik, hal lainnya
adalah rentannya struktur ekonomi yang pada akhirnya berdampak terhadap tatanan
pembangunan sitem politik
9. Penerapan demokrasi era reformasi dari tahun 1998-sekarang
a) Pemerintahan Presiden BJ Habibie, ditandai dengan mulainya kerjasama dengan dana
moneter internasional untuk membatu proses pemulihan ekonomi, melonggarkan
kebebasan pers dalam berekspresi, membebaskan tahanan politik secara
bergelombang, dan mengizinkan Timor Timur untuk mengadakan referendum yang
berakhir dengan berpisahknya wilayah tersebut dari Indonesia pada Oktober 1999
b) Pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid, adanya gerakan separatisme yang
berkembang marak di Aceh, Papua dan Maluku, dan banyak kebijakan-kebijakannya
yang ditentang oleh anggota MPR/DPR
c) Pemerintahan Presiden Megawati, berhasilnya memulihkan ekonomi Indonesia
d) Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pada 17 Juli 2005 terjadinya
kesepakatan antara pemerintah Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka yang
bertujuan mengakhiri konflik di wilayah Aceh, dan berhasil mejaga NKRI dari
serangan terorisme serta pengendalian konflik kekerasan di daerah sebagai
konsekuensi kebijakan otonomi daerah

10. Pilar-pilar demokrasi untuk Indonesia di masa depan yaitu :


a) Kedaulatan rakyat
b) Pemerintahan yang mewujudkan good governance
c) Kekuasaan mayoritas
d) Terjaminnya hak-hak minoritas
e) Jaminan terhadap HAM
f) Pemilu yang bebas, jujur dan adil
g) Persamaan hak di depan hukum (supermasi hukum)
h) Peradilan yang bebas dan tidak memihak
i) Pembatasan kekuasaan pemerintahan secara konstitusional melalui pengawasan yang
akuntabel (accountability)
j) Kemajemukan sosial, ekonomi dan politik
k) Nilai-nilai toleransi, pragmatisme, kerjasama dan mufakat
l) Terwujudnya masyarakat adab (civil society)

Bab 4
1. Hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada manusia sebagai mahluk
Tuhan YME dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan
dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta
perlindungan harkat dan martabat manusia. Hak asasi manusia adalah hak-hak dasar yang
dimiliki oleh manusia sesuai kodratnya, hak-hak tersebut meliputi hak hidup, hak
kemerdekaan/kebebasan, hak milik dan hak-hak dasar lain yang melekat pada diri
manusia dan tidak dapat diganggu gugat oleh orang lain. HAM bersifat universal dan
langgeng karena HAM merupakan hak dasar secara kodrati melekat pada diri manusia,
oleh karena itu HAM harus dilindungi, dihormati, dipertahankan dan tidak boleh
diabaikan, dikurangi atau dirampas oleh siapapun

