Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH GLAUKOMA

DOSEN PENGAMPU : H. JOHN FERI, S.KEP,NS.M.KES.

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 5
KELAS 2A
1. NIKITA MEIDIANI (PO7120322010)
2. YOLAN NAFISA (PO7120322005)
3. SITI THORIQUTUL (PO7120322015)
4. PERMATA SEFTYA (PO7120322021)
5. YOLA INGE (PO7120322025)
6. HEPPY FEBRIANTI (PO7120322030)
7. CIANZA (PO7120322040)
8. PINKAN NAUDIA (PO7120322035)

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKES KEMENKES PALEMBANG
PRODI DIII KEPERAWATAN LUBUK LINGGAU
TAHUN AJARAN 2024/2025
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha kuasa karena telah memberikan
kesempatan pada kami untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya
lah kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Glaukoma”ini dengan tepat waktu.
Makalah “Glaukoma” ini disusun guna memenuhi tugas pada mata kuliah Keperawatan
Medikal Bedah II. Selain itu, kami juga berharap agar makalah ini dapat menambah
wawasan bagi pembacanya.
Kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada H. John Feri,
S.Kep,Ns.M.Kes. selaku dosen mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II. Tugas yang
telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang ditekuni
kami. Kami juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu proses
penyusunan makalah ini.

Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan makalah ini.

Lubuklinggau, Maret 2024

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................1
A. Latar Belakang ...................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................................. 1
C. Tujuan .................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................... 3
A. Definisi ....................................................................................................................3
B. Etiologi.................................................................................................................... 4
C. Manifestasi Klinis ................................................................................................. 4
D. Klasifikasi .............................................................................................................. 4
E. Komplikasi............................................................................................................. 7
F. Patofisiologi............................................................................................................ 7
G. Pemeriksaan Penunjang ........................................................................................9
H. Penatalaksanaan....................................................................................................11
I. Asuhan Keperawatan ........................................................................................... 13
1. Pengkajian Keperawatan ............................................................................... 13
2. Diagnosa Keperawatan ...................................................................................14
3. Intervensi Keperawatan..................................................................................16
4. Implementasi Keperawatan............................................................................17
5. Evaluasi Keperawatan.................................................................................... 18
6. SOP Perawatan Gloukoma .............................................................................20
BAB III PENUTUP ...........................................................................................................20
A. Kesimpulan ............................................................................................................22
B. Saran ......................................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................23
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Glaukoma adalah suatu keadaan dimana tekanan bola mata tidak normal atau
lebih tinggi dari pada normal yang mengakibatkan kerusakan saraf penglihatan dan
kebutaan (Sidarta Ilyas, 2017). Glaukoma merupakan kelainan mata yang mempunyai
gejala peningkatan tekanan intra okuler (TIO), dimana dapat mengakibatkan
penggaungan atau pencekungan papil syaraf optik sehingga terjadi atropi syaraf optik,
penyempitan lapang pandang dan penurunan tajam pengelihatan.

Glaukoma merupakan penyebab kebutaan yang ketiga di Indonesia.


Terdapat sejumlah 0,40 % penderita glaucoma di Indonesia yang mengakibatkan
kebutaan pada 0,16 % penduduk. Prevalensi penyakit mata utama di Indonesia adalah
kelainan refraksi 24,72 %, pterigium 8,79 %, katarak 7,40 %, konjungtivitis 1,74 %,
parut kornea 0,34 %, glaucoma 0,40 %, retinopati 0,17 %, strabismus 0,12 %.
Prevalensi dan penyebab buta kedua mata adalah lensa 1,02 %, glaucoma dan saraf
kedua 0,16 %, kelainan refraksi 0,11 %, retina 0,09 %, kornea 0,06 %, lain-lain 0,03
%, prevalensi total 1,47 % (Sidharta Ilyas, 2014). Diperkirakan di Amerika serikat
ada 2 juta orang yang menderita glaucoma. Di antara mereka, hampir setengahnya
mengalami gangguan penglihatan, dan hamper 70.000 benar-benar buta, bertambah
sebanyak 5500 orang buta tiap tahun. Untuk itu kali ini penulis memusatkan pada
pencegahan dan penatalaksanaan Glaukoma (Suzanne C. Smeltzer, 2015).

B. Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud penyakit Glaukoma ?
b. Bagaimana terjadinya penyakit Glaukoma ?
c. Bagaimana penatalaksanaan penyakit Glaukoma ?

1
C. Tujuan
a. Memahami penyakit Glaukoma.
b. Memahami terjadinya penyakit Glaukoma
c. Memahami penatalaksanaan penyakit Glaukoma

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Glaukoma berasal dari bahasa Yunani "glaukos" yang berarti hijau kebiruan,
yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma. Glaukoma
adalah sekelompok gangguan gangguan yangbmelibatkan beberapa perubahan atau
gejala patologis yang ditandai dengan peningkatan tekanan intraokuler (TIO) dengan
segalah akibatnya. Glaukoma adaah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya
peningkatan tekanan intraokuler, penggaungan, dan degenerasi saraf oftik serta defak
lapang pandang yang khus. Suatu glaukoma tidak harus selalu memiliki peningkatan
tekanan intraokular (TIO).

Namun adanya peningkatan dari TIO merupakan faktor risiko utama penyakit
ini. Faktor risiko lain terjadinya glaukoma diantaranya adalah riwayat keluarga dengan
glaukoma, keturunan Afrika atau Hispanik, penyakit diabetes melitus, miopia tinggi
maupun trauma pada mata (American Academy of Ophthalmology, 2023; McMonnies,
2017).

Glaukoma adalah kondisi yang ditandai dengan neuropati optik dengan


kehilangan penglihatan perifer perlahan dan biasanya peningkatan tekanan intraokular
mata. Glaukoma adalah suatu penyakit dimana tekanan di dalam bola mata meningkat,
sehingga terjadi kerusakan pada saraf optikus dan menyebabkan penurunan fungsi

3
penglihatan. Glaukoma adalah suatu keadaan dimana tekanan bola mata tidak normal
atau lebih tinggi dari pada normal yang mengakibatkan kerusakan saraf penglihatan dan
kebutaan (Mone, Burke, and Bauldoff 2017). Glaukoma adalah penyakit asimtomatik
kronis, berkembang menjadi kehilangan penglihatan (Velez-gomez and Vasquez-
Trespalacios 2018).

B. Etiologi
Penyebab glaukoma adalah adalah peningkatan tekanan intraokular (Velez- gomez
and Vasquez-Trespalacios 2018). Penyebab adanya peningkatan tekanan intraokuli adalah
perubahan anatomi sebagai bentuk gangguan mata atau sistemik lainnya, trauma mata, dan
predisposisi faktor genetik. Glaukoma sering muncul sebagai manifestasi penyakit atau
proses patologik dari sistem tubuh lainnya Adapun faktor resiko timbulnya glaukoma
antara lain riwayat glauakoma pada keluarga, diabetes melitus dan pada orang kulit hitam.

C. Manifestasi Klinis
1. Nyeri pada mata dan sekitarnya (orbita, kepala, gigi, telinga).
2. Pandangan kabut, melihat halo sekitar lampu.
3. Mual, muntah, berkeringat.
4. Mata merah, hiperemia konjungtiva, dan siliar.
5. Visus menurun.
6. Edema komea..
7. Bilik mata depan dangkal (mungkin tidak ditemui pada glaukoma sudut terbuka).
8. Pupil lebar lonjong, tidak ada refleks terhadap cahaya.
9. TIO meningkat.

D. Klasifikasi
Glaukoma memiliki dua klasifikasi utama yaitu glaukoma sudut terbuka primer
atau glaukoma kronik dan glaukoma sudut tertutup yang dapat terjadi secara akut
(Krogmann, 2019; Qadir, 2020).

