0
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
BAGIAN A :
DEFINISI KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
Kawasan Sekitar Bandar Udara merupakan kawasan disekitar bandar udara umum yaitu:
a. tempat berlangsungnya aktivitas penerbangan dan aktivitas non penerbangan;
b. memiliki batas-batas yang ditetapkan berdasarkan Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan
(KKOP) yang saling mempengaruhi;
c. skala pelayanan minimal tingkat lokal (PKL);
d. berpengaruh terhadap masyarakat secara luas;
e. memiliki nilai strategis baik secara fungsi maupun lokasi; dan
f. memiliki dampak yang sangat signifikan apabila terjadi gangguan berupa ancaman dan bencana
alam.
Oleh karena itu definisi Kawasan Sekitar Bandar Udara adalah sebagai berikut:
“Kawasan sekitar bandar udara merupakan kawasan tempat berlangsungnya aktivitas
penerbangan dan aktivitas non penerbangan dengan batas-batas yang ditetapkan
berdasarkan Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP), berupa bandar udara
umum, baik yang melayani Pusat Kegiatan Nasional (PKN), Pusat Kegiatan Wilayah (PKW),
dan Pusat Kegiatan Lokal (PKL).”
Sedangkan definisi operasional Kawasan Sekitar Bandar Udara sebagai berikut:
“Kawasan tempat berlangsungnya aktivitas penerbangan dan aktivitas non penerbangan
dengan batas-batas yang ditetapkan berdasarkan Kawasan Keselamatan Operasi
Penerbangan (KKOP) terdiri dari Kawasan Ancangan Pendaratan dan Lepas Landas,
Kawasan Kemungkinan Bahaya Kecelakaan, Kawasan di Bawah Permukaan Horizontal
Dalam, dan Kawasan di Bawah Permukaan Kerucut, yang saling mempengaruhi, dilengkapi
dengan fasilitas keselamatan dan keamanan, kelancaran operasional, serta fasilitas
penunjang lainnya.”
BAGIAN B :
KRITERIA DELINEASI KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
Pengendalian Kawasan Sekitar Bandar Udara dapat diidentifikasi menjadi kewenangan sektor apabila
wilayah eksternal dikuasai dan diatur oleh sektor, atau menjadi kewenangan Pemerintah Daerah dan
atau Pemerintah Pusat dalam pengendalian pemanfaatan ruang pada wilayah eksternal apabila tidak
dikuasai oleh sektor. Oleh karena itu, delineasi Kawasan Sekitar Bandar Udara dan pengelola/
penanggung jawab wilayah eksternal menjadi dua hal penting dan utama yang perlu dipertimbangkan
dalam pelaksanaan pengendalian kawasan tersebut.
Dalam menentukan delineasi Kawasan Sekitar Bandar Udara mempertimbangkan beberapa kriteria
sebagai berikut:
a. kegiatan yang mempunyai fungsi dan karakteristik sejenis yang membentuk dan melayani kawasan;
b. sarana dan prasarana penunjang yang membentuk dan melayani kawasan; dan/atau
c. batas fisik berupa jalan, sungai, atau batas fisik lainnya.
Berdasarkan kriteria tersebut, delineasi kawasan dibagi berdasarkan wilayah pengelolaan dan
pengendalian kawasan yaitu:
1
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
A. Kawasan Inti/Internal Bandar Udara yaitu kawasan di mana kegiatan utama berada, pengelola
kawasan bertanggungjawab sepenuhnya memenuhi kinerja/kualitas kawasan, bukan obyek utama
pengelolaan dan pengendalian Pemerintah Daerah dan atau Pemerintah (Pemerintah Pusat).
Kriteria delineasi Kawasan Inti/Inetrnal (Bandar Udara) meliputi:
1. Daerah Lingkungan Kerja (DLKr),
2. Sisi darat (landside),
3. Sisi udara (airside);
4. Kawasan di bawah permukaan transisi;
5. Batas fisik berupa pagar yang membatasi Bandar Udara dengan kawasan lainnya.
B. Kawasan Eksternal/Sekitar Bandar Udara yaitu kawasan sekitar kawasan inti/internal yang
mempengaruhi fungsi kawasan inti/internal atau dipengaruhi oleh kawasan inti/internal baik secara
langsung maupun tidak langsung, dimana sepenuhnya menjadi obyek utama pengelolaan dan
pengendalian Pemerintah Daerah dan atau Pemerintah (Pemerintah Pusat).
Kriteria delineasi Kawasan Eksternal/Sekitar Bandar Udara meliputi:
1. Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) meliputi:
Kawasan ancangan pendaratan dan lepas landas;
Kawasan kemungkinan bahaya kecelakaan;
Kawasan di bawah permukaan horizontal-dalam;
Kawasan di bawah permukaan kerucut; dan
2. Batas Kawasan Kebisingan (BKK);
3. Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp);
4. Batas fisik (jalan, sungai, drainase) yang membatasi kawasan ekternal;
5. Jangkauan pelayanan sarana dan prasarana penunjang yang mendukung kinerja fungsi
kawasan bandar udara (membentuk dan melayani kawasan); dan
6. Kesamaan karakteristik kawasan terkait fungsi dan jenis kegiatan yang membentuk dan
melayani opersional kawasan eksternal bandar udara.
2
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
BAGIAN C :
PENGELOLA KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
Dalam mengidentifikasi pengelola/pihak penyelenggara kawasan baik Kawasan Internal Bandar
Udara maupun Kawasan Sekitar Bandar Udara didasarkan pada wilayah pengelolaan dan
pengendalian.
Terdapat beberapa kemungkinan pengelola/penanggung jawab terhadap Kawasan Sekitar Bandar
Udara berdasarkan pengendalian wilayah eksternal, yaitu:
(1) Kewenangan sektor apabila Kawasan Sekitar Bandar Udara diidentifikasi sebagai kawasan yang
dikuasai/dikelola oleh sektor;
(2) Kewenangan Pemerintah Daerah (Pemda) apabila Kawasan Sekitar Bandar Udara diidentifikasi
sebagai kawasan yang tidak dikendalikan/dikuasai oleh sektor;
(3) Kewenangan bersama antara sektor dan Pemerintah Daerah dan atau Pemerintah Pusat apabila
Kawasan Sekitar Bandar Udara diidentifikasi sebagai kawasan yang dikelola sektor dan sebagian
lagi merupakan kawasan publik yang dikelola/dikendalikan oleh Pemerintah Daerah dan atau
Pemerintah Pusat.
Pengelola Kawasan Internal/Inti Bandar Udara adalah badan usaha atau unit penyelenggara atau
perseorangan, sedangkan pengelola Kawasan Sekitar Bandar Udara adalah Pemerintah Daerah dan
atau Pemerintah Pusat sebagai pelaksana suatu rangkaian proses baik berupa perencanaan,
pengorganisasian, pengendalian dan pengawasan suatu kawasan sehingga keberjalanan kawasan
dapat berjalan dengan efektif dan efisien sesuai dengan fungsi kinerja kawasan.
Pengelola kawasan berdasarkan wilayah pengelolaan dan pengendalian terdiri dari:
a. Pengelola Kawasan Inti/Internal Bandar Udara yaitu
1. Badan Usaha Bandar Udara (BUBU)
Angkasa Pura I
Angkasa Pura II
2. Unit Penyelenggara Bandar Udara (UPBU)
b. Pengelola Kawasan Eksternal/Sekitar Bandar Udara yaitu Pemerintah Daerah dan atau Pemerintah
(Pemerintah Pusat).
BAGIAN D :
TIPOLOGI KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
Pengelompokkan Kawasan Sekitar Bandar Udara berdasarkan tipologi dimaksudkan untuk memudahan
dalam menyusun standar teknis dan standar kinerja, karena bandar udara memiliki hirarki yang
berbeda. Terdapat benang merah yang dapat dijadikan sebagai dasar perumusan tipologi dan sub
tipologi Kawasan Sekitar Bandar Udara yaitu:
1. Salah satu pemilihan lokasi Bandar Udara adalah sebagai penunjang pengembangan sistem
perkotaan nasional;
2. Bandar udara sebagai simpul dalam jaringan transpotasi sesuai dengan hierarkinya;
3. Bandar udara sebagai tempat kegiatan alih moda transportasi;
4. Skala pelayanan masing-masing hirarki bandar udara memiliki cakupan pelayanan dan
pengaruhnya terhadap perkembangan wilayah;
5. Kemampuan bandar udara untuk melayani jenis pesawat udara dan jumlah penumpang dan/atau
barang.
3
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
Tabel C merupakan tipologi dan sub tipologi Kawasan Sekitar Bandar Udara.
TABEL C
MATRIK TIPOLOGI DAN SUB TIPOLOGI KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
4
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
BAGIAN E :
KINERJA FUNGSI KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
Dalam merumuskan Kinerja Fungsi Kawasan digunakan indikator yang akan menjadi tolok ukur untuk
menilai Kinerja Fungsi Kawasan dalam mewujudkan fungsi kawasan yang berkualitas yang sesuai
peruntukan, yang dirumuskan berdasarkan kajian kondisi, karakteristik, dan dampak eksternalitas
kawasan, serta standar sektor.
Indikator Standar Teknis Kawasan untuk perwujudan kualitas kawasan diterapkan untuk menjamin:
a. keselamatan dan keamanan;
b. kesehatan lingkungan;
5
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
c. kelancaran operasional kawasan;
d. konektivitas dan aksesibilitas kawasan;
e. integrasi kawasan dengan kawasan perkotaan sekitarnya;
f. kenyamanan kawasan;
g. estetika kawasan;
h. keberlanjutan lingkungan; dan
i. inovasi teknologi.
Indikator keselamatan dan keamanan penerbangan merupakan satu elemen penting yang harus
dijalankan secara konsisten dan komprehensif dalam industri penerbangan.
Oleh karena itu dasar perumusan Kinerja Fungsi Kawasan Sekitar Bandar Udara adalah pada kualitas
kawasan yang diharapkan. Beberapa indikator yang dapat dijadikan sebagai dasar perumusan Kinerja
Fungsi Kawasan Sekitar Bandar Udara yaitu:
1. Indikator Keselamatan dan Keamanan
Keberlangsungan kegiatan/aktivitas di Kawasan Internal Bandar Udara memiliki potensi yang tinggi
untuk terjadinya kecelakaan kerja, oleh karena itu aspek pengamanan keselamatan pada kawasan
internal dan kawasan eksternal (disekitar) diperlukan untuk meminimalkan potensi kerugian yang
akan terjadi.
2. Indikator Kelancaran Operasional Kawasan
Keberlangsungan kegiatan/aktivitas di dalam Kawasan Inti Bandar Udara maupun Kawasan Sekitar
Bandar Udara dapat menimbulkan eksternalitas negatif seperti bangkitan pergerakan, limbah
padat/cair, polusi udara, polusi suara (kebisingan), dan lain-lain yang bisa mengganggu
kegiatan/aktivitas di sekitar kawasan.
3. Indikator Konektivitas dan Aksesibilitas
Bandar udara sebagai simpul jaringan penerbangan merupakan titik awal dan berakhirnya
pergerakan orang/barang. Bandar udara juga dapat menjadi tempat transit sebelum melanjutkan
perjalanan ke tempat tujuan. Aksesibilitas dan konektivitas merupakan elemen kunci dari jaringan
transportasi, karena dapat mengukur kapasitas dari titik satu terhadap titik yang lain dimana dalam
transportasi udara Bandar Udara adalah node (simpul).
Aksesibilitas ke Bandar Udara pasti akan selalu rendah jika letaknya jauh di luar kota. Namun
meskipun letaknya jauh, aksesibilitas ke Bandar Udara dapat ditingkatkan dengan menyediakan
sistem transportasi yang dapat dilalui dengan kecepatan tinggi sehingga waktu tempuhnya menjadi
pendek.
4. Indikator Kesehatan Lingkungan
Kawasan Sekitar Bandar Udara yang sehat adalah suatu kondisi kawasan yang bersih, aman,
nyaman dan sehat baik untuk komunitas pekerja maupun masyarakat sekitar Bandar Udara dalam
melaksanakan aktifitasnya dan tidak menimbulkan risiko kesehatan.
5. Indikator Keberlanjutan Lingkungan
Keberlanjutan lingkungan Kawasan Sekitar Bandar Udara yaitu pengembangan mengedepankan
nilai keberlanjutan lingkungan kawasan, menjaga keberlangsungan dan membenahi kualitas
lingkungan hidup, kualitas udara, kualitas air, menurunkan risiko tekanan kepada masyarakat terkait
polusi suara.
Dengan dasar pertimbangan di atas maka Kinerja Fungsi Kawasan Bandar Udara yang diharapkan
yaitu:
6
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
“Terwujudnya Kawasan Sekitar Bandar Udara yang menjamin keselamatan dan keamanan,
kelancaran operasional kebandarudaraan, didukung konektivitas dan aksesibilitas,
terjaganya kesehatan lingkungan, dan mendukung keberlanjutan lingkungan, melalui
penyediaan infrastruktur dasar dan infrastruktur penunjang yang memadai, serta untuk
mengurangi dampak negatif akibat aktivitas kawasan terhadap lingkungan sekitarnya.”
BAGIAN F :
STANDAR TEKNIS DAN STANDAR KINERJA KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
Standar Teknis Kawasan merupakan spesifikasi teknis yang membentuk suatu kawasan yang dituangkan
dalam bentuk daftar periksa. Tabel F merupakan rumusan standar teknis dan standar kinerja Kawasan
Sekitar Bandar Udara.
