Anda di halaman 1dari 6

REFLECTIVE PRACTICE IN NURSING

PASIEN DENGAN PEMFIGUS VULGARIS

MAKALAH

Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas pada Mata Kuliah


Perkembangan Ilmu Keperawatan (PIK)
Dosen Pembimbing Henny Suzana Mediani, MNg., PhD

Disusn Oleh:
ISMATUL QUDDUS (220120160035)
PEMINATAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2016
1. KASUS

Tn. M, Umur 58 tahun dirawat di sebuah rumah sakit di kota Mataram dengan diagnosa medis
Pemfigus Vulgaris. Pasien datang dengan keluhan adanya nyeri dan lesi di daerah mulut, pada kulit
timbul gelembung-gelembung yang sangat nyeri, panas dan beberapa ada yang berdarah. Gelembung
dan kulit yang melepuh terdapat di kepala, wajah, dada, lengan dan punggung. Pada saat dilakukan
pemeriksaan tercium bau seperti bau tikus (mousy odor). Pasien di jaga oleh istri dan seorang anak
laki-lakinya. Pasien juga sulit diajak berkomunikasi dengan perawat, menghindari kontak mata dan
sering terdengar mengeluarkan kata-kata yang kasar dengan intonasi yang keras kepada anggota
keluarganya. Keluarga juga melaporkan bahwa pasien sering marah-marah dan menolak untuk
dijenguk oleh kerabat dan teman-temannya. Keluarga juga mengatakan pasien merupakan pensiunan
PNS dan dulunya menempati posisi yang cukup penting di pemerintahan kabupaten Sumbawa. Pasien
telah mendapatkan terapi kortikosteroid (methylprednisolon) intra vena, dilakukan kompres dan
pembersihan luka dengan NaCl serta mendapatkan analgesik (Ketorolac). Meskipun telah
mendapatkan perawatan sesuai standar, kondisi pasien tidak menunjukkan perbaikan bahkan bula
yang terbentuk bertambah banyak. Perawat IK yang merupakan perawat penanggung jawab pasien
merasa telah melakukan perawatan yang optimal untuk mengatasi masalah-masalah fisik yang
dikeluhkan pasien. Perawat IK telah melakukan manajemen nyeri farmakologis dan nonfarmakologis,
perawatan luka standar untuk Pemfigus vulgaris, mengobservasi kulit dan munculnya bula serta
memastikan bahwa klien mendapatkan obat kortikosteroid yang sesuai. Tetapi kondisi pasien tidak
menunjukkan perbaikan dan bula yang terbentuk semakin banyak dan bahkan mulai bernanah. Pasien
juga semakin sulit untuk diajak berkomunikasi. Pada minggu ke 3 perawatan, pasien mulai meminta
keluarga untuk membawanya pulang dan akhirnya pada minggu ke 4 keluarga mengajukan pasien
pulang atas permintaan sendiri. Perawat IK merasa telah gagal dalam memberikan asuhan yang
optimal kepada pasien M.

2. ALUR REFLEKSI (BERDASARKAN GIBBS, 1998)

NO ALUR REFLEKSI PENJELASAN


.
1. Description Tn. M (58 tahun) dengan diagnosa medis Pemfigus vulgaris di
rawat di sebuah rumah sakit di kota Mataram. Pasien tidak
menunjukkan perbaikan meskipun Perawat IK sebagai perawat
penanggung jawab pasien merasa telah memberikan perawatan
optimal. Pasien sulit diajak berkomunikasi, terlihat sering marah
pada keluarga dan menolak dijenguk kerabatnya. Dari tubuh pasien
tercium bau khas pasien Pemfigus yaitu mousy odor (bau yang
menyengat seperti bau tikus). Kondisi pasien tidak kunjung
membaik bahkan bula yang muncul di kulit semakin banyak dan
beberapa ada yang bernanah meskipun pasien telah mendapatkan
terapi kortikosteoroid dan perawatan luka yang optimal. Pada
minggu ke 4 perawatan, keluarga mengajukan keinginan untuk
membawa pasien pulang atas permintaan sendiri. Perawat IK
merasa bingung mengenai penyebab kondisi Tn. M yang tidak
membaik dengan bula yang tumbuh semakin banyak meskipun telah
mendapatkan terapi yang optimal. Perawat IK mendiskusikan hal
ini kepada perawat D (perawat senior diruangan tersebut). Perawat
D berpendapat bahwa mungkin dalam perawatan pasien perawat IK
melupakan aspek lain yang juga berpengaruh terhadap kondisi
pasien misalnya aspek psikologis.
2. Feelings Perawat IK merasa menyesal dan telah gagal dalam merawat Tn. M.
Perawat IK merasa telah memberikan perawatan yang optimal
untuk mengatasi berbagai keluhan dan kondisi yang dirasakan Tn.
M. Perawat IK juga merasa bingung dan ingin mengetahui mengapa
meskipun telah diberikan perawatan optimal (termasuk terapi
kortikosteroid dan perawatan luka), bula-bula yang muncul di kulit
Tn. M bukannya berkurang tetapi justru semakin meningkat.
3. Evaluation Perawat IK berpikir bahwa ada aspek yang kurang diperhatikan
ketika dia melakukan perawatan pada TN. M. Perawat IK merasa
telah memenuhi semua kebutuhan yang terkait aspek fisik dalam
perawatan Tn. M tetapi telah melupakan aspek psikologis yang
mungkin turut berkontribusi besar dalam proses penyembuhan
pasien dengan Pemvigus vulgaris. Disamping itu perawat IK juga
berpikir bahwa support system yang baik dari keluarga maupun
kerabat pasien sangat diperlukan oleh pasien pemfigus vulgaris
yang harus menjalani perawatan yang lama, nyeri yang hebat dan
bau yang menimbulkan ketidaknyamanan dari pasien dan orang-
orang disekitarnya.
4. Analysis Pemfigus vulgaris merupakan penyakit autoimun yang sangat jarang
terjadi namun memberikan dampak yang sangat buruk kepada
penderita sehingga dapat menyebebkan kematian akibat infeksi
yang menyeluruh atau sepsis. Pemfigus vulgaris sering ditandai
dengan lesi di rongga mulut ( Bin Mohamed, 2010). Pemfigus
vulgaris juga ditandai dengan adanya lesi/erosi pada kulit yang
diawali dengan terbentuknya bula yang mudah pecah dan berdarah
serta terasa nyeri dan panas (Lubis, 2009). Salah satu komplikasi
Pemfigus vulgaris yang tidak teratasi adalah munculnya Pemfigus
foliaceus yang ditandai dengan adanya bau menyengat seperti tikus
yang dikenal dengan mousy odor ( J Hall & C Hall, 2012).