4
1. Glaukoma sudut terbuka primer atau glaukoma kronik

Keadaan glaukoma ini timbul akibat kelainan yang terjadi pada struktur bilik
mata depan yang dikenal sebagai jalinan trabekular (trabecular meshwork) dimana
terjadi obstruksi aliran keluar humor aqueous yang progresif dan kemudian diikuti
peningkatan tekanan intraokular (TIO). Glaukoma sudut terbuka awalnya tidak
menimbulkan gejala yang mengganggu penderitanya atau asimtomatik dan biasanya
tidak sengaja dijumpai saat skrining mata rutin, seiring berjalannya waktu akan timbul
gejala hilangnya lapang pandang perifer hingga menjadi parah dan menyebabkan
kerusakan yang ireversibel (Kanski & Bowling, 2011; Schuster et al., 2020).

2. Glaukoma sudut tertutup

Glaukoma sudut tertutup ditandai dengan peningkatan TIO secara tiba – tiba
yang terjadi akibat obstruksi mekanis pada struktur sudut mata di dekat iris root.
Keadaan ini merupakan suatu kegawadaruratan medik, glaukoma jenis ini

5
menimbulkan gejala penglihatan yang kabur dengan cepat, mata merah, nyeri pada
mata dan sering terdapat halo di sekitar cahaya, jika tidak mendapat tatalaksana
segera, kebutaan dapat terjadi dengan cepat (Kanski & Bowling, 2011; Schuster et
al., 2020).

Glaukoma Jenis Lainnya

1. Glaukoma sekunder

Glaukoma sekunder adalah keadaan glaukoma yang terjadi akibat suatu


kondisi yang mendasari. Konsisi ini bisa terjadi dari penyakit mata sendiri atau akibat
dari penyakit sistemik luas. Bebagai konsisi yang dapat menimbulkan glaukoma
sekunder adalah trauma, hifema, iritis dan subluksasi lensa (Edmunds et al., 2015;
Schuster et al., 2020).

2. Glaukoma kongenital

Glaukoma kongenital yang dikenal dengan buftalmus atau “mata sapi” terjadi
pada bayi dengan tanda yang khas yaitu mata yang nampak membengkak dan
membesar akibat peningkatan TIO. Dikatakan seorang menderita glaukoma
kongenital jika terjadi sebelum usia 3 tahun (Badawi et al., 2019).

3. Normotension glaucoma

Istilah glaukoma dengan tekanan normal mengacu pada glaukoma namun


dengan TIO yang normal. Seringnya glaukoma tekanan normal diakibatkan oleh
disregulasi vaskular luas yang mengakibatkan stres pada akson – akson nervus
optikus pada lamina kribosa. Saat pemeriksaan dapat ditemui eskavasi pada diskus
optikus dan gangguan lapang pandang meskipun TIO <21mmHg (American
Academy of Ophthalmology, 2023; Killer & Pircher, 2018; Stein et al., 2023).

6
E. Komplikasi
Komplikasi utama dari glaukoma adalah terganggunya penglihatan, yang bisa
berujung pada kebutaan total (Nurarif and Kusuma 2015).

F. Patofisiologi

Tingginya tekanan intraokular bergantung pada besarnya produksi humor


aqueus oleh badan siliari dan mengalirkannya keluar. Besarnya aliran keluar humor
aquelus melalui sudut bilik mata depan juga bergantung pada keadaan kanal Schlemm
dan keadaan tekanan episklera, Tekanan intraokular dianggap normal bila kurang dari
20 mmHg pada. pemeriksaan dengan tonometer Schiotz (aplasti). Jika terjadi
peningkatan tekanan intraokuli lebih dari 23 mmHg, diperlukan evaluasi lebih lanjut..
Secara fisiologis, tekanan intraokuli yang tinggi akan menyebabkan terhambatannya
aliran darah menuju serabut saraf optik dan ke retina.

