Anda di halaman 1dari 17

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Metode Pengumpulan Data


Setiap manusia memiliki kecenderungan untuk melihat apa yang ingin
dilihat, mendengar apa yang ingin didengarkan, dan melakukan apa yang
menjadi keinginannya. Anggapan dasar ini sering mengganggu peneliti sebagai
manusia di dalam mengadakan pengamatan.
Seperti telah disinggung di bab terdahulu bahwa mengamati bukanlah
hanya melihat objek. Kerlinger mengatakan bahwa mengobservasi adalah suatu
istilah umum yang mempunyai arti semua bentuk penerimaan data yang
dilakukan dengan cara merekam kejadian, menghitungnya, mengukurnya. Dan
mencatatnya. Metode observasi adalah suatu usaha sadar untuk mengumpulkan
data yang dilakukan secara sistematis, dengan prosedur yang terstandar.
Menyusun instrumen adalah pekerjaan penting di dalam langkah
penelitian. Akan tetapi mengumpulkan data jauh lebih penting lagi, terutama
apabila peneliti menggunakan metode yang memiliki cukup besar celah untuk
dimasuki unsur minat peneliti. Itulah sebabnya menyusun instrumen
pengumpulan data harus ditangani secara serius agar diperoleh hasil yang sesuai
dengan kegunaannya yaitu pengumpulan variabel yang tepat. Instrumen yang
sifatnya masih umum, misalnya pedoman wawancara dan pedoman
pengamatan masih mudah diinterpretasikan (mungkin salah) oleh pengumpul
data.
Semakin sedikit pengalaman pengumpulan data, maka semakin mudah
dipengaruhi oleh keinginan pribadi, sehingga semakin condong (bias) data yang
dikumpulkan. Oleh karena itu, seorang pengumpul data, walaupun terkesan
hanya sebagai pengumpul data, bukan pemimpin peneliti atau sekretaris yang
tampaknya mempunyai jabatan yang cukup penting dan penting, hendaknya
mempunyai keterampilan yang cukup untuk melakukannya. Sebuah kebiasaan
yang banyak dilakukan para perencana penelitian, ketika kita “ingin

3
4

melibatkan” orang/teman dalam kegiatan penelitian, sertakan mereka sebagai


pengumpul data.1
Di setiap pembicaraan mengenai metodologi penelitian, bahasan metode
pengumpulan data menjadi amat penting. Metode pengumpulan data adalah
bagian instrumen pengumpulan data yang menentukan berhasil atau tidaknya
suatu penelitian. Kesalahan penggunaan metode pengumpulan data atau metode
pengumpulan data yang tidak digunakan semestinya, berakibat fatal terhadap
hasil-hasil penelitian yang dilakukan.2

B. Metode Observasi
Observasi atau pengamatan adalah kegiatan keseharian manusia dengan
menggunakan pancaindra mata sebagai alat bantu utamanya selain pancaindra
lainnya seperti telinga, penciuman, mulut, dan kulit. Oleh karena itu, observasi
adalah kemampuan seseorang untuk menggunakan pengamatannya melalui
hasil kerja pancaindra mata serta dibantu dengan pancaindra lainnya. Di dalam
pembahasan ini kata observasi dan pengamatan di gunakan secara bergantian.
Seseorang yang sedang melakukan pengamatan, tidak selamanya menggunakan
pancaindra mata saja, tetapi selalu mengaitkan apa yang dilihatnya dengan apa
yang dihasilkan oleh pancaindra lainnya: seperti apa yang ia dengar, apa yang
ia cicipi, apa yang ia rasakan dari penciumannya bahkan apa yang ia rasakan
dari sentuhan-sentuhan kulitnya.
Dari pemahaman observasi atau pengamatan di atas, sesungguhnya
yang dimaksud dengan metode observasi adalah metode pengumpulan data
yang digunakan untuk menghimpun mata penelitian data-data penelitian
tersebut dapat diamati oleh peneliti. Dalam arti bahwa data tersebut dihimpun
melalui pengamatan peneliti melalui penggunaan Panca indra. Suatu kegiatan
pengamatan baru dikategorikan sebagai kegiatan pengumpulan data. Penelitian
apabila memiliki kriteria sebagai berikut:

