Anda di halaman 1dari 12

EVALUASI PRECEDE PROCEED PROGRAM ELIMINASI MALARIA DI

PUSKESMAS

1. Malaria
Malaria masih menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat di dunia saat ini,
termasuk Indonesia. Malaria merupakan salah satu jenis penyakit yang disebabkan oleh
infeksi parasit yang ditularkan melalui gigitan nyamuk, terutama nyamuk anopheles.
Penyakit malaria dibagi menjadi 2 (dua) yaitu biasa dan berat. Penyakit malaria biasa
adalah penyakit yang biasanya tidak menyebabkan komplikasi parah dan hanya
menimbulkan gejala utama karena tidak ada organ vital yang terdampak. Gejala yang
muncul umumnya bertahan selama 6-10 jam. Sedangkan penyakit malaria berat
merupakan komplikasi dari jenis biasa apabila tidak segera ditangani.
Penyebab malaria berat umumnya adalah parasit plasmodium falciparum yang
menyebabkan komplikasi. World Health Organization (WHO) menyebutkan bahwa
terdapat 229 juta kasus malaria di seluruh dunia pada tahun 2019 dengan angka kematian
ratarata sebesar 409 ribu jiwa. Mayoritas dari korban malaria adalah anak-anak yang
berusia di bawah lima tahun. Kasus malaria di berbagai belahan dunia paling banyak
terjadi di wilayah afrika (sekitar 90 persen), disusul dengan Asia Tenggara, Amerika
Selatan dan Sub-Sahara Afrika.
Indonesia merupakan negara di wilayah asia tenggara yang turut menyumbangkan
kasus malaria terbesar setelah India. Jumlah kasus malaria tertinggi di Indonesia terjadi di
tahun 2012 dengan jumlah kasus sebesar 417.819 dan mengalami tren penurunan menjadi
222.084 kasus di tahun 2018. Jumlah kasus malaria terus meningkat setelah tahun 2018.
Puncaknya terjadi di tahun 2022, melampaui jumlah kasus pada tahun 2012.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, jumlah kasus malaria di Indonesia terus
meningkat dalam kurun waktu 2020-2022, dari 254.055 kasus di tahun 2020 menjadi
443.530 kasus di tahun 2022 (Gambar 1). Laporan yang sama juga menyebutkan bahwa
kasus malaria tertinggi di Indonesia terjadi di kawasan Indonesia Timur, sekitar 400.253
di tahun 2022. Tren peningkatan jumlah kasus juga linear dengan peningkatan tren
kematian. Jumlah kematian di tahun 2022 sebanyak71 jiwa. Kematian tersebut
merupakan kejadian kematian tertinggi dalam kurun waktu tahun 2018-2022 (Gambar 1).
Hampir 80 persen dari kejadian kematian tersebut disumbangkan oleh anak di bawah usia
5 tahun yang merupakan kelompok yang paling rentan terkena malaria (Kementerian
Kesehatan, 2022b). Tren peningkatan jumlah kasus dan jumlah kematian akibat malaria
dalam kurun waktu tersebut sudah seharusnya menjadi alarm bagi pemerintah
(Kementerian Kesehatan) untuk menekan angka kejadian kasus dan kematian. Komisi IX
DPR RI perlu mendorong dan memastikan Kementerian Kesehatan untuk meningkatkan
layanan kepada masyarakat untuk mendapatkan akses pemeriksaan dan pengobatan, serta
mempercepat realisasi program eliminasi malaria di tahun 2024.

