Anda di halaman 1dari 19

PEMBERONTAKAN PESANTREN SUKAMANAH PADA MASA

KEPENDUDUKAN JEPANG (1942—1945)

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Metode Sejarah

Dosen :

Prof. Dr. Nina Herlina, M. S.

Tanti R. Skober, M.Hum.

Oleh :

Dede Setiana

180310220046

PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS PADJADJARAN

JATINANGOR

2023
KATA PENGANTAR
Segala rasa puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang

dengan rahmatnya membuat penulis dapat melakukan dan menyelesaikan penelitian

kecil ini untuk tugas akhir dalam mata kuliah Metode Sejarah. Selain itu, penulis

mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada pengampu mata kuliah ini yaitu

Prof. Dr. Hj Nina Herlina Sukmana, MS dan Tanti Restiasih Skober, S.S., M.Hum.

Penulis ucapkan terima kasih sekali lagi atas bimbingannya selama ini, sehingga

penelitian ini dapat terselesaikan.

Penulis tahu bahwa karya ini masih jauh dari kata sempurna dan masih memiliki

banyak kekurangan. Oleh karena itu, mohon untuk para pembaca dapat memberikan

kritik dan saran agar penelitian kedepannya dapat menjadi lebih baik. Semoga dengan

tulisan ini dapat memberikan manfaat kepada para pembaca.

Jatinangor, Juni 2023

Dede Setiana

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................... 3
1.1. Latar Belakang .................................................................................................. 3
1.2. Rumusan Masalah ............................................................................................. 4
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian .......................................................................... 4
1.4. Metode Penelitian .............................................................................................. 5
1.5. Tinjauan Pustaka................................................................................................ 6
1.5.1. Mobilisasi dan Kontrol : Studi Tentang Perubahan Sosial di Pedesaan ..... 6
Jawa 1942--1945 ................................................................................................... 6
1.5.2. Pemberontakan Indonesia pada Masa Pendudukan Jepang ........................ 6
1.6. Organisasi Penulisan ......................................................................................... 6
1.6.1. Bab 1 : Pendahuluan ................................................................................... 6
1.6.2. Bab II : Kondisi Pesantren Sukamanah sebelum dan ketika datangnya
Jepang ................................................................................................................... 7
1.6.3. Bab III : Pemberontakan Pesantren Sukamanah ......................................... 7
1.6.4. Bab IV : Kesimpulan .................................................................................. 7
BAB II KONDISI PESANTREN SUKAMANAH SEBELUM DAN KETIKA
DATANGNYA JEPANG .............................................................................................. 8
2.1. Pesantren Sukamanah serta perkembangannya ................................................. 8
2.2. Kondisi pesantren Sukamanah ketika datangya Jepang .................................... 9
BAB III PEMBERONTAKAN PESANTREN SUKAMANAH .............................. 12
3.1. Pecahnya Pemberontakan Pesantren Sukamanah 1942—1945 ....................... 12
3.2. Kondisi setelah Pemberontakan Pesantren Sukamanah .................................. 14
BAB IV KESIMPULAN........................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 18

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Ketika Jepang berhasil mengalahkan pemerintahan Hindia-Belanda dan

menguasai Jawa, mulailah ekspansi akan pemerintahan militer dari Jepang. Pada

awalnya, kedatangan Jepang ke Indonesia disambut oleh masyarakat Indonesia sebab

Jepang menyatakan bahwa mereka akan “membebaskan” penduduk Indonesia dari

tangan pemerintahan Belanda. Bahkan, sebelum militer Jepang datang ke Jawa mereka

telah melakukan berbagai propaganda melalui radio. Akan tetapi, citra baik dari Jepang

ini tidak bertahan begitu lama karena setelah mereka tinggal di Indonesia beberapa

lama mulailah perlakuan buruk atau eksploitasi dilakukan oleh pemerintahan Jepang.