7
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
TABEL D MATRIK STANDAR TEKNIS DAN STANDAR KINERJA KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
8
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
KOMPONEN STANDAR TEKNIS
KAWASAN SEKITAR KAWASAN SEKITAR
KAWASAN SEKITAR
BANDAR UDARA BANDAR UDARA
BANDAR UDARA PENUNJANG PKN STANDAR
NO. INDIKATOR KRITERIA PENUNJANG PKW PENUNJANG PKL SUMBER
KODE SUB KOMPONEN KINERJA
BANDAR UDARA BANDAR UDARA BANDAR UDARA
BANDAR UDARA
PENGUMPUL PRIMER PENGUMPUL PENGUMPUL TERSIER
PENGUMPAN (BUP)
(BUPP) SEKUNDER (BUPS) (BUPT)
A.2.2 Pemanfaatan ruang Pemanfaatan ruang pada kawasan kemungkinan bahaya kecelakaan bebas dari aktivitas industri Tata (KKOP) bebas
industri pada (**) Ruang/Kepala dari
kawasan Badan pemanfaatan
kemungkinan Pertanahan ruang yang
bahaya kecelakaan Nasional dapat
Republik mengganggu
A.2.3 Pemanfaatan ruang Pemanfaatan ruang pada kawasan horizontal dalam bebas dari aktivitas industri yang menghasilkan Indonesia operasi
industri pada polusi (asap) Nomor 11 pesawat
kawasan di bawah (**) Tahun 2021 udara antara
permukaan lain berupa
horizontal dalam polusi/
A.2.4 Pemanfaatan ruang Pemanfaatan ruang pada kawasan di bawah permukaan kerucut bebas dari aktivitas industri yang gangguan
industri pada menghasilkan polusi (asap) asap
kawasan di bawah (**)
permukaan kerucut
A.3 ZONA PERTANIAN
A.3.1 Pemanfaatan ruang Pemanfaatan ruang pada kawasan ancangan pendaratan dan lepas landas bebas dari aktivitas - SNI 03-7112- Ruang darat
pertanian pada pertanian 2005 KKOP di Kawasan
kawasan ancangan (**) - Peraturan Keselamatan
pendaratan dan Menteri Operasi
lepas landas Agraria dan Penerbangan
A.3.2 Pemanfaatan ruang Pemanfaatan ruang pada kawasan kemungkinan bahaya kecelakaan bebas dari aktivitas pertanian Tata (KKOP) bebas
pertanian pada Ruang/Kepala dari
(**) pemanfaatan
kawasan Badan
kemungkinan Pertanahan ruang yang
bahaya kecelakaan Nasional dapat
Republik mengganggu
A.3.3 Pemanfaatan ruang Pemanfaatan ruang pada kawasan horizontal dalam bebas dari aktivitas pertanian lahan Indonesia operasi
pertanian pada basah/peternakan Nomor 11 pesawat
kawasan di bawah (**) Tahun 2021 udara antara
permukaan lain bird strike
horizontal dalam dan wildlife
A.3.4 Pemanfaatan ruang Pemanfaatan ruang pada kawasan di bawah permukaan kerucut bebas dari aktivitas pertanian lahan hazard
pertanian pada basah/peternakan
(**)
9
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
KOMPONEN STANDAR TEKNIS
KAWASAN SEKITAR KAWASAN SEKITAR
KAWASAN SEKITAR
BANDAR UDARA BANDAR UDARA
BANDAR UDARA PENUNJANG PKN STANDAR
NO. INDIKATOR KRITERIA PENUNJANG PKW PENUNJANG PKL SUMBER
KODE SUB KOMPONEN KINERJA
BANDAR UDARA BANDAR UDARA BANDAR UDARA
BANDAR UDARA
PENGUMPUL PRIMER PENGUMPUL PENGUMPUL TERSIER
PENGUMPAN (BUP)
(BUPP) SEKUNDER (BUPS) (BUPT)
kawasan di bawah
permukaan kerucut
A.4 ZONA
PERDAGANGAN
DAN JASA
A.4.1 Pemanfaatan ruang Pemanfaatan ruang pada kawasan ancangan pendaratan dan lepas landas bebas dari aktivitas - SNI 03-7112- Ruang darat
perdagangan dan perdagangan dan jasa 2005 KKOP di Kawasan
jasa pada kawasan (**) - Peraturan Keselamatan
ancangan Menteri Operasi
pendaratan dan Agraria dan Penerbangan
lepas landas Tata (KKOP) bebas
A.4.2 Pemanfaatan ruang Pemanfaatan ruang pada kawasan kemungkinan bahaya kecelakaan bebas dari aktivitas perdagangan Ruang/Kepala dari
perdagangan dan dan jasa Badan pemanfaatan
jasa pada kawasan Pertanahan ruang yang
(**) kegiatannya
kemungkinan Nasional
bahaya kecelakaan Republik dapat
Indonesia mengganggu
A.4.3 Pemanfaatan ruang Pemanfaatan ruang pada kawasan horizontal dalam bebas dari aktivitas perdagangan dan jasa yang Nomor 11 operasi
perdagangan dan menggunakan laser/balon udara/drone Tahun 2021 pesawat
jasa pada kawasan (**) udara antara
di bawah lain
permukaan penggunaan
horizontal dalam laser/baon
A.4.4 Pemanfaatan ruang Pemanfaatan ruang pada kawasan di bawah permukaan kerucut bebas dari aktivitas perdagangan dan udara/drone
perdagangan dan jasa yang menggunakan laser/balon udara/drone
jasa pada kawasan (**)
di bawah
permukaan kerucut
Pengaturan/ A.5 JARINGAN - SNI 03-7112- Tidak di
pembatasan TRANSMISI TENAGA 2005 KKOP perkenankan
keberadan LISTRIK - Peraturan mendirikan
jaringan energi ANTARSISTEM Menteri jaringan
10
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
KOMPONEN STANDAR TEKNIS
KAWASAN SEKITAR KAWASAN SEKITAR
KAWASAN SEKITAR
BANDAR UDARA BANDAR UDARA
BANDAR UDARA PENUNJANG PKN STANDAR
NO. INDIKATOR KRITERIA PENUNJANG PKW PENUNJANG PKL SUMBER
KODE SUB KOMPONEN KINERJA
BANDAR UDARA BANDAR UDARA BANDAR UDARA
BANDAR UDARA
PENGUMPUL PRIMER PENGUMPUL PENGUMPUL TERSIER
PENGUMPAN (BUP)
(BUPP) SEKUNDER (BUPS) (BUPT)
di Kawasan A.5.1 SUTUT, SUTET, SUTT Saluran Udara Tegangan Ultra Tinggi (SUTUT), Saluran Udara Tegangan Ekstar Tinggi (SUTET), Saluran Agraria dan transmisi
Keselamatan pada kawasan Udara Tegangan Tinggi (SUTT) tidak diperbolehkan berada pada kawasan ancangan pendaratan dan Tata tenaga listrik
Operasi ancangan lepas landas Ruang/Kepala antarsistem
Penerbangan pendaratan dan (**) Badan dan gardu
(KKOP) yang lepas landas Pertanahan induk pada
berpotensi Nasional kawasan
membahayakan. A.5.2 SUTUT, SUTET, SUTT Saluran Udara Tegangan Ultra Tinggi (SUTUT), Saluran Udara Tegangan Ekstar Tinggi (SUTET), Saluran Republik ancangan
pada kawasan Udara Tegangan Tinggi (SUTT) tidak diperbolehkan berada pada kawasan kemungkinan bahaya Indonesia pendaratan
ancangan kecelakaan Nomor 11 dan lepas
pendaratan dan (**) Tahun 2021 landas dan
lepas landas pada kawasan
kawasan kemungkinan
kemungkinan bahaya
bahaya kecelakaan kecelakaan
A.6 GARDU INDUK yang dapat
menambah
A.6.1 Gardu Induk pada Gardu Induk tidak dibangun pada kawasan ancangan pendaratan dan lepas landas tingkat
kawasan ancangan (**) fatalitas
pendaratan dan apabila
lepas landas terjadi
A.6.2 Gardu Induk pada Gardu Induk tidak dibangun pada kawasan kemungkinan bahaya kecelakaan kecelakaan
kawasan (**) pesawat
kemungkinan
bahaya kecelakaan
A.7 JARINGAN ENERGI Tidak di
A.7.1 SPBU/SPBG pada SPBU/SPBG tidak dibangun pada kawasan ancangan pendaratan dan lepas landas perkenankan
kawasan ancangan (**) mendirikan
pendaratan dan jaringan
lepas landas jaringan
energi pada
A.7.2 SPBU/SPBG pada SPBU/SPBG tidak dibangun pada kawasan kemungkinan bahaya kecelakaan
kawasan
kawasan (**) ancangan
kemungkinan
pendaratan
bahaya kecelakaan
dan lepas
landas dan
kawasan
11
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
KOMPONEN STANDAR TEKNIS
KAWASAN SEKITAR KAWASAN SEKITAR
KAWASAN SEKITAR
BANDAR UDARA BANDAR UDARA
BANDAR UDARA PENUNJANG PKN STANDAR
NO. INDIKATOR KRITERIA PENUNJANG PKW PENUNJANG PKL SUMBER
KODE SUB KOMPONEN KINERJA
BANDAR UDARA BANDAR UDARA BANDAR UDARA
BANDAR UDARA
PENGUMPUL PRIMER PENGUMPUL PENGUMPUL TERSIER
PENGUMPAN (BUP)
(BUPP) SEKUNDER (BUPS) (BUPT)
kemungkinan
bahaya
kecelakaan
yang dapat
menambah
tingkat
fatalitas
apabila
terjadi
kecelakaan
pesawat
A.8 MITIGASI BENCANA Pedoman Pengguna
Perencanaan kawasan
A.8.1 Jalur evakuasi Terdapat jalur evakuasi menuju tempat evakuasi dengan lebar minimal 7,5 m dan dilengkapi dengan
Jalur Dan dapat
rambu jalur evakuasi.
Rambu Evakuasi mengakses
(**) (Badan Nasional titik kumpul
A.8.2 Titik kumpul evakuasi Lokasi titik kumpul dengan ketentuan: (1) minimal berjarak 20 meter dari bangunan gedung, (2) titik Penanggulanga dalam waktu
kumpul berupa jalan atau ruang terbuka. n Bencana) 3 menit ketika
(**) terjadi
bencana
A.8.3 Tempat evakuasi Lokasi tempat evakuasi sementara: (1) jauh dari sumber Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dan bahan
sementara radioaktif, (2) jauh dari lokasi yang berpotensi terjadinya runtuhan batu-batu dinding penahan tanah,
(3) jauh dari struktur bangunan yang diperkirakan rentan atau tidak aman, (4) mudah dilihat dari
berbagai arah, (5) dapat dijangkau oleh semua orang.
