Anda di halaman 1dari 5

SYARAT PERCERAIAN PADA PENGADILAN AGAMA PASCA SEMA NO 1

TAHUN 2022
Proposal ini ditujukan sebagai tugas mata kuliah Seminar Proposal

Oleh :

SIRRI KHAIRUL INAYAH


NIM : 2220400001

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM


PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTAN AJI MUHAMMAD IDRIS SAMARINDA
2023

BAB I

1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam hubungan rumah tangga, tentu banyak yang memimnpikan terikatnya sebuah
hubungan yang membuat tiap pasangan Bahagia. Namun, pemikiran terhadap kebahagiaan
tersebut membuat manusia lupa bahwa terdapat ujian atau permasalahan yang terjadi di
dalam pernikahan yang terkadang dapat atau tidaknya di selesaikan dengan cara bercerai.
Perceraian atau bisa juga disebut talak adalah pemutusan hubungan suami istri dari hubungan
pernikahan yang sah menurut aturan agama Islam dan negara. Perceraian dianggap sebagai
cara terakhir yang bisa diambil oleh pasangan suami istri untuk menyelesaikan masalah yang
mungkin mereka miliki. Padahal tidak menutup kemungkinan jika keputusan bercerai yang
mereka ambil akan membawa masalah berikutnya, terutama ang berkaitan dengan hak asuh
anak. Oleh karena itu, sebaiknya kita sebisa mungkin berusaha untuk mencegah terjadinya
perceraian ini. Dalam perkara perceraian alasan yang terdapat dalam khi pasal perceraian
maupun uu perkawinan tidak membatasi adanya waktu 6 bulan berpisah tempat tinggal.
Sebagaimana yang diatur pada Pasal 39 ayat (2) UU Perkawinan penting diketahui bahwa
untuk dapat melakukan perceraian, baik talak atau gugat cerai maka di perlukan alasan yang
jelas. Maka dapat di simpulkan dari pasal tersebut bahwa untuk melakukan perceraian maka
harus mempunyai alasan yang cukup jelas yang menyatakan pasangan suami isteri tersebut
tidak akan dapat rukun sebagai suami isteri Terkait hal ini, UU Perkawinan dan KHI
mengatur sejumlah alasan-alasan yang dapat dijadikan dasar untuk perceraian.
Dalam Penjelasan Pasal 39 ayat (2) UU Perkawinan diterangkan adanya 6 sebab yang
dapat dijadikan alasan perceraian, baik untuk menjatuhkan talak maupun cerai gugat. Adapun
alasan-alasan yang dimaksud adalah sebagai berikut.
1. Salah satu pihak atau pasangan melakukan zina, merupakan pemabuk, pemadat,
penjudi, dan perbuatan lainnya yang sukar disembuhkan.
2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 tahun berturut-turut tanpa izin
pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya.
3. Salah satu pihak atau pasangan mendapat hukuman penjara 5 tahun atau hukuman
yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.
4. Salah satu pihak atau pasangan melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang
membahayakan pihak yang lain.
5. Salah satu pihak atau pasangan mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat
tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/istri.

2
6. Antara suami dan istri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak
ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
Terdapat asas mempersulit perceraian tidak secara tegas disebutkan dalam perundang-
undangan seperti asas – asas lainnya yang terdapat pada acara hukum perdata lainnya.
Namun, terdapat terdapat penjelasan umum yang termuat dalam Undang -Undang Nomor
1Tahun 1974 angka 4 huruf (e). Asas mempersulit perceraian ada, namun tersirat dalam
peraturan perundang-undangan (Undang - Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1989). Asas mempersulit perceraian merupakan lex specialis dari
asas-asas yang ada dalam hukum acara perdata. asas mempersulit perceraian ini bukan
dilihat dari mempersulit prosedur berperkara di pengadilan agama, melainkan dilihat dari
mempersulit pintu terjadinya perceraian. Penerapan asas mempersulit perceraian terdapat
dalam optimalisasi prosedur beracara di pengadilan, jika kondisi keluarga masih
memungkinkan atau ada harapan untuk dirukunkan, maka asas mempersulit perceraian
dapat diterapkan. Namun, jika kondisi keluarga sudah benar-benar tidak dapat dirukunkan,
dan juka dipaksakan untuk rukun justru akan menimbulkan madharat, maka asas
mempersulit perceraian tidak dapat diterapkan dengan lebih mempertimbangkan asas
jalbul mashaalih wa dar’ul mafaasid.
Perceraian atau talak di dalam fiqh diatur Pengertian talak dalam istilah fikih adalah
melepaskan ikatan atau pelepasan ikatan dengan menggunakan kata-kata yang telah
ditentukan. Melansir buku Hukum Perceraian oleh Muhammad Syaifuddin, talak secara
bahasa berarti lepas atau bebas. Dalam artian istilah, talak yakni melepaskan hubungan
pernikahan dengan menggunakan lafaz talak atau sejenisnya. Wahbah az-Zuhaili
mengatakan dalam Fiqhul Islam wa Adillatuhu, talak termasuk perkara yang dibenci Allah
SWT. Sebagaimana sabda Nabi SAW yang Artinya: "Perbuatan halal yang sangat dibenci
Allah adalah talak." (HR Abu Dawud dan Ibnu Majah) Meskipun talak adalah hal yang
boleh dan mubah serta berada di tangan suami, namun ia mesti menjauhinya dan tidak
melakukannya kecuali ketika adanya suatu hal yang mencapai tingkatan darurat atau hajat,
harus dilakukan secara terpisah dan tidak boleh lebih dari satu talak sekaligus serta
dilakukan ketika suasana hati dan pikiran dalam keadaan normal.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah dengan adanya SEMA No 1 Tahun 2022 menjadi solusi pencegahan
perceraian ?
2. bagaimana hukum islam memandang perceraian yang di atur oleh SEMA No 1 Tahun
2022 tentang ?

