Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

KEADAAN MEMAKSA (OVERMACHT)

Dosen pengampu : Nisa Fadhilah S.H., M.H.

Disusun oleh :

Kelompok : 8

Agus Setiawan (2274201038)

Heni Fera Mida (2274201084)

Novalia Handayani (2274201062)

Ridho (2274201027)

FAKULTAS HUKUM DAN ILMU SOSIAL


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KOTABUMI
LAMPUNG UTARA
2023
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
Puja dan Puji syukur kami panjatkan kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
Rahmat, Hidayah, dan Inayah-Nya sehingga kami dapat merampungkan
penyusunan makalah dengan judul " Keadaan Memaksa (Overmacht)" tepat pada
waktunya. Kami juga menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Apabila dalam tugas ini terdapat banyak kekurangan dan kesalahan,
kami mohon maaf sesungguhnya dengan pengetahuan dan pemahaman kami yang
masih terbatas. Kami juga sangat menantikan saran dan kritik dari pembaca guna
membangun dan menyempurnakan makalah ini. Kami sangat berharap makalah
ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Atas perhatiannya kami mengucapkan terima
kasih

Penulis

Kotabumi, April 2023

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ii

DAFTAR ISI.........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

1.1 Latar Belakang...............................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................2

2.1 Pengertian dari Overmacht (Keadaan Memaksa)...........................................2

2.2 Jenis-Jenis Overmacht....................................................................................2

BAB III PENUTUP................................................................................................5

3.1 Kesimpulan.....................................................................................................5

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sebuah perbuatan pidana pada dasarnya merupakan perbuatan yang
bertentangan dengan tata atau ketertiban yang dikehendaki oleh hukum yang
berlaku dapat dikatakan bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang
merugikan masyarakat, menghambat, bertentangan dengan tata kehidupan
masyarakat yang baik dan adil. Namun demikian, tidak setiap orang yang
melakukan tindakan pidana secara otomatis dapat dijatuhi pidana. Sebab untuk
dapat menjatuhkan pidana disyaratkan bahwa pelaku perbuatan pidana tersebut
harus merupakan orang yang dapat atau patut dipertanggung jawabkan atas
perbuatannya itu.
Seperti adanya alasan pemaaf atau penghapusan pidana yang tercantum
pada Pasal 48 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang daya paksa
(Overmacht), pasal tersebut mengatur tentang alasan pemaaf dan penghapusan
pidana dalam perbuatan pidana, yang berbunyi:
“Barangsiapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa, tidak
dipidana”.
Menurut pasal 48 tentang daya paksa tersebut, daya paksa (overmacht) bisa
menjadi dasar alasan pemaaf dan penghapusan pidana. Akan tetapi,
UndangUndang tidak menjelaskan secara jelas apa itu daya paksa (overmacht),
UndangUndang hanya menyebutkan tidak dapat dipidana seseorang yang
melakukan perbuatan karena terdorong keadaan atau daya yang memaksa.
Keadaan memaksa dalam hukum pidana dikenal dengan sebutan overmacht,
merupakan suatu kondisi seseorang melakukan tindak pidana karena dalam
keadaan yang benar-benar terpaksa. Keadaan terpaksa itu, bisa disebabkan oleh
karena kekuasaan yang tidak bisa dihindarinya atau keadaan dari luar yang
menyebabkan seseorang melakukan perbuatan yang melawan hukum.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian dari Overmacht (Keadaan Memaksa)


Kata “daya paksa” sendiri adalah salinan kata belanda dari “overmacht”,
yang artinya suatu keadaan, atau kejadian yang tidak dapat dihindari dan terjadi
diluar dugaan (diluar kekuasaan manusia). Memorie van Toelichting menyatakan
bahwa daya paksa merupakan suatu kekuatan, dorongan, ataupun paksaan yang
tidak dapat ditahan atau dilawan.

Daya paksa (overmacht) ini bisa digambarkan dengan sebuah peristiwa


dimana seseorang karena adanya ancaman bahaya, dipaksa melakukan suatu
tindak pidana. Sebenarnya seseorang tersebut bisa melawan ancaman tersebut,
tetapi apabila hal tersebut dilakukan akan menjadi suatu perbuatan nekat atau
berani yang akan berakibat fatal untuk seseorang tersebut. Setelah diketahui
bahwa, apa yang dimaksud dari daya paksa (overmacht) yang menjadi dasar
pemaaf dan penghapusan pidana dalam suatu tindak pidana oleh Undang-Undang,
dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa daya paksa adalah sebuah keadaan yang
didasari adanya kekuatan, paksaan, atau atau tekanan yang tidak dapat ditahan
atau dilawan.

Hukum pidana tidak menjelaskan secara pasti sifat dan besarnya paksaan
serta bahaya yang ditimbulkan dan yang mengancam kepentingan-kepentingan
hukum orang lain, menentukan batas pertanggungjawaban pidana dari pembuat
atas perbuatannya. Semua penentuan ini harus berdasarkan pada ukuran-ukuran
objektif. Menurut Utrecht, ukuran objektif dan subjektif ini harus digunakan
secara bersama untuk menentukan ada atau tidaknya daya paksa (overmacht).