(**)
A.8.4 Rambu-rambu Terdapat rambu-rambu evakuasi yang diletakkan di tempat yang mudah terlihat
evakuasi (**)
B. KELANCARAN
OPERASIONAL
KAWASAN
Kawasan Tersedianya B.1 SISTEM JARINGAN Pedoman,
meyediakan sarana dan ENERGI Standar, dan
12
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
KOMPONEN STANDAR TEKNIS
KAWASAN SEKITAR KAWASAN SEKITAR
KAWASAN SEKITAR
BANDAR UDARA BANDAR UDARA
BANDAR UDARA PENUNJANG PKN STANDAR
NO. INDIKATOR KRITERIA PENUNJANG PKW PENUNJANG PKL SUMBER
KODE SUB KOMPONEN KINERJA
BANDAR UDARA BANDAR UDARA BANDAR UDARA
BANDAR UDARA
PENGUMPUL PRIMER PENGUMPUL PENGUMPUL TERSIER
PENGUMPAN (BUP)
(BUPP) SEKUNDER (BUPS) (BUPT)
sarana dan prasaran yang B.1.1 SPBU Tersedia SPBU dengan luas lahan minimal 1.800 Tersedia SPBU dengan luas lahan minimal 1.000 m 2 SOP SPBU
prasarana yang mendukung m2 dan antar SPBU berjarak 5 km - 1.500 m2 dan antar SPBU berjarak 5 km sesuai peraturan
dapat kelancaran (**) (**) PT. Pertamina
memperlancar operasional (Persero)
operasional kawasan B.1.2 SPBG
kawasan B.2 SISTEM JARINGAN Peraturan Seluruh
TELEKOMUNIKASI Menteri kawasan
Komunikasi dan terlayani oleh
B.2.1 Jaringan Internet jaringan
Informatika
B.2.2 Menara Base Penempatan Menara BTS sesuai dengan cell plan dan tidak mengganggu kawasan di sekitar bandar Republik internet
Transceiver Station udara dan kawasan di sekitar alat bantu navigasi penerbangan dan harus mempertimbangkan aspek – Indonesia dengan sinyal
(BTS) aspek teknis seperti tersedia lampu Halangan Penerbangan (Aviation Obstruction Light) dan marka Nomor 2 Tahun yang baik,
Halangan Penerbangan (Aviation Obstruction Marking) 2008 tentang lancar, dan
Pedoman tidak mudah
(**)
Pembangunan terputus
dan
Penggunaan
Menara
Bersama
Telekomunikasi
B.3 SISTEM JARINGAN
SUMBER DAYA AIR
B.3.1 Jaringan Peningkatan kapasitas jaringan pengendalian banjir
Pengendalian Banjir (**)
B.3.2 Bangunan Tersedia bangunan pengendali banjir berupa kolam retensi/penampungan/long storange/jetty
Pengendali Banjir (**)
B.4 SISTEM DRAINASE Permen PUPR Jaringan
No. drainase
B.4.1 Saluran Primer Memiliki sistem drainase primer dengan tipe tertutup dan dilengkapi dengan lubang peawatan/manhole
12/PRT/M/201 berfungsi
pada jarak-jarak tertentu dan terhubung dengan jaringan drainase diluar kawasan
4 Tentang dengan baik,
(**) Sistem Drainase tidak
B.4.2 Saluran Sekunder Memiliki sistem drainase sekunder dengan tipe tertutup dan dilengkapi dengan lubang Perkotaan terdapat
peawatan/manhole pada jarak-jarak tertentu dan terhubung dengan jaringan drainase diluar kawasan genangan,
13
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
KOMPONEN STANDAR TEKNIS
KAWASAN SEKITAR KAWASAN SEKITAR
KAWASAN SEKITAR
BANDAR UDARA BANDAR UDARA
BANDAR UDARA PENUNJANG PKN STANDAR
NO. INDIKATOR KRITERIA PENUNJANG PKW PENUNJANG PKL SUMBER
KODE SUB KOMPONEN KINERJA
BANDAR UDARA BANDAR UDARA BANDAR UDARA
BANDAR UDARA
PENGUMPUL PRIMER PENGUMPUL PENGUMPUL TERSIER
PENGUMPAN (BUP)
(BUPP) SEKUNDER (BUPS) (BUPT)
(**) dan tidak
B.4.3 Saluran Tersier Memiliki sistem drainase tersier dengan tipe terbuka dan atau semi terbuka yang terpisah dari saluran terjadi
pembuangan air limbah non domestik pencemaran
akibat limbah
(**) non domestik
B.5 SISTEM JARINGAN Permen PU No. Pejalan kaki
PEJALAN KAKI 03/PRT/M/201 dapat
4 Tentang berjalan
B.5.1 Ruas Pejalan Kaki Dimensi jalur pejalan kaki dan jalur hijau > 2 m
Pedoman dengan aman,
(**) Perencanaan, nyaman dan
Penyediaan, tanpa
dan hambatan
Pemanfaatan
Prasarana dan
Sarana Jaringan
Pejalan Kaki di
Kawasan
Perkotaan
B.6 FASILITAS Fasilitas
PENDUKUNG DLKP pendukung
B.6.1 Rumah Sakit Tersedia Rumah Sakit dengan jarak 2 km sampai dengan 4 km DLKP dapat
dengan
(**) mudah di
B.6.2 Kantor Polisi Tersedia Kantor Polisi akses pada
(**) saat
dibutuhkan
C. KONEKTIVITAS
DAN
AKSESIBILITAS
Terintegrasi Tersedianya C.1 JARINGAN Kawasan
dengan sistem sarana dan TRANSPORTASI terkoneksi
transportasi dan prasarana untuk DARAT dengan
14
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
KOMPONEN STANDAR TEKNIS
KAWASAN SEKITAR KAWASAN SEKITAR
KAWASAN SEKITAR
BANDAR UDARA BANDAR UDARA
BANDAR UDARA PENUNJANG PKN STANDAR
NO. INDIKATOR KRITERIA PENUNJANG PKW PENUNJANG PKL SUMBER
KODE SUB KOMPONEN KINERJA
BANDAR UDARA BANDAR UDARA BANDAR UDARA
BANDAR UDARA
PENGUMPUL PRIMER PENGUMPUL PENGUMPUL TERSIER
PENGUMPAN (BUP)
(BUPP) SEKUNDER (BUPS) (BUPT)
simpul memperlancar C.1.1 Jalan Tol Tersedia Jalan Tol Antar Kota yang Peraturan jaringan suatu
transportasi konektivitas dan menghubungkan antar PKN dan bandar udara Pemerintah moda
yang dapat aksesibilitas pengumpul skala pelayanan primer/sekunder Nomor 17 Tahun transportasi
mendukung kawasan (**) 2021 tentang dengan moda
kegiatan Perubahan transportasi
kawasan Keempat atas lainnya dan
Peraturan dapat diakses
Pemerintah dengan
nomor 15 Tahun mudah dan
2005 tentang lancar
Jalan Tol
C.1.2 Jaringan Jalan Tersedia Jalan Arteri Primer yang menghubungkan pusat kegiatan nasional Undang-Undang
Arteri Primer dan/atau pusat kegiatan wilayah dengan bandar udara pengumpul skala Republik
pelayanan primer, sekunder, dan tersier dengan lebar 7 m Indonesia
(**) Nomor 2 Tahun
2022 tentang
Perubahan
Kedua Atas
Undang-Undang
Nomor 38 Tahun
2004 tentang
Jalan
C.1.3 Jaringan Jalur Terkoneksi dengan jaringan jalur Kereta Api antar kota yang
Kereta Api antar menghubungkan PKN dengan pusat kegiatan di negara tetangga, antar-
kota PKN, PKW dengan PKN; atau antar-PKW
(**)
C.1.4 Jaringan Jalur Kawasan perkotaan terkoneksi dengan bandar udara pengumpul skala
Kereta Api pelayanan primer/sekunder/tersier terhubung dengan Jalur Kereta Api
perkotaan perkotaan
(**)
C.1.5 Stasiun Kereta Api Stasiun Kereta Api Penumpang dekat dengan jaringan transportasi primer
Penumpang (**)
15
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
KOMPONEN STANDAR TEKNIS
KAWASAN SEKITAR KAWASAN SEKITAR
KAWASAN SEKITAR
BANDAR UDARA BANDAR UDARA
BANDAR UDARA PENUNJANG PKN STANDAR
NO. INDIKATOR KRITERIA PENUNJANG PKW PENUNJANG PKL SUMBER
KODE SUB KOMPONEN KINERJA
BANDAR UDARA BANDAR UDARA BANDAR UDARA
BANDAR UDARA
PENGUMPUL PRIMER PENGUMPUL PENGUMPUL TERSIER
PENGUMPAN (BUP)
(BUPP) SEKUNDER (BUPS) (BUPT)
C.1.6 Terminal Penumpang Terkoneksi dengan terminal bis yang menghubungkan PKN/PKW/PKL dengan bandar udara pengumpul
skala pelayanan primer/sekunder/tersier dan bandar udara pengumpan
(**)
C.1.7 Tempat Perhentian Tersedia TPKPU dengan perletakan maksimal 400 m
Kendaraan dari gerbang utama kawasan dan dihubungkan
Penumpang Umum dengan jalur pejalan kaki
(TPKPU) (**)
C.2 JARINGAN
TRANSPORTASI
LAUT
C.2.1 Pelabuhan Terkoneksi dengan pelabuhan penyeberangan yang menghubungkan kawasan perkotaan dengan
Penyeberangan bandar udara pengumpul skala pelayanan primer/sekunder/tersier dan bandar udara pengumpan
(**)
D. KESEHATAN
LINGKUNGAN
D.1 SISTEM Distribusi air
PENYEDIAAN AIR bersih lancar,
MINUM dengan
D.1.1 Jaringan Air Bersih Tersedia jaringan air bersih menggunakan sistem perpipaan yang menjangkau seluruh kawasan kualitas air
tidak berbau,
(**) tidak berasa,
dan tidak
berwarna
D.2 SISTEM Peraturan Tidak terjadi
PENGELOLAAN AIR Menteri pencemaran
LIMBAH Pekerjaan akibat limbah
Umum dan domestik
D.2.1 Jaringan Kawasan sudah tersedia jaringan air limbah domestik setempat dan atau terpusat
Perumahan
Pembuangan Air (**) Rakyat Nomor
Limbah Domestik
04/PRT/M/201
D.2.2 Instalasi Pengolahan Sudah tersedia Sewage Treatment Plant (STP) 7 tentang
Air Limbah (IPAL) (**) Penyelenggara
16
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
KOMPONEN STANDAR TEKNIS
KAWASAN SEKITAR KAWASAN SEKITAR
KAWASAN SEKITAR
BANDAR UDARA BANDAR UDARA
BANDAR UDARA PENUNJANG PKN STANDAR
NO. INDIKATOR KRITERIA PENUNJANG PKW PENUNJANG PKL SUMBER
KODE SUB KOMPONEN KINERJA
BANDAR UDARA BANDAR UDARA BANDAR UDARA
BANDAR UDARA
PENGUMPUL PRIMER PENGUMPUL PENGUMPUL TERSIER
PENGUMPAN (BUP)
(BUPP) SEKUNDER (BUPS) (BUPT)
Domestik/Sewage an Sistem
Treatment Plant Pengelolaan Air
(STP) Limbah Domestik
D.3 SISTEM Peraturan Tidak
PENGELOLAAN Pemerintah terdapat
LIMBAH BAHAN Nomor 27 Tahun kerusakan
BERBAHAYA DAN 2020 tentang lingkungan
BERACUN (B3) Pengelolaan akibat Limbah
D.3.1 Pengelolaan Limbah Terdapat kegiatan pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) Sampah Spesifik Bahan
Bahan Berbahaya Berbahaya
(**)
dan Beracun (B3) dan Beracun
(B3)
D.3.2 TPSSS-B3 Tersedia Tempat Penampungan Sementara Sampah Spesifik Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
sebelum diangkut ke pengumpul, pemanfaat, pengolah dan penimbun akhir Limbah B3 yang berizin
(**)
D.4 PENGELOLAAN Peraturan Tidak
PERSAMPAHAN Pemerintah terdapat
Nomor 81 Tahun penumpukkan
D.4.1 Tempat Tersedia Tempat Penampungan Sampah Sementara (TPS) sebelum sampah diangkut ke tempat 2012 tentang sampah yang
Penampungan pendauran ulang, pengolahan, dan/atau tempat pengolahan sampah terpadu Pengelolaan mengakibatka
Sampah Sementara Sampah Rumah n polusi
(TPS) Tangga dan udara, polusi
D.4.2 Tempat Pengolahan Tersedia Tempat Pengolahan Sampah dengan prinsip 3R (reduce, reuse, recycle) untuk pelaksanaan Sampah Sejenis tanah, dan
Sampah dengan kegiatan pengumpulan, pemilahan, penggunaan ulang, dan pendauran ulang skala kawasan Sampah Rumah polusi air
prinsip 3R (reduce, (**) Tangga
reuse, recycle)
D.4.3 Tempat Pengolahan Tersedia Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) untuk pelaksanaan kegiatan pengumpulan,
Sampah Terpadu pemilahan, penggunaan ulang, pendauran ulang, pengolahan, dan pemrosesan akhir
(TPST) (**)
D.5 PENANGANAN Terdapat
KEBISINGAN Rambu
D.5.1 Rambu Batas Tersedia rambu batas-batas kawasan kebisingan Kawasan
Kawasan Kebisingan Kebisingan
(**) yang dapat
17
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
KOMPONEN STANDAR TEKNIS
KAWASAN SEKITAR KAWASAN SEKITAR
KAWASAN SEKITAR
BANDAR UDARA BANDAR UDARA
BANDAR UDARA PENUNJANG PKN STANDAR
NO. INDIKATOR KRITERIA PENUNJANG PKW PENUNJANG PKL SUMBER
KODE SUB KOMPONEN KINERJA
BANDAR UDARA BANDAR UDARA BANDAR UDARA
BANDAR UDARA
PENGUMPUL PRIMER PENGUMPUL PENGUMPUL TERSIER
PENGUMPAN (BUP)
(BUPP) SEKUNDER (BUPS) (BUPT)
dipahami oleh
masyarakat
sekitar
kawasan
E. KEBERLANJUTA
N
LINGKUNGAN
Kawasan Kawasan E.1 PENGELOLAAN
dikembangkan didukung LINGKUNGAN
dengan dengan fasilitas E.1.1 Sumur Resapan Terdapat sumur resapan dan/atau parit resapan untuk menampung dan meresapkan limpasan air hujan SNI 8466:2017 Tidak
menerapkan ramah dan/atau Parit kedalam tanah Sumur dan Parit terdapat
kawasan yang lingkungan Resapan (infiltration Resapan Air genangan,
berwawasan untuk (**)
gallery) Hujan limpasan air
lingkungan mengurangi hujan terserap
dampak negatif dengan baik
akibat aktivitas
kawasan E.1.2 Penghematan Terdapat penggunaan konsep penghematan konsumsi energi (green building) Instruksi Presiden Pemanfaatan
Konsumsi Energi (**) Nomor 13 Tahun energi
2011 tentang terkendali dan
Penghematan pemborosan
Energi dan Air penggunaan
energi
berkurang
E.1.3 Penghematan Terdapat penggunaan konsep daur ulang pemanfaatan air bekas (grey water) dengan pengolahan STP Konsumsi air
Konsumsi Air (sewage treatment plant) terkelola
(**) dengan baik
E.1.4 Moda Transportasi Tersedia Moda Transportasi Umum dengan menggunakan energi terbarukan Peraturan Polusi udara
dengan Energi (**) Presiden Nomor akibat
Terbarukan 55 Tahun 2019 kendaraan
tentang bermotor
Percepatan menggunakan
Program bahan bakar
Kendaraan fosil
Bermotor Listrik berkurang
18
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
KOMPONEN STANDAR TEKNIS
KAWASAN SEKITAR KAWASAN SEKITAR
KAWASAN SEKITAR
BANDAR UDARA BANDAR UDARA
BANDAR UDARA PENUNJANG PKN STANDAR
NO. INDIKATOR KRITERIA PENUNJANG PKW PENUNJANG PKL SUMBER
KODE SUB KOMPONEN KINERJA
BANDAR UDARA BANDAR UDARA BANDAR UDARA
BANDAR UDARA
PENGUMPUL PRIMER PENGUMPUL PENGUMPUL TERSIER
PENGUMPAN (BUP)
(BUPP) SEKUNDER (BUPS) (BUPT)
Berbasis Baterai
(Battery Electric
Vehicle)
E.1.5 Stasiun Pengisian Tersedia Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum Pengisian
Kendaraan Listrik (**) listrik untuk
Umum (SPKLU) kendaraan
listrik umum
E.1.6 Stasiun Penukaran Tersedia Stasiun Penukaran Baterai Kendaraan Listrik Umum
mudah
Baterai Kendaraan (**)
Listrik Umum
(SPBKLU)
E.1.7 Penggunaan Energi Terdapat penggunaan sumber energi terbarukan berupa pemanfaatan energi surya/energi Peraturan Penggunaan
Terbarukan bayu/energi hidro/energi biomassa Presiden Nomor sumber energi
(**) 112 Tahun terbarukan
2022 tentang sudah
Percepatan dimanfaatkan
Pengembangan
Energi
Terbarukan
untuk
Penyediaan
Tenaga Listrik
19
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
HYPERLINK
20
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
ILUSTRASI
ZONA PERUMAHAN
A.1.1 Zona Perumahan pada kawasan ancangan pendaratan dan lepas landas
SKOR KRITERIA KINERJA
0 Kepadatan lebih dari 10 rumah/Ha
Kepadatan sangat rendah ( < 10 rumah/Ha). Kegiatan/aktivitas di ruang terbuka, minim populasi
2
manusia, berupa Ruang Terbuka Hijau (RTH), badan air, Ruang Terbuka Non Hijau (RTNH)
21
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
A.1.4 Zona Perumahan pada kawasan di bawah permukaan kerucut
SKOR KRITERIA KINERJA
0 Kepadatan bangunan lebih dari 1000 rumah/Ha
2 Kepadatan bangunan tinggi (100 – 1000 rumah/Ha)
ILUSTRASI
ZONA INDUSTRI
A.2.1 Zona Industri pada kawasan ancangan pendaratan dan lepas landas
A.2.2 Zona Industri pada kawasan kemungkinan bahaya kecelakaan
SKOR KRITERIA KINERJA
0 Zona Industri
2 Non zona industri
22
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
Zona pertanian di kawasan sekitar bandar udara dibatasi untuk mengantisipasi timbulnya gangguan
burung dan hewan lainnya yang akan mengganggu jalannya operasi pesawat udara dan dapat
menimbulkan bahaya kecelakaan pesawat udara.