2. Sejarah perkembangan HAM


a) Magna Charta, Inggris (1215), merupakan cikal bakal HAM yang mengatur
mengenai pembatasan kekuasaan raja dan HAM lebih penting dari kekuasaan raja,
dan perlindungan hak-hak warga negara didasarkan pada pertimbangan hukum
b) Bill of Rights, Inggris (1689), lahir akibat pertumpahan darah pada tahun 1688, di
dalam Bill of Rights berupa sebuah UU yang menyatakan hak-hak dan kebebasan
warga negara dan menentukan pergantian raja
c) Declaration of Independence, USA (1776) merupakan deklarasi kemerdekaan
Amerika untuk melepaskan diri dari kekuasaan Inggris pada tahun 1776
d) Bill of Rights, USA (1791) berisi mengenai kebebasan hak pers, hak berpendapat,
berserikat, melindungi hak individu dan hak atas proses hukum yang benar
e) Declaration des droit de I’Homme et du citoyen (Declaration of the Rights of Man
and the Citizen), Prancis (1789) merupakan deklarasi revolusi Prancis yang dijadikan
sebuah preambule konstitusi Republik Prancis
f) Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia yang ditetapkan dan dirancang oleh
majelis umum sebagai standar umum keberhasilan untuk semua bangsa dan semua
negara dengan tujuan agar setiap individu dan organ masyarakat dengan selalu
mengingat deklarasi ini yang diupayakan melalui pengajaran dan pendidikan untuk
memajukan penghormatan terhadap hak-hak dan kebebasan ini; dan melalui upaya-
upaya progresif di lingkungan nasional maupun internasional untuk menjamin
pengakuan dan pematuhannya secara universal dan efektif baik di antara rakyat
Negara sendiri maupun rakyat yang berada di wilayah dalam wilayah hukumya
Sejarah HAM di Indonesia
a) Pemikiran Para pendiri negara tentang HAM
Berdasarkan aliran kebangsaan/nasionalis, Soekarno dan Soepomo (dengan faham
liberialisme) tidak menyetujui HAM dimasukkan ke dalam UUD 1945, karena
menurutnya HAM adalah individualisme, sedangkan berdasarkan Aliran modern
Moh. Hatta dan Moh. Yamin menyetujui HAM di masukkan ke dalam UUD 1945
karena menurutnya untuk menghindari penyalahgunaan kekuasaan oleh negara
terhadap warga negara (rechtstaat machstaat) dan sebagai perlindungan kemerdekaan
terhadap warga negara serta didasarkan pada nilai-nilai agama (islam) yang
menghendaki agar nila-nilai Islam yang dimasukkan akhirnya disepakati, yaitu
kompromi untuk memasukkan hak-hak pokok tersebut ke dalam UUD 1945 di dalam
7 pasal, yaitu : pada bagian batang tubuh. Pasal 27, 28, 29, 31, 32, 33, dan 34.
Dalam konstitusi lain HAM dimasukkan secara penuh, dengan nama hak dan
kebebasan dasar manusia yaitu :
1) UUD RIS 1949 terdiri atas 197 pasal, hak-hak dan kebebasan manusia tercantum
pada Bagian V, Pasal 7-33.
2) UUDS 1950 terdiri atas 146 pasal, hak-hak dan kebebasan manusia tercantum
pada Bagian V, Pasal 7-34.
Selanjutnya, setelah pemilu 1955 di dalam Konstituante terdapat perdebatan apakah
Konstitusi Baru akan memuat Hak Asasi Warganegara atau Hak Warga Negara akan
tetapi perdebatan ini tidak sampai akhir karena Konstituante dibubarkan dengan
Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Sebagai kesimpulan, perlu dikemukakan di sini bahwa
terdapat hal-hal yang signifikan mengenai HAM dalam UUD 1945, yaitu :
1) Dalam (pembahasan) UUD 1945 tidak digunakan istilah HAM, yang dipakai
adalah hak warga negara.
2) Di samping hak asasi, sebagian (besar) para pakar menekankan perlunya ada
kewajiban asasi.
b) Ketetapan MPR tentang HAM pada masa orde baru
Pada masa Orde Baru dalam menginplentasikan HAM, dapat dilihat dari aspek yuridis
yang telah dikeluarkannya, yaitu antara lain:
1) Dalam tahun 1966, MPR membentuk panitia dengan tugas menyusun konsep
HAM dan hak-hak warga negara, namun sayang konsep ini tidak pernah disahkan.
2) TAP MPR NO. II/1978 (tentang P4/Ekaprasetya), dalam penjelasan mengenai Sila
Kemanusiaan tercantum "Manusia diakui dan diperlakukan sesuai dengan harkat
dan martabatnya sebagai mahluk Tuhan YME, yang sama sederajat, yang sama
hak dan kewajibannya asasinya.
3) TAP MPR IV/1978 (tentang GBHN), dalam usaha pembangunan hukum nasional
perlu ditingkatkan langkah-langkah untuk penyusunan perundang-undangan yang
menyangkut hak dan kewajiban asasi warga negara dalam rangka mengamalkan
Pancasila dan UUD 1945. Hal ini diulangi lagi dalam GBHN 1983. Dalam GBHN
1988, perumusannya diubah menjadi "Dalam usaha pembangunan hukum perlu
ditingkatkan langkah-langkah untuk mengembangkan dan menegakkan secara
serasi hak dan kewajiban asasi warga negara dalam rangka mengamalkan
Pancasila dan UUD 1945". Dengan demikian maka Orde Baru lebih
mementingkan "kewajiban asasi" yang sebenarnya tidak ada, dan mengabaikan
hak asasi.