2.2 Jenis-Jenis Overmacht

Setelah penjelasan mengenai daya paksa bisa dijadikan alasan pemaaf dan
penghapus pidana, tidak serta-merta daya paksa dapat menjadi alasan penghapus
pidana. Hal ini dikarenakan terdapat batasan-batasan yang sekiranya harus
dipenuhi agar suatu daya paksa dapat dianggap sebagai alasan penghapus pidana.

2
3

Daya paksa yang dapat diterima sebagai alasan penghapus pidana adalah daya
paksa yang berasal dari kekuatan yang lebih besar, yaitu kekuasaan yang pada
umumnya tidak dapat dilawan.

Terkait dengan kekuatan yang lebih besar tersebut, maka daya paksa
(overmacht) dibagi menjadi 3 bagian, yaitu:

1. Daya Paksa Absolut/daya paksa mutlak (absolute overmacht/ vis absoluta)

Paksaan absolute adalah suatu keadaan dimana paksaan dan tekanan


sedemikian kuatnya pada diri seseorang, sehingga ia tidak dapat lagi berbuat
sesuatu yang lain selain apa yang terpaksa dilakukan atau apa yang terjadi. Arti
dari daya paksa absolut ini adalah, pelaku tindak pidana tersebut melakukan
sesuatu yang tidak dapat dihindari. Daya paksa absolut ini bisa berupa paksaan
fisik, paksaan psikis.

2. Daya Paksa Relatif (relative overmacht / vis compulsiva)

Dalam paksaan yang sifatnya relatif, dapat dipahami bahwa seseorang


mendapat pengaruh yang tidak mutlak, akan tetapi meskipun orang tersebut dapat
melakukan tindakan lain, ia tidak bisa diharapkan untuk melakukan tindakan lain
dalam menghadapi keadaan serupa. Artinya, orang tersebut masih memiliki
kesempatan untuk memilih tindakan apa yang akan dilakukannya meskipun
pilihannya cukup banyak dipengaruhi oleh pemaksa.

3. Keadaan Darurat (noodtoestand)

Noodtoestand atau keadaan darurat adalah suatu keadaan dimana suatu


kepentingan hukum terancam bahaya, yang untuk menghindari ancaman tersebut
dengan terpaksa dilakukan perbuatan yang pada kenyataan merupakan
pelanggaran bagi hukum lain. Terdapat 3 kelompok keadaan darurat yaitu adanya
benturan antara 2 (dua) kepentingan hukum, benturan antara kepentingan hukum
dan kewajiban hukum, serta benturan antara 2 (dua) kewajiban hukum. Pada
dasarnya, jika berbicara mengenai keadaan darurat, maka dapat dipahami bahwa
dalam keadaan darurat, suatu perbuatan pidana yang dilakukan oleh seseorang
terjadi atas pilihan yang ia buat sendiri.
4

Oleh karena itu, suatu daya paksa harus dibuktikan dengan secara obyektif,
tidak serta merta dengan adanya daya paksa seseorang dapat penghapusan pidana.
Perbuatan daya paksa harus diuji kebenarannya dan konteks daya paksa yang
dilakukan dalam suatu tindak pidana. Untuk pertanggungjawaban pidananya
sendiri merupakan penilaian yang dilakukan setelah terpenuhinya seluruh unsur
tindak pidana atau terbuktinya tindak pidana. Seseorang yang telah melakukan
tindak pidana tidak akan dipidana apabila dalam keadaan sedemikian rupa
sebagaimana yang dijelakan di dalam MvT terkait dengan daya paksa. Apabila
pada diri seorang pembuat tidak terdapat keadaan sebagaimana yang diatur dalam
MvT tentang daya paksa tersebut, seseorang tersebut adalah orang yang
dipertanggungjawabkan dan dijatuhi pidana.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa :


Daya paksa (overmacht) ini bisa digambarkan dengan sebuah peristiwa
dimana seseorang karena adanya ancaman bahaya, dipaksa melakukan suatu
tindak pidana. Sebenarnya seseorang tersebut bisa melawan ancaman tersebut,
tetapi apabila hal tersebut dilakukan akan menjadi suatu perbuatan nekat atau
berani yang akan berakibat fatal untuk seseorang tersebut. Selain itu, suatu daya
paksa harus dibuktikan dengan secara obyektif, tidak serta merta dengan adanya
daya paksa seseorang dapat penghapusan pidana. Perbuatan daya paksa harus diuji
kebenarannya dan konteks daya paksa yang dilakukan dalam suatu tindak pidana.
Untuk pertanggungjawaban pidananya sendiri merupakan penilaian yang
dilakukan setelah terpenuhinya seluruh unsur tindak pidana atau terbuktinya
tindak pidana. Seseorang yang telah melakukan tindak pidana tidak akan dipidana
apabila dalam keadaan sedemikian rupa sebagaimana yang dijelakan di dalam
MvT terkait dengan daya paksa. Apabila pada diri seorang pembuat tidak terdapat
keadaan sebagaimana yang diatur dalam MvT tentang daya paksa tersebut,
seseorang tersebut adalah orang yang dipertanggungjawabkan dan dijatuhi pidana.

5
DAFTAR PUSTAKA

Daya Paksa 'Overmacht' dalam Konsep Hukum Pidana di Indonesia - Sah! Blog

Overmacht (Daya Paksa) dalam Hukum Pidana - LBH "Pengayoman" UNPAR

Anda mungkin juga menyukai