ILUSTRASI
ZONA PERTANIAN
(Pertanian Hortikultura)
ILUSTRASI
ZONA PERTANIAN
(Pertanian Lahan Basah)
ILUSTRASI
ZONA PERTANIAN
(Peternakan)
23
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
A.3.1 Zona Pertanian pada kawasan ancangan pendaratan dan lepas landas
SKOR KRITERIA KINERJA
0 Pertanian lahan basah/peternakan
2 Pertanian hortikultura
ILUSTRASI
ZONA PERDAGANGAN DAN JASA
A.4.1 Zona Perdagangan dan Jasa pada kawasan ancangan pendaratan dan lepas landas
A.4.2 Zona Perdagangan dan Jasa pada kawasan kemungkinan bahaya kecelakaan
SKOR KRITERIA KINERJA
0 Terdapat aktivitas perdagangan dan jasa
2 Pemanfaatan ruang bebas dari aktivitas perdagangan dan jasa
A.4.3 Zona Perdagangan dan Jasa pada kawasan di bawah permukaan horizontal dalam
A.4.4 Zona Perdagangan dan Jasa pada kawasan di bawah permukaan kerucut
SKOR KRITERIA KINERJA
0 Terdapat penggunaan laser/balon udara/drone
Pemanfaatan ruang bebas dari aktivitas perdagangan dan jasa yang menggunakan laser/balon
2
udara/drone
24
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
A.5 JARINGAN TRANSMISI TENAGA LISTRIK ANTARSISTEM
Jaringan Transmisi Tenaga Listrik Antaristem merupakan penyaluran tenaga listrik dari pembangkitan ke
sistem distribusi atau ke konsumen, atau penyaluran tenaga listrik antarsistem. Jaringan Transmisi Tenaga
Listrik merupakan proses penyaluran tenaga listrik dari tempat pembangkit tenaga listrik (Power Plant)
hingga saluran distribusi listrik (substation distribution) sehingga dapat disalurkan sampai pada konsumer
pengguna listrik. Peraturan zonasi untuk pembangkitan tenaga listrik disusun dengan memperhatikan
pemanfaatan ruang di sekitar pembangkitan listrik harus memperhatikan jarak aman dari kegiatan lain.
A.5.1 Saluran Udara Tegangan Ultra Tinggi (SUTUT), Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET),
Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) pada kawasan ancangan pendaratan dan lepas landas
A.5.2 Saluran Udara Tegangan Ultra Tinggi (SUTUT), Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET)
Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) pada kawasan kemungkinan bahaya kecelakaan
ILUSTRASI
JARINGAN TRANSMISI TENAGA
LISTRIK ANTARSISTEM
25
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
A.6 GARDU INDUK
Gardu Induk adalah instalasi yang berfungsi mengubah tenaga listrik tegangan tinggi yang satu ke
tegangan tinggi yang lainnya atau tegangan menengah, pengukuran, pengawasan, operasi serta
pengaturan pengamanan sistem tenaga listrik.
ILUSTRASI
GARDU INDUK
A.6.1 Gardu Induk pada kawasan ancangan pendaratan dan lepas landas
A.6.2 Gardu Induk pada kawasan kemungkinan bahaya kecelakaan
SKOR KRITERIA KINERJA
0 Terdapat gardu induk
2 Tidak terdapat gardu induk
ILUSTRASI
SPBU DAN SPBG
26
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
A.8 MITIGASI BENCANA
A.8.1 JALUR EVAKUASI
Jalur evakuasi adalah jalur penyelamatan yang didesain khusus dengan menghubungkan semua area
ke area yang aman sebagai titik kumpul penduduk atau masyarakat yang sedang berada di kawasan
tersebut. Jalur evakuasi berfungsi untuk mobilisasi penduduk dari ancaman bahaya ke tempat yang lebih
aman ketika terjadi bencana. Pengguna kawasan aman dari bencana dan dapat mencapai titik kumpul
evakuasi maksimal 5 menit ketika terjadi bencana.
Kapasitas jalur evakuasi sangat bergantung pada lebar jalur evakuasi, sehingga jalur evakuasi harus
mempunyai lebar yang cukup untuk dapat membantu proses evakuasi lebih cepat, mengingat waktu
evakuasi terbatas. Jalur evakuasi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
Jalur evakuasi primer, merupakan jalan umum yang ditetapkan sebagai jalur evakuasi untuk menuju
Tempat Evakuasi Akhir (TEA) secara langsung dengan persyaratan lebar jalan minimal 9 meter atau
setara dengan kolektor primer;
Jalur evakuasi sekunder, merupakan jalan umum yang ditetapkan sebagai jalur evakuasi untuk
menuju Tempat Evakuasi Sementara (TES) dengan persyaratan lebar jalan minimal 7,5 meter atau
setara dengan jalan lokal;
Semua jalur evakuasi menuju TES maupun TEA harus mudah dilihat dan mudah dicapai dari semua
akses jalan lingkungan;
Rambu-rambu penunjuk arah evakuasi harus diletakkan pada titik-titik strategis sepanjang jalur
evakuasi menuju TES dan TEA.
ILUSTRASI
JALUR EVAKUASI
(contoh: Jalur Evakuasi Bencana Tsunami)
27
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
A.8.2 TITIK KUMPUL EVAKUASI
Titik kumpul evakuasi adalah area terbuka di dekat pusat-pusat lingkungan permukiman yang apabila
terjadi bencana maka menjadi titik pertemuan penduduk yang hendak diungsikan ke tempat yang lebih
aman, yakni Tempat Evakuasi Sementara (TES).
ILUSTRASI
TITIK KUMPUL EVAKUASI
28
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
lintas. Apabila karena alasan banyak penduduk yang bekerja dan tinggal di daerah sekitar ini,
lokasi berdekatan dengan sumber kemacetan, maka jalur pejalan kaki atau pedestrian yang lebar
harus disediakan sebagai rute evakusi menuju lokasi TES;
6. Lokasi TES harus dapat dijangkau oleh semua orang, baik yang sehat, maupun yang mempunyai
keterbatasan fisik seperti orang tua, ibu hamil, anak-anak dan orang dengan kebutuhan khusus.
Dengan demikian, rute evakuasi yang dilewati harus dapat dilalui dengan kursi roda bagi orang
tua dan orang dengan keterbatasan fisik lainnya, seperti anak-anak autis, retardasi mental, dan
memiliki kelainan jiwa. Mereka membutuhkan bantuan dari orang lain untuk bergerak menuju tempat
evakuasi, demikian juga dengan ibu hamil dan balita;
7. Pertimbangan kriteria lokasi juga dapat diperoleh melalui diskusi bersama tokoh-tokoh adat,
agama, dan pemuka masyarakat yang ada di kawasan tersebut. Setiap daerah memiliki keunikan
dan tradisi, tokoh-tokoh masyarakat tersebut tentu lebih mengenal daerah mereka dan kebiasaan-
kebiasaan masyarakatnya. Dengan melibatkan mereka, lokasi TES yang dipilih mudah diterima
masyarakat, hal ini akan membantu memudahkan evakuasi karena lokasi TES sudah mereka kenal
dengan baik;
8. Tanah yang ditentukan sebagai lokasi TES harus dimiliki oleh pemerintah. Apabila lahan tersebut
masih dimiliki oleh warga atau perusahaan swasta, harus ada komunikasi dengan pemerintah.
Pemerintah perlu membeli tanah tersebut atau mengadakan perjanjian antara pemilik tanah dengan
pemerintah.
ILUSTRASI
TEMPAT EVAKUASI SEMENTARA
29
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
tentang arah dan titik aman sebagai tempat berkumpul. Ada berbagai bentuk penanda/rambu-rambu
evakuasi berikut ini:
1. Peta Evakuasi, peta yang memperlihatkan rute-rute arah evakuasi bagi masyarakat untuk menjauhi
lokasi bencana dan menuju tempat evakuasi. Semua peta evakuasi harus mencantumkan judul, skala,
lokasi geografis (koordinat), menggambarkan zona yang harus dievakuasi jika terjadi bencana, dan
jalur terpendek ke tempat yang aman. Peta evakuasi harus mencakup jalan-jalan, jembatan, panah
arah pelarian, dan lokasi TES. Bila mungkin, peta evakuasi ini juga dapat mengidentifikasi hal-hal
yang berpotensi menjadi penghambat selama proses evakuasi berjalan saat terjadi bencana seperti:
bidang tanah yang tidak stabil, kegagalan struktur akibat gempa (jembatan, bangunan, dan lain-
lain);
2. Rambu (sign), yang di sebar di sepanjang rute evakuasi menuju tempat evakuasi. Rambu dapat
berupa berbagai simbol tergantung pada kebutuhannya. Seperti tanda panah untuk memberitahu
arah evakuasi, tanda gelombang untuk memperingatkan akan bahaya tsunami, gambar bangunan
untuk memberitahu tempat berkumpul, dan lain-lain.
ILUSTRASI
PETA EVAKUASI
ILUSTRASI
RAMBU-RAMBU EVAKUASI BENCANA
30
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
Rambu ini harus diletakkan sepanjang jalur evakuasi yang membawa penduduk keluar dari zona
bahaya. Berdasarkan SNI 7743 - 2011 tentang Rambu Evakuasi Tsunami, rambu ini berbentuk persegi
panjang dengan ukuran dasar 90 cm x 45 cm, dengan salah satu sisinya membentuk anak panah, lihat
Gambar 7-2. Anak panah penunjuk arah untuk memastikan masyarakat menuju ke arah tempat evakuasi
yang benar, anak panah menunjukkan ke arah kanan atau kiri sesuai arah evakuasi. Untuk keamanan,
masing-masing sudut dibuat tumpul. Apabila rambu tsunami dibuat dengan ukuran lebih besar dari
ketentuan tersebut, maka pembesarannya harus proporsional.
Rambu evakuasi mempunyai warna dasar oranye yang merupakan campuran dari 6 bagian warna
kuning dan 1 bagian warna merah sedangkan untuk cetakan digital dapat digunakan nilai RGB (Red:
255, Green: 102, dan Blue: 0). Warna simbol putih tanpa garis tepi. Selain simbol, pada rambu ditulis
keterangan nama lokasi atau gedung tempat evakuasi dan jarak untuk mencapainya. Tulisan berwarna
putih dengan huruf Arial Bold. Rambu evakuasi terbuat dari bahan yang relatif kuat dan tahan cuaca
serta terbuat dari logam aluminium dengan tebal minimum 2,0 mm dengan diberi lipatan atau lekukan
pada sisinya sebagai penguat. Material pewarna disarankan bersifat memantulkan cahaya sehingga
bisa teramati pada saat gelap.
B. KELANCARAN OPERASIONAL
Penyediaan sarana dan prasarana yang dapat mendukung kelancaran operasional kawasan.
ILUSTRASI
STASIUN PENGISIAN BAHAN BAKAR UMUM (SPBU)
31
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
B.1.2 SPBG
Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas membutuhkan lahan yang memadai guna kebutuhan instalasi. Selain
itu, infrastruktur terkait jalur pipa gas juga sangat mempengaruhi bisa tidaknya suatu SPBG dibangun.
Bahan bakar gas dianggap lebih 'bersih' bila dibandingkan dengan bahan bakar lainnya karena emisi
gas buangnya yang ramah lingkungan.
ILUSTRASI
STASIUN PENGISIAN BAHAN BAKAR GAS (SPBG)
ILUSTRASI
JARINGAN INTERNET
32
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
B.2.2 Menara Base Transceiver Station (BTS)
Penempatan Menara BTS sesuai dengan cell plan dan tidak mengganggu kawasan di sekitar bandar
udara dan kawasan di sekitar alat bantu navigasi penerbangan dan harus mempertimbangkan aspek -
aspek teknis seperti tersedia lampu Halangan Penerbangan (Aviation Obstruction Light) dan marka
Halangan Penerbangan (Aviation Obstruction Marking).
ILUSTRASI
MENARA BASE TRANSCEIVER STATION
33
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
Letak saluran pembawa ini di bagian terendah lembah ini suatu daerah sehingga secara efektif
dapat berfungsi sebagai pengumpul dari anak cabang saluran yang ada.
c. Saluran Pembawa (conveyor) adalah saluran yang berfungsi sebagai pembawa air buangan dari
suatu daerah ke lokasi pembuangan tanpa membahayakan daerah yang dilalui. Sebagai contoh
adalah saluran banjir kanal atau sudetan-sudetan atau saluran by pass yang bekerja khusus hanya
mengalirkan air secara cepat sampai ke lokasi pembuangan.
ILUSTRASI
JARINGAN PENGENDALI BANJIR
34
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
ILUSTRASI
KOLAM RETENSI
JETTY
Jetty merupakan bangunan tegak lurus pantai yang diletakkan di kedua sisi muara sungai yang
berfungsi untuk mengurangi pendangkalan alur oleh sedimen pantai. Selain itu pula digunakan untuk
menghalangi aliran air dari sungai yang berbelok dan membuat terjadinya erosi pada pantai.
ILUSTRASI
JETTY
POLDER
Polder adalah suatu kawasan yang didesain sedemikian rupa dan dibatasi dengan tanggul sehingga
limpasan air yang berasal dari luar kawasan tidak dapat masuk. Dengan demikian hanya aliran
permukaan atau kelebihan air yang berasal dari kawasan itu sendiri yang akan dikelola oleh sistem
polder. Di dalam polder tidak ada aliran permukaan bebas seperti pada daerah tangkapan air
alamiah, akan tetapi dilengkapi dengan bangunan pengendali pada pembuangannya dengan
penguras atau pompa yang berfungsi mengendalikan kelebihan air. Muka air di dalam sistem polder
tidak bergantung pada permukaan air di daerah sekitarnya karena polder mempergunakan tanggul
dalam operasionalnya sehingga air dari luar kawasan tidak dapat masuk ke dalam sistem polder.