Dari hal ini, tentu saja, menimbulkan berbagai reaksi dari masyarakat. Ada yang

percaya terhadap propaganda Jepang, walaupun sebenernya mereka dieksploitasi, ada

pula yang tidak bisa menerima propaganda Jepang begitu saja. Hal ini akan sangat

terasa apabila propaganda Jepang tersebut memasuki ranah budaya ataupun agama

sebab pada masa itu kekentalan budaya dan agama masyarakat Indonesia masih sangat

kuat, sehingga apabila terjadi beberapa perubahan, masyarakat tidak akan tinggal

diam. Selain dari propaganda, Jepang pun melakukan banyak hal yang membuat

masyarakat menjadi tidak percaya kepada mereka, seperti perekrutan romusha,

pemerkosaan, penjarahan, wajib serah padi, dan berbagainya. Hal-hal ini

menimbulkan dampak yang sangat signifikan terhadap masyarakat pedesaan sebab

mereka harus selalu memenuhi kebutuhan material ataupun rohani kepada Jepang.

Terkait hal ini, terdapat satu peristiwa terkenal yang dapat merepresentasikan

dampak dari perilaku-perilaku jahat Jepang terhadap masyarakat Indonesia yaitu

3
4

Pemberontakan pesantren Sukamanah, Tasikmalaya pada bulan Februari 1944.

Pemberontakan ini dipelopori oleh K.H. Zainal Mustafa di mana ia sadar bahwa

penindasan yang terjadi pada masa itu tidak akan terjadi apabila kemerdekaan dapat

diraih. Selain itu, para santri dan ulama pada masa ini mulai sadar akan keadaan politik

di desa ini. Semua kesadaran ini pada akhirnya berujung pada gerakan perlawanan

bersenjata yang sempat membuat pemerintah Jepang terkejut. Maka dari itu, berdasar

penjelasan di atas karya tulisan ini akan menelusuri secara komprehensif hal-hal yang

berkaitan dengan pemberontakan pesantren Sukamanah dan bagaimana runtutan

kejadian yang pada akhirnya meledak menjadi pemberontakan.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasar pada latar belakang di atas, penelitian ini akan memfokuskan menjawab

pertanyaan “kenapa pemberontakan pesantren Sukamanah dapat terjadi” dan

“dampak apa yang harus dirasakan para santri dan ulama dari pemberontakan

pesantren Sukamanah” kedua pertanyaan di atas akan menjadi landasan tulisan ini

agar mendapatkan informasi mengenai pemberontakan pesantren Sukamanah secara

komprehensif

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian


Dari rumusan masalah yang disebutkan sebelumnya, dengan karya tulis ini

diharapkan bisa menjawab pertanyan kenapa pemberontakan pesantren

Sukamanah dapat terjadi dan dampak apa yang harus dirasakan para santri dan

ulama dari pemberontakan pesantren Sukamanah. Selain itu, kedua pertanyaan di

atas akan memberi pemahaman secara komprehensif alasan dari terjadinya

pemberontakan pesantren Sukamanah dan mengetahui dampak dari

pemberontakan pesantren Sukamanah.


5

1.4. Metode Penelitian


Agar penelitian ini menjadi susunan informasi yang dapat dipercaya, penelitian

ini menggunakan metode penelitian sejarah yang terdiri dari empat tahapan, yaitu :

heuristik, kritik, internal dan eksternal, interpretasi, dan historiografi. Data-data yang

didapatkan dari buku-buku dan katalog online berupa artikel dalam jurnal menjadi

fokus dari penelitian ini.