2. Eliminasi Malaria
Eliminasi malaria adalah upaya untuk menghentikan penularan malaria di suatu
wilayah tertentu seperti kabupaten/kota atau provinsi. Hal ini merupakan kesepakatan
global yang dihasilkan dalam pertemuan WHA ke 60 di Geneva tahun 2007 tentang
eliminasi malaria bagi tiap negara dan komitmen regional (Asia Pacific Malaria
Elimination Network/APMEN) tahun 2014 tentang eliminasi malaria diseluruh kawasan
Asia Pasifik pada tahun 2030.
Untuk mencapai eliminasi malaria, pemerintah telah menerbitkan keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 293/Menkes/SK/ IV/2009 tentang eliminasi malaria di Indonesia yang
akan dicapai secara bertahap selambatlambatnya pada tahun 2030 dan SK Menkes No.
131/Menkes/SK/III/2012 tentang Forum Nasional Gerakan Berantas Kembali Malaria
(Gebrak Malaria) yang salah satu komisinya adalah Komisi Penilaian Eliminasi.
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2015-
2019, Eliminasi Malaria merupakan salah satu sasaran utama, dan juga sebagai Indikator
Kinerja Program (IKP) dari Pencegahan dan pengendalian penyakit yaitu jumlah
kabupaten /kota yang mencapai eliminasi malaria, dengan target tahun 2015 sebanyak
225 kab/kota; tahun 2016 : 245 kab/kota; tahun 2017 : 265 kab/kota; tahun 2018 : 285
kab/kota dan tahun 2019 sebanyak 300 kab/kota.
Sampai dengan tahun 2016 sebanyak 247 kabupaten/kota telah menerima sertifikat
eliminasi malaria dari Kementerian Kesehatan, yang berarti dari total 252 juta penduduk
Indonesia sekitar 186 juta (74%) telah hidup di daerah bebas penularan malaria. Tidak ada
penularan malaria bukan berarti tidak ada lagi kasus malaria karena kasus impor atau
vektor malaria di wilayah tersebut kemungkinan masih ada sehingga kewaspadaan untuk
mencegah kembali penularan malaria setempat tetap diperlukan. Berkaitan dengan hal
tersebut diperlukan Panduan Pemeliharaan Eliminasi Malaria pada Tahap Pemeliharaan
sebagai acuan bagi Provinsi dan kabupaten/kota yang sudah menerima sertifikat eliminasi
malaria (tahap pemeliharaan) dalam mencegah terjadinya kembali penularan malaria
setempat.

3. Tujuan dan Sasaran Eliminasi Malaria


A. Tujuan :
1. Umum : Terselanggaranya upaya pengendalian malaria sehingga tidak terjadi
penularan setempat dan kematian karena malaria dalam rangka Indonesia menuju
bebas malaria.

2. Khusus :
a. Mencegah munculnya kembali penularan kasus malaria setempat.
b. Mencegah terjadinya kematian karena malaria.

B. Sasaran
Provinsi dan kabupaten/kota yang sudah menerima sertifikat eliminasi malaria (tahap
pemeliharaan).

4. Strategi Eliminasi Malaria


1) Penguatan komitmen pemangku kepentingan untuk mendukung upaya pemeliharaan
bebas malaria.

2) Penguatan surveilans :
a. Surveilans malaria berbasis kasus dan laboratorium.
b. Surveilans migrasi.
c. Surveilans faktor risiko (vektor, tempat perindukan vektor dan perilaku masyarakat).
d. Kegiatan surveilans lainnya.

3) Penguatan jejaring tatalaksana untuk menjamin kemampuan mendiagnosa malaria


secara dini dan mengobati dengan tepat.
4) Penguatan kemandirian masyarakat dalam mencegah munculnya kasus baru malaria.
5) Penguatan jejaring kemitraan dalam rangka pencegahan malaria dengan
memfungsikan tim monitoring evaluasi malaria.