1
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka
Cipta, Cet.12, 2002), hlm. 199.
2
M. Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kuantitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan
Publik Serta Ilmu Sosial Lainnya, (Jakarta: Kencana, 2009), hlm. 123.
5

1. Pengamatan digunakan dalam penelitian dan telah direncanakan secara


sistematik.
2. Pengamatan harus berkaitan dengan tujuan penelitian yang telah ditetapkan.
3. Pengamatan tersebut dicatat secara sistematik dan dihubungkan dengan
proposisi umum dan bukan dipaparkan sebagai sesuatu yang hanya menarik
perhatian.
4. Pengamatan dapat dicek dan dikontrol mengenai validitas dan
reliabilitasnya.3

Ada beberapa bentuk observasi umum yang kita kenal, yaitu:

1. Observasi Langsung

Dimaksud dengan observasi langsung adalah pengamatan yang


dilakukan secara langsung pada objek yang diobservasikan, dalam arti
bahwa pengamatan tidak menggunakan “media-media transparan”. Hal ini
dimaksud bahwa peneliti secara langsung melihat atau mengamati apa yang
terjadi pada objek penelitian.4

Pengumpulan data dengan observasi langsung atau dengan


pengamatan langsung adalah cara pengambilan data dengan menggunakan
mata tanpa ada pertolongan alat standar lain untuk keperluan tersebut.
Dalam kegiatan sehari-hari, kita selalu menggunakan mata untuk
mengamati sesuatu. Kita sering mengamati bulan purnama, mengamati
lampu warna-warni, mengamati gunung yang indah, ataupun mengintip
gadis cantik sedang mandi di sungai. Tetapi yang dimaksud dengan
pengamatan dalam metode ilmiah, bukanlah kegiatan pengamatan seperti di
atas. Pengamatan baru tergolong sebagai teknik mengumpulkan data, jika
pengamatan tersebut mempunyai kriteria berikut:5

3
CL. Selltiz et.al, Research Methods in Social Relation, Holt, Rinehart dan Winston, (New
York: 1964, p.200). Dikutip oleh Moh.Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, cet. 5,
2003), hlm. 212.
4
M. Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kuantitatif, Op.cit., hlm. 134.
5
Moh. Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, Cet.5, 2003), hlm. 175.
6

a. Pengamatan digunakan untuk tematik; penelitian dan telah direncanakan


secara sistematis;
b. Pengamatan harus berkaitan dengan tujuan penelitian yang telah
direncanakan;
c. Pengamatan tersebut dicatat secara sistematis dan dihubungkan dengan
proposisi umum dan bukan dipaparkan sebagai suatu set yang menarik
perhatian saja;
d. Pengamatan dapat dicek dan dikontrol atas validitas dan reliabilitasnya.

Penggunaan observasi langsung sebagai cara pengumpulan data


mempunyai beberapa keuntungan:

a. Dengan cara pengamatan langsung, terdapat kemungkinan untuk


mencatat hal- hal, perilaku, pertumbuhan, dan sebagainya, sewaktu
kejadian tersebut berlaku, atau sewaktu perilaku tersebut terjadi. Dengan
cara pengamatan, data yang langsung mengenai perilaku yang tipikal
dari objek dapat dicatat segera, dan tidak menggantungkan data dari
ingatan seseorang
b. Pengamatan langsung dapat memperoleh data dari subjek baik yang
tidak dapat berkomunikasi secara verbal atau yang tak mau
berkomunikasi secara verbal. Misalnya anak bayi tidak dapat
berkomunikasi secara verbal. Dengan mengadakan pengamatan
langsung terhadap bayi, seseorang dapat mengetahui perilaku bayi
tersebut serta hubungannya dengan sifat-sifat tertentu. Dengan
mengamati tanaman atau binatang, seseorang dapat mengetahui respons
hewan atau tanaman terhadap suatu perlakuan. Adakalanya subjek tidak
mau berkomunikasi secara verbal dengan enumerator atau peneliti, baik
karena takut, karena tidak ada waktu atau karena enggan. Dengan
pengamatan langsung, hal di atas dapat ditanggulangi.6