Tahap pertama dalam metode ini adalah heuristik, sebelum mencari data untuk

penelitian, peneliti harus menentukan topik dahulu yaitu pemberontakan pesantren

Sukamanah pada masa kependudukan Jepang. Data-data dikumpulkan melalui studi

kepustakaan yang dilakukan di Perpustakaan Riyaadlul Jannah di Jatinangor dan

Batoe Api di Jatinangor, serta jurnal-jurnal terakreditasi SINTA yang didapat melalui

situs resmi

Tahap kedua dalam metode ini adalah kritik internal dan eksternal, hal ini

dilakukan untuk memastikan data yang didapat dapat dipercaya dan benar sesuai

dengan fakta. Pengecakan kritik eksternal dilakukan dengan melakukan cek material

dokumen serta melihat reputasi dari penulis buku tersebut. Dalam kritik internal,

melihat data-data dalam buku tersebut apakah sesuai dengan fakta atau tidak, bisa

dilakukannya cross-check dengan data lain yang berkaitan. Selain itu, menilai juga

apakah isi dari buku tersebut relevan dengan topik yang akan dibahas.

Selanjutnya dilakukan interpretasi, dalam tahap ini dilakukannya pemaknaan data

yang sudah dikumpulkan sebab percuma data banyak, tetapi tidak dapat dihubungkan

satu sama lainnya. Tahap ini sangat penting sebab data-data yang sudah dikumpulkan

pada tahap heuristik tadi akan menjadi runtutan peristiwa yang jelas.

Terakhir, dilakukannya historiografi atau penulisan. Peneliti melakukan penulisan

ini setelah memastikan data-data kredibel data relevan dengan tema peneliti bawa yaitu
6

Pemberontakan Pesantren Sukamanah pada Masa Kependudukan Jepang (1942—

1945)

1.5. Tinjauan Pustaka


1.5.1. Mobilisasi dan Kontrol : Studi Tentang Perubahan Sosial di Pedesaan
Jawa 1942--1945
Buku ini menjelaskan tentang bagaimana pedesaan-pedesaan di Jawa mengalami

perubahan sebab kebijakan-kebijakan pemerintahan Jepang. Buku ini ditulis oleh Aiko

Kurasawa. Aiko memang sejak dulu sudah sering melakukan observasi di Indonesia,

karya-karyanya pun selalu berhubungan dengan Indonesia, terutama kependudukan

Jepang. Aiko dalam buku ini menjelaskan bagaimana kebijakan-kebijakan Jepang

dapat memengaruhi masyarakat pribumi. Dari kebijakan-kebijakan ini, membuat

masyarakat mengalammi kegoncangan yang luar biasa. Banyaknya eksploitasi

ekonomi, munculnya romusha membuat banyak aspek sosial yang berubah di

pedesaan Jawa. Isi dalam buku ini akan sangat membantu peneliti dalam menjelaskan

bagaimana perubahan sosial di Pesantren Sukamanah dapat terjadi.

1.5.2. Pemberontakan Indonesia pada Masa Pendudukan Jepang


Munculnya pemberontakan tidak semata-mata terjadi begitu saja, ada banyak

alasan akan terjadinya hal ini. Kerangka dalam buku ini dapat membantu peneliti

dalam memahami kenapa pemberontakan pesantren Sukamanah dapat pecah. Dalam

konteks buku ini, pemberontakan dapat terjadi sebab masyarakat desa dieksploitasi

dan tidak ada cara masyarakat desa untuk melakukan sarana protes, sehingga satu-

satunya cara masyarakat desa dapat mengeluarkan aspirasinya adalah dengan

melakukan pemberontakan.

1.6. Organisasi Penulisan


1.6.1. Bab 1 : Pendahuluan
7

Dalam karya tulis ini, pada bagian pendahuluan akan berisi terkait latar belakang,

rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode yang digunakan, dan tinjauan

Pustaka. Hal ini ditulis agar memahami apa yang akan ditulis dalam karya ini.

1.6.2. Bab II : Kondisi Pesantren Sukamanah sebelum dan ketika datangnya


Jepang

Dalam Bab II ini akan dijelaskan dahulu terkait kondisi awal pesantren

Sukamanah serta kondisi pesantren Sukamanha ketika datangnya Jepang. Ini

dijelaskan agar pembaca dapat memahami dulu apa itu pesantren Sukamanah dan

bagaimana kondisinya sebelum pemberontakannya terjadi. Bab ini juga akan dijadikan

sebagai setting historis dalam karya ini.

