Niiiiiiiiiiii
Niiiiiiiiiiii
Tugas Akhir
Oleh
NPM 2216071116
UNIVERSITAS LAMPUNG
2023
i
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR SINGKATAN
I. PENDAHULUAN
Venetiaan pada tahun 1994, yang diikuti oleh kunjungan balasan presiden
Indonesia Soeharto setahun kemudian.
Dalam bidang sosial dan budaya, terdapat beberapa penjelasan tentang
kerjasama antara Indonesia dan Suriname. Kedua negara melakukan kerjasama
sosial dan budaya, seperti kerjasama teknis, diplomatik, dan Sister City.
Hubungan bilateral kedua negara telah meningkat secara signifikan sebagai hasil
dari kerjasama ini. Ketiga, Indonesia dan Suriname saling mendukung pencalonan
di berbagai organisasi internasional.
Beralih pada keadaan Sosial dan Budaya suku Jawa di Suriname Menurut
Diah (2020), orang Jawa di Suriname masih sering mengadakan slametan dan
berbicara menggunakan bahasa Jawa kromo inggil. Selain itu, praktik budaya
Jawa masih digunakan, seperti ketika sholat kiblat menghadap ke arah barat
(Islam madep ngulon). Masyarakat Jawa Suriname sangat mencintai dan
menjunjung tinggi budaya Jawa. Meskipun mereka jauh lebih jauh dari tempat
asalnya, mereka tetap mewariskan dan melestarikan budaya tersebut. Namun,
tinggal di negara orang membuat semuanya tidak semudah di negeri sendiri. Sulit
untuk menyesuaikan diri dengan budaya baru, menghadapi orang dari berbagai
suku, dan menghindari konflik suku yang pernah terjadi di Suriname.
Terakhir, berkaitan dengan pelanggaran Hak Asasi Manusia yang tercatat
sejarah telah terjadi kepada suku Jawa selama masa kolonialisme Belanda.
Pelanggaran-pelanggaran yang terjadi kepada para pekerja migran dalam
penerapan buruh kontrak pada zaman kolonialisme Belanda antara lain :
1. Penipuan terhadap masyarakat suku Jawa yang dipaksa bekerja sebagai buruh
kontrak pada zaman kolonialisme Belanda
2. Penganiayaan dan eksploitasi buruh migran;
3. Pembungkaman aktivis sipil, masyarakat, dan hak asasi manusia;
4. Perlakuan, intimidasi dan persekusi;
5. Diskriminasi dalam pemberian upah diantara etnis buruh kontrak yang tidak
merata.
Berdasarkan poin-poin tersebut dan pelanggaran yang terjadi pada para
pekerja migran, kita dapat melihat bahwa ada keterkaitan di antara sistem buruh
kontrak dan pelanggaran HAM.
4
untuk memahami konteks, makna, dan pengalaman yang terlibat dalam topik
penelitian. Dalam hal ini, penelitian lebih fokus pada pemahaman mendalam
tentang peran politik etnis Jawa di Suriname dari tahun 1991 hingga 2015
daripada pada pengumpulan dan analisis data kuantitatif.
Hasil dari penelitian ini adalah sebuah karya ilmiah berjudul "Peranan
Etnis Jawa dalam Politik di Suriname (1991-2015)" yang membahas peran politik
etnis Jawa di Suriname selama periode tersebut. Penelitian ini mengungkapkan
bagaimana keberadaan kebijakan diskriminasi oleh pemerintah otonomi khusus
Suriname terhadap etnis Jawa yang dianggap sebagai pendatang, mendorong
sebagian etnis Jawa untuk terlibat dalam politik di Suriname. Mereka mendirikan
partai politik berbasis Jawa, masuk ke dalam pemerintahan dan parlemen, yang
kemudian berdampak pada peran etnis Jawa dalam politik modern Suriname.
Penelitian ini juga menyoroti tokoh-tokoh politik penting dari etnis Jawa di
Suriname yang menjabat sebagai Ketua Parlemen, Menteri, dan bahkan menjadi
kandidat Presiden Suriname.
Suriname yang merupakan pelanggaran hak asasi manusia. Dan masih banyak
yang belum mengetahui asal usul adanya etnis Jawa di Suriname.
