Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Metode Sejarah
Dosen :
Oleh :
Dede Setiana
180310220046
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2023
KATA PENGANTAR
Segala rasa puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang
kecil ini untuk tugas akhir dalam mata kuliah Metode Sejarah. Selain itu, penulis
mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada pengampu mata kuliah ini yaitu
Prof. Dr. Hj Nina Herlina Sukmana, MS dan Tanti Restiasih Skober, S.S., M.Hum.
Penulis ucapkan terima kasih sekali lagi atas bimbingannya selama ini, sehingga
Penulis tahu bahwa karya ini masih jauh dari kata sempurna dan masih memiliki
banyak kekurangan. Oleh karena itu, mohon untuk para pembaca dapat memberikan
kritik dan saran agar penelitian kedepannya dapat menjadi lebih baik. Semoga dengan
Dede Setiana
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
menguasai Jawa, mulailah ekspansi akan pemerintahan militer dari Jepang. Pada
tangan pemerintahan Belanda. Bahkan, sebelum militer Jepang datang ke Jawa mereka
telah melakukan berbagai propaganda melalui radio. Akan tetapi, citra baik dari Jepang
ini tidak bertahan begitu lama karena setelah mereka tinggal di Indonesia beberapa
lama mulailah perlakuan buruk atau eksploitasi dilakukan oleh pemerintahan Jepang.
Dari hal ini, tentu saja, menimbulkan berbagai reaksi dari masyarakat. Ada yang
pula yang tidak bisa menerima propaganda Jepang begitu saja. Hal ini akan sangat
terasa apabila propaganda Jepang tersebut memasuki ranah budaya ataupun agama
sebab pada masa itu kekentalan budaya dan agama masyarakat Indonesia masih sangat
kuat, sehingga apabila terjadi beberapa perubahan, masyarakat tidak akan tinggal
diam. Selain dari propaganda, Jepang pun melakukan banyak hal yang membuat
mereka harus selalu memenuhi kebutuhan material ataupun rohani kepada Jepang.
Terkait hal ini, terdapat satu peristiwa terkenal yang dapat merepresentasikan
3
4
Pemberontakan ini dipelopori oleh K.H. Zainal Mustafa di mana ia sadar bahwa
penindasan yang terjadi pada masa itu tidak akan terjadi apabila kemerdekaan dapat
diraih. Selain itu, para santri dan ulama pada masa ini mulai sadar akan keadaan politik
di desa ini. Semua kesadaran ini pada akhirnya berujung pada gerakan perlawanan
bersenjata yang sempat membuat pemerintah Jepang terkejut. Maka dari itu, berdasar
penjelasan di atas karya tulisan ini akan menelusuri secara komprehensif hal-hal yang
“dampak apa yang harus dirasakan para santri dan ulama dari pemberontakan
pesantren Sukamanah” kedua pertanyaan di atas akan menjadi landasan tulisan ini
komprehensif
Sukamanah dapat terjadi dan dampak apa yang harus dirasakan para santri dan
ini menggunakan metode penelitian sejarah yang terdiri dari empat tahapan, yaitu :
heuristik, kritik, internal dan eksternal, interpretasi, dan historiografi. Data-data yang
didapatkan dari buku-buku dan katalog online berupa artikel dalam jurnal menjadi
Tahap pertama dalam metode ini adalah heuristik, sebelum mencari data untuk
Batoe Api di Jatinangor, serta jurnal-jurnal terakreditasi SINTA yang didapat melalui
situs resmi
Tahap kedua dalam metode ini adalah kritik internal dan eksternal, hal ini
dilakukan untuk memastikan data yang didapat dapat dipercaya dan benar sesuai
dengan fakta. Pengecakan kritik eksternal dilakukan dengan melakukan cek material
dokumen serta melihat reputasi dari penulis buku tersebut. Dalam kritik internal,
melihat data-data dalam buku tersebut apakah sesuai dengan fakta atau tidak, bisa
dilakukannya cross-check dengan data lain yang berkaitan. Selain itu, menilai juga
apakah isi dari buku tersebut relevan dengan topik yang akan dibahas.
yang sudah dikumpulkan sebab percuma data banyak, tetapi tidak dapat dihubungkan
satu sama lainnya. Tahap ini sangat penting sebab data-data yang sudah dikumpulkan
pada tahap heuristik tadi akan menjadi runtutan peristiwa yang jelas.