Perawatan pasien dengan Pemfigus vulgaris tidak hanya


membutuhkan penanganan untuk mengatasi keluhan-keluhan fisik
yang dirasakan tetapi juga harus menyentuh aspek psikologis. Kulit
yang melepuh, nyeri hebat yang terus menerus dan adanya bau
menyengat yang mengganggu orang-orang disekitar pasien dapat
menjadi faktor pemicu stress yang dirasakan pasien. Pada kasus,
faktor pemicu stress pada Tn. M kemungkinan adalah nyeri, lesi
pada kulit dan adanya mousy odor yang dapat mempengaruhi citra
tubuh serta periode pensiun yang dapat memunculkan post power
syndrome. Penelitian yang dilakukan oleh Cremniter et al (1998)
dalam Mathias dan Ferreira Roselino (2013) didapatkan hasil bahwa
dari 13 pasien yang didiagnosa pemfigus (2 dengan Pemfigus
Foliaceus dan 12 dengan Pemfigus Vulgaris) didapatkan hasil
bahwa 12 pasien mengalami kondisi stress emosional yang menjadi
salah satu pemicu munculnya Pemfigus pada pasien tersebut. Hasil
penelitian ini sesuai dengan penelitian studi kasus yang dilakukan
oleh Goldberg et al (2004) terhadap seorang pasien berumur 56
tahun yang menderita Tuberkulosis dan Pemfigus Vulgaris. Dari
hasil studi kasus ini didapatkan bahwa lesi pemfigus muncul pada
pasien selama periode stress emosional
5. Conclusion Berdasarkan kasus dan hasil analisis yang telah dilakukan dapat
disimpulkan bahwa perawatan pada pasien dengan kasus pemfigus
vulgaris harus dilakukan secara holistic (menyeluruh). Hal ini
mengingat bahwa faktor yang mempengaruhi kesembuhan pasien
dengan pemfigus tidak hanya fisik dan treatmen (obat kortikosteroid
dan perawatan luka) yang diberikan tetapi juga stress emosional
yang dirasakan pasien. Perawat seharusnya tidak hanya berfokus
pada pemenuhan kebutuhan fisik tetapi juga kebutuhan sosial
(support keluarga dan orang0orang disekitar pasien) dan faktor
psikologis. Perawat harus memberikan intervensi untuk mengurangi
tingkat stress pasien dan meningkatkan dukungan keluarga.
6. Action Plan Berdasarkan hasil refleksi yang dilakukan oleh perawat IK,
pengkajian dan intervensi yang menyeluruh yang tidak hanya
mencakup aspek fisik saja tetapi juga aspek social dan psikologis
harus dilakukan dalam perawatan pasien pemfigus vulgaris. Perawat
harus memberikan intervensi-intervensi yang dapat menurunkan
tingkat stress pada pasien dan meningkatkan dukungan dari
keluarga dan orang-orang disekitar pasien. Perawat juga perlu
memberikan intervensi pada pasien dan lingkungan untuk
mengurangi mousy odor yang dapat menurunkan harga diri pasien
dan menjadi barrier bagi keluarga dalam merawat pasien.

DAFTAR PUSTAKA

B Mohamed, Abdul Hafizh. 2010. Pemphigus Vulgasi : Mekanisme dan Penanggulangannya (laporan
Kasus). Diakses dari repository.usu.ac.id.bitstream
Goldberg et al. 2004. Pemphigus Vulgaris Triggered by Rifampin and Emotional Stress. Skinmed,
Sept-Oct3(5) : 294. Diakses dari www.ncbi.nml.nih.gov

J Hall, Brian & C Hall, Jhon. 2012. Sauer’s Manual of Skin Diseases. Lippincot Williams & Wilkins.
Philadelphia. Diakses dari https://books.google.co.id

Lubis, Dumasari Ramona. 2009. Gambaran Histopatologis Pemphigus Vulgaris. Diakses dari
repository.usu.ac.id.bitstream

Mathias, Aline Bicalho & Ferreira Roselino, Ana Maria. 2013. Pemphigus and Psychological Stress :
A Review of The Literature. Nasza Dermatologi Online, 4(3) : 616-618. Diakses dari
www.odormatol.com/issue-in-pdf-/2013-4-3s-pemphiguspsych/

Anda mungkin juga menyukai