Iskemia ini akan menimbulkan kerusakan fungsi secara bertahap. Apabila


terjadi peningkatan tekanan intraokular, akan timbul penggaungan dan degenerasi
saraf optikus yang dapat disebabkan oleh beberapa faktor :

a. Gangguan perdarahan pada papil yang menyebabkan deganerasi berkas serabut


saraf pada papil saraf optik.

7
b. Tekanan intraokular yang tinggi secara mekanik menekan papil saraf optik yang
merupakan tempat dengan daya tahan paling lemah pada bola mata. Bagian tepi
papil saraf otak relatif lebih kuat dari pada bagian tengah sehingga terjadi
penggaungan pada papil saraf optik.
c. Sampai saat ini, patofisiologi sesungguhnya dari kelainan ini masih belum jelas.
d. Kelainan lapang pandang pada glaukoma disebabkan oleh kerusakan serabut
saraf optic.

Pathway Glaukoma

8
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan tajam pengelihatan.
a. Tonometri

Tonometri diperlukan untuk mengukur tekanan bola mata. Dikenal empat


cara tonometri, untuk mengetahui tekanan intra ocular yaitu: Palpasi atau digital
dengan jari telunjuk, Indentasi dengan tonometer schiotz, Aplanasi dengan
tonometer aplanasi goldmann, Nonkontak pneumotonometri, Tonomerti
Palpasi atau Digital.
Cara ini adalah yang paling mudah, tetapi juga yang paling tidak cermat,
sebab cara mengukunya dengan perasaan jari telunjuk. Dpat digunakan dalam
keadaan terpaksa dan tidak ada alat lain. Caranya adalah dengan dua jari
telunjuk diletakan diatas bola mata sambil pendertia disuruh melihat kebawah.
Mata tidak boleh ditutup, sebab menutup mata mengakibatkan tarsus kelopak
mata yang keras pindah ke depan bola mata, hingga apa yang kita palpasi adalah
tarsus dan ini selalu memberi kesan perasaan keras. Dilakukan dengan palpasi
dimana satu jari menahan, jari lainnya.
09.17
XX
menekan secara bergantian. Tinggi rendahnya tekanan dicatat sebagai berikut:
.N : normal
.N+1 : agak tinggi

9
.N+2 : untuk tekanan yang lebih tinggi
.N-1 lebih rendah dari normal
.N-2 : lebih rendah lagi, dan seterusnya
b. Gonioskopi

Gonioskopi adalah suatu cara untuk memeriksa sudut bilik mata depan dengan
menggunakan lensa kontak khusus. Dalam hal glaukoma gonioskopi diperlukan
untuk menilai lebar sempitnya sudut bilik mata depan.
c. Oftalmoskopi

Pemeriksaan fundus mata, khususnya untuk mempertahankan keadaan papil


saraf optik, sangat penting dalam pengelolaan glaukoma yang kronik. Papil
saraf optik yang dinilai adalah warna papil saraf optik dan lebarnya ekskavasi.
Apakah suatu pengobatan berhasil atau tidak dapat dilihat dari ekskavasi yang
luasnya tetap atau terus melebar.

10
2. Pemeriksaan lapang pandang
a. Pemeriksaan lapang pandang perifer lebih berarti kalau glaukoma sudah lebih
lanjut, karena dalam tahap lanjut kerusakan lapang pandang akan ditemukan di
daerah tepi, yang kemudian meluas ke tengah.
b. Pemeriksaan lapang pandang sentral: mempergunakan tabir Bjerrum, yang
meliputi daerah luas 30 derajat. Kerusakan. kerusakan dini lapang pandang
ditemukan para sentral yang dinamakan skotoma Bjerrum.