6
Moh. Nazir, Metode Penelitian, Op.cit., hlm. 175.
7

Selain dari keuntungan yang telah diberikan di atas, pengamatan secara


langsung sebagai salah satu metode dalam mengumpulkan data, mempunyai
kelemahan-kelemahan. Kelemahan yang penting dari pengamatan langsung,
adalah:

a. Kadang kala diperlukan waktu menunggu yang lama untuk memperoleh


pengamatan langsung terhadap satu kejadian. Misalnya, jika seorang ahli
antropologi ingin mengetahui adat perkawinan suatu sebut asing di suatu
daerah, maka ia harus menunggu sampai ada upacara tersebut.
b. Pengamatan terhadap suatu fenomena yang lama tidak dapat dilakukan
secara langsung. Misalnya, untuk mengamati sejarah kehidupan seseorang
sejak bayi sampai meninggal tidak mungkin sama sekali. Tetapi life history
dari objek yang mempunyai durasi pendek, misalnya, sejarah hidup dari
lalat, masih bisa dilakukan dengan pengamatan langsung.
c. Ada kegiatan-kegiatan yang tidak mungkin diperoleh datanya dengan
pengamatan. Misalnya, kegiatan seks, pertengkaran keluarga, dan
sebagainya.

Data yang dikumpulkan melalui pengamatan langsung ada yang dapat


dikuantifikasikan. Tetapi ini bukan berarti bahwa semua data yang diperoleh
secara pengamatan langsung harus dikuantifikasikan. Pengamatan data secara
langsung dilaksanakan terhadap subjek sebagaimana adanya di lapangan, atau
dalam suatu percobaan baik di lapangan atau di dalam laboratorium. Cara
pengamatan langsung dapat digunakan pada penelitian eksploratori atau pada
penelitian untuk menguji hipotesis. Peneliti, dalam mengadakan pengamatan
langsung, dapat menjadi anggota kelompok subjek (partisipan), dan dapat pula
berada di luar subjek (non partisipan).

Secara umum, cara pengamatan langsung ini dapat dibagi dua, yaitu
observasi tidak terstruktur dan observasi terstruktur. Untuk menentukan apakah
suatu pengamatan yang dilakukan tidak berstruktur atau berstruktur, maka
terdapat 4 pertanyaan di bawah ini harus dijawab oleh si peneliti, yaitu:
8

a. Apa yang akan diamati?


b. Bagaimana pengamatan tersebut dicatat?
c. Prosedur apa yang digunakan untuk memperoleh pengamatan yang akurat?
d. Bagaimana hubungan antara pengamat dengan yang diamati dan bagaimana
hubungan tersebut dibina?7
1) Observasi tidak terstruktur.

Pada pengamatan yang tidak berstruktur, si peneliti tidak


mengetahui aspek-aspek apa dari kegiatan-kegiatan yang ingin diamatinya
relevan dengan tujuan penelitiannya. Peneliti juga tidak mempunyai suatu
rencana tentang cara-cara pencatatan dari pengamatannya, sebelum ia
memulai kerja mengumpulkan data. Observasi tidak terstruktur sering
digunakan dalam penelitian antropologi atau penelitian eksplorasi.
Beberapa hal penting diamati dalam observasi tidak terstruktur adalah

a. Isi dari pengamatan; Apakah yang ingin diamati? Karena dalam


pengamatan yang tidak berstruktur, peneliti sendiri tidak tahu apa yang
akan diamati. Seyogianya, semua harus diamati, asal saja yang
berhubungan dengan masalah yang ingin dipecahkan. Karena itu,
peneliti mengamati semua fenomena yang dianggapnya penting. Kalau
ini tidak memenuhi sasarannya, maka ia pindah ke pengamatan lain
sambil mempersempit jangkauan pengamatannya. Karena pengamatan
tidak berstruktur sering digunakan sebagai teknik eksploratori, maka
pengertian pengamat terhadap situasi terus berubah. Hal ini
menghendaki perubahan terhadap apa yang diamatinya. Perubahan dari
isi apa yang akan diamatinya merupakan penggunaan pengamatan tak
berstruktur secara optimal.
b. Mencatat pengamatan; Dalam hal mencatat pengamatan yang tidak
berstruktur, maka dua hal perlu diperhatikan, yaitu waktu pengerjaan
pencatatan dan bagaimana fenomena pengamatan menjadi berkurang,
dan dapat mengakibatkan tidak terjadinya sesuatu yang sebenarnya