ini setelah memastikan data-data kredibel data relevan dengan tema peneliti bawa yaitu
6
1945)
perubahan sebab kebijakan-kebijakan pemerintahan Jepang. Buku ini ditulis oleh Aiko
Kurasawa. Aiko memang sejak dulu sudah sering melakukan observasi di Indonesia,
pedesaan Jawa. Isi dalam buku ini akan sangat membantu peneliti dalam menjelaskan
alasan akan terjadinya hal ini. Kerangka dalam buku ini dapat membantu peneliti
konteks buku ini, pemberontakan dapat terjadi sebab masyarakat desa dieksploitasi
dan tidak ada cara masyarakat desa untuk melakukan sarana protes, sehingga satu-
melakukan pemberontakan.
Dalam karya tulis ini, pada bagian pendahuluan akan berisi terkait latar belakang,
rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode yang digunakan, dan tinjauan
Pustaka. Hal ini ditulis agar memahami apa yang akan ditulis dalam karya ini.
Dalam Bab II ini akan dijelaskan dahulu terkait kondisi awal pesantren
dijelaskan agar pembaca dapat memahami dulu apa itu pesantren Sukamanah dan
bagaimana kondisinya sebelum pemberontakannya terjadi. Bab ini juga akan dijadikan
Islam. Hal yang membedakan pondok pesantren dengan sistem pendidikan lainnya
adalah adanya asrama. Hal ini menjadikan murid dari pondok pesantren tidak dapat
pulang begitu saja, tetapi harus tinggal di pondok selama menjalani pendidikannya.
Biasanya, pondok pesantren didirikan apabila terdapat seorang kyai yang bertempat di
suatu daerah dalam waktu lama, sehingga akan muncul murid-murid yang ingin belajar
kepada kyai tersebut, lalu bertambahlah murid-murid ini yang pada akhirnya akan
terbangun pondok pesantren. Selain itu, pesantren sebenarnya memiliki fungsi sebagai
pertahanan umat Islam serta menjadi medium untuk menyebarkan Islam, tidak sedikit
Sekitar abad 19-an pesantren pun menjadi tren baru dalam pendidikan sebab memang
Salah satu pesantren yang lahir tidak jauh dari masa ini adalah Pesantren
(Kurasawa, 1993: 458). Pesantren Sukamanah merupakan salah satu pusat tempat
salah satu pesantren yang populer pada masa itu dengan memiliki santri mencapai 900.
Santri-santri ini pun tidak hanya berasal dari Jawa Barat, tetapi dari berbagai daerah
pelosok Jawa.
8
9
Pendiri dari pesantren ini yaitu Kyai Zainal Mustafa, dilahirkan dari orangtua
petani di Desa Cimerah pada tahun 1899 (Kurasawa, 1993: 458). Beliau bersekolah
di Sekolah Rakyat dan juga mendalami ilmu Islamnya di berbagai pesantren, salah
satunya adalah Pesantren Gunung Pari selama tujuh tahun. Setelah melalui
pesantren ini dikembangkan K Zainal Mustafa bersama dengan sepupu beliau yaitu
Kiai Zainal Muhsin yang pada saat itu juga memegang pesantren Sukahiding. Tidak
lama dari ini, K. Zainal Mustafa bergabung dalam organisasi Nahdlatul Ulama.
Namun, pengalamannya dalam Nahdlatul Ulama bukan hal yang diharapkan dari
tetapi berbeda dengan K. Zainal Mustafa ia tidak terhasut oleh pemerintah Hindia-
terkait dengan sosial politik Islam. Hal ini dilakukan Jepang sebagai salah satu
operasinya dalam mengontrol para ulama atau petinggi agama agar mereka dapat
dimanipulasi. Dengan melihat budaya agama yang kuat, Jepang berpikir bahwa hal ini
dapat menjadi alat ampuh dalam memanipulasi masyarakat dengan mengontrol para
10
pemimpin Islam pada masa itu, tentu hal ini akan memudahkan Jepang dalam
sikap-sikap akomodasi terhadap Islam. Berdasar pada tulisan Kurasawa (1993: 273-
275), terdapat tiga hal yang dilakukan Jepang untuk mendapatkan simpati dari ulama
dalam propagandanya. Satu, dibuatnya badan Shumuka, ini merupakan badan yang
mengurus keagamaan. Tujuan dibuatnya ini adalah agar para ulama setempat dapat
ingin dikontrol oleh Jepang dapat berkumpul di satu organisasi, sehingga memudahkan
Jepang dalam memobilisasi mereka. Ketiga, diadakannya suatu latihan alim ulama di
mana ini dilakukan untuk menghasilkan ulama-ulama yang terkenal sebagai agen
propaganda Jepang.