H. Penatalaksanaan
Pengobatan dilakukan dengan prinsip untuk menurunkan TIO, membuka sudut
yang tertutup (pada glaukoma sudut tertutup), melakukan tindakan suportif
(mengurangi nyeri, mual, muntah, serta mengurangi radang), mencegah adanya sudut
tertutup ulang serta mencegah gangguan. pada mata yang baik (sebelahnya).
Upaya menurunkan TIO dilakukan dengan memberikan cairan hiperosmotik
seperti gliserin per oral atau dengan menggunakan manitol 20% intravena. Humor
aqueus ditekan dengan memberikan karbonik anhidrase seperti acetazolamide
(Acetazolam, Diamox). Dorzolamide (TruShop), methazolamide (Nepthazane).
Penurunan humor aqueus dapat juga dilakukan dengan memberikan agens penyekat
beta adrenergik seperti latanoprost (Xalatan), timolol (Timopic), atau levobunolol
(Begatan).
Untuk melancarakan aliran humor aqueus, dilakukan konstriksi pupil dengan
miotikum seperti pilocarpine hydrochloride 2-4% setiap 3-6 jam. Miotikum ini
menyebabkan pandangan kabur setelah 1-2 jam penggunaan. Pemberian miotikum
dilakukan apabila telah terdapat tanda- tanda penurunan TIO. Penanganan nyeri,
mual, muntah, dan peradangan dilakukan dengan memberikan analgesik seperti
pethidine (Demerol), anti muntah atau kostikosteroid untuk reaksi radang.

11
Jika tindakan di atas tidak berhasil, lakukan operasi untuk membuka saluran
schlemm sehingga cairan yang banyak diproduksi dapat keluar dengan mudah.
Tindakan pembedahan dapat dilakukan seperti trabekulektomi dan laser
trabekuloplasti. Bila tindakan ini gagal, dapat dilakukan siklokrioterapi (Pemasanag
selaput beku).
Penatalaksanaan keperawatan lebih menekankan pada pendidikan kesehatan
terhadap penderita dan keluarganya karena 90% dari penyakit glaukoma merupakan
penyakit kronis dengan hasil pengobatan yang tidak permanen. Kegagalan dalam
pengobatan untuk mengontrol glaukoma dan adanya pengabaian untuk
mempertahankan pengobatan dapat menyebabkan kehilangan pengelihatan progresif
dan mengakibatkan kebutaan.
Klien yang mengalami glaukoma harus mendapatkan gambaran tentang
penyakit ini serta penatalaksanaannya, efek pengobatan, dan. tujuan akhir pengobatan
itu. Pendidikan kesehatan yang diberikan harus menekan bahwa pengobatan bukan
untuk mengembalikan fungsi pengelihatan, tetapi hanya mempertahankan fungsi
pengelihatan yang masih ada. Obat-obatan yang digunakan yaitu :
1. Cefadroxil, antibiotic untuk mencegah infeksi dengan dosis 500 mg/12 jam
2. Ranitidin, untuk mengobati gejala yang berkaitan dengan produksi asam
lambung berlebih dengan dosis 150 mg/12 jam
3. Paracetamol, untuk meredahkan rasa nyeri dengan dosis 500 mg/8 jam
4. Methylprednisolone, untuk meredahkan nyeri dan peradangan pada mata dengan
dosis 8 mg/8 jam
5. Polidemisin, untuk mengatasi radang mata yang beresiko mengalami infeksi
bakteri dengan dosis 1 tetes/ 4 jam
6. Ocufresh, untuk melumasi dan menyejukkan mata kering akibat kekurangan
sekresi air mata atau teriritasi karena kondisi lingkungan dengan dosis 1 tetes/4
jam.