7
Moh. Nazir, Op.cit., hlm. 175-176.
9

harus terjadi akibat adanya reaksi kecurigaan dari objek atau kejadian
dicatat.
c. Ketetapan pengamatan; Untuk meningkatkan ketepatan pengamatan,
maka ada beberapa cara yang dapat ditempuh, antara lain:
a) Peneliti menggunakan tape recorder untuk merekam pembicaraan.
Kelemahannya tape recorder hanya dapat mencatat pembicaraan,
tetapi tidak dapat merekam suatu perbuatan;
b) Peneliti menggunakan kamera, tetapi hal ini terlalu mahal dan dapat
mengganggu kegiatan normal dari objek yang diteliti;
c) Pengamat bukan terdiri dari satu orang saja, tetapi terdiri dari lebih
dari satu orang. Dalam hal ini masing-masing pengamat mencatat
fenomena, dan nanti catatannya masing-masing dibandingkan.
Dalam catatan tersebut harus dijelaskan yang mana pengamatan
fakta dan yang mana pula suatu interpretasi. Terlalu banyak
dimasukkan interpretasi dalam catatan dapat merusak kesimpulan.

Cara lain untuk meningkatkan akurasi dari pengamatan adalah dengan


mengadakan wawancara langsung dengan satu atau lebih subjek yang
ikut serta dalam aktivitas yang sedang diamati.

d. Hubungan antara pengamat dan yang diamati. Yang paling penting


dalam hal hubungan antara pengamat dengan yang diamati adalah, si
pengamat harus dapat meyakinkan objek atau harus dapat memberikan
alasan-alasan yang tepat mengapa ia harus mengadakan pengamatan
terhadap perilaku atau fenomena yang ingin diamati. Dalam partisipasi
yang paling penting dalam hal hubungan antara pengamat dengan yang
diamati adalah, si pengamat harus dapat meyakinkan objek atau harus
dapat memberikan alasan-alasan yang tepat mengapa ia harus
mengadakan pengamatan terhadap perilaku atau fenomena yang ingin
diamati. Dalam partisipasi langsung untuk pengamatan kejadian atau
fenomena, maka adalah sangat penting bagi si peneliti untuk membuat
10

dirinya dapat diterima dalam anggota kelompok di mana pengamatan


akan dilakukan.8
2) Observasi terstruktur.
Pada pengamatan berstruktur, si peneliti telah mengetahui aspek apa
dari aktivitas yang diamatinya yang relevan dengan masalah serta tujuan
peneliti, dengan pengungkapan yang sistematis untuk menguji hipotesisnya.
Pengamatan bisa saja di lapangan atau di laboratorium, bisa terhadap
manusia, hewan ataupun tumbuh-tumbuhan. Jika digunakan desain non
eksperimental, maka si peneliti tidak mempunyai kontrol terhadap variabel,
tetapi dalam pengamatan berstruktur, si peneliti masih dapat secara lebih
awal menentukan secara umum, perilaku apa yang ingin diamati agar
masalah yang dipilih dapat dipecahkan. Pada desain metode eksperimental,
si peneliti dapat mengadakan pengaturan terhadap beberapa perlakuan dan
mengadakan kontrol yang sesuai dengan keperluan menguji hipotesis dan
memecahkan masalah penelitian.
Karena pengamatan yang berstruktur telah direncanakan serta
sistematis, maka sudah terang isi dari observasinya lebih sempit dan terarah
dibandingkan dengan isi pengamatan yang tidak berstruktur. Dalam
menentukan isi dari pengamatan, peneliti dapat menggunakan berbagai
teknik.
Dalam mengamati fenomena sosial, peneliti dapat menggunakan
kategorisasi terhadap fenomena yang akan diamati. Sebuah kategori adalah
sebuah pernyataan yang menggambarkan suatu kelas fenomena, di mana
perilaku yang diamati dapat dibuat sandi. Hal ini dapat meningkatkan
kemungkinan bahwa aspek-aspek yang relevan dapat diamati secara lebih
terpercaya.
Penggunaan skala rating (rating scala) dalam pengamatan sebagai
instrumen, mengharuskan pengamat menetapkan subjek pada kategori atau
kontinum dengan memberi nomor atau angka pada kategori-kategori

8
Moh. Nazir, Op.cit., hlm.176-181.
11

tersebut. Penggunaan skala rating ini lebih memudahkan tetapi sekaligus


secara relatif validitasnya jauh berkurang bila dibandingkan dengan
penggunaan kategori.