1.6.3. Bab III : Pemberontakan Pesantren Sukamanah


Bab ini akan menjadi fokus utama dalam penelitian ini, di sini akan dijelaskan

secara komprehensif bagaiman pemberontakan pesantren Sukamanah dapat terjadi dan

dijelaskan secara detail juga kejadian pemberontakan ini. Dari awalnya

pemberontakan hingga akhirnya pemberontakan akan dijelaskan dalam Bab ini.

1.6.4. Bab IV : Kesimpulan


Bagian ini akan menjelaskan kesimpulan secara keseluruhan dari penelitian ini.

Kesimpulan ini didapatkan dari menjawab pertanyaan-pertanyaan dari rumusan

masalah yang sudah dipaparkan sebelumnya.


BAB II
KONDISI PESANTREN SUKAMANAH SEBELUM DAN KETIKA
DATANGNYA JEPANG

2.1. Pesantren Sukamanah serta perkembangannya


Pesantren adalah tempatnya belajar para murid-murid untuk mendalami ilmu

Islam. Hal yang membedakan pondok pesantren dengan sistem pendidikan lainnya

adalah adanya asrama. Hal ini menjadikan murid dari pondok pesantren tidak dapat

pulang begitu saja, tetapi harus tinggal di pondok selama menjalani pendidikannya.

Biasanya, pondok pesantren didirikan apabila terdapat seorang kyai yang bertempat di

suatu daerah dalam waktu lama, sehingga akan muncul murid-murid yang ingin belajar

kepada kyai tersebut, lalu bertambahlah murid-murid ini yang pada akhirnya akan

terbangun pondok pesantren. Selain itu, pesantren sebenarnya memiliki fungsi sebagai

pertahanan umat Islam serta menjadi medium untuk menyebarkan Islam, tidak sedikit

pula pesantren dijadikan sebagai agen perubahan dan pengembangan masyarakat.

Sekitar abad 19-an pesantren pun menjadi tren baru dalam pendidikan sebab memang

peran pesantren pada masa itu sangat berguna.

Salah satu pesantren yang lahir tidak jauh dari masa ini adalah Pesantren

Sukamanah, di mana pesantren ini didirikan oleh K. Z. Mustafa tahun 1927.

(Kurasawa, 1993: 458). Pesantren Sukamanah merupakan salah satu pusat tempat

pembelajaran Islam di desa Cimerah, kecamatan Singaparna. Pesantren ini adalah

salah satu pesantren yang populer pada masa itu dengan memiliki santri mencapai 900.

Santri-santri ini pun tidak hanya berasal dari Jawa Barat, tetapi dari berbagai daerah

pelosok Jawa.

8
9

Pendiri dari pesantren ini yaitu Kyai Zainal Mustafa, dilahirkan dari orangtua

petani di Desa Cimerah pada tahun 1899 (Kurasawa, 1993: 458). Beliau bersekolah

di Sekolah Rakyat dan juga mendalami ilmu Islamnya di berbagai pesantren, salah

satunya adalah Pesantren Gunung Pari selama tujuh tahun. Setelah melalui

pendidikannya, K. Zainal Mustafa membangun pesantren Sukamanah, di mana

pesantren ini dikembangkan K Zainal Mustafa bersama dengan sepupu beliau yaitu

Kiai Zainal Muhsin yang pada saat itu juga memegang pesantren Sukahiding. Tidak

lama dari ini, K. Zainal Mustafa bergabung dalam organisasi Nahdlatul Ulama.

Namun, pengalamannya dalam Nahdlatul Ulama bukan hal yang diharapkan dari

Zainal Mustafa, banyak pemimpin-pemimpin agama yang sudah dikontrol oleh

pemerintah Hindia-Belanda. Walau banyak ulama yang berhasil dikontrol pemerintah,

tetapi berbeda dengan K. Zainal Mustafa ia tidak terhasut oleh pemerintah Hindia-

Belanda. Menjelang berakhirnya pemerintahan Hindia-Belanda pun sikap

nonkooperatif K. Zainal Mustafa semakin menjadi-jadi, sehingga pemerintah harus

mengambil suatu pencegahan. Sampai-sampai K. Zainal Mustafa ditahan pada 10

Januari 1942, lalu dibebaskan oleh Jepang pada Maret 1942.