12
I. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas :
1) Identitas pasien :
Nama, umur, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, alamat, pekerjaan,
suku/bangsa, agama, status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit (MRS),
nomor register, dan diagnosa medik.
2) Identitas Penanggung Jawab
Meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, serta status
hubungan dengan pasien.
b. Keluhan utama
Pasien biasanya mengeluh berkurangnya lapang pandang dan mata menjadi
kabur serta nyeri diarea mata.
c. Riwayat penyakit sekarang
Pasien mengatakan matanya kabur dan sering menabrak, gangguan saat
membaca.
d. Riwayat penyakit dahulu
Kaji adanya masalah mata sebelumnya atau pada saat itu, riwayat penggunaan
antihistamin (menyebabkan dilatasi pupil yang akhirnya dapat menyebabkan
Angle Closume Glaucoma), riwayat trauma.
e. Riwayat penyakit keluarga
Kaji apakah ada kelurga yang menglami penyakit glaucoma sudut terbuka
primer.
f. Psikososisi: kaji kemampuan aktivitas, gangguan membaca, resiko jatuh
berkendaraan.
g. Pemeriksaan fisik
- Pemeriksaan fisik dilakukan dengan menggunakan oftalmoskop untuk
mengetahui adanya cupping dan atrofi diskus optikus. Diskus optikus
menjadi lebih luas dan lebih dalam. Pada glaucoma akut primer, kamera

13
anterior dangkal, akues humor. keruh dan pembuluh darah menjalar keluar
dari iris. -Pemeriksaan lapang pandang perifer, pada keadaan akut lapang
pandang cepat menurun secara signifikan dan keadaan kronik akan menurun
secara bertahap.
- Pemeriksaan fisik melalui inspeksi untuk mengetahui adanya inflamasi
mata, sklera kemerahan, kornea keruh, dilatasi pupil sedang yang gagal
bereaksi terhadap cahaya. Sedangkan dengan palpasi untuk memeriksa mata
yang mengalami peningkatan TIO, terasa lebih keras dibanding mata yang
lain.
- Uji diagnostik menggunakan tonometri, pada keadaan kronik atau open
angle didapat nilai 22-32 mmHg, sedangkan keadaan. akut atau angle closure
≥ 30 mmHg. Uji dengan menggunakan gonioskopi akan didapat sudut
normal pada glaukoma kronik. Pada stadium lanjut, jika telah timbul
goniosinekia (perlengketan pinggir iris pada kornea/trabekula) maka sudut
dapat tertutup. Pada glaukoma akut ketika TIO meningkat, sudut COA akan
tertutup, sedang pada waktu TIO normal sudutnya sempit.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis mengenai respon pasien


terhadap masalah kesehatan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017). Diagnosa
berdasarkan SDKI adalah :

a. Gangguan Persepsi sensori (D.0085)


Kategori : Psikologis
Subkategori : Integritas Ego
Definisi : Perubahan persepsi terhadap stimulus baik internal maupun
eksternal yang disertai dengan respon yang berkurang, berlebihan atau
terdistorsi.
Penyebab: Gangguan Penglihatan

14
Batasan Karakteristik:
Kriteria Mayor :
1) Subjektif : Melihat bayangan
2) Objektif : Distorsi sensori
Kriteria Minor :
1) Subjektif : Menyatakan kesal
2) Objektif : Konsentrasi buruk, melihat ke satu arah, disorientasi waktu
tempat orang atau situasi
Kondisi klinis terkait : Glaukoma
b. Nyeri Akut (D.0077)
Kategori : Psikologis
Subkategori : Nyeri dan kenyamanan
Definisi : Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan actual atau fungsional, dengan onset mendadak atau
lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3
bulan.
Penyebab : Agen pencedera fisik
Batasan karakteristik :
Kriteria mayor :
1) Subjektif : Mengeluh nyeri
2) Objektif : Tampak meringis, bersikap protektif ( mis.posisi menghindari
nyeri), gelisah
Kriteria minor :
1) Subjektif : (tidak tersedia)
2) Objektif : Tekanan darah meningkat, menarik diri, berfokus pada diri
sendiri, proses berpikit terganggu
Kondisi klinis terkait : Glaukoma

15
c. Risiko Infeksi (142)
Kategori : Lingkungan
Subkategori : Keamanan dan Proteksi
Definisi : Berisiko mengalami peningkatan terserang organisme patogenik
Faktor Risiko : efek prosedur invasif
Kondisi klinis terkait : Tindakan invasive

3. Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan adalah segala bentuk treatment yang dikerjakan oleh


perawat didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai tujuan
luaran yang diharapkan (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018). Diagnosa berdasarkan
SIKI adalah :

Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi


hasil
1. Gangguan Tujuan : Setelah (Minimalisir Rangsangan
persepsi sensori dilakukan tindakan 1.08241)
b/d gangguan keperawatan O:
penglihatan diharapkan persepsi - Periksa status mental,
sensori membaik. status sensori, dan tingkat
Kriteria hasil : kenyamanan (mis. Nyeri)
(Persepsi Sensori T:
L.09083) - Jadwalkan aktivitas harian
1. Verbalisasi melihat dan waktu istirahat
bayangan menurun - Batasi stimulus
lingkungan (mis.cahaya,
aktivitas)
K:
- Kolaborasi dalam
meminimalkan
prosedur/tindakan
2. Nyeri akut b/d Tujuan : Setelah Manajemen Nyeri I.08238)
agen pencedera dilakukan tindakan O:
fisik keperawatan - Identifikasi lokasi,
diharapkan tingkat karakteristik, durasi,
nyeri menurun. frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri

16
Kriterian hasil : - Identifikasi skala nyeri
(Tingkat Nyeri T:
L.08066) - Berikan teknik
1. Keluhan nyeri nonfarmakologis untuk
menurun mengurangi nyeri
2. Meringis menurun - Fasilitasi istirahat
E:
- Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi
meredakan nyeri
K:
- Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
3. Risiko infeksi b/d Tujuan : Setelah (Pencegahan Infeksi
efek prosedur dilakukan tindakan I.14539)
invasif keperawatan O:
diharapkan tingkat -Monitor tanda dan gejala
infeksi menurun. infeksi local dan sistemik
Kriteria hasil : T:
(Tingkat infeksi - Berikan perawatan kulit
L.14137) pada area edema
1. Kemerahan - Cuci tangan sebelum dan
menurun sesudah kontak dengan
2. Nyeri menurun pasien dan lingkungan
3. Bengkak pasien
menurun E
- Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
K:
Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tahap ke empat dari proses keperawatan yang
dimulai setelah perawat menyusun rencana keperawatan (Potter & Perry, 2010).
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat
untuk membantu pasien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus
kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Proses
pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan pasien, faktor-faktor lain

17
yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi implementasi keperawatan, dan
kegiatan komunikasi (Dinarti & Muryanti, 2017)

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan langkah akhir dari proses keperawatan. Evaluasi adalah
kegiatan yang disengaja dan terus menerus dengan melibatkan pasien, perawat dan
anggota tim kesehatan lainnya (Padila, 2012). Menurut Setiadi (2012) dalam buku
Konsep & penulisan Asuhan Keperawatan, Tahap evaluasi adalah perbandingan yang
sistematis dan terencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang telah
ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan dengan melibatkan pasien,
keluarga, dan tenaga kesehatan lainnya.
Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan pasien dalam mencapai tujuan
yang disesuaikan dengan kriteria hasil pada tahap perencanaan (Setiadi, 2012).
Menurut (Asmadi, 2008) Terdapat 2 jenis evaluasi :
a. Evaluasi formatif (Proses)
Evaluasi formatif berfokus pada aktifitas proses keperawatan dan hasil tindakan
keperawatan. Evaluasi ini dilakukan segera setelah perawat
mengimplementasikan rencana keperawatan guna menilai keefektifan tindakan
keperawatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi ini meliputi 4 komponen yang
dikenal dengan istilah SOPA, yakni subjektif (data keluhan pasien), objektif (data
hasil pemeriksaan), analisis data (perbandingan data dengan teori), dan
perencanaan.
b. Evaluasi sumatif (hasil)
Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah semua aktifitas proses
keperawatan selesai dilakukan. Evaluasi sumatif ini bertujuan menilai dan
memonitor kualitas asuhan keperawatan yang telah diberikan. Metode yang dapat
digunakan pada evaluasi jenis ini adalah melakukan wawancara pada akhir
pelayanan, menanyakan respon pasien dan keluarga terkai pelayanan keperawatan,
mengadakan pertemuan pada akhir layanan

18
Ada tiga kemungkinan hasil evaluasi dalam pencapaian tujuan keperawatan,
yaitu:
1) Tujuan tercapai/masalah teratasi
2) Tujuan tercapai sebagian/masalah teratasi sebagian
3) Tujuan tidak tercapai/masalah belum teratasi.