3. HAM dalam perspektif Islam berdasarkan deklarasi Kairo yaitu pengakuan adanya hak
hidup, hak kemerdekaan, hak persamaan, hak keadilan, hak perlindungan hukum, hak
perlindungan dari kezaliman penguasa, hak perlindungan dari penyiksaan, hak untuk
berlindung, hak untuk melaksanakan kerja sama dalam kehidupan sosial, hak-hak
minoritas, hak kebebasan berfikir dan berbicara, serta hak-hak ekonomi, dan yang sangat
relevan dengan tuntutan kehidupan saat ini yang penuh dengan arogansi, tirani, dan
hegemoni kekuasaan adalah hak persamaan, hak keadilan, dan hak perlindungan. Islam
dan umat Islam sesungguhnya sudah mengembangkan kesadaran dan pengakuan bahwa
manusia adalah makhluk mulia dan terhormat baik secara individual maupun secara
komunal, yang hak asasinya harus diberikan penghormatan.
Persamaan HAM Barat dan HAM Islam, terdapat pada pernyataan semesta hak-hak
asasi manusia (The Universal Declaration of Human Rights/UHDR) yang dideklarasikan
PBB tahun 1948
Perbedaaan HAM Barat dan HAM Islam, HAM Barat tidak sesuai dengan pandangan
ajaran Islam yang telah ditetapkan Allah SWT karena masih ada perlakuan ketidakadilan
negara-negara Barat yang mengatas namakan HAM.

4. Instrumen nasional tentang HAM yang telah diratifikasi oleh Indonesia


a) Convention on the Political Rights of Women (Konvensi Hak-hak Politik Perempuan)
dan dietapkan dalam UU No. 68 tahun 1958, berisi 3 Pasal.
b) Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women
(Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk diskriminasi terhadap Wanita) dan
dietapkan dalam UU No.7 tahun 1984, berisi 16 Pasal;
c) Convention on the Rights of the Child (Konvensi Tentang Hak-hak Anak) dan
ditetapkan dalam Keppres No.36 tahun 1990, berisi 45 Pasal;
d) Convention Against Apartheid in Sport (Konvensi Anti-Apartheid dalam Olah Raga)
dan ditetapkan dalam Keppres No. 48 tahun 1993;
e) Convention Against Torture and Other Cruel, In Human or Degrading Treatment or
Punishment (Konvensi Menentang Penyiksaan yang lain yang kejam, tidak
Manusiawi dan Merendahkan Martabat Manusia) dan ditetapkan dalam UU No. 5
Tahun 1998, berisi 33 Pasal;
f) Convention on The Elimination of all Forms of Racial Discrimination (Konvensi
Tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial) dan ditetapkan dalam UU
No. 9 tahun 1999, berisi 25 Pasal.
g) International Convenant on Economic, Social, and Culture Rights (Konvenan
Internasional Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya)
h) International Convenant on Civil and Political Rights (Konvenan Internasional Hak
Sipil dan Politik) ditetapkan dalam UU No. 12 Tahun 2005

5. Kategori HAM dan hak-hak yang mengaturnya


1) HAM Generasi I yang diwakili oleh hak-hak sipil dan politik (civil and political
rights);
a) Hak untuk menentukan nasib sendiri
b) Hak untuk hidup
c) Hak untuk tidak dihukum mati
d) Hak untuk tidak disiksa
e) Hak untuk tidak ditahan sewenang-wenang HAM
f) Hak atas peradilan yang adil Hak-hak bidang politik, antara lain :
1. Hak untuk menyampaikan pendapat
2. Hak untuk berkumpul dan berserikat
3. Hak untuk mendapat persamaan perlakuan di depan hukum
2) HAM generasi ll yang divakili oleh hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya (economic,
social and cultural rights)
a) Hak untuk bekerja
b) Hak untuk mendapat upah yang sama
c) Hak untuk tidak dipaksa bekerja
d) Hak untuk cuti
e) Hak atas makanan
f) Hak atas perumahan
g) Hak atas kesehatan
h) Hak atas pendidikan
i) Hak-hak bidang budaya, antara lain :
j) Hak untuk berpartisipasi dalam kegiatan kebudayaan
k) Hak untuk menikmati kemajuan ilmu pengetahuan
l) Hak untuk memeproleh perlindungan atas hasil karya cipta (hak cipta)
3) HAM generasi Ill yang diwakili oleh hak solidaritas (solidarity rights).
a) Hak-hak bidang pembangunan, antara lain :
b) Hak untuk memperoleh lingkungan hidup yang sehat
c) Hak untuk memperoleh perumahan yang layak
d) Hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang memadai