2.2. Kondisi pesantren Sukamanah ketika datangya Jepang

Ketika pemerintahan Jepang berhasil dalam penguasaannya di Jawa, bahkan

Indonesia, negara ini melakukan banyak propaganda di wilayah jajahannya, terutama

terkait dengan sosial politik Islam. Hal ini dilakukan Jepang sebagai salah satu

operasinya dalam mengontrol para ulama atau petinggi agama agar mereka dapat

dimanipulasi. Dengan melihat budaya agama yang kuat, Jepang berpikir bahwa hal ini

dapat menjadi alat ampuh dalam memanipulasi masyarakat dengan mengontrol para
10

pemimpin Islam pada masa itu, tentu hal ini akan memudahkan Jepang dalam

usahanya untuk menguasai Indonesia.

Propaganda yang dilakukan Jepang terhadap ulama adalah dengan melakukan

sikap-sikap akomodasi terhadap Islam. Berdasar pada tulisan Kurasawa (1993: 273-

275), terdapat tiga hal yang dilakukan Jepang untuk mendapatkan simpati dari ulama

dalam propagandanya. Satu, dibuatnya badan Shumuka, ini merupakan badan yang

mengurus keagamaan. Tujuan dibuatnya ini adalah agar para ulama setempat dapat

dikontrol serta memudahkan Jepang untuk menggerakan mereka ketika melakukan

propaganda. Kedua, dibangunnya organisasi Masyumi, agar para ulama-ulama yang

ingin dikontrol oleh Jepang dapat berkumpul di satu organisasi, sehingga memudahkan

Jepang dalam memobilisasi mereka. Ketiga, diadakannya suatu latihan alim ulama di

mana ini dilakukan untuk menghasilkan ulama-ulama yang terkenal sebagai agen

propaganda Jepang.

Dalam konteks pesantren Sukamanah, hal ini pun terjadi yaitu ketika Jepang

datang ke wilayah ini. Zainal Mustafa yang saat itu seorang ulama juga berusaha

dirayu Jepang untuk menjadi agen propagandanya. Namun, seperti pada masa

pemerintahan Hindia-Belanda, ia juga tidak mau bekerja sama dengan pemerintahan

Jepang, walaupun sebenarnya ia dibebaskan dari penjara Belanda oleh Jepang. Hal ini

menunjukan sikap Zainal Mustafa yang enggan bekerja sama dengan kaum kolonial.

Namun, ulama lain disekitarnya tidak bersifat demikian, banyak ulama seperti Mustafa

yang mudah terayu oleh propaganda-propaganda Jepang.

Ketika datangnya Jepang di Sukamanah, santri Sukamanah yang awalnya

berjumlah mencapai 900 berkurang drastis hingga 400-an santri. Sebab pada masa

kependudukan Jepang para santri mengalami kesulitan dalam mencari makan sehari-
11

hari untuk mendapatkan makanan dari asal pedesaannya sulit. Tentu, Mustafa yang

melihat kondisi ini tidak bisa diam begitu saja, apalagi santri-santri yang susah payah

ia kumpulkan banyak yang keluar karena ketidaksanggupan dalam melanjuti studinya.

Kumpulan dari pandangan dia yang tidak ingin bekerja sama kaum kolonial dan

kondisi yang memprihatinkan dari pesantren Sukamana lah yang menjadi pelatuk bagi

Mustafa untuk melakukan pemberontakan.