19
SOP PERAWATAN GLAUKOMA

1. Definisi Glaukoma adalah penyebab kebutaan kedua terbesar di dunia setelah


katarak. Kebutaan karena glaukoma tidak bisa disembuhkan, tetapi pada
kebanyakan kasus glaukoma dapat dikendalikan
2. Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk mendiagnosis glaukoma
dan penatalaksanaan glaukoma.

Prosedur 1. Persiapan alat dan bahan:


a. Buku rekam medis
b. Tensi meter
c. Stetoscope
d. Termometer
e. Jam tangan
f. Snellen chart
g. ATK
2. Petugas yang melakukan :
a. Dokter
b. Perawat
3. langkah-langkah :
a. Petugas memanggil pasien sesuai nomor urut
b. Petugas menulis identitas pasien
c. Petugas melakukan pemeriksaan tanda vital

20
d. Petugas melakukan anamnesa/keluhan utama kehilangan
pandangan.
e. Petugas melakukan pemeriksaan fisik pasien.
f. Petugas melakukan pemeriksaan visus
g. Petugas menegakan diagnose berdasarkan hasil anamnesis dan
pemeriksan fisis
h. Petugas memberi penatalaksanaan terapi
1) Pasien tidak boleh minum sekaligus banyak, karena dapat
menaikkan tekanan
2) Glaukoma akut:
a) Pertolongan pertama adalah menurunkan tekanan intraocular
secepatnya dengan memberikan serentak obat-obatan yang terdiri dari:
b) Asetasolamid Hcl 500 mg, dilanjutkan 4 x 250 mg/hari.
c) KCl 0.5 gr 3 x/hari.
d) Timolol 0.5%, 2 x 1 tetes/hari.
e) Tetes mata kombinasi kortikosteroid + antibiotik 4-6 x 1 tetes
sehari
f) Terapi simptomatik.
i. Memberikan konseling dan edukasi bahwa kepatuhan pengobatan
sangat penting untuk keberhasilan pengobatan glaukoma.
j. petugas menyerahkan resep pada pasien.
k. Petugas menulis hasi pemeriksaan, diagnose dan terapi pada rekam
medic pasien.
l. Petugas menulis hasil diagnose pada buku register.

21
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Glaukoma adalah suatu keadaan dimana di tandai dengan peningkatan tekanan


intra okuler yang dapat merusak saraf mata sehingga mengakibatkan kebutaan.
Glaukoma diklasifikasikan antara lain glaukoma primer, glaukoma sekunder,
glaukoma kongenital dan glaukoma absolut.

Penyebabnya tergantung dari klasifikasi glaukoma itu sendiri tetapi pada


umumnya disebabkan karena aliran aquos humor terhambat yang bisa meningkatkan
TIO. Tanda dan gejalanya kornea suram, sakit kepala, nyeri, lapang pandang
menurun, dll. Komplikasi dari glaukoma adalah kebutaan. Penatalaksanaannya dapat
dilakukan pembedahan dan obat-obatan.

B. Saran
Hendaknya jika mengalami tanda gejala glaukoma secara cepat melakukan
pemeriksaan dini agar glaukoma dapat ditangani.

22
DAFTAR PUSTAKA

Bantoyot, F. (2023). Klasifikasi, Diagnosis dan Pengobatan Terkini untuk Glaukoma:


Tinjauan Pustaka. Jurnal sosial dan sains, 3(9), 1028-1038.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI),
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI),
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), Edisi
1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Waluyo, Sunaryo joko. 2019. Askep Glaukoma
https://www.scribd.com/document/671583809/lp-dan-askep-glukoma

23

Anda mungkin juga menyukai