6. Pemikiran para pendiri negara (the founding father) tentang HAM di Indonesia
a) Soekarno, berpendapat bahwa HAM merupakan individualisme yang harus dikikis
habis karena HAM akan menimbulkan pertentangan dalam masyarakat, melahirkan
liberalisme, kapitalisme dan kolonialisme serta HAM tidak ada artinya dibandingkan
dengan masalah keadilan sosial.
b) Soepomo, berpendapat mengakui adanya HAM dan menghendaki liberalisme, bahwa
HAM bersifat individualistis, sehingga HAM akan bertentangan dengan faham negara
kekeluargaan (negara integralistik).
c) Moh. Hatta berpendapat bahwa HAM perlu dimasukkan dalam UUD 1945 untuk
menghindari penyalahgunaan kekuasaan oleh negara terhadap warga negara
(rechtstaat machstaat)
d) Mohammad Yamin berpendapat HAM perlu dimuat dalam UUD 1945 sebagai
perlindungan kemerdekaan terhadap warga negara.

7. Pengaturan tentang HAM setelah amandemen UUD 1945 diatur secara rinci dalam Pasal
28 A sampai dengan 28 J yang isinya bahwa Setiap orang berhak untuk hidup serta
berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya. Hasil amandemen ini tidak
bertentangan dengan UU No.39/1999 tentang HAM karena yang tercantum dalam Pasal
28 A sampai dengan 28 J UUD 1945 telah sesuai dengan hak-hak asasi manusia yang
bersifat Universal

8. Hak-hak yang tercantum dalam UU No. 39/1999 tentang HAM


a) Hak untuk hidup. Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup,
meningkatkan taraf kehidupannya, hidup tenteram, aman, damai, bahagia, sejahtera
lahir dan batin serta memperoleh lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan. Setiap orang berhak untuk membentuk
kelaurga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah atas kehendak yang
bebas.
b) Hak mengembangkan diri. Setiap orang berhak untuk mem-perjuangkan hak
pengembangan dirinya, baik secara pribadi maupun kolektif, untuk membangun
masyarakat, bangsa dan negaranya.
c) Hak memperoleh keadilan. Setiap orang, tanpa diskriminasi, berhak untuk
memperoleh keadilan dengan mengajukan permohonan, pengaduan, dan gugatan, baik
dalam perkara pidana, perdata, maupun administrasi serta diadili melalui proses
peradilan yang bebas dan tidak meminak, sesuai dengan hukum acara yang menjamin
pemeriksaan secara obyektif oleh Hakim yang jujur dan adil untuk memperoleh
putusan adil dan benar.
d) Hak atas kebebasan pribadi. Setiap orang bebas untuk memilih dan mempunyai
keyakinan politik, mengeluarkan pendapat di muka umum, memeluk agama masing-
masing, tidak boleh diperbudak, memilih kewarganegaraan tanpa diskriminasi, bebas
bergerak, berpindah dan bertempat tinggal di wilayah Republik Indonesia.
e) Hak atas rasa aman. Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga,
kehormatan, martabat, hak milik, rasa aman dan tenteram serta perlindungan terhadap
ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
f) Hak atas kesejahteraan. Setiap orang berhak mempunyai milik, baik sendiri maupun
bersama-sama dengan orang lain demi pengembangan dirinya, bangsa dan masyarakat
dengan cara tidak melanggar hukum serta mendapatkan jaminan sosial yang
dibutuhkan, berhak atas pekerjaan, kehidupan yang layak dan berhak mendirikan
serikat pekerja demi melindungi dan memperjuangkan kehidupannya.
g) Hak turut serta dalam pemerintahan. Setiap warga negara berhak turut serta dalam
pemerintahan dengan langsung atau perantaraan wakil yang dipilih secara bebas dan
dapat diangkat kembali dalam setiap jabatan pemerintahan.
h) Hak wanita. Seorang wanita berhak untuk memilih, dipilin, diangkat dalam jabatan,
profesi dan pendidikan sesuai dengan persyaratan dan peraturan perundang-undangan.
Di samping itu berhak mendapatkan perlindungan khusus dalam pelaksanaan
pekerjaan atau profesinya terhadap hal-hal yang dapat mengancam keselamatan dan
atau kesehatannya.
i) Hak anak. Setiap anak berhak atas perlindungan oleh orang tua, kelaurga, masyarakat
dan negara serta memperolen pendidikan, pengajaran dalam rangka pengembangan
diri dan tidak dirampas kebebasannya secara melawan hukum
Pengaturan HAM tentang hak ekonomi, hak sosial dan budaya merupakan Perluasan
tentang konsep hak asasi manusia yang pada dasarnya merupakan kritik terhadap laissez-
faire liberalism yang dikenal dengan istilah “International Bill of Human Rights”. Prinsip
Indivisible Hak-hak sipil dan politik dan hak ekonomi, sosial, budaya adalah hak-hak
yang tidak bisa dipisahkan antara satu dan yang lainnya, karena masing-masing hak
tersebut saling berkaitan dengan yang lainnya

