Indonesia?
Dalam dunia burung kicau, Cucakrawa Kalimantan tidak begitu diminati karena beberapa
kelemahannya seperti, suaranya yang tidak terlalu keras dan tidak terlalu memiliki banyak
variasi, kualitas bulu yang tidak sebaik burung dari daerah lain, serta ukuran tubuhnya yang
lebih kecil.
Cucak Rawa Aceh dan Medan
Di Pulau Sumatera, khusnya Provinsi Aceh juga terdapat burung Cucakrawa yang juga
dikenal dengan sebutan burung Cucak Rawa Aceh. Baik Cucak Rawa yang berasal dari
Aceh maupun Medan memiliki kualitas yang hampir sama sehingga sedikit sulit untuk
membedakannya.
Selain dari Aceh dan Medan, burung ini juga terdapat di Jambi dan Riau memiliki beberapa
ciri-ciri, diantaranya adalah, postur yang lebih pendek, kualitas suara masih di bawah
Cucakrawa Lampung.
Bagi penggemar burung, Cucakrawa Lampung sudah sangat terkenal sebagai salah satu
jenis yang paling diminati karena memiliki suara yang bagus, bulu yang rapi dan mengkilat,
serta sering dijadikan sebagai indukan untuk dikembangbiakkan.
Faktor
Jantan Betina
pembeda
Suara Sangat keras dan nyaring Tidak keras dan cukup nyaring
Perilaku Lebih aktif Pendiam
Bulu dada Warna hitam keabu-abuan Warna hitam legam
Membedakan burung cucak rawa jantan atau betina pada umur satu tahun dengan
melihat suara, tingkah laku, dan bentuk morfologi. Bentuk morfologi yang membedakan
cucak rawa jantan dan betina adalah bulu dada.
Faktor
Jantan Betina
pembeda
Bentuk Agak bulat dan setelah dewasa tidak Agak pipih dan setelah dewasa tidak
kepala terdapat belahan bulu pada kepalanya terdapat belahan bulu pada kepalanya
Ekor Lebih panjang Lebih pendek
Warna hitam yang tidak jelas pada
Bulu dada Warna hitam dan putih yang jelas
bulu dadanya
Jika anda mau membeli burung ini, setidaknya tahu harganya terlebih dahulu. Jangan lupa
ketahuilah ciri jantan atau betina pada burung cucak rowo. Mungkin hal ini
akan membantu anda saat mau memilih burung jantan dengan betina untuk diternakkan.
Memang menernakkan burung cucak rowo sangat susah, namun jika sudah berhasil
pastinya akan untuk puluhan juta perbulannya. Nah, kali ini saya akan membagikan tips
membedakan jantan dan betina agar anda tidak salah beli.
Desain kandang
Untuk bisa berhasil membudidayakan burung ini, cobalah membuat kandang dengan
ukuran yang besar, sehingga memberikan banyak kebebasan kepada burung dalam
berinteraksi dengan lingkungannya. Selain itu kandang yang luas juga akan membuatnya
merasa lebih nyaman layaknya berada di alam bebas.
Semakin besar ukuran kandang maka semakin baik. Namun apabila anda tidak memiliki
tempat yang cukup luas, dengan kata lain, anda hanya memiliki lahan yang terbatas, anda
bisa mencoba mendesain ukuran kandang dengan Panjang 1 meter dan Lebar 1 meter
kemudian Tingginya bisa 2 meter atau 1.8 m.
Perlengkapan di Dalam Kandang
Anda bisa memanfaatkan batu-bata atau batako sebagai tembok kiri, kanan, dan belakang.
Selain itu, jika anda ingin membuat kandang bersekat anda bisa memanfaatkan triplek.