4. Program Eliminasi Malaria Pada Puskesmas di Bangka Belitung


Jurnal PenelitianPerawat Profesional, Volume 6 No 3, Juni2024 Global Health
Science Group1181ditemukan kasus penularan setempat di Kabupaten Bangka, Bangka
Tengah, Bangka Selatan, Belitung, dan Belitung Timur serta Kota Pangkal Pinang.
Hal ini berarti hanya Kabupaten Bangka Barat saja yang belum bebas malaria (Dinkes
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, 2022). Dari pelaporan data Dinas Kesehatan
Kabupaten Bangka Barat tentang kejadian malaria pada tahun 2020 sebanyak 179,
tahun 2021 sebanyak 96 kasus malaria, sedangkan pada tahun 2022 sebanyak 109
kasus malaria. Untuk Puskesmas Muntok tidak ada kasus, Puskesmas Simpang Teritip
1 kasus, Puskesmas Kundi tidak ada kasus, Puskesmas Jebus 20 kasus, Puskesmas Puput
38 kasus, Puskesmas Sekar biru 47 kasus, Puskesmas Kelapa 1 kasus, Puskesmas
Tempilang 1 kasus.
Dilihat dari data diatas maka untuk wilayah kabupaten Bangka Barat mengalami
naik turun, penurunan terjadi pada tahun 2021 dan kemudian mengalami kenaikan
kembali pada tahun 2022 (Dinkes Kabupaten Bangka Barat, 2022). Kebijakan eliminasi
malaria dilaksanakan secara terpadu, pelaksanaan eliminasi malaria di setiap Provinsi
dilakukan dengan bertahap, ditargetkan pada tahun 2030 Indonesia akan lepas dari
penyakit malaria, Kabupaten Bangka Barat juga menargetkan akan memperoleh
tahap eliminasi pada tahun 2030, akan tetapi pada tahun 2022 angka API untuk
malaria sebanyak 0,52 per 1000 penduduk akan tetapi eliminasi malaria juga belum
tercapai di karenakan masih adanya kasus indigeneus (Penularan Setempat) dan masih
tingginyaAPI pada daerah Puskesmas Sekarbiru (3,67) , Puskesmas Puput (1,61),
Puskemas Jebus (0,86). Berdasarkan data tersebut menyebutkan ada tiga daerah
Puskesmas yang menjadi penyebaran serius kasus malaria di Bangka Barat yakni
Puskesmas Sekar Biru, Puskesmas Puput dan Puskesmas Jebus.Permenkes RI
Nomor 22 Tahun 2022 mengenai Pengendalian Malaria menyatakan bahwa malaria
masih merupakan masalah kesehatan yang berdampak pada penurunan kualitas
sumber daya manusia yang dapat menimbulkan berbagai permasalahan sosial dan
ekonomi, sehingga diperlukan upaya pencegahan yang terpadu dan berkelanjutan.
Untuk mengatasi penyakit malaria diperlukan dukungan lintas sektor dan masyarakat
untuk mencapai eliminasi penyakit malaria. Tujuan dari aturan ini untuk menurunkan
angka kejadian/ kasus yang disebabkan oleh malaria, melindungi masyarakat dari
penyakit malaria, meningkatkan prilaku hidup bersih dan sehat pada penderita
malaria, dan mengurangi dampak sosial ekonomi dari penyakit malaria terhadap
individu, keluarga, dan masyarakat. Hal inilah yang menjadi landasan sebuah
kebijakan dalam melaksanakan kegiatan malaria. (Permenkes No 22 Tahun, 2022).Dari
data-data dan latar belakang tersebut, tujuan penelitian ini untuk menganalisis
evaluasi implementasi kebijakan eliminasi program malaria pada Puskesmas di
Dinas Kesehatan Kabupaten Bangka Barat Tahun 2023.

5. Analisis Program Eliminasi Malaria Di Puskesmas Bangka Belitung


Input
Dalam eliminasi malaria di Puskesmas, analisis difokuskan pada tiga aspek utama:
Pembinaan Peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM), Ketersediaan Fasilitas Sarana dan
Prasarana, serta Pendanaan (Anggaran).
1. Pembinaan dan Peningkatan SDM:
 Penanggung jawab program malaria di puskesmas telah menerima pembinaan
dan peningkatan SDM, terutama terkait pendataan, pelaporan, dan
penyelidikan epidemiologi.
 Pelatihan juga diberikan kepada tenaga analis (MIkroskofis), meskipun belum
merata di seluruh daerah, hanya fokus pada area endemis malaria.
2. Ketersediaan Fasilitas Sarana dan Prasarana:
 Sarana dan prasarana untuk eliminasi malaria di puskesmas telah sangat
mendukung.
 Mikroskop, obat-obatan, Rapid Diagnosti Test (RDT), dan slide kaca
pemeriksaan darah sudah tersedia di setiap puskesmas.
 Tantangan utama terletak pada ketersediaan bahan kimia yang terkadang habis
atau terlambat datang, terutama di bagian Farmasi.
3. Pendanaan (Anggaran):
 Pendanaan dan anggaran untuk program eliminasi malaria di puskesmas telah
terjamin.
 Dana berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah, BOK, dan Global
Fund (GF Malaria).
 Setiap tahunnya, dana dipersiapkan untuk kegiatan seperti penyelidikan
epidemiologi dan promosi kesehatan, dengan Global Fund dan BOK
Puskesmas sebagai sumber utama.