Dalam konteks pesantren Sukamanah, hal ini pun terjadi yaitu ketika Jepang
datang ke wilayah ini. Zainal Mustafa yang saat itu seorang ulama juga berusaha
dirayu Jepang untuk menjadi agen propagandanya. Namun, seperti pada masa
Jepang, walaupun sebenarnya ia dibebaskan dari penjara Belanda oleh Jepang. Hal ini
menunjukan sikap Zainal Mustafa yang enggan bekerja sama dengan kaum kolonial.
Namun, ulama lain disekitarnya tidak bersifat demikian, banyak ulama seperti Mustafa
berjumlah mencapai 900 berkurang drastis hingga 400-an santri. Sebab pada masa
kependudukan Jepang para santri mengalami kesulitan dalam mencari makan sehari-
11
hari untuk mendapatkan makanan dari asal pedesaannya sulit. Tentu, Mustafa yang
melihat kondisi ini tidak bisa diam begitu saja, apalagi santri-santri yang susah payah
Kumpulan dari pandangan dia yang tidak ingin bekerja sama kaum kolonial dan
kondisi yang memprihatinkan dari pesantren Sukamana lah yang menjadi pelatuk bagi
ulama seperti Mustafa pun kesabarannya dapat habis. Selain itu, hal ini membuat
(Suryanegara, 1996: 165). Baginya kemerdekaan tidak akan bisa digapai apabila kaum
masih sangat polos, secara strategi pun tidak tertata, masih melakukan
Pemberontakan ini pecah pada tanggal 25 Februari 1944. Peristiwa ini dimulai
sudah secara berulang memanggil Mustafa untuk menghadap pada mereka, tetapi
panggilan ini tidak pernah dipedulikan oleh Mustafa sebab ia tahu apabila ia ikut
ini. Akan tetapi, tentara yang dikirim ini diserang dan ditangkap oleh para santri.
Walaupun, pada akhirnya tentara ini dibebaskan lagi. Para tentara ini pun melapor
kepada penguasa Jepang. Setelah itu, empat polisi militer pun datang ketika sholat
Jumat berlangsung, tanpa basa-basi empat kenpei ini langsung mengacungkan pistol
kepada para santri dan ulama. Sebelum peristiwa memanas ini, Mustafa sudah
memberi tahu para santrinya bahwa akan terjadinya perseteruan dalam waktu dekat.
Beliau pun memberi tahu para santri apabila mereka tidak mau melawan pun tidak
12
13
apa-apa, silahkan pulang saja ke kampungnya masing-masing, tetapi para santri tidak
menerima hal tersebut dan berada di sisi Mustafa. Ketika mengacungkan pistolnya,
para kenpei itu berkata lebih baik menyerah saja dan mengembalikan senjata-senjata
yang dirampas oleh mereka, dengan begitu mereka akan baik-baik saja. Namun, ketika
para kenpei berkata bahwa nyawa 1 prajurit Jepang setara dengan 1000 orang
Indonesia membuat para santri geram. Perlawanan pun terjadi dan terdapat seorang
Sukamanah sebagai “para pembunuh.” Kenpetai Tasikmalaya pada waktu ini juga
pun mengepung “kaum pemberontak” agar menyerah. Dalam perspektif lain, Mustafa
walaupun diancam seperti ini tetap tidak mau menyerah, ia beserta santrinya
menetapkan diri agar berperang hingga mati. Hal ini sebenarnya terhormat sebab
dengan melihat kondisi pada waktu itu pesantren Sukamanah sudah dikepung dari
Selain itu, Tentara Jepang menggunakan taktik yang cukup licik yaitu dengan
menggunakan rakyat pribumi untuk menjadi tameng di garis depan dan taktik ini
cukup efektif sebab Mustafa sempat bilang kepada santrinya untuk menghindari
penyerangan terhadap orang sesama Indonesia, para santri pun terkejut dan ragu-ragu.
