Anda di halaman 1dari 12

ARSITEKTUR TRADISIONAL RUMAH BATAK

(batak karo, batak toba, batak mandailing)

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Teori Arsitektur

Dosen : Pudji Widjanarko, S.T., M.Si

Disusun Oleh :

AHMAD SYAHMI HAIKAL ADZKA

2223201010

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR

FAKULTAS TEKNIK DAN DESAIN

INSTITUT TEKNOLOGI DAN BISNIS AHMAD DAHLAN JAKARTA

2023
1. BATAK KARO

- LOKASI

Sesuai dengan yang tertuang dalam surat keputusan Menteri Dalam Negeri No.118
tahun 1991 dan Surat Keputusan Gubernur KDH Tkt I Provinsi Sumatera Utara No.
138/21/1994 tanggal 21 Mei 1994 tentang data wilayah administrasi pemerintahan di
Indonesia dan Sumatera Utara serta Peraturan Daerah Kabupaten Karo No.04 tentang
Pembentukan Kecamatan Dolat Rayat, Kecamatan Merdeka, Kecamatan Naman
Teran dan Kecamatan Tiganderket serta pemindahan Ibu kota Kecamatan Payung,
maka di Kabupaten Karo terdapat 17 kecamatan, 248 desa serta 10 kelurahan.
Wilayah Kabupaten Karo dibagi menjadi 17 kecamatan, yaitu:

Pembagian Wilayah Kecamatan di Kabupaten Karo

 Barusjahe
 Berastagi
 Dolat Rayat
 Juhar
 Kabanjahe
 Kuta Buluh
 Laubaleng
 Mardingding
 Merdeka
 Merek
 Munthe
 Naman Teran
 Payung
 Simpang Empat
 Tigabinanga
 Tiganderket
 Tigapanah
- POLA PERKAMPUNGAN

Pola perkampungan pada masyarakat Batak Karo. Kampung pada masyarakat Batak
Karo disebut juga kuta. Pada masyarakat Batak Karo kampung itu disebut huta, tetapi
ada juga yang mengatakan lumban. Kuta biasanya lebih besar dari huta, dan terdiri
dari penduduk yang berasal dari beberapa klen yang berbeda-beda.

- SISTEM KEPERCAYAN
Pemena adalah kepercayaan ataupun agama tradisional masyarakat Batak Karo.
Pemena memiliki makna kepercayaan yang pertama, yang dipegang dan dipahami
oleh orang Karo. Pemena, dalam bahasa Batak Karo, memiliki arti pertama atau yang
awal. Dalam hal agama yang diakui di Indonesia, Pemena dimasukkan ke dalam
agama Hindu.
-SISTEM KEMASYARAKATAN
Suku Karo memiliki sistem kekerabatan atau adat yang dikenal dengan marga silima,
tutur siwalih dan rakut sitelu. Masyarakat Karo mempunyai sistem Marga (klan).
Marga atau dalam bahasa Karo di sebut Merga. Merga tersebut diperuntukkan untuk
laki-laki, sedangkan untuk perempuan disebut dengan Beru.

-TINJAUAN ARSITEKTUR

BENTUK BANGUNAN:

-Rumah tradisional Batak Karo biasanya memiliki bentuk yang unik dan khas.
Bangunan ini terdiri dari beberapa lantai dan atap tumpang tiga atau lebih.
-Lantai pertama, yang disebut "siwaluh jabu", digunakan untuk menyimpan alat
pertanian dan ternak.
-Lantai kedua, yang disebut "siwaluh mbeling" atau "siwaluh pengilon", adalah
tempat tinggal keluarga.
-Lantai ketiga, "atap", digunakan untuk menyimpan hasil panen dan sebagai tempat
penyimpanan barang berharga.

BAHAN BANGUNAN:
Bangunan tradisional Batak Karo umumnya dibangun dengan menggunakan kayu
sebagai bahan utama. Kayu yang digunakan biasanya berasal dari pohon-pohon lokal
yang kuat dan tahan lama.
Atap rumah biasanya terbuat dari daun rumbia atau jerami yang diikat dengan rotan
atau bambu.