Ada beberapa kelemahan skala rating yang mungkin terjadi, yaitu:

a. Sering skala rating digunakan seenaknya karena penggunaannya yang


mudah tersebut.
b. Dapat menjurus kepada pengaruh helo (halo effect), yaitu mengadakan
rating terhadap objek karena impresi peneliti. Misalnya, seseorang
dianggap pandai karena dia selalu setuju apa yang ditawarkan padanya,
seseorang dianggap mampu karena kehadirannya pada suatu rapat,
seseorang dianggap tidak setuju karena tidak menghadiri suatu
pertemuan, dan sebagainya.9

C. Metode Wawancara

Selain pengumpulan data melalui observasi, dalam ilmu sosial data juga
dapat diperoleh dengan melakukan wawancara. Dalam hal ini informasi atau
keterangan diperoleh langsung dari responden atau informan dengan cara tatap
muka dan percakapan. Yang dimaksud dengan wawancara adalah proses
memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab,
sambil bertatap muka antara si penanya atau pewawancara dengan si penjawab
atau responden dengan menggunakan alat yang dinamakan interview guide
(panduan wawancara).

Walaupun wawancara adalah proses percakapan yang berbentuk tanya


jawab dengan tatap muka, wawancara adalah suatu proses pengumpulan data
untuk suatu penelitian. Beberapa hal dapat membedakan wawancara dengan
percakapan sehari- hari, antara lain:

1. Pewawancara dan responden biasanya belum saling mengenal sebelumnya;

9
Moh. Nazir, Op.cit., hlm. 181-187.
12

2. Responden selalu menjawab pertanyaan;


3. Pewawancara selalu bertanya;
4. Pewawancara tidak mengarahkan pertanyaan pada suatu jawaban, tetapi
harus selalu netral;
5. Pertanyaan yang ditanyakan mengikuti panduan yang telah dibuat
sebelumnya. Pertanyaan panduan ini dinamakan interview guide.

Interview merupakan proses interaksi antara pewawancara dan


responden. Walaupun bagi pewawancara, proses tersebut adalah satu bagian dari
langkah-langkah dalam penelitian, tetapi belum tentu bagi responden,
wawancara adalah bagian dari penelitian. Andaikata pun pewawancara dan
responden menganggap bahwa wawancara adalah bagian dari penelitian, tetapi
sukses tidaknya pelaksanaan wawancara bergantung sekali dari proses interaksi
yang terjadi. Suatu elemen yang paling penting dari proses interaksi yang terjadi
adalah wawasan dan pengertian (insight).

Selain dari pewawancara dan responden, situasi wawancara dan isi


pertanyaan yang ditanyakan merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi
interaksi dan komunikasi dalam wawancara. Isi dari wawancara mempengaruhi
pewawancara, responden, dan situasi wawancara. Pengaruh timbal balik terjadi
antara pewawancara dan situasi wawancara, antara situasi wawancara dengan
responden, dan antara pewawancara dan responden sendiri.

Isi wawancara juga mempengaruhi situasi wawancara, pewawancara dan


responden sendiri. Isi wawancara yang tidak sesuai dengan minat responden
sangat mempengaruhi situasi wawancara. Isi wawancara dapat merupakan
sumber kekhawatiran, adakalanya bagi responden atau bagi pewawancara
sendiri. Suatu keserasian antara pewawancara, responden, serta situasi
wawancara perlu dipelihara supaya terdapat suatu komunikasi yang lancar dalam
wawancara. Dalam hubungan ini, maka sangat diperlukan:

a. Suatu hubungan yang baik antara pewawancara dan responden sehingga


wawancara berjalan dengan lancar;
13

b. Kemampuan pewawancara mencatat jawaban sejelas-jelasnya, teliti dan


sesuai dengan maksud jawaban;
c. Kemampuan pewawancara menyampaikan pertanyaan kepada responden
sejelas-jelasnya dan sesederhana mungkin dan tidak menyimpang dari
intervew guide;
d. Dapat membuat responden memberikan penjelasan tambahan untuk
menambah penjelasan jawaban sebelumnya dengan pertanyaan yang tepat;
e. Pewawancara harus dapat bersifat netral terhadap semua jawaban.