Adanya gap pelanggaran hak asasi manusia ini memunculkan pertanyaan
penelitian: “Mengapa suku Jawa yang berada di Suriname saat ini memilih untuk
tetap bertahan ? Bagaimana perkembangan penduduk suku Jawa yang ada di
Suriname terhadap aspek kebudayaan dan pola hiudp ? Apa kah kebijakan
pemerintah Suriname mempengaruh kehidupan suku Jawa disana ??”
Manusia dan HAM merupakan konsepsi yang berkaitan satu sama lain dan
tidak dapat dipisahkan. Sejak dari baru lahir ke dunia, manusia sudah memiliki
kodratnya sendiri, manausia merupakan makhluk yang bebas. Sebagaimana
menurut pendapat Jean Jaquas Rousseau bahwa manusia akan semakin
berkembang potensinya dan merasakan nilai-nilai kemanusiaan dalam suasana
kebebasan alamiah. Gagasan mengenai hak asasi manusia ditandai dengan
munculnya konsep hak kodrati (natural rights theory) dimana pada zaman kuno
yaitu filsafat stoika hingga ke zaman modern dengan tulisan-tulisan hukum
kodrati Thomas Aquinas, Hugo de Groot dan selanjutnya pada zaman pasca
Reinaisans, John Locke mengajukan pemikiran tentang hukum kodrati sehingga
melandasi munculnya revolusi yang terjadi di Inggris , Amerika Serikat dan
Perancis pada abad 17 dan 18.
Disisi konsepsi HAM ini, manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa
hidup sendiri dan membutuhkan orang lain. Sebagaimana menurut para ahli
seperti Elly M.Setiadi , Muhammad Zuhri, Dr. Johannes Garang, Liturgis, dan
Aristoteles . Kesimpulan dari para ahli tersebut makhluk sosial adalah makhluk
yang tidak dapat hidup sendiri, di dalam hidupnya manusia saling berhubungan
satu sama lain yang tidak bisa melepaskan diri dari pengaruh orang lain yang
dikodratkan untuk hidup bermasyarakat serta berhubungan dengan orang lain.
11
Dari kedua konsep ini munculah konsep HAM (Hak Asasi Manusia) yang
kompleks, karena manusia memiliki hak masing-masing dan kebebasan.
Berbagai pendapat mengenai HAM dari para ahli, pada dasarnya pendapat
mereka memiliki konsep yang yang walaupun ada beberapa perbedaan. Menurut
Mariam Budiardjo, HAM adalah hak-hak yang dimiliki oleh manusia yang telah
diperoleh dan dibawanya bersamaan dengan kelahiran dan kehadirannya dalam
hidup masyarakat. Hak ini ada pada manusia tanpa membedakan bangsa, ras,
agama, golongan, jenis kelamin, karena itu bersifat asasi dan universal. Dasar dari
semua hak asasi adalah bahwa semua orang harus memperoleh kesempatan
berkembang sesuai dengan bakat dan cita-citanya. (Mariam Budiardjo, 1982, 120).
Generasi Pertama, mewakili hak-hak sipil dan politik yakni hak asasi
manusia yang “klasik”. Hak-hak ini muncul dari tuntutan untuk melepaskan diri
dari kungkungan kekuasaan absolutisme negara dan kekuatan sosial lainnya.
12
Pemikiran mengenai konsepsi hak asasi manusia yang sejak lama berkembang
dalam wacana para ilmuwan sejak era enlightenment di Eropa, meningkat menjadi
dokumen-dokumen hukum internasional yang resmi. Dalam konsepsi generasi
pertama ini elemen dasar konsepsi hak asasi manusia itu mencakup soal prinsip
integritas manusia, kebutuhan dasar manusia, dan prinsip kebebasan sipil dan
politik. Adapun hak asasi manusia pada generasi pertama berkenaan dengan hak-
hak sipil dan politik yang mencakup antara lain:
generasi kedua berkenaan dengan hak-hak di bidang ekonomi, sosial, dan budaya.