Tenggeran
Sarang
Tempat Mandi
Lantai
Pintu Kandang
Lokasi kandang
Faktor penentu keberhasilan dalam budidaya burung Cucak Rawa adalah pemilihan lokasi
kandang yang seharusnya berada di tempat tenang, bebas dari pemangsa dan tidak
berlokasi di tempat yang terlalu berisik seperti di pinggir jalan dan dekat dengan suara-
suara konstant seperti mesin cuci atau mesin pompa air.
Untuk tempat makan burung, bisa digantung di dekat pintu yang lokasinya mudah dijangkau
oleh anda maupun burung. Misalnya dekat dari tangkringan. Selain memberikan anda
keleluasaan ketika menggantinya, lokasi penempatan tempat makanan dan minuman juga
berpengaruh agar burung tidak terlalu banyak terganggu saat anda melakukan pergantian
air dan makanan. Terlebih pada saat reproduksi dan proses pengeraman telur.
Kandang merupakan habitat buatan yang dibuat menyerupai kondisi alaminya, sehingga
cucak rawa dapat beraktivitas seperti di habitat alaminya. Kondisi yang menyerupai habitat
alami cucak rawa didapatkan dengan cara penanaman pohon-pohon pelindung di dalam
kandang, tidak ada pengaruh binatang lainnya, tersedia air untuk minum dan mandi burung.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam membuat kandang adalah ukuran dan konstruksi
kandang, sarana pendukung di dalam kandang, dan kondisi lingkungan kandang.
Jenis kandang cucak rawa terdiri dari tiga bagian kandang yaitu kandang pembesaran,
kandang reproduksi, dan kandang inkubator yang memiliki ukuran, konstruksi, dan fasilitas
yang berbeda-beda.
Kandang pembesaran
Fasilitas kandang pembesaran cucak rawa di MBOF diantaranya tempat pakan, minum,
dan tempat bertengger/tenggeran. Tempat pakan dan minum pada kandang pembesaran
terbuat dari plastik agar tidak mudah pecah jika terjatuh. Tempat pakan dan minum cucak
rawa terbuat dari bahan yang tidak bocor dan tidak mudah pecah, seperti terbuat dari
plastik, bambu, almunium.
Tenggeran cucak rawa sebaiknya berupa cabang atau ranting kayu dengan diameter
kurang lebih 2 cm.
Cucak rawa yang berada pada kandang pembesaran dimandikan pada tempat mandi
khusus (kandang pemandian) oleh pengelola setiap pagi hari.
Kandang reproduksi
Mas’ud (2002) menjelaskan bahwa cucak rawa yang mengerami telurnya harus dihindarkan
dari berbagai gangguan karena dapat menyebabkan telur tidak menetas karena induk tidak
ingin mengeraminya lagi. Menurut Mas’ud (2002) ukuran minimal kandang reproduksi
cucak rawa yakni ± (2 x 1,5 x 2,5) meter.
Mas’ud (2002) dan Soemarjoto (2003) menjelaskan bahwa kandang reproduksi yang ideal
mempunyai ventilasi yang baik dengan menggunakan atap kawat ram dan asbes pada sisi
lainnya sebagai tempat berlindung, serta lantainya berupa tanah agar kotoran mudah
terurai. Kandang reproduksi terdapat dua buah pintu yakni pintu besar pada bagian bawah
dan pintu kecil pada bagian tengah. Pintu besar berfungsi untuk mempermudah penangkar
dalam membersihkan kandang dan mengganti air minum yang sekaligus air mandi,
sedangkan pintu kecil digunakan untuk memberikan pakan setiap harinya.
Menurut Mas’ud (2002) cucak rawa menyusun sarang yang berbentuk cawan, dengan
diameter 10 cm dan kedalaman 2.5 cm, dengan ketinggian 1.5-4.5 meter dari
permukaan tanah. Sudrajad (1999) menjelaskan bahwa bahan penyusun sarang cucak
rawa diantaranya jerami, sabut kelapa, dan rumput kering.