Sasaran isi dari pertanyaan atau keterangan yang ingin diperoleh


berjenis-jenis banyak dan sifatnya, dan sukar dikelompokkan dalam jenis-jenis
umum. Tetapi Selltiz (1964) 13) mencoba mengelompokkan isi dari keterangan
yang ingin diperoleh dengan cara wawancara sebagai berikut.

a. Sasaran isi untuk memperoleh atau memastikan suatu fakta. Cara paling
baik untuk memperoleh suatu fakta adalah pergi menanyakan kepada orang
yang mengetahui tentang fakta tersebut.
b. Konten yang bertujuan untuk menjamin keyakinan tentang situasi faktual.
Jawaban yang diberikan, bukan untuk memperoleh kebenaran tentang fakta
yang ditanyakan, tetapi untuk melihat bagaimana anggapan atau
kepercayaan responden tentang fakta tersebut
c. Isi yang mempunyai sasaran untuk memastikan perasaan. Adakalanya
pewawancara ingin mengetahui secara langsung perasaan seseorang
terhadap sesuatu. Hal ini dapat ditanyakan dalam wawancara. Akan tetapi,
dalam menanyakan hal-hal yang berhubungan dengan perasaan, lakukan
secara tidak langsung lebih dahulu.
d. Isi yang mempunyai sasaran untuk menemukan suatu standar kegiatan.
Kegiatan standar ini ada dua jenis, yaitu
1) Standar etika, dan
2) Standar kegiatan yang fisibel.
e. Konten yang bertujuan untuk mengetahui perilaku saat ini atau perilaku
sebelumnya.
14

f. Konten yang memiliki target dengan mengetahui alasannya. Tidak jarang,


pertanyaan ditujukan untuk mengetahui alasan seseorang mengenai
anggapannya, perasaannya, perilakunya, dan kebijakannya. Dengan
perkataan lain, pewawancara ingin mengetahui jawaban dari Pertanyaan
yang dimulai dengan “Mengapa ....” Ini, biasanya mendapat jawaban yang
kurang memuaskan. Dari itu, pertanyaan tentang alasan biasa “mengapa?”
dimulai dengan “Alasan-alasan apa....” atau “Apakah ada alasan-alasan
tertentu sehingga Anda (percaya, merasa, berbuat, ....)”?

Wawancara dilakukan setelah persiapan untuk itu dimantapkan. Dalam


persiapan wawancara, sampel responden, kriteria-kriteria responden,
pewawancara, serta inverview guide telah disiapkan dahulu. Umumnya
pewawancara memegang peranan yang amat penting dalam memulai
wawancara. Pewawancara harus dapat menggali keterangan-keterangan dari
responden, dan harus dapat merasa serta dapat membawa responden untuk
memberikan informasi, baik dengan jalan:

1. Membuat responden merasa bahwa dengan memberikan keterangan


tersebut responden telah melepaskan kepuasannya karena suatu tujuan
tertentu telah tercapai;
2. Menghilangkan pembatas antara pewawancara dan responden sehingga
wawancara dapat berjalan lancar; atau
3. Keterangan diberikan karena kepuasannya bertatap muka dan berbicara
dengan pewawancara.

Umumnya urut-urutan prosedur dalam memulai wawancara adalah


sebagai berikut.

1. Menerangkan kegunaan serta tujuan dari penelitian.


2. Menjelaskan mengapa responden terpilih untuk diwawancarai.
3. Menjelaskan institusi atau badan apa yang melaksanakan penelitian tersebut.
4. Menerangkan bahwa wawancara tersebut merupakan sesuatu yang
confidential.
15

Penjelasan mengenai kegunaan dan tujuan penelitian dapat memberikan


motivasi kepada responden untuk melakukan wawancara. Keraguan dan
kecurigaan responden terhadap keterlibatan atau pemilihan responden untuk
menjawab pertanyaan dapat dihilangkan dengan menjelaskan bagaimana dan
mengapa, kemudian responden yang bersangkutan dipilih menjadi responden.
Penjelasan mengenai lembaga atau badan yang melakukan penelitian dapat
membuat responden yakin bahwa informasi yang diberikan akan digunakan
untuk tujuan yang obyektif. Sifat wawancara yang bersifat rahasia akan lebih
mendorong responden memberikan keterangan secara jujur. Dan mendorong
responden untuk memberikan keterangan tanpa sembunyi-sembunyi dan
mendorong responden memberikan keterangan secara jujur.