3
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk menganlisa dan mengkaji SEMA No 1 Tahun 2022 sebagai solusi dalam
penegahan perceraian
2. Untuk menganalisa pandangan hukum islam terhadap syarat perceraian yang diatur
dalam SEMA No 1 Tahun 2022
D. Penegasan Istilah
Penelitian ini berjudul ‘’Syarat Perceraian pada Pengadilan Agama Pasca
Sema No 1 Tahun 2022’’. Berdasarkan judul tersebut, maka variabel yang perlu
mendapatkan penegasan istilah adalah syarat perseraian pada Pengadilan Agama dan
Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2022 tentang Pemberlakuan
Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2022 sebagai Pedoman
Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan.
Pengajuan perceraian di Pengadilan Agama maka Mahkamah Agung
mengeluarkan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2022 tentang
Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2022
sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan menerangkan dalam upaya
mempertahankan suatu perkawinan dan memenuhi prinsip mempersukar perceraian
maka:1
1) perkara perceraian dengan alasan suami / istri tidak melaksanakan kewajiban
nafkah lahir dan/atau batin, hanya dapat dikabulkan jika terbukti suami/istri
tidak melaksanakan kewajibannya setelah minimal 12 (dua belas) bulan; atau
2) perkara perceraian dengan alasan perselisihan dan pertengkaran yang terus menerus
dapat dikabulkan jika terbukti suami/ istri berselisih dan bertengkar terus menerus atau
telah berpisah tempat tinggal selama minimal 6 (enam) bulan.
E. Kajian Pustaka

F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan dengan pendekatan yuridis normatif
dan yuridis empiris. Pendekatan yuridis normatif tersebut mengacu kepada norma-
norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan-
putusan pengadilan serta norma-norma. hukum yang ada dalam masyarakat. Selain

1
Huruf C angka 1 huruf b Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2022 tentang Pemberlakuan Rumusan
Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2022 sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan

4
itu, dengan melihat sinkronasi suatu aturan dengan aturan lainnya secara hierarki,
pendekatan yuridis empiris atau sosiologi hukum adalah pendekatan dengan
melihat sesuatu kenyataan hukum di dalam masyarakat. Pendekatan sosiologi
hukum merupakan pendekatan yang digunakan untuk melihat aspek-aspek hukum
dalam interaksi sosial di dalam masyarakat, dan berfungsi sebagai penunjang untuk
mengidentifikasi dan mengklarifikasi temuan bahan nonhukum bagi keperluan
penelitian atau penunjang hukum.2
2. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian dalam penulisan ini menggunakan pendekatan yuridis
empiris atau sosiologi hukum adalah pendekatan dengan melihat sesuatu kenyataan
hukum di dalam masyarakat. Pendekatan sosiologi hukum merupakan pendekatan
yang digunakan untuk melihat aspek-aspek hukum dalam interaksi sosial di dalam
masyarakat, dan berfungsi sebagai penunjang untuk mengidentifikasi dan
mengklarifikasi temuan bahan nonhukum bagi keperluan penelitian atau penunjang
hukum.3

2
Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2004), h. 98
3
Ishaq,”Metode Penelitian Hukum Dan Penulisan Skripsi, Tesis, serta Disertasi”.,(Bandung:ALFABETA,
2017), h. 20.

Anda mungkin juga menyukai