BAB III
PEMBERONTAKAN PESANTREN SUKAMANAH

3.1. Pecahnya Pemberontakan Pesantren Sukamanah 1942—1945


Dengan segala kebijakan bejat dari Jepang, pada akhirnya, membuat seorang

ulama seperti Mustafa pun kesabarannya dapat habis. Selain itu, hal ini membuat

Mustafa sadar akan perjuangan kemerdekaan yang harus digapai olehnya

(Suryanegara, 1996: 165). Baginya kemerdekaan tidak akan bisa digapai apabila kaum

kolonial masih berada di Indonesia. Namun, pemberontakan yang dilakukan memang

masih sangat polos, secara strategi pun tidak tertata, masih melakukan

pemberontakannya secara spontan.

Pemberontakan ini pecah pada tanggal 25 Februari 1944. Peristiwa ini dimulai

ketika militer Jepang mendapat desas-desus bahwa Mustafa merencanakan suatu

rencana di mana ia akan membuat kerajaan Islam. Sebenarnya, pemerintahan Jepang

sudah secara berulang memanggil Mustafa untuk menghadap pada mereka, tetapi

panggilan ini tidak pernah dipedulikan oleh Mustafa sebab ia tahu apabila ia ikut

kemungkinan besar tidak akan kembali.

Dari sinilah, dikirim beberapa tentara untuk melakukan pengecekan di pesantren

ini. Akan tetapi, tentara yang dikirim ini diserang dan ditangkap oleh para santri.

Walaupun, pada akhirnya tentara ini dibebaskan lagi. Para tentara ini pun melapor

kepada penguasa Jepang. Setelah itu, empat polisi militer pun datang ketika sholat

Jumat berlangsung, tanpa basa-basi empat kenpei ini langsung mengacungkan pistol

kepada para santri dan ulama. Sebelum peristiwa memanas ini, Mustafa sudah

memberi tahu para santrinya bahwa akan terjadinya perseteruan dalam waktu dekat.

Beliau pun memberi tahu para santri apabila mereka tidak mau melawan pun tidak

12
13

apa-apa, silahkan pulang saja ke kampungnya masing-masing, tetapi para santri tidak

menerima hal tersebut dan berada di sisi Mustafa. Ketika mengacungkan pistolnya,

para kenpei itu berkata lebih baik menyerah saja dan mengembalikan senjata-senjata

yang dirampas oleh mereka, dengan begitu mereka akan baik-baik saja. Namun, ketika

para kenpei berkata bahwa nyawa 1 prajurit Jepang setara dengan 1000 orang

Indonesia membuat para santri geram. Perlawanan pun terjadi dan terdapat seorang

santri menjadi korban, sementara empat orang kenpei melarikan diri.

Ketika menjelang sore, Jepang menetapkan para pemberontak di Pesantren

Sukamanah sebagai “para pembunuh.” Kenpetai Tasikmalaya pada waktu ini juga

dikomandokan oleh pemerintah Jepang untuk menghabisi para pemberontak. Mereka

pun mengepung “kaum pemberontak” agar menyerah. Dalam perspektif lain, Mustafa

walaupun diancam seperti ini tetap tidak mau menyerah, ia beserta santrinya

menetapkan diri agar berperang hingga mati. Hal ini sebenarnya terhormat sebab

dengan melihat kondisi pada waktu itu pesantren Sukamanah sudah dikepung dari

berbagai arah dan penerobosan pun sudah terjadi.

Selain itu, Tentara Jepang menggunakan taktik yang cukup licik yaitu dengan

menggunakan rakyat pribumi untuk menjadi tameng di garis depan dan taktik ini

cukup efektif sebab Mustafa sempat bilang kepada santrinya untuk menghindari

penyerangan terhadap orang sesama Indonesia, para santri pun terkejut dan ragu-ragu.