Terdapat dua bentuk wawancara, yaitu:

1. Wawancara Sistematik.
Wawancara sistematik merupakan wawancara yang dilakukan
dengan terlebih dahulu mempersiapkan pedoman (guide) tertulis tentang
apa yang hendak ditanyakan kepada responden. Dengan pedoman
wawancara tersebut dapat dihindari kemungkinan melupakan beberapa
persoalan yang relevan dengan masalah penelitian.10
2. Wawancara Terarah
Bentuk wawancara ini jauh tidak formal dan tidak sistematik bila
dibandingkan dengan wawancara sistematik. Wawamcara terarah
dilaksanakan secara bebas, tetapi kebebasan ini tetap tidak terlepas dari
pokok permasalahan yang akan ditanyakan kepada responden dan telah
dipersiapkan sebelumnya oleh pewawancara. Nama lain wawancara ini
disebut wawancara bebas terpimpin. Dibutuhkan skill yang bernilai lebih
bila dibandingkan dengan wawancara sistematik.11

10
Sutrisno Hadi, Metode Research II, (Yogyakarta: Yayasan Penerbit Fakultas Psikologin
UGM, 1979), hlm. 235.
11
M. Burhan Bungin, Op.cit,, hlm. 128.
16

Beberapa sikap pewawancara dalam bertanya harus diperhatikan. Sikap-


sikap tersebut adalah sebagai berikut.

a. Netral. Jangan memberikan reaksi terhadap jawaban, baik dengan kata-kata


atau dengan perbuatan atau dengan gerak-gerik. Baik tidak baik, senang
tidak senang, setuju tidak setuju, jangan sekali-kali diperlihatkan oleh
pewawancara dalam wawancara. Jangan memberikan sugesti.
b. Adil. Dalam wawancara, semua responden harus dianggap sama, jangan
memihak kepada sebagian responden sehingga responden merasa aman
dalam memberikan keterangannya.
c. Ramah. Tunjukkan keramahan yang patut, tidak dibuat-buat, segar,
berwajah manis.

D. Metode Dokumentasi

Metode dokumenter adalah salah satu metode pengumpulan data yang


digunakan dalam Metodologi penelitian sosial. Pada intinya metode
dokumenter adalah metode yang digunakan untuk menelusuri data historis.
Dengan demikian, pada penelitian sejarah, maka bahan dokumenter memegang
peranan yang amat penting. Walau metode ini terbanyak digunakan pada
penelitian ilmu sejarah. Namun, kemudian Sosiologi dan Antropologi secara
serius menggunakan metode dokumenter sebagai metode pengumpul data. Oleh
karena sebenarnya sejumlah besar fakta dan data sosial tersimpan dalam tubuh
pengetahuan sejarah yang berbentuk dokumentasi.12

Dalam uraian tentang studi pendahuluan, telah disinggung pula bahwa


sebagai objek yang diperhatikan (ditatap) dalam memperoleh informasi, kita
memperhatikan tiga macam sumber, yaitu tulisan (paper), tempat (place), dan
kertas atau orang (people). Dalam mengadakan penelitian yang bersumber pada
tulisan inilah kita telah menggunakan metode dokumentasi.

12
Kartini Kartono, Pengantar Metodologi Research Sosial, (Bandung: Alumni, tt.), hlm.
170.
17

Dokumentasi, dari asal katanya dokumen, yang artinya barang- barang


tertulis. Di dalam melaksanakan metode dokumentasi, peneliti menyelidiki
benda-benda tertulis seperti buku-buku, majalah, dokumen, peraturan-
peraturan, notulen rapat, catatan harian, dan sebagainya. Metode dokumentasi
dapat dilaksanakan dengan:

1. Pedoman dokumentasi yang memuat garis-garis besar atau kategori yang


akan dicari datanya.
2. Check-list, yaitu daftar variabel yang akan dikumpulkan datanya. Dalam
hal ini peneliti tinggal memberikan tanda atau tally setiap pemunculan
gejala yang dimaksud.

Dalam pengertian yang lebih luas, dokumen bukan hanya yang


berwujud tulisan saja, tetapi dapat berupa benda-benda peninggalan seperti
prasasti dan simbol-simbol.