Proses
Dalam proses eliminasi malaria di Puskesmas, analisis fokus pada empat aspek
kunci: Penanganan Kasus, Pengendalian Faktor Resiko, Surveilans, dan Promosi
Kesehatan KIE (Lintas Sektor).
1. Penanganan Kasus:
 Penderita malaria positif diidentifikasi melalui pemeriksaan mikroskofis,
standar emas dalam diagnosis.
 Tenaga analis yang terlibat sudah mendapatkan pelatihan mikroskofis.
 Pengobatan dilakukan sesuai standar yang ditetapkan oleh kementerian
kesehatan.
2. Pengendalian Faktor Resiko:
 Kegiatan pengendalian faktor resiko, seperti pembagian kelambu,
penyemprotan insektisida, dan larvasiding, terutama dilakukan di daerah
endemis malaria seperti PKM Jebus, PKM Puput, dan PKM Sekar Biru.
 Fokus utama pada daerah endemis untuk meningkatkan efektivitas.
3. Surveilans:
 Sistem surveilans mencakup pelaporan kejadian malaria, kunjungan rumah,
MBS, MFS, survei kontak, notifikasi, dan penyelidikan epidemiologi.
 Laporan kejadian malaria disusun bulanan melalui SISMAL.
 MBS dilakukan di daerah endemis, dan survei kontak terintegrasi dengan
kunjungan rumah.
4. Promosi Kesehatan KIE (Lintas Sektor):
 Promosi kesehatan, termasuk advokasi lintas sektor, mengalami kendala.
 Diperlukan kerja sama lintas sektor yang lebih baik untuk memberantas
malaria.
 Meskipun kegiatan promosi kesehatan telah dilakukan, masyarakat masih
perlu lebih diedukasi tentang keparahan penyakit malaria.

Output
Berdasarkan wawancara, analisis Annual Parasite Incidence (API) menunjukkan
hasil beragam di puskesmas-puskesmas Kabupaten Bangka Barat. Tahun 2022
menunjukkan persentase API per 1000 penduduk yang berbeda, seperti Puskesmas Sekar
Biru 3,8%, Puput 1,8%, dan Jebus 0,8%. Meskipun Puskesmas Sekar Biru memiliki API
tertinggi, beberapa daerah, khususnya Kecamatan Parit Tiga dan Jebus, masih
melaporkan kasus penularan setempat. Kabupaten Bangka Barat belum mendapatkan
sertifikasi bebas malaria karena adanya kasus indigenous ini.
Di sisi lain, beberapa puskesmas seperti Muntok, Simpang Teritip, Kundi,
Kelapa, dan Tempilang menunjukkan API di bawah 1 per 1000 penduduk. Hasil analisis
dan evaluasi dari Dinas Kabupaten Bangka Barat menemukan bahwa persentase API
keseluruhan di Kabupaten Bangka Barat pada tahun 2022 adalah 0,52%.

6. Precede Procede sebagai Model Evaluasi Program


Model PRECEDE-PROCEED adalah struktur komprehensif untuk menilai kebutuhan
kesehatan untuk merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi promosi kesehatan dan
program kesehatan masyarakat lainnya untuk memenuhi kebutuhan tersebut. PRECEDE
menyediakan struktur untuk merencanakan program kesehatan masyarakat yang
ditargetkan dan terfokus. PROCEED menyediakan struktur untuk melaksanakan dan
mengevaluasi program kesehatan masyarakat.