Teror yang dilakukan pemerintah Jepang pun tidak begini saja, Jepang pun
untuk menakuti rakyat agar tidak membantu ”para pemberontak” berbagai pamflet
propaganda pun disebar ke berbagai daerah yang mengatakan bahwa akan ada
hukuman mati bagi yang ingin membantu ”para pemberontak” Pertempuran ini
14
berlangsung kurang lebih 90 menit dan berakhir ketika Mustafa ditangkap. Sayangnya,
pemberontakan ini harus menemui akhir yang buruk sebab, apabila dibandingkan,
perlengkapan senjata militer Jepang dengan para santri, jelas, sangat timpang.
yang menyaksikan kejadian tersebut dan melihat banyak mayat polisi Indonesia yang
dibawa oleh truk militer. Secara angka, korban jatuh sebanyak 89 orang dari pihak
santri dan 700 sampai 800 ditangkap dengan Mustafa, lalu dibawa ke Tasikmalaya
dalam hal ini. Sayangnya, penangkapan dilakukan secara acak dan banyak pula
terjadinya salah penangkapan. Bahkan, orang-orang yang tidak ikut dalam perseteruan
ini pun beberapa ditangkap. Namun, beberapa juga ada yang mengikuti
pemberontakan.
tidak dapat untuk menampung seluruh tahanan, sampai-sampai beberapa ada yang
ditahan di kediaman bupati. Semua tahanan ini tidak dibiarkan begitu saja, mereka
diinterogasi terlebih dahulu untuk memastikan apakah mereka memang terlibat dalam
pengadilan militer gunritsu kaigi di Jakarta, lalu dihukum mati. Salah satunya, Kyai
Namun, di antara para pemberontak yang dieksekusi, terdapat satu orang yang
dieksekusi oleh Jepang. Emar merupakan seorang pengajar dari Mustafa. Maka dari
lakukan cukup dipengaruhi oleh K. Emar. Oleh karena itu, tidak aneh apabila K. Emar
langkah preventif untuk menghindari kejadian seperti ini terulang dan juga ia perlu
melakukan sesuatu untuk pengalihan isu pemberontakan ini. Pada 5 Maret 1944,
setelah lima belas hari setelah pemberontakan dibuatlah suatu badan urusan agama
atau shumuka secara menyeluruh di Jawa. Tentu, tujuan dibuatnya ini adalah untuk
menunjukan kembali bahwa mereka itu pro terhadap para ulama, sedangkan
harus diserahkan kepada pihak Jepang. Pemukiman dan pesantren sekitar pun menjadi
sepi sebab para rakyat atau santri berusaha melarikan diri, dengan melihat banyak yang
menjadi waswas takut menjadi korban salah tangkap. Beberapa istri dia pun ada yang
ditangkap, walaupun hanya sementara pada akhirnya mereka dibebaskan. Ada yang
Setelah beberapa tahun dari kejadian ini, Pesantren Sukamanah pada akhirnya
diabangun kembali oleh Fuad Muhsin, anak dari Zainal Muhsin (sepupu dari Zainal
tetap menjadi pesantren yang aktif dan tidak ada gangguan dari rakyat maupun
pemerintah.
BAB IV
KESIMPULAN
pemerintahan Jepang yang bersifat menindas dan eksploitasi. Penindasan ini dilakukan
dengan kerja paksa, penahanan, dan penyiksaan. Tentu, Mustafa yang melihat ini pada
masa itu tidak bisa tinggal diam saja dan bersikap kooperatif dengan pemerintahan
Jepang selayaknya ulama lain. Selain itu, upaya asimilasi budaya Jepang yang terlalu
memaksa, banyak budaya-budaya pada masa ini yang sebenarnya melanggar aturan
Islam seperti sekirei. Jepang mewajibkan rakyat Indonesia untuk melakukan sekirei
dalam upacara, tetapi Mustafa yang tahu bahwa ini melanggar syariat Islam ia tak mau
Sukamanah.
yang harus berjatuhan, 89 santri meninggal dalam pemberontakan ini. Selain itu,
sebagian besar masyarakat kabur ke tempat lain. Pemberontakan ini pun membuat
propaganda yang mengatakan kalau mereka di pihak rakyat Islam dan pemberontakan
17
DAFTAR PUSTAKA
18