Sistem polder adalah suatu cara penanganan banjir dengan kelengkapan bangunan sarana fisik,
yang meliputi saluran drainase, kolam retensi, pompa air, yang dikendalikan sebagai satu kesatuan
pengelolaan. Dengan sistem polder, maka lokasi rawan banjir akan dibatasi dengan jelas, sehingga
elevasi muka air, debit dan volume air yang harus dikeluarkan dari sistem dapat dikendalikan. Oleh
karena itu, sistem polder disebut juga sebagai sistem drainase yang terkendali. Sistem ini dipakai
35
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
untuk daerah-daerah rendah dan daerah yang berupa cekungan, ketika air tidak dapat mengalir
secara gravitasi. Agar daerah ini tidak tergenang, maka dibuat saluran yang mengelilingi cekungan.
Air yang tertangkap dalam daerah cekungan itu sendiri ditampung di dalam suatu waduk, dan
selanjutnya dipompa ke kolam tampungan
ILUSTRASI
POLDER
ILUSTRASI
SISTEM DRAINASE
36
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
B.4.1 Saluran Primer
Saluran primer adalah saluran drainase yang menerima air dari saluran sekunder dan menyalurkannya
ke badan air penerima. Dimensi saluran primer tergantung pada debit air yang mengalir dari drainase
sekunder dan tersier. Letak saluran primer berada paling hilir dan mengarah langsung ke badan air.
B.4.2 Saluran Sekunder
Saluran sekunder adalah saluran drainase yang menerima air dari saluran tersier dan menyalurkannya
ke saluran primer.
SKOR KRITERIA KINERJA
0 Tidak memiliki sistem drainase primer dan sekunder baik yang terbuka dan atau tertutup
Memiliki sistem drainase primer dan sekunder dengan tipe terbuka dan atau tertutup dan
2 dilengkapi dengan lubang peawatan/manhole pada jarak-jarak tertentu dan terhubung dengan
jaringan drainase diluar kawasan
ILUSTRASI
SALURAN DRIANASE TERSIER
37
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
B.5.1 Ruas Pejalan Kaki (Pedestrian)
Ruas pejalan kaki adalah bagian dari jalan raya yang khusus disediakan untuk pejalan kaki yang
terletak didaerah manfaat jalan, yang diberi lapisan permukaan dengan elevasi yang lebih tinggi dari
permukaan perkerasan jalan, dan pada umumnya sejajar dengan jalur lalu lintas kendaraan.
Fasilitas pejalan kaki berupa trotoar/pedestrian ditempatkan di:
Daerah perkotaan secara umum yang tingkat kepadatan penduduknya tinggi;
Jalan yang memiliki rute angkutan umum yang tetap;
Daerah yang memiliki aktivitas kontinu yang tinggi, seperti misalnya jalan-jalan di pasar dan pusat
perkotaaan;
Lokasi yang memiliki kebutuhan/permintaan yang tinggi dengan periode yang pendek, seperti
misalnya stasiun-stasiun bis dan kereta api, sekolah, rumah sakit, lapangan olahraga;
Lokasi yang mempunyai permintaan yang tinggi untuk hari-hari tertentu, misalnya lapangan/
gelanggang olahraga, masjid.
Trotoar sedapat mungkin ditempatkan pada sisi dalam saluran drainase yang telah ditutup dengan
pelat beton yang memenuhi syarat. Trotoar pada perhentian bus harus ditempatkan berdampingan/
sejajar dengan jalur bus. Trotoar dapat ditempatkan di depan atau di belakang halte.
ILUSTRASI
RUAS PEJALAN KAKI
38
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
ILUSTRASI
RUMAH SAKIT
ILUSTRASI
KANTOR POLISI
39
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
meningkatkan efisiensi pelayanan jasa distribusi guna menunjang peningkatan pertumbuhan ekonomi
terutama di wilayah yang sudah tinggi tingkat perkembangannya.
Jalan tol sebagai bagian dari sistem jaringan jalan umum merupakan lintas alternatif, namun dalam
keadaan tertentu jalan tol dapat tidak merupakan lintas alternatif. Di Indonesia jalan tol diharapkan
bisa menjadi solusi bagi kemacetan.
ILUSTRASI
JALAN TOL
ILUSTRASI
JALAN ARTERI PRIMER
40
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
SKOR KRITERIA KINERJA
0 Tersedia jaringan Jalan Arteri Primer dengan lebar kurang dari 11 m
Tersedia jaringan Jalan Arteri Primer yang menghubungkan pusat kegiatan nasional dan/atau
2 pusat kegiatan wilayah dengan bandar udara pengumpul skala pelayanan primer, sekunder, dan
tersier dengan lebar 11 m
ILUSTRASI
JARINGAN JALUR KERETA API ANTAR KOTA
41
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
C.1.4 Jaringan Jalur Kereta Api perkotaan
Jaringan pelayanan perkeretaapian perkotaan berada dalam suatu wilayah perkotaan dapat :
a. melampaui 1 (satu) provinsi;
b. melampaui 1 (satu) kabupaten/kotacdalam 1 (satu) provinsi; dan
c. berada dalam 1 (satu) kabupaten/kota.
Jaringan pelayanan perkeretaapian perkotaan diselenggarakan dengan ciri-ciri pelayanan:
a. menghubungka nbeberapa stasiun di wilayah perkotaan;
b. melayani banyak penumpang berdiri;
c. memiliki sifat perjalanan ulang alikl komuter;
d. melayani penumpang tetap;
e. memiliki jarak dan atau waktu tempuh pendek; dan melayani kebutuhan angkutan penumpang di
dalam kota dan dari daerah sub-urban menuju pusat kota atau sebaliknya.
ILUSTRASI
JARINGAN JALUR KERETA API PERKOTAAN
42
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
ILUSTRASI
STASIUN KERETA API
ILUSTRASI
TERMINAL BIS
43
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
C.1.7 Tempat Perhentian Kendaraan Penumpang Umum (TPKPU)
Tempat perhentian kendaraan penumpang umum (TPKPU) terdiri dari halte dan tempat perhentian bus.
Halte adalah bagian dari perkerasan jalan tertentu yang digunakan untuk pemberhentian sementara
bus dan angkutan penumpang umum lainnya pada waktu menaikkan dan menurunkan penumpang.
Tujuan perekayasaan tempat perhentian kendaraan penumpang umum (TPKPU) adalah :
1. menjamin kelancaran dan ketertiban arus lalu lintas;
2. menjamin keselamatan bagi pengguna angkutan penumpang umum;
3. menjamin kepastian keselamatan untuk menaikkan dan/atau menurunkan penumpang;
4. memudahkan penumpang dalam melakukan perpindahan moda angkutan umum atau bus.
Persyaratan umum tempat perhentian kendaraan penumpang umum adalah :
1. berada di sepanjang rute angkutan umum/bus;
2. terletak pada jalur pejalan (kaki) dan dekat dengan fasilitas pejalan (kaki);
3. diarahkan dekat dengan pusat kegiatan atau permukiman;
4. dilengkapi dengan rambu petunjuk;
5. tidak mengganggu kelancaran arus lalu-lintas.
ILUSTRASI
TEMPAT PERHENTIAN KENDARAAN PENUMPANG UMUM
C.2 SISTEM JARINGAN TRANSPORTASI LAUT (JIKA MEMILIKI MODA TRANSPORTASI LAUT)
C.2.1 Pelabuhan Penyeberangan
Pelabuhan Penyeberangan adalah pelabuhan laut, sungai, dan danau yang digunakan untuk melayani
angkutan penyeberangan yang berfungsi menghubungkan jaringan jalan dan/atau jaringan jalur kereta
api yang dipisahkan oleh perairan untuk mengangkut penumpang dan kendaraan beserta muatannya.
Pelabuhan Penyeberangan berfungsi sebagai simpul untuk menghubungkan jaringan jalan dan/atau
jaringan jalur kereta api yang dipisahkan oleh perairan, untuk mengangkut penumpang dan kendaraan
beserta muatannya.
44
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
ILUSTRASI
PELABUHAN PENEYEBERANGAN
D. KESEHATAN LINGKUNGAN
D.1 SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM
D.1.1 Jaringan Air Bersih/Air Minum
Sistem Penyediaan Air Minum Jaringan Perpipaan (SPAM JP) yakni satu kesatuan sarana dan prasarana
penyediaan Air Minum yang disalurkan kepada pelanggan melalui sistem perpipaan. SPAM JP
diselenggarakan untuk menjamin kepastian kuantitas dan kualitas Air Minum yang dihasilkan serta
kontinuitas pengaliran. Syarat SPAM JP meliputi :
1. Kuantitas Air Minum yang dihasilkan paling sedikit mencukupi Kebutuhan Pokok Air Minum Sehari-
hari;
2. Kualitas Air Minum yang dihasilkan harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
3. Kontinuitas pengaliran Air Minum selama 24 (dua puluh empat) jam per hari.
Sistem Penyediaan Air Minum Jaringan Perpipaan (SPAM JP) terdiri dari jaringan pipa transmisi dan
jaringan pipa distribusi.
Jaringan pipa transmisi dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Jaringan pipa transmisi air baku, yang berfungsi untuk mengalirkan air dari sumber air baku ke
instalasi pengolahan air;
2. Jaringan pipa transmisi air bersih/air minum, berfungsi untuk mengalirkan air bersih/air minum hasil
olahan ke reservoir penampungan hasil pengolahan air atau dari reservoir induk (penampung hasil
olahan) ke reservoir pembagi sebelum distribusi.
Jaringan pipa distribusi air bersih/air minum berfungsi untuk mengalirkan air dari unit produksi
(Reservoir) ke pelanggan. Jaringan distribusi menggunakan pipa dengan aliran yang bertekanan,
dimana disepanjang perpipaannya dihubungkan dengan sambungan pelanggan. Jenis sambungan
pelanggan dapat berupa Sambungan Rumah (SR), sambungan Hidran Umum (HU) maupun sambungan
untuk pelanggan usaha komersial. Jalur pipa distribusi biasanya ditanam mengikuti jalur jalan yang ada.
45
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
ILUSTRASI
JARINGAN AIR BERSIH/AIR MINUM
46
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
ILUSTRASI
JARINGAN PEMBUANGAN AIR LIMBAH DOMESTIK SETEMPAT DAN TERPUSAT
D.2.2 Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Domestik/Sewage Treatment Plant (STP)
Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) adalah sebuah struktur yang dirancang untuk membuang limbah
biologis dan kimiawi dari air sehingga memungkinkan air tersebut untuk digunakan paa aktivitas yang
lain. Fungsi IPAL mencakup:
Pengolahan air limbah pertanian, untuk membuang kotoran hewan, residu pestisida, dan sebagainya
dari lingkungan pertanian;
Pengolahan air limbah perkotaan, untuk membuang limbah manusia dan limbah rumah tangga
lainnya;
Pengolahan air limbah industri, untuk mengolah limbah cair dari aktivitas manufaktur sebuah industri
dan komersial, termasuk juga aktivitas pertambangan.
Sewage Treatment Plant (STP) adalah instalasi pengolahan limbah cair yang diperuntukkan bagi limbah
rumah tangga seperti kotoran, air bekas mencuci piring atau pakaian, dan juga air kotor yang berasal
dari dapur dan kamar mandi.
Sistem STP memiliki fungsi untuk menghilangkan kontaminan yang terbawa limbah rumah tangga berupa
grey water dan black water agar tidak mencemari lingkungan ketika dibuang ke wilayah perairan
sekitar.
Cara kerja dari STP melibatkan dua proses pengolahan limbah, yaitu limbah yang berasal dari sisa
cucian atau deterjen (grey water) dan kotoran manusia (black water), dengan proses sebagai berikut:
Pengolahan limbah grey water
Pengolahan limbah grey water, memanfaatkan Sistem Pengolahan Air Limbah (SPAL) yang dilengkapi
bak pengumpul dan tangki resapan. Untuk dapat melakukan pengolahan grey water, nantinya
limbah akan dialirkan menuju bak pengumpul yang memiliki ruang yang disekat dengan sebuah
kassa, yang berfungsi untuk menyaring dan mengendapkan zat yang terbawa, seperti sampah,
minyak, dan pasir. Setelah selesai, air dialirkan menuju tangki resapan yang dilengkapi dengan
arang dan batu koral untuk menyaring air agar lebih bersih dan aman untuk lingkungan.
47
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
Pengolahan limbah black water
Pengolahan limbah black water, memerlukan sistem yang lebih rumit dan membutuhkan septic tank
sebagai tangki endapan yang dilengkapi bakteri yang berfungsi untuk mengurai kotoran agar
kandungan zat patogen yang ada di dalamnya dapat dihilangkan. Hasil akhirnya adalah lumpur
tinja yang sudah lebih aman untuk dibuang ke saluran pembuangan.
ILUSTRASI
INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH/SEWAGE TREATMENT PLANT
ILUSTRASI
PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (B3)
48
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
SKOR KRITERIA KINERJA
0 Tidak terdapat kegiatan pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
2 Terdapat kegiatan pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
D.3.2 TPSSS-B3
Pemanfaatan limbah B3 yang mencakup kegiatan penggunaan kembali (reuse), daur ulang (recycle), dan
perolehan kembali (recovery) merupakan satu mata rantai penting dalam pengelolaan limbah B3. Hal
ini akan mengurangi kecepatan pengurasan sumber daya alam. Untuk menghilangkan atau mengurangi
risiko yang dapat ditimbulkan dari limbah B3 yang dihasilkan maka limbah B3 yang telah dihasilkan
perlu dikelola secara khusus.
Kebijakan pengelolaan limbah B3 yang ada saat ini perlu dilakukan dalam bentuk pengelolaan yang
terpadu karena dapat menimbulkan kerugian terhadap kesehatan manusia, makhluk hidup lainnya dan
lingkungan hidup apabila tidak dilakukan pengelolaan dengan benar.