 PRECEDE adalah singkatan dari Predisposisi, Penguatan, dan Pengaktifan


Konstruksi dalam Diagnosis dan Evaluasi Pendidikan. Ini melibatkan penilaian
faktor-faktor komunitas berikut:
o Penilaian Sosial: Menentukan masalah dan kebutuhan sosial suatu
populasi tertentu dan mengidentifikasi hasil yang diinginkan.
o Penilaian Epidemiologis: Identifikasi faktor penentu kesehatan dari
masalah yang teridentifikasi dan tetapkan prioritas dan tujuan.
o Penilaian Pendidikan dan Ekologis: Menganalisis faktor-faktor penentu
perilaku dan lingkungan yang mempengaruhi, memperkuat, dan
memungkinkan perilaku dan gaya hidup diidentifikasi.
o Program Kesehatan dan Pengembangan Kebijakan: Mengidentifikasi
dan mengembangkan intervensi yang tepat yang mendorong perubahan
yang diinginkan dan diharapkan.
 PROCEED adalah singkatan dari Kebijakan, Peraturan, dan Konstruksi
Organisasi dalam Pembangunan Pendidikan dan Lingkungan. Hal ini melibatkan
identifikasi hasil yang diinginkan dan implementasi program:
o Evaluasi Proses: Tentukan apakah program mencapai populasi sasaran
dan mencapai tujuan yang diinginkan.
o Evaluasi Jangka Pendek: Mengevaluasi perubahan pengetahuan,
keterampilan, dan sikap.
o Evaluasi Menengah: Mengevaluasi perubahan perilaku.
o Evaluasi Jangka Panjang: Identifikasi apakah ada penurunan kejadian
atau prevalensi perilaku negatif yang teridentifikasi atau peningkatan
perilaku positif yang teridentifikasi.

7. Evaluasi Model Precede-Proceed Program Eliminasi Malaria Pada Puskesmas di


Bangka Belitung
A. Penilaian Sosial
Kabupaten Bangka Barat mengalami fluktuasi kasus malaria, turun pada 2021,
naik kembali di 2022 (Dinkes Bangka Barat, 2022). Kebijakan eliminasi malaria
terpadu berlaku di seluruh Provinsi, dengan target lepas dari malaria pada 2030.
Namun, Kabupaten Bangka Barat, meskipun memiliki API 0,52 per 1000 penduduk
di 2022, belum mencapai eliminasi karena kasus indigeneus dan tingginya API di
Puskesmas Sekar Biru (3,67), Puskesmas Puput (1,61), dan Puskesmas Jebus (0,86).
Diagnosis sosial kasus malaria di Kabupaten Bangka Barat mencerminkan
sejumlah faktor yang memengaruhi penyebaran dan penanganan penyakit tersebut.
Faktor-faktor ini melibatkan aspek sosial masyarakat dan kondisi lingkungan di
wilayah tersebut.
Ketidaksetaraan sosial-ekonomi, dapat menjadi kendala dalam upaya
pencegahan dan pengobatan malaria. Kesenjangan ini dapat menciptakan hambatan
akses terhadap layanan kesehatan yang diperlukan untuk penanggulangan penyakit.
Selain itu, tingkat pendidikan rendah di beberapa kelompok masyarakat dapat
berkaitan dengan minimnya pengetahuan mengenai tindakan pencegahan dan
pengobatan malaria, yang pada gilirannya dapat memperburuk tingkat penyebaran
penyakit. Norma dan budaya lokal yang mungkin tidak mendukung praktik
pencegahan, seperti resistensi terhadap penggunaan kelambu berinsektisida atau
penundaan pencarian pengobatan saat gejala muncul.
Di sisi lain, faktor pemberdayaan seperti akses terhadap sumber daya
kesehatan dapat memengaruhi kemampuan masyarakat untuk mendapatkan
perawatan dan informasi yang diperlukan. Ketersediaan fasilitas kesehatan yang
memadai, termasuk sarana di puskesmas dan layanan surveilans, dapat membantu
dalam deteksi dini dan penanganan kasus malaria.
Secara keseluruhan, diagnosis sosial ini mencerminkan kompleksitas
tantangan yang dihadapi dalam upaya eliminasi malaria di Kabupaten Bangka Barat.
Diperlukan pendekatan holistik yang melibatkan partisipasi aktif masyarakat,
peningkatan akses terhadap pendidikan kesehatan, dan perbaikan kondisi sosial-
ekonomi untuk mencapai hasil yang optimal dalam pencegahan dan penanggulangan
malaria.