ORNAMEN TRADISIONAL:

Rumah Batak Karo sering dihiasi dengan ukiran dan ornamen tradisional yang indah.
Motif ukiran ini dapat mencerminkan simbol-simbol kepercayaan dan nilai-nilai
budaya masyarakat Batak Karo.
Warna-warna yang digunakan dalam ornamen biasanya sangat mencolok dan
mencerminkan keindahan seni tradisional Batak.
KONSEP RUANG:

Ruang dalam rumah tradisional Batak Karo dibagi secara fungsional. Ada ruang yang
digunakan untuk kegiatan sehari-hari, seperti tempat makan dan beristirahat, serta
ruang yang digunakan untuk menyimpan hasil pertanian dan barang berharga.

KONSEP KESEIMBANGAN DENGAN ALAM:


Arsitektur tradisional Batak Karo sering kali mencerminkan keseimbangan dengan
alam sekitarnya. Bangunan ini dirancang untuk beradaptasi dengan lingkungan alam,
termasuk iklim tropis dan medan pegunungan.

STRUKTUR RUMAH PANGGUNG:

Banyak rumah Batak Karo dibangun di atas tiang atau kolom, menciptakan struktur
rumah panggung. Ini membantu melindungi rumah dari banjir, hewan liar, dan
memberikan sirkulasi udara yang baik di bawah rumah.
2. BATAK TOBA

LOKASI:

BENTUK DAN STRUKTUR:

Rumah adat Batak Toba memiliki bentuk yang khas, dengan atap tumpang tiga dan
struktur panggung. Biasanya, rumah ini dibangun di atas tiang atau kolom untuk
melindungi dari banjir dan hewan liar.
Lantai Pertama (Siwaluh Jabu):

Lantai pertama disebut "Siwaluh Jabu" dan digunakan untuk menyimpan alat
pertanian, ternak, dan barang-barang lainnya. Fungsinya lebih bersifat praktis dan
berhubungan dengan kegiatan pertanian sehari-hari.
Lantai Kedua (Siwaluh Mbeling atau Siwaluh Pengilon):

Lantai kedua adalah tempat tinggal keluarga. Ruang ini mencakup tempat tidur,
dapur, dan tempat berkumpul. Struktur lantai ini mencerminkan kehidupan sehari-hari
dan interaksi sosial di dalam keluarga.
Lantai Ketiga (Atap):

Lantai ketiga, atau atap, digunakan untuk menyimpan hasil panen dan barang-barang
berharga. Atap rumah adat Batak Toba sering kali terbuat dari daun rumbia atau
jerami yang diikat dengan rotan atau bambu.

BAHAN BANGUNAN:
Rumah adat Batak Toba umumnya dibangun dengan menggunakan kayu sebagai
bahan utama. Kayu yang digunakan biasanya berasal dari pohon-pohon lokal yang
kuat dan tahan lama. Hal ini mencerminkan ketersediaan bahan bangunan alami di
lingkungan sekitarnya.
UKIRAN DAN ORNAMEN:

Rumah adat Batak Toba sering dihiasi dengan ukiran dan ornamen tradisional. Motif
ukiran ini mencerminkan simbol-simbol kepercayaan dan nilai-nilai budaya
masyarakat Batak Toba. Warna-warna yang digunakan dalam ornamen juga
seringkali mencolok.

TATA LETAK RUANG:


Ruang dalam rumah adat Batak Toba diatur secara fungsional. Terdapat ruang-ruang
tertentu untuk kegiatan sehari-hari seperti makan dan beristirahat, serta ruang yang
diarahkan untuk menyimpan hasil pertanian dan barang-barang berharga.