ILUSTRASI
TEMPAT PENAMPUNGAN SEMENTARA SAMPAH SPESIFIK
BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (TPSSS-B3)
49
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
D.4 PENGELOLAAN PERSAMPAHAN
50
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
ILUSTRASI
TEMPAT PENAMPUNGAN SAMPAH SEMENTARA (TPS)
D.4.2 Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu dengan prinsip 3R (reduce, reuse, recycle)
Tempat Pengelolaan Sampah Reduce, Reuse, Recycle (TPST-3R) merupakan sistem pengelolaan dan
teknologi pengolahan sampah yang dimaksudkan sebagai solusi dalam mengatasi persoalan sampah
dan dampak yang ditimbulkannya. Melalui TPST-3R ini, tidak hanya persoalan pencemaran lingkungan
yang diakibatkan oleh sampah yang dapat dikurangi, namun juga dihasilkan produk-produk yang
bernilai ekonomis dari sampah yang diolah tersebut.
TPS-3R dikonsepkan untuk Reduce (mengurangi), Reuse (menggunakan kembali) dan Recycle (daur ulang),
ditujukan untuk melayani suatu kelompok masyarakat (termasuk di kawasan masyarakat berpenghasilan
rendah) yang terdiri dari minimal 400 rumah atau kepala keluarga.
Konsep utama pengolahan sampah pada TPS-3R adalah untuk mengurangi kuantitas dan/atau
memperbaiki karakteristik sampah, yang akan diolah secara lebih lanjut di Tempat Pemrosesan Akhir
(TPA) sampah.
TPS-3R diharapkan berperan dalam menjamin kebutuhan lahan yang semakin kritis untuk penyediaan
TPA sampah di perkotaan. Hal ini sejalan dengan kebijakan nasional, untuk meletakkan TPA sampah
pada hirarki terbawah, sehingga meminimalisir residu saja untuk kemudian diurug dalam TPA.
TPS-3R harus memenuhi persyaratan teknis seperti:
- Luas TPS 3R, lebih besar dari 200 m2;
- Tersedia sarana untuk mengelompokkan sampah menjadi paling sedikit 5 (lima) jenis sampah (organik,
non-organik, kertas, B3, dan residu);
- TPS 3R dilengkapi dengan ruang pemilahan, pengomposan sampah organik, dan/atau unit penghasil
gas bio, gudang, zona penyangga, dan tidak mengganggu estetika serta lalu lintas;
- Jenis pembangunan penampung sisa pengolahan sampah di TPS 3R bukan merupakan wadah
permanen;
- Penempatan lokasi TPS 3R sedekat mungkin dengan daerah pelayanan dalam radius tidak lebih dari
1 km;
- Luas lokasi dan kapasitas sesuai kebutuhan;
51
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
- Lokasinya mudah diakses;
- Tidak mencemari lingkungan; dan
- Memiliki jadwal pengumpulan dan pengangkutan.
ILUSTRASI
TEMPAT PENGOLAHAN SAMPAH (TPS) DENGAN PRINSIP 3R
52
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
ILUSTRASI
TEMPAT PENGOLAHAN SAMPAH TERPADU (TPST)
ILUSTRASI
BATAS KAWASAN KEBISINGAN
53
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
SKOR KRITERIA KINERJA
0 Tidak tersedia rambu batas-batas kawasan kebisingan
2 Tersedia rambu batas-batas kawasan kebisingan
E. KEBERLANJUTAN LINGKUNGAN
Kawasan didukung dengan fasilitas ramah lingkungan untuk mengurangi dampak negatif akibat aktivitas
kawasan.
ILUSTRASI
SUMUR RESAPAN
54
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
Design rumah atau gedung hemat energi (pencahayaan yang baik dengan cukup ventilasi, sehingga
mengurangi penggunaan lampu di siang hari, penggunaan bahan atap bangunan yang dapat
mendinginkan suhu di dalam ruangan seperti atap berbahan tanah atau keramik, dan sebagainya).
Peyediaan fasilitas kendaraan umum massal secara efektif dan efisien;
Penggunakan panel surya.
ILUSTRASI
PENGHEMATAN KONSUMSI ENERGI
ILUSTRASI
PENGHEMATAN KONSUMSI AIR
55
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
ILUSTRASI
MODA TRANSPORTASI DENGAN ENERGI TERBARUKAN
ILUSTRASI
STASIUN PENGISIAN KENDARAAN LISTRIK UMUM
56
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
SKOR KRITERIA KINERJA
0 Tidak tersedia Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum
2 Tersedia Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum
ILUSTRASI
STASIUN PENUKARAN BATERAI KENDARAAN LISTRIK UMUM
ILUSTRASI
ENERGI SURYA
57
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
2. Energi air
Pemanfaatan air sebagai sumber energi yakni dengan membuat kincir air yang kemudian
ditempatkan pada daerah aliran air yang memiliki arus kencang. Tujuannya agar semakin besar
pula energi yang dihasilkan. Putaran kincir air menghasilkan energi kinetik yang kemudian digunakan
untuk memutar generator.
ILUSTRASI
ENERGI AIR
3. Energi Bayu
Angin adalah udara yang bergerak dari wilayah yang memiliki tekanan udara tinggi ke wilayah
dengan tekanan udara rendah. Dengan sifatnya tersebut, sangat memungkinkan bila angin
dimanfaatkan sebagai sumber energi. Prinsip pemanfaatannya sama dengan energi air, yakni
dengan membuat kincir angin. Lalu, putaran kincir angin diteruskan untuk memutar generator yang
menghasilkan energi listrik.
ILUSTRASI
ENERGI BAYU
58
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
ILUSTRASI
ENERGI PANAS BUMI
5. Bio energi
Bio energi merupakan sumber energi yang berasal dari makhluk hidup maupun material organik,
seperti kayu, rumput, kotoran hewan, limbah pertanian, dan limbah rumah tangga atau yang dikenal
dengan istilah biomassa. Untuk memanfaatkan material-material tersebut menjadi sumber energi,
ada yang bisa dilakukan secara langsung dan ada juga yang harus melalui serangkaian proses.
Material organik yang tidak perlu melewati rangkaian proses tertentu misalnya kayu. Sedangkan
kotoran hewan, limbah rumah tangga, dan limbah pertanian biasanya melewati rangkaian proses
tertentu untuk menghasilkan sumber energi. Produk akhirnya ada yang menjadi biodiesel, bioetanol,
biogas, bioavtur, dan lain-lain.
ILUSTRASI
BIO ENERGI
59
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
ILUSTRASI
ZONA PERUMAHAN
A.1.1 Zona Perumahan pada kawasan ancangan pendaratan dan lepas landas
SKOR KRITERIA KINERJA
0 Kepadatan lebih dari 10 rumah/Ha
Kepadatan sangat rendah ( < 10 rumah/Ha). Kegiatan/aktivitas di ruang terbuka, minim populasi
2
manusia, berupa Ruang Terbuka Hijau (RTH), badan air, Ruang Terbuka Non Hijau (RTNH)
60
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
ILUSTRASI
ZONA INDUSTRI
A.2.1 Zona Industri pada kawasan ancangan pendaratan dan lepas landas
A.2.2 Zona Industri pada kawasan kemungkinan bahaya kecelakaan
SKOR KRITERIA KINERJA
0 Zona Industri
2 Non zona industri
61
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
Zona pertanian di kawasan sekitar bandar udara dibatasi untuk mengantisipasi timbulnya gangguan
burung dan hewan lainnya yang akan mengganggu jalannya operasi pesawat udara dan dapat
menimbulkan bahaya kecelakaan pesawat udara.
ILUSTRASI
ZONA PERTANIAN
(Pertanian Hortikultura)
ILUSTRASI
ZONA PERTANIAN
(Pertanian Lahan Basah)
ILUSTRASI
ZONA PERTANIAN
(Peternakan)
62
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
A.3.1 Zona Pertanian pada kawasan ancangan pendaratan dan lepas landas
SKOR KRITERIA KINERJA
0 Pertanian lahan basah/peternakan
2 Pertanian hortikultura
ILUSTRASI
ZONA PERDAGANGAN DAN JASA
A.4.1 Zona Perdagangan dan Jasa pada kawasan ancangan pendaratan dan lepas landas
A.4.2 Zona Perdagangan dan Jasa pada kawasan kemungkinan bahaya kecelakaan
SKOR KRITERIA KINERJA
0 Terdapat aktivitas perdagangan dan jasa
2 Pemanfaatan ruang bebas dari aktivitas perdagangan dan jasa
A.4.3 Zona Perdagangan dan Jasa pada kawasan di bawah permukaan horizontal dalam
A.4.4 Zona Perdagangan dan Jasa pada kawasan di bawah permukaan kerucut
SKOR KRITERIA KINERJA
0 Terdapat penggunaan laser/balon udara/drone
Pemanfaatan ruang bebas dari aktivitas perdagangan dan jasa yang menggunakan laser/balon
2
udara/drone
63
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
A.5 JARINGAN TRANSMISI TENAGA LISTRIK ANTARSISTEM
Jaringan Transmisi Tenaga Listrik Antaristem merupakan penyaluran tenaga listrik dari pembangkitan ke
sistem distribusi atau ke konsumen, atau penyaluran tenaga listrik antarsistem. Jaringan Transmisi Tenaga
Listrik merupakan proses penyaluran tenaga listrik dari tempat pembangkit tenaga listrik (Power Plant)
hingga saluran distribusi listrik (substation distribution) sehingga dapat disalurkan sampai pada konsumer
pengguna listrik. Peraturan zonasi untuk pembangkitan tenaga listrik disusun dengan memperhatikan
pemanfaatan ruang di sekitar pembangkitan listrik harus memperhatikan jarak aman dari kegiatan lain.
A.5.1 Saluran Udara Tegangan Ultra Tinggi (SUTUT), Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET),
Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) pada kawasan ancangan pendaratan dan lepas landas
A.5.2 Saluran Udara Tegangan Ultra Tinggi (SUTUT), Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET)
Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) pada kawasan kemungkinan bahaya kecelakaan
ILUSTRASI
JARINGAN TRANSMISI TENAGA
LISTRIK ANTARSISTEM
64
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
A.6 GARDU INDUK
Gardu Induk adalah instalasi yang berfungsi mengubah tenaga listrik tegangan tinggi yang satu ke
tegangan tinggi yang lainnya atau tegangan menengah, pengukuran, pengawasan, operasi serta
pengaturan pengamanan sistem tenaga listrik.
ILUSTRASI
GARDU INDUK
A.6.1 Gardu Induk pada kawasan ancangan pendaratan dan lepas landas
A.6.2 Gardu Induk pada kawasan kemungkinan bahaya kecelakaan
SKOR KRITERIA KINERJA
0 Terdapat gardu induk
2 Tidak terdapat gardu induk
ILUSTRASI
SPBU DAN SPBG
65
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
A.8 MITIGASI BENCANA
A.8.1 JALUR EVAKUASI
Jalur evakuasi adalah jalur penyelamatan yang didesain khusus dengan menghubungkan semua area
ke area yang aman sebagai titik kumpul penduduk atau masyarakat yang sedang berada di kawasan
tersebut. Jalur evakuasi berfungsi untuk mobilisasi penduduk dari ancaman bahaya ke tempat yang lebih
aman ketika terjadi bencana. Pengguna kawasan aman dari bencana dan dapat mencapai titik kumpul
evakuasi maksimal 5 menit ketika terjadi bencana.
Kapasitas jalur evakuasi sangat bergantung pada lebar jalur evakuasi, sehingga jalur evakuasi harus
mempunyai lebar yang cukup untuk dapat membantu proses evakuasi lebih cepat, mengingat waktu
evakuasi terbatas. Jalur evakuasi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
Jalur evakuasi primer, merupakan jalan umum yang ditetapkan sebagai jalur evakuasi untuk menuju
Tempat Evakuasi Akhir (TEA) secara langsung dengan persyaratan lebar jalan minimal 9 meter atau
setara dengan kolektor primer;
Jalur evakuasi sekunder, merupakan jalan umum yang ditetapkan sebagai jalur evakuasi untuk
menuju Tempat Evakuasi Sementara (TES) dengan persyaratan lebar jalan minimal 7,5 meter atau
setara dengan jalan lokal;
Semua jalur evakuasi menuju TES maupun TEA harus mudah dilihat dan mudah dicapai dari semua
akses jalan lingkungan;
Rambu-rambu penunjuk arah evakuasi harus diletakkan pada titik-titik strategis sepanjang jalur
evakuasi menuju TES dan TEA.
ILUSTRASI
JALUR EVAKUASI
(contoh: Jalur Evakuasi Bencana Tsunami)
66
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
A.8.2 TITIK KUMPUL EVAKUASI
Titik kumpul evakuasi adalah area terbuka di dekat pusat-pusat lingkungan permukiman yang apabila
terjadi bencana maka menjadi titik pertemuan penduduk yang hendak diungsikan ke tempat yang lebih
aman, yakni Tempat Evakuasi Sementara (TES).
ILUSTRASI
TITIK KUMPUL EVAKUASI
67
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
lintas. Apabila karena alasan banyak penduduk yang bekerja dan tinggal di daerah sekitar ini,
lokasi berdekatan dengan sumber kemacetan, maka jalur pejalan kaki atau pedestrian yang lebar
harus disediakan sebagai rute evakusi menuju lokasi TES;
6. Lokasi TES harus dapat dijangkau oleh semua orang, baik yang sehat, maupun yang mempunyai
keterbatasan fisik seperti orang tua, ibu hamil, anak-anak dan orang dengan kebutuhan khusus.
Dengan demikian, rute evakuasi yang dilewati harus dapat dilalui dengan kursi roda bagi orang
tua dan orang dengan keterbatasan fisik lainnya, seperti anak-anak autis, retardasi mental, dan
memiliki kelainan jiwa. Mereka membutuhkan bantuan dari orang lain untuk bergerak menuju tempat
evakuasi, demikian juga dengan ibu hamil dan balita;
7. Pertimbangan kriteria lokasi juga dapat diperoleh melalui diskusi bersama tokoh-tokoh adat,
agama, dan pemuka masyarakat yang ada di kawasan tersebut. Setiap daerah memiliki keunikan
dan tradisi, tokoh-tokoh masyarakat tersebut tentu lebih mengenal daerah mereka dan kebiasaan-
kebiasaan masyarakatnya. Dengan melibatkan mereka, lokasi TES yang dipilih mudah diterima
masyarakat, hal ini akan membantu memudahkan evakuasi karena lokasi TES sudah mereka kenal
dengan baik;
8. Tanah yang ditentukan sebagai lokasi TES harus dimiliki oleh pemerintah. Apabila lahan tersebut
masih dimiliki oleh warga atau perusahaan swasta, harus ada komunikasi dengan pemerintah.