B. Penilaian Epidemiologis
Diagnosis epidemiologi kasus malaria di Kabupaten Bangka Barat
menunjukkan dinamika kompleks yang mempengaruhi penyebaran penyakit tersebut.
Faktor-faktor epidemiologis ini memainkan peran penting dalam menentukan strategi
pengendalian dan pencegahan yang efektif.
Kesehari-harian masyarakat tetap acuh tak acuh karena berbagai alasan
(mencari nafkah dengan menambang, menangkap ikan dan bertani), dan juga
pekerjaan masyarakat yang masih dekat dengan tempat perkembangbiakan nyamuk,
tempat tinggalnya di kolong-kolong bekas tambang, aliran sungai. dan rumah mereka
tidak menggunakan kawat kasa ventilasi rumah. Masih banyak lubang di setiap
rumah, sebagian rumah memakai dari bahan plastik (terpal) sehingga sangat
memudahkan nyamuk malaria menyerang manusia yang ada di dalam rumah,
lingkungan kurang layak dijadikan tempat tinggal. karena berada di daerah rawa dan
kolong bekas pertambangan, di sinilah nyamuk hidup dan berkembang biak.
Dari hasil wawancara dengan informan disebutkan bahwa kegiatan surveilans
epidemiologi dan penanggulangan wabah, tes darah massal (MBS), survei kontak dan
kunjungan rumah telah dilakukan terutama di daerah endemis. Namun untuk kegiatan
surveilans migrasi yang belum berjalan dengan baik, pelaporan data malaria
dilakukan dengan membuat pelaporan bulanan data puskesmas lalu
diserahkan/dikirim ke dinas setiap bulannya, pelaporan tersebut masih dibuat hingga
saat ini. Tujuan dari pelaporan ini adalah untuk memonitoring penyebaran penularan
kejadian penyakit malaria dan juga sebagai bentuk pengendalian dan penanggulangan
kajadian penyakit malaria di Kabupaten Bangka Barat.

C. Penilaian Pendidikan dan Ekologis


a) Faktor Predisposisi:
 Faktor Geografis: Lokasi geografis Kabupaten Bangka Barat, dengan
topografi yang bervariasi, mungkin berkontribusi pada keberadaan vektor
malaria.
 Kepadatan Penduduk: Kepadatan penduduk yang tinggi di beberapa
wilayah dapat meningkatkan risiko penularan malaria.
 Faktor Ekonomi: Kondisi sosial ekonomi, seperti kemiskinan, dapat
memengaruhi kemampuan untuk mengakses upaya pencegahan.

b) Faktor Penguat:
 Partisipasi Komunitas: Partisipasi aktif dan kesadaran masyarakat di
beberapa wilayah dapat memperkuat upaya pencegahan.
 Infrastruktur Kesehatan: Fasilitas kesehatan yang memadai dan personel
yang terlatih dapat memperkuat implementasi strategi eliminasi malaria.
 Dukungan Pemerintah: Dukungan kuat dan komitmen dari otoritas
pemerintah setempat dapat menjadi faktor penguat.

c) Faktor Pemungkin:
 Sumber Daya Keuangan: Alokasi anggaran yang cukup, terutama dari
Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) dan Dana Global (GF),
memungkinkan implementasi program eliminasi malaria yang komprehensif.
 Infrastruktur: Ketersediaan infrastruktur yang dibutuhkan, seperti peralatan
medis, transportasi, dan fasilitas, memudahkan upaya eliminasi yang efektif.
 Program Pelatihan: Program pelatihan yang berkelanjutan bagi tenaga
kesehatan meningkatkan kapasitas mereka untuk melakukan pemeriksaan
malaria secara akurat dan berkontribusi pada proses eliminasi.