ADAPTASI DENGAN ALAM:


Arsitektur rumah adat Batak Toba mencerminkan adaptasi dengan lingkungan alam
sekitarnya, seperti iklim tropis dan medan pegunungan. Struktur bangunan yang
diangkat di atas tiang membantu melindungi rumah dari banjir dan memungkinkan
sirkulasi udara yang baik.

KEUNIKAN DAN NILAI BUDAYA:


Rumah adat Batak Toba memiliki keunikan tersendiri yang mencerminkan kekayaan
warisan budaya suku Batak Toba. Pelestarian dan pemahaman terhadap rumah adat
ini menjadi penting untuk melestarikan identitas budaya suku tersebut.
3. BATAK MANDAILING

LOKASI :

BENTUK DAN STRUKTUR:

Rumah adat Batak Mandailing memiliki bentuk yang khas, dengan atap tumpang tiga
atau lebih. Struktur bangunan ini dapat berupa panggung atau tidak, tergantung pada
kondisi geografis dan lingkungan tempat rumah tersebut dibangun.
ATAP TUMPANG TIGA:

Ciri khas rumah adat ini adalah atap tumpang tiga yang terdiri dari tiga tingkatan atau
lebih. Atap-atap ini terbuat dari bahan alam seperti daun rumbia atau jerami, dan
konstruksinya dapat menggunakan kayu atau bambu.

MATERIAL BANGUNAN:
Material utama yang digunakan untuk membangun rumah adat Batak Mandailing
adalah kayu. Kayu yang digunakan biasanya dipilih dari jenis kayu yang kuat dan
tahan lama untuk menjamin kekokohan struktur bangunan.

ORNAMEN DAN UKIRAN:

Rumah adat Batak Mandailing sering kali dihiasi dengan ukiran dan ornamen
tradisional. Ornamen tersebut sering memiliki makna simbolis dan mencerminkan
nilai-nilai budaya serta kepercayaan masyarakat Batak Mandailing.
FUNGSI RUANG:
Rumah adat ini memiliki fungsi-fungsi tertentu untuk setiap lantai atau tingkatan.
Biasanya, lantai pertama digunakan untuk menyimpan alat-alat pertanian, lantai
kedua sebagai tempat tinggal, dan lantai ketiga untuk menyimpan hasil panen atau
barang berharga.

SIRKULASI UDARA DAN PENCAHAYAAN:


Desain rumah adat Batak Mandailing memperhatikan sirkulasi udara dan
pencahayaan alami. Posisi atap yang tinggi dan struktur bangunan yang terbuka
membantu sirkulasi udara agar tetap baik di dalam rumah.

KEMIRINGAN ATAP:
Atap rumah adat ini sering kali memiliki kemiringan yang curam. Kemiringan ini
tidak hanya memberikan perlindungan dari hujan, tetapi juga memberikan kesan
arsitektural yang khas.

KEUNIKAN LOKAL:
Arsitektur rumah adat Batak Mandailing mencerminkan keunikan lokal dan khas dari
masyarakat Batak Mandailing. Setiap elemen arsitektur dan ornamen biasanya
memiliki makna yang dalam dalam konteks budaya mereka.

PENGARUH LINGKUNGAN DAN KONDISI ALAM:


Desain rumah adat Batak Mandailing mencerminkan adaptasi terhadap kondisi alam
dan lingkungan setempat. Ini dapat termasuk penggunaan bahan bangunan yang
mudah didapatkan dari alam sekitar.
PELESTARIAN WARISAN BUDAYA:
Rumah adat Batak Mandailing memiliki peran penting dalam pelestarian warisan
budaya suku Batak Mandailing. Upaya pelestarian dan pemeliharaan rumah adat ini
menjadi esensial untuk melestarikan identitas budaya mereka.
Melalui rumah adat Batak Mandailing, kita dapat memahami bagaimana masyarakat
ini merancang rumah mereka dengan memperhatikan kebutuhan sehari-hari, nilai-
nilai budaya, dan adaptasi terhadap lingkungan sekitar.

Anda mungkin juga menyukai