Kandang inkubator
Kandang inkubator terletak di dalam kantor MBOF berfungsi untuk memelihara piyik-piyik
(usia 0 bulan dan belum tumbuh bulu serta berwarna merah) dan anakan cucak rawa (usia
<1 bulan). Kandang ini hanya memiliki satu pintu besar dengan tiga buah tempat sirkulasi
udara/jendela disamping dan diatasnya.
Suprijatna dkk (2008) menjelaskan bahwa inkubator yang baik harus dapat mengatur
sirkulasi udara dengan lancar. Menurut Sudrajad (1999) diperlukan penanganan khusus
pada kandang inkubator agar piyk dan anakan cucak rawa terhindar dari semut. Lampu
lima watt yang terdapat pada kandang inkubator digunakan untuk mengahangatkan tubuh
piyik-piyik dan anakan cuak rawa. Suhu kandang inkubator berkisar 25-26oC. Pengatur
kelembaban yang terdapat pada kandang inkubator terdiri dari wadah plastik yang berisi
kain basah dan sedikit air. Ventilasi (jendela) terbuat dari kawat ram. Berdasarkn hal-hal
tersebut maka kandang inkubator cucak rawa di MBOF dapat dikatakan sesuai untuk
memenuhi kebutuhan piyik dan anakan cucak rawa.
Pemeliharaan kandang
Kegiatan pemeliharaan kandang penting untuk dilakukan karena berkaitan dengan prinsip
kesejahteraan satwa yakni satwa bebas dari sakit atau penyakit. Kegiatan pemeliharaan
kandang bertujuan untuk menghindari timbulnya penyakit akibat dari kandang kotor (Setio
dan Takandjanji 2007). Kegiatan pemeliharaan kandang meliputi kegiatan pemeliharaan di
luar kandang dan di dalam kandang.
Kegiatan pemeliharaan kandang cucak rawa yang dilakukan oleh pengelola dapat
dikatakan baik karena persentase angka kematian cucak rawa rendah dan kegiatan
pemeliharaan.
Mas’ud (2002) menjelaskan bahwa cucak rawa dapat hidup di daerah dataran rendah (0-
200 mdpl) sampai ketinggian sekitar 1050 mdpl. Menurut Handoko (1995) hubungan suhu
rata-rata harian dengan berbagai ketingian tempat di Indonesia antara lain pada ketinggian
0-500 mdpl suhu rata-rata harian mencapai 24.5o-27oC, sedangkan pada ketinggian 1000-
1500 mdpl suhu rata-rata harian mencapai 20o-21.5oC.
Menurut William (1999) burung termasuk kedalam hewan berdarah panas ( homeotherm )
yang suhu didalam tubuhnya tinggi yakni 40o-44oC. William (1999) menjelaskan bahwa suhu
32.2 oC dapat mempengaruhi ovum dan sperma serta menurunkan daya tetas telur.
Menurut William (1999) fluktuasi kelembaban yang ekstrim (seperti di daerah sub tropis)
akan mempengaruhi reproduksi. Fluktuasi suhu dan kelembaban di kandang reproduksi
cucak rawa dapat ditoleransi untuk proses reproduksinya.
Bagaimana manajemen pakan burung cucak
rowo yang baik?
Cucak rowo merupakan burung pengicau yang paling dikenal oleh para pencinta burung
maupun orang awam, sehingga burung ini banyak diminati oleh para penggemar burung.
Bagaimana manajemen pakan burung cucak rowo yang baik ?
Jenis pakan dan minum cucak rawa diklasifikasikan berdasarkan kelas umurnya. Menurut
Turut (1999) cucak rawa di alam memakan jenis buah-buahan yang terdapat di hutan,
seperti pisang, pepaya, ceri, dan jambu. Pemberian pakan berupa pisang kepok dan
pepaya (pakan utama) yang dilakukan oleh pengelola sesuai dengan kehidupan cucak
rawa di alam.
Cara pemberian buah (pepaya/pisang) dibelah menyerupai bentuk persegi panjang, dan
dicuci terlebih dahulu, kemudian bagian atas buahnya di sayat dengan pisau agar
mempermudah cucak rawa untuk memakannya.