Pemerintah perlu membeli tanah tersebut atau mengadakan perjanjian antara pemilik tanah dengan
pemerintah.
ILUSTRASI
TEMPAT EVAKUASI SEMENTARA
68
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
tentang arah dan titik aman sebagai tempat berkumpul. Ada berbagai bentuk penanda/rambu-rambu
evakuasi berikut ini:
1. Peta Evakuasi, peta yang memperlihatkan rute-rute arah evakuasi bagi masyarakat untuk menjauhi
lokasi bencana dan menuju tempat evakuasi. Semua peta evakuasi harus mencantumkan judul, skala,
lokasi geografis (koordinat), menggambarkan zona yang harus dievakuasi jika terjadi bencana, dan
jalur terpendek ke tempat yang aman. Peta evakuasi harus mencakup jalan-jalan, jembatan, panah
arah pelarian, dan lokasi TES. Bila mungkin, peta evakuasi ini juga dapat mengidentifikasi hal-hal
yang berpotensi menjadi penghambat selama proses evakuasi berjalan saat terjadi bencana seperti:
bidang tanah yang tidak stabil, kegagalan struktur akibat gempa (jembatan, bangunan, dan lain-
lain);
2. Rambu (sign), yang di sebar di sepanjang rute evakuasi menuju tempat evakuasi. Rambu dapat
berupa berbagai simbol tergantung pada kebutuhannya. Seperti tanda panah untuk memberitahu
arah evakuasi, tanda gelombang untuk memperingatkan akan bahaya tsunami, gambar bangunan
untuk memberitahu tempat berkumpul, dan lain-lain.
ILUSTRASI
PETA EVAKUASI
ILUSTRASI
RAMBU-RAMBU EVAKUASI BENCANA
69
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
Rambu ini harus diletakkan sepanjang jalur evakuasi yang membawa penduduk keluar dari zona
bahaya. Berdasarkan SNI 7743 - 2011 tentang Rambu Evakuasi Tsunami, rambu ini berbentuk persegi
panjang dengan ukuran dasar 90 cm x 45 cm, dengan salah satu sisinya membentuk anak panah, lihat
Gambar 7-2. Anak panah penunjuk arah untuk memastikan masyarakat menuju ke arah tempat evakuasi
yang benar, anak panah menunjukkan ke arah kanan atau kiri sesuai arah evakuasi. Untuk keamanan,
masing-masing sudut dibuat tumpul. Apabila rambu tsunami dibuat dengan ukuran lebih besar dari
ketentuan tersebut, maka pembesarannya harus proporsional.
Rambu evakuasi mempunyai warna dasar oranye yang merupakan campuran dari 6 bagian warna
kuning dan 1 bagian warna merah sedangkan untuk cetakan digital dapat digunakan nilai RGB (Red:
255, Green: 102, dan Blue: 0). Warna simbol putih tanpa garis tepi. Selain simbol, pada rambu ditulis
keterangan nama lokasi atau gedung tempat evakuasi dan jarak untuk mencapainya. Tulisan berwarna
putih dengan huruf Arial Bold. Rambu evakuasi terbuat dari bahan yang relatif kuat dan tahan cuaca
serta terbuat dari logam aluminium dengan tebal minimum 2,0 mm dengan diberi lipatan atau lekukan
pada sisinya sebagai penguat. Material pewarna disarankan bersifat memantulkan cahaya sehingga
bisa teramati pada saat gelap.
B. KELANCARAN OPERASIONAL
Penyediaan sarana dan prasarana yang dapat mendukung kelancaran operasional kawasan.
ILUSTRASI
STASIUN PENGISIAN BAHAN BAKAR UMUM (SPBU)
70
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
B.1.2 SPBG
Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas membutuhkan lahan yang memadai guna kebutuhan instalasi. Selain
itu, infrastruktur terkait jalur pipa gas juga sangat mempengaruhi bisa tidaknya suatu SPBG dibangun.
Bahan bakar gas dianggap lebih 'bersih' bila dibandingkan dengan bahan bakar lainnya karena emisi
gas buangnya yang ramah lingkungan.
ILUSTRASI
STASIUN PENGISIAN BAHAN BAKAR GAS (SPBG)
ILUSTRASI
JARINGAN INTERNET
71
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
B.2.2 Menara Base Transceiver Station (BTS)
Penempatan Menara BTS sesuai dengan cell plan dan tidak mengganggu kawasan di sekitar bandar
udara dan kawasan di sekitar alat bantu navigasi penerbangan dan harus mempertimbangkan aspek -
aspek teknis seperti tersedia lampu Halangan Penerbangan (Aviation Obstruction Light) dan marka
Halangan Penerbangan (Aviation Obstruction Marking).
ILUSTRASI
MENARA BASE TRANSCEIVER STATION
72
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
Letak saluran pembawa ini di bagian terendah lembah ini suatu daerah sehingga secara efektif
dapat berfungsi sebagai pengumpul dari anak cabang saluran yang ada;
c. Saluran Pembawa (conveyor) adalah saluran yang berfungsi sebagai pembawa air buangan dari
suatu daerah ke lokasi pembuangan tanpa membahayakan daerah yang dilalui. Sebagai contoh
adalah saluran banjir kanal atau sudetan-sudetan atau saluran by pass yang bekerja khusus hanya
mengalirkan air secara cepat sampai ke lokasi pembuangan.
ILUSTRASI
JARINGAN PENGENDALI BANJIR
73
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
ILUSTRASI
KOLAM RETENSI
JETTY
Jetty merupakan bangunan tegak lurus pantai yang diletakkan di kedua sisi muara sungai yang
berfungsi untuk mengurangi pendangkalan alur oleh sedimen pantai. Selain itu pula digunakan untuk
menghalangi aliran air dari sungai yang berbelok dan membuat terjadinya erosi pada pantai.
ILUSTRASI
JETTY
POLDER
Polder adalah suatu kawasan yang didesain sedemikian rupa dan dibatasi dengan tanggul sehingga
limpasan air yang berasal dari luar kawasan tidak dapat masuk. Dengan demikian hanya aliran
permukaan atau kelebihan air yang berasal dari kawasan itu sendiri yang akan dikelola oleh sistem
polder. Di dalam polder tidak ada aliran permukaan bebas seperti pada daerah tangkapan air
alamiah, akan tetapi dilengkapi dengan bangunan pengendali pada pembuangannya dengan
penguras atau pompa yang berfungsi mengendalikan kelebihan air. Muka air di dalam sistem polder
tidak bergantung pada permukaan air di daerah sekitarnya karena polder mempergunakan tanggul
dalam operasionalnya sehingga air dari luar kawasan tidak dapat masuk ke dalam sistem polder.
Sistem polder adalah suatu cara penanganan banjir dengan kelengkapan bangunan sarana fisik,
yang meliputi saluran drainase, kolam retensi, pompa air, yang dikendalikan sebagai satu kesatuan
pengelolaan. Dengan sistem polder, maka lokasi rawan banjir akan dibatasi dengan jelas, sehingga
elevasi muka air, debit dan volume air yang harus dikeluarkan dari sistem dapat dikendalikan. Oleh
karena itu, sistem polder disebut juga sebagai sistem drainase yang terkendali. Sistem ini dipakai
74
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
untuk daerah-daerah rendah dan daerah yang berupa cekungan, ketika air tidak dapat mengalir
secara gravitasi. Agar daerah ini tidak tergenang, maka dibuat saluran yang mengelilingi cekungan.
Air yang tertangkap dalam daerah cekungan itu sendiri ditampung di dalam suatu waduk, dan
selanjutnya dipompa ke kolam tampungan
ILUSTRASI
POLDER
ILUSTRASI
SISTEM DRAINASE
75
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
B.4.1 Saluran Primer
Saluran primer adalah saluran drainase yang menerima air dari saluran sekunder dan menyalurkannya
ke badan air penerima. Dimensi saluran primer tergantung pada debit air yang mengalir dari drainase
sekunder dan tersier. Letak saluran primer berada paling hilir dan mengarah langsung ke badan air.
B.4.2 Saluran Sekunder
Saluran sekunder adalah saluran drainase yang menerima air dari saluran tersier dan menyalurkannya
ke saluran primer.
SKOR KRITERIA KINERJA
0 Tidak memiliki sistem drainase primer dan sekunder baik yang terbuka dan atau tertutup
Memiliki sistem drainase primer dan sekunder dengan tipe terbuka dan atau tertutup dan
2 dilengkapi dengan lubang peawatan/manhole pada jarak-jarak tertentu dan terhubung dengan
jaringan drainase diluar kawasan
ILUSTRASI
SALURAN DRIANASE TERSIER
76
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
B.5.1 Ruas Pejalan Kaki (Pedestrian)
Ruas pejalan kaki adalah bagian dari jalan raya yang khusus disediakan untuk pejalan kaki yang
terletak didaerah manfaat jalan, yang diberi lapisan permukaan dengan elevasi yang lebih tinggi dari
permukaan perkerasan jalan, dan pada umumnya sejajar dengan jalur lalu lintas kendaraan.
Fasilitas pejalan kaki berupa trotoar/pedestrian ditempatkan di:
Daerah perkotaan secara umum yang tingkat kepadatan penduduknya tinggi;
Jalan yang memiliki rute angkutan umum yang tetap;
Daerah yang memiliki aktivitas kontinu yang tinggi, seperti misalnya jalan-jalan di pasar dan pusat
perkotaaan;
Lokasi yang memiliki kebutuhan/permintaan yang tinggi dengan periode yang pendek, seperti
misalnya stasiun-stasiun bis dan kereta api, sekolah, rumah sakit, lapangan olahraga;
Lokasi yang mempunyai permintaan yang tinggi untuk hari-hari tertentu, misalnya lapangan/
gelanggang olahraga, masjid.
Trotoar sedapat mungkin ditempatkan pada sisi dalam saluran drainase yang telah ditutup dengan
pelat beton yang memenuhi syarat. Trotoar pada perhentian bus harus ditempatkan berdampingan/
sejajar dengan jalur bus. Trotoar dapat ditempatkan di depan atau di belakang halte.
ILUSTRASI
RUAS PEJALAN KAKI
77
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
ILUSTRASI
RUMAH SAKIT
ILUSTRASI
KANTOR POLISI
78
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
meningkatkan efisiensi pelayanan jasa distribusi guna menunjang peningkatan pertumbuhan ekonomi
terutama di wilayah yang sudah tinggi tingkat perkembangannya.
Jalan tol sebagai bagian dari sistem jaringan jalan umum merupakan lintas alternatif, namun dalam
keadaan tertentu jalan tol dapat tidak merupakan lintas alternatif. Di Indonesia jalan tol diharapkan
bisa menjadi solusi bagi kemacetan.
ILUSTRASI
JALAN TOL
ILUSTRASI
JALAN ARTERI PRIMER
79
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
SKOR KRITERIA KINERJA
0 Tersedia jaringan Jalan Arteri Primer dengan lebar kurang dari 11 m
Tersedia jaringan Jalan Arteri Primer yang menghubungkan pusat kegiatan nasional dan/atau
2 pusat kegiatan wilayah dengan bandar udara pengumpul skala pelayanan primer, sekunder, dan
tersier dengan lebar 11 m
ILUSTRASI
JARINGAN JALUR KERETA API ANTAR KOTA
80
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
C.1.4 Jaringan Jalur Kereta Api perkotaan
Jaringan pelayanan perkeretaapian perkotaan berada dalam suatu wilayah perkotaan dapat :
a. melampaui 1 (satu) provinsi;
b. melampaui 1 (satu) kabupaten/kotacdalam 1 (satu) provinsi; dan
c. berada dalam 1 (satu) kabupaten/kota.
Jaringan pelayanan perkeretaapian perkotaan diselenggarakan dengan ciri-ciri pelayanan:
a. menghubungka nbeberapa stasiun di wilayah perkotaan;
b. melayani banyak penumpang berdiri;
c. memiliki sifat perjalanan ulang alikl komuter;
d. melayani penumpang tetap;
e. memiliki jarak dan atau waktu tempuh pendek; dan melayani kebutuhan angkutan penumpang di
dalam kota dan dari daerah sub-urban menuju pusat kota atau sebaliknya.
ILUSTRASI
JARINGAN JALUR KERETA API PERKOTAAN
81
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
ILUSTRASI
STASIUN KERETA API
ILUSTRASI
TERMINAL BIS
82
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
C.1.7 Tempat Perhentian Kendaraan Penumpang Umum (TPKPU)
Tempat perhentian kendaraan penumpang umum (TPKPU) terdiri dari halte dan tempat perhentian bus.
Halte adalah bagian dari perkerasan jalan tertentu yang digunakan untuk pemberhentian sementara
bus dan angkutan penumpang umum lainnya pada waktu menaikkan dan menurunkan penumpang.
Tujuan perekayasaan tempat perhentian kendaraan penumpang umum (TPKPU) adalah :
1. menjamin kelancaran dan ketertiban arus lalu lintas;
2. menjamin keselamatan bagi pengguna angkutan penumpang umum;
3. menjamin kepastian keselamatan untuk menaikkan dan/atau menurunkan penumpang;
4. memudahkan penumpang dalam melakukan perpindahan moda angkutan umum atau bus.
Persyaratan umum tempat perhentian kendaraan penumpang umum adalah :
1. berada di sepanjang rute angkutan umum/bus;
2. terletak pada jalur pejalan (kaki) dan dekat dengan fasilitas pejalan (kaki);
3. diarahkan dekat dengan pusat kegiatan atau permukiman;
4. dilengkapi dengan rambu petunjuk;
5. tidak mengganggu kelancaran arus lalu-lintas.