D. Program Kesehatan dan Pengembangan Kebijakan


Kegiatan penanganan kasus malaria perlu ditingkatkan. Sejalan dengan
pelaksanaan penanganan kasus penderita malaria yang perlu terus ditingkatkan untuk
memutus rantai penyebaran penyakit malaria. Pelaksanaan pengendalian dan
penanggulangan mesti terus ditingkatkan terus supaya masyarakat tidak tertularkan
lagi dari penyebaran penyakit malaria ini. Tindakan dan kegiatan yang dilaksanakan
oleh Pemerintahan Kabupaten Bangka Barat dalam melakukan pengendalaian dan
penanggulangan kejadian penyakit malaria berupa dengan membuat pola hidup
bersih dan sehat terutama pada sektor lingkungan yang mana menjadi tempat dimana
nyamuk malaria tumbuh dan berkembang biak, dengan melakukan kegiatan gotong
royang pada hari-hari yang telah ditentukan oleh pihak pemerintahan desa dan juga
dapat dilakukan pada lingkungan masingmasing untuk membersihkan pekarangan
rumah, dan perlunya adanya tingkat kewaspadaan masyarakat terhadap bahaya
penyakit malaria itu sendiri. Selain itu, pemberdayaan tokoh masyarakat juga sangat
penting agar dalam pelaksanaan acara tertentu seperti adat/keagamaan selalu
memberikan semangat dan peringatan mengenai akan besarnya dampak dari penyakit
malaria. Upaya dari promosi kebijkan berupaya dalam menghentikan pertumbuhan
dan perindukan jentik.
Promosi kesehatan merupakan salah satu penerapan konsep
penyuluhan/memberi informasi kepada masyarakat. Promosi kesehatan juga bisa
disebut sebagai pedagogi praktis atau praktik pendidikan, maka karena itu konsep
penyuluhan merupakan yang diterapkan pada bidang kesehatan dalam hal ini adalah
bentuk dari tatalaksana pencegahan, pengendalian dan penanggulangan kejadian
penyakit malaria khususnya pada puskesmas-puskesmas yang ada di Kabupaten
Bangka Barat. Promosi kesehatan ini bertujuan untuk meningkatkan kewaspadaan
dini akan dampak dari penyakit malaria, memberi atau meningkatkan pengetahuan
warga/masyarakat tentang pencegahan, pengendalian dan penanggulangan kejadian
penyakit malaria untuk meningkatkan kesehatan diri sendiri, keluarga, dan
masyarakat. Peralatan dari penyuluhan/promsi kesehatan dapat berupa penyampaian
langsung pada saat masyarakat berkumpul atau memberi berupa leaflet, brosur,
spanduk, atau media cetak lainnya.
DAFTAR PUSTAKA

Reza Deri Ocvanirista. 2024. EVALUASI IMPLEMENTASI KEBIJAKAN ELIMINASI


PROGRAM MALARIA PADA PUSKESMAS. Jurnal Penelitian Perawat
Profesional : Volume 6 Nomor 3, Juni 2024.

Kemenkes. 2017. PANDUAN PEMELIHARAAN ELIMINASI MALARIA. Kementrian


Kesehatan.

Dr. Inosentius Samsul, S.H., M.Hum. 2023. Mengulas Eliminasi Malaria. Vol. VIII, Edisi 23,
Desember 2023.

Kemenkes. 2022. Tantangan Menuju Eliminasi Malaria 2030. p2pm.kemkes.go.id.

Rura. 2018. Model PRECEDE-PROCEED. www.ruralhealthinfo.org.

Anderias Tarawatu Ora. 2015. Perilaku Ibu Rumah Tangga dalam Menggunakan Kelambu
sebagai Upaya Pencegahan Malaria di Wilayah kerja Puskesmas Kabukarudi
Kabupaten Sumba Barat Tahun 2014. Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol. 10 /
No. 1 / Januari 2015

Anda mungkin juga menyukai