Pakan hewani cucak rawa di alam berasal dari siput sungai, kumbang kecil, lebah
penggerek, telur semut merah, rayap, belalang, dan cacing tanah (Mas’ud 2002).
Pemberian pakan berupa jangkrik (pakan tambahan) yang dilakukan sesuai dengan
kehidupan cucak rawa di alam yang membutuhkan protein hewani.
Piyik 0 bulan dan Anakan < 1 bulan : Campuran minyak ikan, scott’s emulsion ,
pur yang dicairkan 4 kali sehari (pagi, siang, sore, malam)
Jangkrik diberikan dengan cara menghilangkan kaki belakangnya terlebih dahulu. Cara
tersebut dilakukan karena kaki belakangnya bergerigi tajam sehingga dapat merusak
pita suara cucak rawa (Sudrajad 1999). Cara pemberian pakan pada piyik dan anakan
cucak rawa yaitu dengan cara disuapi secara perlahan dengan kayu sedangkan pemberian
air minumnya dengan menggunakan pipet kecil kemudian disuapi secara perlahan.
Jumlah konsumsi adalah jumlah pakan yang dikonsumsi cucak rawa. Tingkat palatabilitas
adalah tingkat kesukaan satwa terhadap suatu jenis pakan. Rata-rata jumlah konsumsi
terbesar cucak rawa pada kandang pembesaran dan kandang reproduksi adalah pepaya,
yakni masing-masing berjumlah 44 g dan 29.5 g
Jenis-jenis pakan cucak rawa memiliki kandungan gizi yang berbeda-beda. Kandungan gizi
terbesar pada pepaya yakni kadar air, sedangkan kandungan gizi pada pisang kepok,
jangkrik, dan pur adalah energi . Air tergolong ke dalam gizi yang sangat penting untuk
satwa kerena kandungan air dalam tubuh makhluk hidup sebesar 70% (Kateran 2010).
Fungsi air diantaranya memperlancar proses metabolisme dan fisiologi tubuh (Tilmen et
al. 1789). Menurut Kateran (2010) energi merupakan gizi yang bermanfaat untuk
menunjang aktivitas.
Konsumsi pakan
Konsumsi pakan yang perlu diketahui adalah konsumsi protein kasar (%) dan konsumsi
energi (kkal) karena protein dan energi sangat mempengaruhi proses pertumbuhan dan
reproduksi. Mas’ud (2002) melaporkan bahwa pakan untuk cucak rawa dewasa yang tidak
reproduksi diperlukan karbohidrat yang tinggi untuk menunjang aktivitasnya dan karena
pertumbuhannya sudah maksimal.
Protein kasar
Jenis pakan Energi (kkal)
(%)
Cucak rawa anakan dan piyikan memerlukan asupan protein yang banyak didalam pakan
untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangannya. Kandungan protein yang tinggi
pada bahan pakan juga diperlukan oleh cucak rawa yang sedang atau akan bertelur.
Protein dibutuhkan satwa untuk meningkatkan produktivitas telur dan meningkatkan daya
tetas telur (Kateran 2010).
Jenis penyakit yang sering diderita burung cucak rawa adalah diare, feses berwarna putih,
feses berwarna hijau, flu, dan seperti lumpuh.
Seperti lumpuh Lemas, tidak dapat berdiri tegak Piyik dan anakan
Semua jenis penyakit dapat diobati dengan hanya satu macam obat, yakni tonic treasur . Cara
pemberian obat pada anakan/piyik cucak rawa yakni dengan dihaluskan terlebih dahulu
kemudian dicampurkan kedalam minum, sedangkan pada indukan cucakrawa obat langsung
dimasukkan ke dalam paruh cucak rawa setelah dihancurkan terlebih dahulu. Suplemen makanan
yang diberikan pada piyik dan anakan cucak rawa, yakni scott’s emulsion dan minyak ikan
untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan piyik dan anakan cucak rawa. Induk cucak
rawa diberikan vitamin yakni canary post agar menghasilkan telur yang berkualitas baik.