Teror yang dilakukan pemerintah Jepang pun tidak begini saja, Jepang pun

menyerahkan pesawat bom Jepang yang melakukan penerbangan di atas pesantren

untuk menakuti rakyat agar tidak membantu ”para pemberontak” berbagai pamflet

propaganda pun disebar ke berbagai daerah yang mengatakan bahwa akan ada

hukuman mati bagi yang ingin membantu ”para pemberontak” Pertempuran ini
14

berlangsung kurang lebih 90 menit dan berakhir ketika Mustafa ditangkap. Sayangnya,

pemberontakan ini harus menemui akhir yang buruk sebab, apabila dibandingkan,

perlengkapan senjata militer Jepang dengan para santri, jelas, sangat timpang.

3.2. Kondisi setelah Pemberontakan Pesantren Sukamanah


Setelah perseteruan usai, korban pun jatuh bagi kedua pihak, cukup banyak orang

yang menyaksikan kejadian tersebut dan melihat banyak mayat polisi Indonesia yang

dibawa oleh truk militer. Secara angka, korban jatuh sebanyak 89 orang dari pihak

santri dan 700 sampai 800 ditangkap dengan Mustafa, lalu dibawa ke Tasikmalaya

(Kurasawa, 1993: 462).

Dalam proses penangkapan ini, keibodan memainkan perang yang signifikan

dalam hal ini. Sayangnya, penangkapan dilakukan secara acak dan banyak pula

terjadinya salah penangkapan. Bahkan, orang-orang yang tidak ikut dalam perseteruan

ini pun beberapa ditangkap. Namun, beberapa juga ada yang mengikuti

pemberontakan tapi tidak ditangkap sebab mereka mempunyai saudara di keibodan,

sehingga bisa membuat alibi seolah-olah mereka tidak pernah mengikuti

pemberontakan.

Dengan banyaknya pemberontak yang harus ditangkap, penjara Tasikmalaya pun

tidak dapat untuk menampung seluruh tahanan, sampai-sampai beberapa ada yang

ditahan di kediaman bupati. Semua tahanan ini tidak dibiarkan begitu saja, mereka

diinterogasi terlebih dahulu untuk memastikan apakah mereka memang terlibat dalam

pemberontakan tersebut. Beberapa dipenjara, dibebaskan, serta beberapa dibawa ke

pengadilan militer gunritsu kaigi di Jakarta, lalu dihukum mati. Salah satunya, Kyai

Zainal Mustafa di mana ia dieksekusi pada tanggal 25 Oktober 1944.


15

Namun, di antara para pemberontak yang dieksekusi, terdapat satu orang yang

cukup membingungkan yaitu K. Emar, seorang pengajar pesantren. Di mana ia ikut

dieksekusi oleh Jepang. Emar merupakan seorang pengajar dari Mustafa. Maka dari

itu, kemungkinan besar bahwa ia diduga sebagai latar belakang terjadinya

pemberontakan Sukamanah. Mustafa pun mengakui bahwa pemberontakan yang ia

lakukan cukup dipengaruhi oleh K. Emar. Oleh karena itu, tidak aneh apabila K. Emar

ditangkap oleh pasukan Jepang.

Berkaca dari pemberontakan ini, pemerintahan Jepang pun membuat beberapa

langkah preventif untuk menghindari kejadian seperti ini terulang dan juga ia perlu

melakukan sesuatu untuk pengalihan isu pemberontakan ini. Pada 5 Maret 1944,

setelah lima belas hari setelah pemberontakan dibuatlah suatu badan urusan agama

atau shumuka secara menyeluruh di Jawa. Tentu, tujuan dibuatnya ini adalah untuk

menunjukan kembali bahwa mereka itu pro terhadap para ulama, sedangkan

pemberontakan Sukamanah hanya sekelompok fanatik yang melakukan

pemberontakan. Jepang mengatakan bahwa mereka ingin mendekatkan koneksi antara

pemerintahan Jepang dengan rakyat Islam di Jawa untuk menghindari kesalahpahaman

terhadap Islam sebab mereka menghormati Islam.