Yang menyangkut hak-hak sosial dan ekonomi antara lain:
11. Hak untuk memperoleh perlindungan atas hasil karya cipta (hak cipta)
B . Aktifitas ( Tindakan )
C . Artefak ( Karya )
Selanjutnya Dr. Dodih Heryadi, M.Pd. dalam disertasi yang berjudul Peran
Mitos Maung Panjalu dalam Konservasi Hutan di Panjalu Kabupaten Ciamis
(2014:6) menyebutkan, bahwa kebudayaan tercipta karena ada masyarakat sebagai
pendukungnya. Demikian pula sebaliknya, keteraturan masyarakat ditentukan
oleh kondisi kebudayaan yang berkembang dalam masyarakat (cultural
determinism).
Struktur sosial juga dapat ditinjau dari segi status, peranan, nilai-nilai,
norma, dan institusi sosial dlm suatu relasi. Nilai adalah pembentukan mentaliatas
yang dirumuskan dari tingkah laku manusia sehingga menjadi sejumlah anggapan
yang hakiki, baik, dan perlu dihargai. Dari pendapat Raymond firth dan max
weber, system nilai yang harus diwujudkan atau diselenggarakan dalam
17
Jadi, struktur system sosial budaya indonesia dapat merujuk pada nilai-
nilai yang terkandung dalam pancasila yang terdiri atas :
a. Tata nilai
a) Nilai agama
b) Nilai kebenaran
c) Nilai moral
d) Nilai vital
e) Nilai meterial
b. Tata sosial
NKRI adalah Negara hukum, semua orang adalah sama di mata hukum.
Tata hukum di Indonesia adalah system pengayoman yang mewujudkan keadilan
dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
c. Tata laku
Dalam mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat, maka tata laku
harus berpedoman pada norma- norma yang berlaku, yaitu : norma agama, norma
kesusilaan/kesopanan, norma adat istiadat, norma hukum setempat, norma hukum
Negara.
Muladi memiliki hasil pikir berupa HAM adalah hak yang melekat secara
alamiah (inheren) pada diri manusia sejak manusia lahir, dan tanpa hak tersebut
manusia tidak dapat tumbuh dan berkembang sebagai manusia yang utuh. Karena
keberadaan HAM yang begitu penting, tanpa HAM manusia tidak dapat
mengembangkan bakat dan memenuhi kebutuhannya (Muladi, 2005). Sedangkan
Pengertian HAM adalah jalan keluar untuk mengatasi keadaan “homo homini
lupus, bellum omnium contra omnes“ yaitu manusia dapat menjadi serigala bagi
manusia lain. Keadaan seperti ini mendorong terbentuknya perjanjian masyarakat
di mana rakyat menyerahkan hak-haknya kepada penguasa (Hobbes, 1651).
“Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat
dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan
anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara,
hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat
dan martabat manusia.”
“All human beings are born free and equal in dignity and rights. They are
endowed with reason and conscience and should act towards one another in a
spirit of brotherhood.”
Pasal tersebut jika diartikan adalah semua manusia dilahirkan merdeka dan
memiliki martabat dan hak yang sama. Manusia dikaruniai akal dan hati nurani
dan hendaknya bergaul satu sama lain dalam semangat persaudaraan. Selain itu,
definisi HAM secara tersirat diatur dalam preamble/konsideran International
Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) yang telah disahkan di
Indonesia UU 12/2005, yaitu “… these rights derive from the inherent dignity of
the human person” yang artinya hak-hak ini (HAM) berasal dari martabat yang
inheren atau melekat pada diri manusia.
“Rights turn real people into abstract ciphers. The abstract man of the
declarations has no history or tradition, gender or sexuality, colour or ethnicity,
those elements that make people real. All content is sacrificed at the altar of
abstract humanity. This gesture of universalisation conceals however their real
subject: a human-all- too- human, wealthy, white, heterosexual, male bourgeois
standing in for universal humanity who combines the dignity of humanity with the
privileges of the elite. The emancipation of universal man subjects real people to
a very concrete rule: ‘the rights of man as distinct from the rights of the citizen
are nothing but the rights of the member of bourgeois society, i.e. egotistic man,
man separated from other man and the community.”