Bentuk perawatan cucak rawa lainnya adalah dengan cara memandikannya atau menyediakan
tempat untuk mandi. Sudrajad (1999) menjelaskan bahwa cucak rawa pada habitat alaminya di
alam memiliki kegemaran untuk mandi, oleh sebab itu pengelola penangkaran harus
memandikannya. Menurut Sudrajad (1999) bahwa waktu yang tepat memandikan cucak rawa
pagi hari, yakni pukul 08.00-10.00.
Susut bulu (moulting) pada cucak rawa di MBOF bukan merupakan penyakit, namun peristiwa
alami yang terjadi untuk regenerasi bulu sayap kanan atau kirinya. Menurut Karso
(1996) moulting pada cucak rawa terjadi pasca perkawinan. Menurut Jarulis et
al. (2013) moulting family pycnonotidae terjadi pada bulu sayap primer, seperti terlihat pada
gambar dibawah ini.
Gambar Topografi sayap burung
(Sumber: Ginn dan Melville (1983) dalam Jarulis et al . (2013))
Cucak rawa yang mengalami susut bulu (moulting) tidak diberikan perlakuan khusus oleh
pengelola. Hal ini dikarenakan bahwa bulu yang susut hanya 1-2 buah, tidak seperti burung
lainnya yang mengalami penyusutan bulu dalam jumlah yang besar selama kurun waktu 3-4
bulan.
Pemilihan induk
Biasanya para penangkar burung cucak rowo memilih cucak rawa yang sehat dan tidak
cacat sebagai indukan. Sudrajad (1999) mendefinisikan cucak rawa sehat jika badannya
besar, bulu tubuhnya bagus, dan nafsu makan tinggi. Karso (1996) menambahkan bahwa
cucak rawa sehat dicirikan dengan tidak sedang sakit. Suara tidak menjadi syarat utama
dalam pemilihan induk, hanya sebagian kecil saja induk cucak rawa yang
bersuara roppel (bagus) dipilih sebagai indukan.
Penjodohan
Mas’ud (2002) menjelaskan terdapat dua tipe penjodohan cucak rawa yakni menjodohkan
secara berkelompok di dalam kandang besar dan menjodohkan di dalam kandang soliter.
Proses pembentukan pasangan yang dilakukan oleh pengelola adalah dengan cara
menjodohkan beberapa pasang cucak rawa di dalam satu kandang, kemudian diamati
perlilakunya. Apabila terlihat ada pasangan cucak rawa yang saling tertarik (diketahui
apabila dua ekor cucak rawa saling mendekat dan bermain bersama), maka pasangan
tersebut dipisahkan dan dimasukkann kedalam kandang reproduksi.
Sudrajad (1999) melaporkan bahwa ciri cucak rawa yang telah mendapatkan pasangan
adalah terlihat saling berdekatan, terlihat tenang, terbang berkejaran serta terkadang
terdengar kicauan dari jantan dan betina secara bergantian, namun apabila pasangan tidak
cocok ditandai dengan adanya perkelahian diantara kedua pasangan. Proses penjodohan
berlangsung selama 2-3 bulan.
Kegiatan penjodohan biasanya dilakukan pada cucak rawa ketika berusia 2-3 tahun.
Piyik cucak rawa yang baru menetas dibiarkan berada di dalam kandang reproduksi
bersama induknya selama 5-7 hari pasca penetasan, setelah itu dipindahkan ke dalam
kandang inkubator untuk mendapatkan perawatan.
Waktu yang dibutuhkan cucak rawa untuk dapat kembali bertelur adalah 14 hari pasca
pengangkatan piyik. Cucak rawa mampu bereproduksi sebanyak 7-8 kali dalam satu tahun.