9. Pelanggaran Hak Asasi Manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang
termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara
melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut Hak Asasi
Manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin olen undang-undang, dan tidak
mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil
dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku Pasal 1 angka 6 UU No. 39
Tahun 1999 tentang HAM).
Pelanggaran HAM di Indonesia salah satunya adalah pada era reformasi orde baru tahun
1998 di Universitas Trisakti, terjadi kejahatan terhadap kemanusiaan yaitu penembakan
mahasiswa dan warga sipil oleh para anggota bersenjata, maka sebagaimana dimaksud
pada Pasal 7 huruf b UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM, perbuatan tersebut dilakukan
sebagai bagian dari serangan yang meluas/sistematis yang ditujukan secara langsung
terhadap penduduk sipil.
10. Berdasarkan Undang-Undang No 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia,
maka yang merupakan lingkup kewenangan pengadilan HAM menurut UU No 26 Tahun
2000 adalah, sebagai berikut:
1) Pengadilan HAM bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus perkara
pelanggaran HAM yang berat.
2) Pengadilan HAM berwenang juga memeriksa dan memutus perkara pelanggaran
HAM yang berat yang dilakukan di luar batas teritorial wilayah Negara Republik
Indonesia olen warga negara Indonesia.
3) Pengadilan HAM tidak berwenang memeriksa dan memutus perkara pelanggaran hak
asasi manusia yang berat yang dilakukan oleh seseorang yạng berumur di bawah 18
(delapan belas) tahun pada saat kejahatan dilakukan
4) Pelanggaran hak asasi manusia yang berat meliputi:
a) Kejahatan genosida
b) Kejahatan terhadap kemanusiaan
Kejahatan Genosida, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 7 huruf a adalah setiap
perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh
atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnik, kelompok agama, dengan cara :
1) Membunuh anggota kelompok;
2) Mengakibatkan penderitan fisik atau mental yang berat terhadap anggota-anggota
kelompok;
3) Menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara
fisik baik seluruh atau sebagiannya;
4) Memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok;
atau
5) Memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu kelompok lain.
Kejahatan terhadap kemanusian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b adalah
salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau
sistematis yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap
penduduk sipil, yang berupa:
1) Pembunuhan;
2) Pemusnahan
3) Perbudakan
4) Pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa
5) Perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang
yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional;
6) Penyiksaan
7) Perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan
seksual lain yang setara
8) Penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari
persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau
alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum
internasional;
9) Penghilangan orang secara paksa; atau
10) Kejahatan apartheid
Di Indonesia pelanggaran HAM yang banyak terjadi adalah pelanggaran mengenai kejahatan
terhadap kemanusiaan hal ini terjadi karena adanya penyalahgunaan kekuasaan,
ketidaktegasan aparat penegak hukum, penyalahgunaan teknologi, kesenjangan sosial dan
ekonomi yang tinggi, dalam hal ini perlunya pemahaman HAM secara menyeluruh kepada
masyarakat agar tidak terjadinya pelanggan HAM dan Hak-hak manusia dapat dihargai.

Anda mungkin juga menyukai