Metode dokumentasi ini dapat merupakan metode utama apabila


peneliti melakukan pendekatan analisis isi (content analysis). Untuk penelitian
dengan pendekatan lain pun metode dokumentasi juga mempunyai kedudukan
penting. Jika peneliti memang cermat dan mencari bukti-bukti dari landasan
hukum dan peraturan atau ketentuan, maka penggunaan metode dokumentasi
menjadi tidak terhindarkan.

Sebagian besar data yang tersedia adalah berbentuk surat-surat, catatan


harian, kenang-kenangan, laporan, dan sebagainya. Sifat utama dari data ini tak
terbatas pada ruang dan waktu sehingga memberi peluang kepada peneliti
untuk hal-hal yang telah silam. Kumpulan data bentuk tulisan ini disebut
dokumen dalam arti luas termasuk monumen, artefak, foto, tape, mikrofilm,
disc, cdrom, harddisk, dan sebagainya.13

Bahan dokumen secara eksplisit berbeda dengan literatur tetapi


kemudian perbedaan antara keduanya hanya dapat dibedakan secara gradual.

13
Koentjaraningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta: Gramedia, 1977),
hlm.62.
18

Oleh karena itu, kalau literatur adalah bahan-bahan yang diterbitkan, baik
secara rutin maupun berkala. Namun, dokumenter adalah informasi yang
disimpan atau didokumentasikan sebagai bahan dokumenter. Secara detail
bahan dokumenter terbagi beberapa macam yaitu:

1. Autobiografi.
2. Surat-surat pribadi, buku-buku atau catatan harian, memorial.
3. Kliping.
4. Dokumen pemerintah maupun swasta.
5. Cerita romantis dan cerita rakyat.
6. Film, mikrofilm, foto, dan sebagainya.14

Persoalan sekarang bahwa kebanyakan autobiografi diterbitkan sebagai


buku. Oleh karena itu, apabila autobiografi telah diterbitkan, maka sifatnya
telah berubah menjadi literatur atau sebagai buku bacaan. Namun, bagi
autobiografi yang tidak diterbitkan sifatnya masih sebagai bahan dokumenter.
Surat-surat pribadi juga kadang kala diterbitkan, seperti surat-surat Kartini yang
diterbitkan menjadi buku “Habis Gelap Terbitlah Terang”. Kalau seperti ini,
maka persoalannya sama dengan autobiografi di atas. Begitu pula dengan
kliping maupun roman atau cerita rakyat yang juga ada beberapa yang
diterbitkan. Namun sedikit untuk menerbitkan film, mikrofilm karena
kesukaran teknis. Sedangkan foto punya kesempatan diterbitkan bersama-sama
autobiografi.

Selain macam-macam bahan dokumenter di atas, dokumenter dibagi


menjadi dua, yaitu dokumen pribadi dan dokumen resmi.15

1. Dokumen Pribadi
Dokumen pribadi adalah catatan atau karangan seseorang secara
tertulis tentang tindakan, pengalaman, dan kepercayaannya. Dokumen

14
M. Burhan Bungin, Op.cit., hlm. 144-145.
15
Koenttjaraningrat, Op.cit., hlm. 63.
19

pribadi dapat berupa buku harian, surat pribadi, dan autobiografi. Ketiga
dokumen pribadi ini telah dijelaskan di atas.
2. Dokumen Resmi
Dokumen resmi terbagi atas, dokumen intern dan ekstern. Dokumen
intern dapat berupa memo, pengumuman, instruksi, aturan lembaga untuk
lapangan sendiri seperti risalah atau laporan rapat, keputusan pemimpin
kantor, konvensi yaitu kebiasaan-kebiasaan yang berlangsung di suatu
lembaga dan sebagainya. Dokumen ekstern berupa bahan-bahan informasi
yang dikeluarkan suatu lembaga, seperti majalah, buletin, berita-berita yang
disiarkan ke media massa, pengumuman atau pemberitahuan. Kebiasaan
suatu lembaga untuk menggunakan dokumen ekstern ini sebagai media
kontak sosial dengan dunia luar. Oleh karena itu, peneliti dapat
menggunakan dokumen ekstern ini sebagai bahan untuk menelaah suatu
kebijakan atau kepemimpinan lembaga tersebut.

Anda mungkin juga menyukai