Perbedaan persepsi tentang hak ini didukung juga oleh Todung Mulya
Lubis yang menyebutkan, “Perbedaan-perbedaan tradisi budaya di antara
masyarakat menyebabkan perbedaan-perbedaan pula pada pemikiran dan persepsi
20
tentang manusia, termasuk dalam hal hak asasi manusia.” Teori relativisme
budaya berseberangan dengan teori universalisme yang memandang bahwa setiap
manusia memiliki Hak Asasi Manusia yang sama.
1. Tiap budaya yang berbeda memiliki kode moral yang berbeda pula;
2. Tiada standar obyektif yang dapat digunakan untuk menilai kode sosial yang
satu.
Dengan adanya adaptasi ini mereka juga pasti akan menyesuaikan pola
hidup mereka di Negara Suriname ini. Peneliti juga menguraikan bagaimana
kebijakan yang ditulis oleh pemerintahan Suriname mengenai masalah ini.
Dengan begitu fokus dari penelitian ini akan terjawab dengan uraian-uraian serta
data yang terkumpul melalui data sekunder yang ditemukan oleh peneliti.
25
konsep sosial budaya, dan teori hak asasi manusia guna menjawab rumusan
masalah dalam penelitian ini. Terakhir dilakukan proses penarikan kesimpulan
berdasarkan data dan elaborasi yang dilakukan. Dengan demikian, masalah dalam
penelitian ini dapat terpecahkan.
Selain itu dalam proses analisis data, penelitian ini harus diakui dan abash.
Menurut Zuldafrial (2012:89) “keabsahan data merupakan padanan dari konsep
kesahihan (validitas) dan keandalan (realibilitas) menurut versi penelitian
kuantitatif dan disesuaikan dengan tuntunan pengetahuan, kreteria, dan paradigma
sendiri”. Keabsahan data merupakan derajat kepercayaan atau kebenenaran hasil
suatu penelitian. Menurut Lincoln dan Guba (1985) dalam Wijaya (2018),
keabsahan data di dalam penelitian kualitatif, suatu realistis itu bersifat majemuk
dan dinamis, sehingga tidak ada yang konsisten dan berulang seperti semula.
Keabsahan data dapat dicapai dengan menggunakan proses pengumpulan data
dengan teknik triangulasi data.
1. Triangulasi Sumber
Triangulasi sumber untuk menguji kredibiltas suatu data dilakukan dengan
cara melakukan pengecekan pada data yang telah diperoleh dari berbagai
sumber data seperti hasil wawancara, arsip, maupun dokumen lainnya.
2. Triangulasi Teknik
Triangulasi teknik untuk menguji kredibiltas suatu data dilakukan dengan
cara melakukan pengecekan pada data yang telah dipeoleh dari sumber
yang sama menggunakan teknik yang berbeda. Misalnya data yang
diperoleh dari hasil observasi, kemudian dicek dengan wawancara.
3. Triangulasi Waktu
27
DAFTAR PUSTAKA
Aprita, Serlika, Yonani Hasyim. (2020). Hukum dan Hak Asasi Manusia. Bogor:
Mitra Wacana Media.
Hastita1, Dinda Hindira, Silia Yuslim, dan Marselinus Nirwan Luru. (2020).
Kajian fungsi sosial-budaya ruang terbuka hijau publik Kecamatan
Serpong, Kota Tangerang Selatan. Jurnal Arsitektur Lansekap Vol. 6, No.
2, Oktober. 272-278.
Rahmat, Acep, Nana Supriatna, dan Eryk Kamsori . (2018). Dari Imigrasi Menuju
Integrasi: Peranan Etnis Jawa Dalam Politik di Suriname (1991- 2015).
FACTUM: Jurnal Sejarah dan Pendidikan sejarah, Vol. 7 No. 1. 1-14.
Sertiawan, Nerisa, Ayu Lestari Nasution, dan Ade Chia Syafira.(2023). Konsep
Dasar Sistem Sosial Indonesia Dan Masyarakat Sebagai Suatu Sistem.
Jurnal Faidatuna, Vol.4, No.2 Mei. 124-134.
Wilujeng, Sri Rahayu. (n.d). Hak Asasi Manusia: Tinjauan Dari Aspek Historis
dan Yuridis.
http://repository.stei.ac.id/4853/3/BAB%203.pdf
http://repositori.unsil.ac.id/7964/5/14.%20BAB%20I.pdf