Selesainya pemberontakan ini, dokumen yang dimiliki oleh pesantren Sukamanah

harus diserahkan kepada pihak Jepang. Pemukiman dan pesantren sekitar pun menjadi

sepi sebab para rakyat atau santri berusaha melarikan diri, dengan melihat banyak yang

disalah tangkap pun membuat orang-orang yang tidak mengikuti pemberontakan

menjadi waswas takut menjadi korban salah tangkap. Beberapa istri dia pun ada yang

ditangkap, walaupun hanya sementara pada akhirnya mereka dibebaskan. Ada yang

kembali ke desa asal mereka, juga ada yang tetap tinggal.


16

Setelah beberapa tahun dari kejadian ini, Pesantren Sukamanah pada akhirnya

diabangun kembali oleh Fuad Muhsin, anak dari Zainal Muhsin (sepupu dari Zainal

Mustafa dan pembangun pesantren Sukahiding), sekarang pun pesantren Sukamanah

tetap menjadi pesantren yang aktif dan tidak ada gangguan dari rakyat maupun

pemerintah.
BAB IV
KESIMPULAN

Pada dasarnya, pemberontakan pesantren Sukamanah dapat terjadi karena sikap

pemerintahan Jepang yang bersifat menindas dan eksploitasi. Penindasan ini dilakukan

dengan kerja paksa, penahanan, dan penyiksaan. Tentu, Mustafa yang melihat ini pada

masa itu tidak bisa tinggal diam saja dan bersikap kooperatif dengan pemerintahan

Jepang selayaknya ulama lain. Selain itu, upaya asimilasi budaya Jepang yang terlalu

memaksa, banyak budaya-budaya pada masa ini yang sebenarnya melanggar aturan

Islam seperti sekirei. Jepang mewajibkan rakyat Indonesia untuk melakukan sekirei

dalam upacara, tetapi Mustafa yang tahu bahwa ini melanggar syariat Islam ia tak mau

melakukannya, sehingga menimbulkan ketegangan antara pesantren Sukamanah

dengan pemerintahan Jepang. Pada akhirnya, timbulah pemberontakan dari pesantren

Sukamanah.

Pemberontakan ini menimbulkan beberapa dampak. Salah satunya, banya korban

yang harus berjatuhan, 89 santri meninggal dalam pemberontakan ini. Selain itu,

pemberontakan ini pun menimbulkan ketakutan masyarakat sekitar sebab ketika

dilakukannya penangkapan para “pemberontak” banyak yang tidak bersalah, sehingga

sebagian besar masyarakat kabur ke tempat lain. Pemberontakan ini pun membuat

kewaspadaan Jepang semakin meningkat, semakin digencarkanlah propaganda-

propaganda yang mengatakan kalau mereka di pihak rakyat Islam dan pemberontakan

ini disebabkan oleh kaum fanatik.

17
DAFTAR PUSTAKA

Kurasawa, A. (1993). Mobilisasi dan Kontrol : Studi Tentang Perubahan Sosial di


Pedesaan Jawa 1942-1945. Jakarta : PT Gramedia Widiasarana.

Mansur Suryanegara, A. (1995). Pemberontakan Tentara PETA di Cileunca


Pangalengan Bandung Selatan. Jakarta : Yayasan Wira Patria Mandiri.

Poesponegoro, M. D., & Notosusanto, N. (1984). Sejarah Nasional Indonesia Jilid


VI. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai
Tradisional, Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional.

Nagazumi, A. (1988). Pemberontakan Indonesia di Masa Pendudukan Jepang.


Jarkarta : Yayasan Obor Indonesia.

Irpana, I. (2015). Peranan KH. Zainal Musthafa dalam Mendirikan dan


Mengembangkan Pesantren Sukamanah Tahun 1927-1944 (Doctoral
dissertation, UIN Sunan Gunung Djati Bandung).

Hidayat, T., & Abdussalam, A. (2019). ASY-SYAHID KH. ZAINAL MUSTHAFA


DAN PERLAWANAN SUKAMANAH: PERSPEKTIF SEJARAH DAN
PENDIDIKAN. Journal of Islamic Studies, 23(2), 332-360.

18

Anda mungkin juga menyukai