ILUSTRASI
TEMPAT PERHENTIAN KENDARAAN PENUMPANG UMUM
C.2 SISTEM JARINGAN TRANSPORTASI LAUT (JIKA MEMILIKI MODA TRANSPORTASI LAUT)
C.2.1 Pelabuhan Penyeberangan
Pelabuhan Penyeberangan adalah pelabuhan laut, sungai, dan danau yang digunakan untuk melayani
angkutan penyeberangan yang berfungsi menghubungkan jaringan jalan dan/atau jaringan jalur kereta
api yang dipisahkan oleh perairan untuk mengangkut penumpang dan kendaraan beserta muatannya.
Pelabuhan Penyeberangan berfungsi sebagai simpul untuk menghubungkan jaringan jalan dan/atau
jaringan jalur kereta api yang dipisahkan oleh perairan, untuk mengangkut penumpang dan kendaraan
beserta muatannya.
83
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
ILUSTRASI
PELABUHAN PENYEBERANGAN
D. KESEHATAN LINGKUNGAN
D.1 SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM
D.1.1 Jaringan Air Bersih/Air Minum
Sistem Penyediaan Air Minum Jaringan Perpipaan (SPAM JP) yakni satu kesatuan sarana dan prasarana
penyediaan Air Minum yang disalurkan kepada pelanggan melalui sistem perpipaan. SPAM JP
diselenggarakan untuk menjamin kepastian kuantitas dan kualitas Air Minum yang dihasilkan serta
kontinuitas pengaliran. Syarat SPAM JP meliputi :
1. Kuantitas Air Minum yang dihasilkan paling sedikit mencukupi Kebutuhan Pokok Air Minum Sehari-
hari;
2. Kualitas Air Minum yang dihasilkan harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
3. Kontinuitas pengaliran Air Minum selama 24 (dua puluh empat) jam per hari.
Sistem Penyediaan Air Minum Jaringan Perpipaan (SPAM JP) terdiri dari jaringan pipa transmisi dan
jaringan pipa distribusi.
Jaringan pipa transmisi dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Jaringan pipa transmisi air baku, yang berfungsi untuk mengalirkan air dari sumber air baku ke
instalasi pengolahan air;
2. Jaringan pipa transmisi air bersih/air minum, berfungsi untuk mengalirkan air bersih/air minum hasil
olahan ke reservoir penampungan hasil pengolahan air atau dari reservoir induk (penampung hasil
olahan) ke reservoir pembagi sebelum distribusi.
Jaringan pipa distribusi air bersih/air minum berfungsi untuk mengalirkan air dari unit produksi
(Reservoir) ke pelanggan. Jaringan distribusi menggunakan pipa dengan aliran yang bertekanan,
dimana disepanjang perpipaannya dihubungkan dengan sambungan pelanggan. Jenis sambungan
pelanggan dapat berupa Sambungan Rumah (SR), sambungan Hidran Umum (HU) maupun sambungan
untuk pelanggan usaha komersial. Jalur pipa distribusi biasanya ditanam mengikuti jalur jalan yang ada.
84
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
ILUSTRASI
JARINGAN AIR BERSIH/AIR MINUM
85
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
ILUSTRASI
JARINGAN PEMBUANGAN AIR LIMBAH DOMESTIK SETEMPAT DAN TERPUSAT
D.2.2 Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Domestik/Sewage Treatment Plant (STP)
Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) adalah sebuah struktur yang dirancang untuk membuang limbah
biologis dan kimiawi dari air sehingga memungkinkan air tersebut untuk digunakan paa aktivitas yang
lain. Fungsi IPAL mencakup:
Pengolahan air limbah pertanian, untuk membuang kotoran hewan, residu pestisida, dan sebagainya
dari lingkungan pertanian;
Pengolahan air limbah perkotaan, untuk membuang limbah manusia dan limbah rumah tangga
lainnya;
Pengolahan air limbah industri, untuk mengolah limbah cair dari aktivitas manufaktur sebuah industri
dan komersial, termasuk juga aktivitas pertambangan.
Sewage Treatment Plant (STP) adalah instalasi pengolahan limbah cair yang diperuntukkan bagi limbah
rumah tangga seperti kotoran, air bekas mencuci piring atau pakaian, dan juga air kotor yang berasal
dari dapur dan kamar mandi.
Sistem STP memiliki fungsi untuk menghilangkan kontaminan yang terbawa limbah rumah tangga berupa
grey water dan black water agar tidak mencemari lingkungan ketika dibuang ke wilayah perairan
sekitar.
Cara kerja dari STP melibatkan dua proses pengolahan limbah, yaitu limbah yang berasal dari sisa
cucian atau deterjen (grey water) dan kotoran manusia (black water), dengan proses sebagai berikut:
Pengolahan limbah grey water
Pengolahan limbah grey water, memanfaatkan Sistem Pengolahan Air Limbah (SPAL) yang dilengkapi
bak pengumpul dan tangki resapan. Untuk dapat melakukan pengolahan grey water, nantinya
limbah akan dialirkan menuju bak pengumpul yang memiliki ruang yang disekat dengan sebuah
kassa, yang berfungsi untuk menyaring dan mengendapkan zat yang terbawa, seperti sampah,
minyak, dan pasir. Setelah selesai, air dialirkan menuju tangki resapan yang dilengkapi dengan
arang dan batu koral untuk menyaring air agar lebih bersih dan aman untuk lingkungan.
86
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
Pengolahan limbah black water
Pengolahan limbah black water, memerlukan sistem yang lebih rumit dan membutuhkan septic tank
sebagai tangki endapan yang dilengkapi bakteri yang berfungsi untuk mengurai kotoran agar
kandungan zat patogen yang ada di dalamnya dapat dihilangkan. Hasil akhirnya adalah lumpur
tinja yang sudah lebih aman untuk dibuang ke saluran pembuangan.
ILUSTRASI
INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH/SEWAGE TREATMENT PLANT
ILUSTRASI
PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (B3)
87
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
SKOR KRITERIA KINERJA
0 Tidak terdapat kegiatan pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
2 Terdapat kegiatan pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
D.3.2 TPSSS-B3
Pemanfaatan limbah B3 yang mencakup kegiatan penggunaan kembali (reuse), daur ulang (recycle), dan
perolehan kembali (recovery) merupakan satu mata rantai penting dalam pengelolaan limbah B3. Hal
ini akan mengurangi kecepatan pengurasan sumber daya alam. Untuk menghilangkan atau mengurangi
risiko yang dapat ditimbulkan dari limbah B3 yang dihasilkan maka limbah B3 yang telah dihasilkan
perlu dikelola secara khusus.
Kebijakan pengelolaan limbah B3 yang ada saat ini perlu dilakukan dalam bentuk pengelolaan yang
terpadu karena dapat menimbulkan kerugian terhadap kesehatan manusia, makhluk hidup lainnya dan
lingkungan hidup apabila tidak dilakukan pengelolaan dengan benar.
ILUSTRASI
TEMPAT PENAMPUNGAN SEMENTARA SAMPAH SPESIFIK
BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (TPSSS-B3)
88
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
D.4 PENGELOLAAN PERSAMPAHAN
89
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
ILUSTRASI
TEMPAT PENAMPUNGAN SAMPAH SEMENTARA (TPS)
D.4.2 Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu dengan prinsip 3R (reduce, reuse, recycle)
Tempat Pengelolaan Sampah Reduce, Reuse, Recycle (TPST-3R) merupakan sistem pengelolaan dan
teknologi pengolahan sampah yang dimaksudkan sebagai solusi dalam mengatasi persoalan sampah
dan dampak yang ditimbulkannya. Melalui TPST-3R ini, tidak hanya persoalan pencemaran lingkungan
yang diakibatkan oleh sampah yang dapat dikurangi, namun juga dihasilkan produk-produk yang
bernilai ekonomis dari sampah yang diolah tersebut.
TPS-3R dikonsepkan untuk Reduce (mengurangi), Reuse (menggunakan kembali) dan Recycle (daur ulang),
ditujukan untuk melayani suatu kelompok masyarakat (termasuk di kawasan masyarakat berpenghasilan
rendah) yang terdiri dari minimal 400 rumah atau kepala keluarga.
Konsep utama pengolahan sampah pada TPS-3R adalah untuk mengurangi kuantitas dan/atau
memperbaiki karakteristik sampah, yang akan diolah secara lebih lanjut di Tempat Pemrosesan Akhir
(TPA) sampah.
TPS-3R diharapkan berperan dalam menjamin kebutuhan lahan yang semakin kritis untuk penyediaan
TPA sampah di perkotaan. Hal ini sejalan dengan kebijakan nasional, untuk meletakkan TPA sampah
pada hirarki terbawah, sehingga meminimalisir residu saja untuk kemudian diurug dalam TPA.
TPS-3R harus memenuhi persyaratan teknis seperti:
- Luas TPS 3R, lebih besar dari 200 m2;
- Tersedia sarana untuk mengelompokkan sampah menjadi paling sedikit 5 (lima) jenis sampah (organik,
non-organik, kertas, B3, dan residu);
- TPS 3R dilengkapi dengan ruang pemilahan, pengomposan sampah organik, dan/atau unit penghasil
gas bio, gudang, zona penyangga, dan tidak mengganggu estetika serta lalu lintas;
- Jenis pembangunan penampung sisa pengolahan sampah di TPS 3R bukan merupakan wadah
permanen;
- Penempatan lokasi TPS 3R sedekat mungkin dengan daerah pelayanan dalam radius tidak lebih dari
1 km;
90
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
- Luas lokasi dan kapasitas sesuai kebutuhan;
- Lokasinya mudah diakses;
- Tidak mencemari lingkungan; dan
- Memiliki jadwal pengumpulan dan pengangkutan.
ILUSTRASI
TEMPAT PENGOLAHAN SAMPAH (TPS) DENGAN PRINSIP 3R
Jika dilihat dari tahapan prosesnya tingkatannya, TPST memiliki sistem proses sampah yang lebih
kompleks dibandingkan dengan TPS 3R (Tempat Pemrosesan Sampah Reduce-Reuse-Recycle), karena
TPST mengelola sampai pada pemrosesan akhir sampah sehingga aman untuk dikembalikan ke media
lingkungan.
TPST harus memenuhi persyaratan teknis seperti:
- Luas TPST lebih besar dari 20.000 m2;
- Penempatan lokasi TPST dapat di dalam kota dan atau di TPA;
- Jarak TPST ke pemukiman terdekat paling sedikit 500 m;
- Pengolahan sampah di TPST dapat menggunakan teknologi; dan
- Fasilitas TPST dilengkapi dengan ruang pemilah, instalasi pengolahan sampah, pengendalian
pencemaran lingkungan, penanganan residu, dan fasilitas penunjang serta zona penyangga.
91
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
ILUSTRASI
TEMPAT PENGOLAHAN SAMPAH TERPADU (TPST)
ILUSTRASI
BATAS KAWASAN KEBISINGAN
92
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
SKOR KRITERIA KINERJA
0 Tidak tersedia rambu batas-batas kawasan kebisingan
2 Tersedia rambu batas-batas kawasan kebisingan
E. KEBERLANJUTAN LINGKUNGAN
Kawasan didukung dengan fasilitas ramah lingkungan untuk mengurangi dampak negatif akibat aktivitas
kawasan.
ILUSTRASI
SUMUR RESAPAN
93
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
Design rumah atau gedung hemat energi (pencahayaan yang baik dengan cukup ventilasi, sehingga
mengurangi penggunaan lampu di siang hari, penggunaan bahan atap bangunan yang dapat
mendinginkan suhu di dalam ruangan seperti atap berbahan tanah atau keramik, dan sebagainya).
Peyediaan fasilitas kendaraan umum massal secara efektif dan efisien;
Penggunakan panel surya.
ILUSTRASI
PENGHEMATAN KONSUMSI ENERGI
ILUSTRASI
PENGHEMATAN KONSUMSI AIR
94
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
ILUSTRASI
MODA TRANSPORTASI DENGAN ENERGI TERBARUKAN
ILUSTRASI
STASIUN PENGISIAN KENDARAAN LISTRIK UMUM
95
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
SKOR KRITERIA KINERJA
0 Tidak tersedia Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum
2 Tersedia Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum
ILUSTRASI
STASIUN PENUKARAN BATERAI KENDARAAN LISTRIK UMUM
ILUSTRASI
ENERGI SURYA
96
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
2. Energi air
Pemanfaatan air sebagai sumber energi yakni dengan membuat kincir air yang kemudian
ditempatkan pada daerah aliran air yang memiliki arus kencang. Tujuannya agar semakin besar
pula energi yang dihasilkan. Putaran kincir air menghasilkan energi kinetik yang kemudian digunakan
untuk memutar generator.
ILUSTRASI
ENERGI AIR
3. Energi Bayu
Angin adalah udara yang bergerak dari wilayah yang memiliki tekanan udara tinggi ke wilayah
dengan tekanan udara rendah. Dengan sifatnya tersebut, sangat memungkinkan bila angin
dimanfaatkan sebagai sumber energi. Prinsip pemanfaatannya sama dengan energi air, yakni
dengan membuat kincir angin. Lalu, putaran kincir angin diteruskan untuk memutar generator yang
menghasilkan energi listrik.
ILUSTRASI
ENERGI BAYU
97
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
ILUSTRASI
ENERGI PANAS BUMI
5. Bio energi
Bio energi merupakan sumber energi yang berasal dari makhluk hidup maupun material organik,
seperti kayu, rumput, kotoran hewan, limbah pertanian, dan limbah rumah tangga atau yang dikenal
dengan istilah biomassa. Untuk memanfaatkan material-material tersebut menjadi sumber energi,
ada yang bisa dilakukan secara langsung dan ada juga yang harus melalui serangkaian proses.
Material organik yang tidak perlu melewati rangkaian proses tertentu misalnya kayu. Sedangkan
kotoran hewan, limbah rumah tangga, dan limbah pertanian biasanya melewati rangkaian proses
tertentu untuk menghasilkan sumber energi. Produk akhirnya ada yang menjadi biodiesel, bioetanol,
biogas, bioavtur, dan lain-lain.
ILUSTRASI
BIO ENERGI
98
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
ILUSTRASI
ZONA PERUMAHAN
A.1.1 Zona Perumahan pada kawasan ancangan pendaratan dan lepas landas
SKOR KRITERIA KINERJA
0 Kepadatan lebih dari 10 rumah/Ha
Kepadatan sangat rendah ( < 10 rumah/Ha). Kegiatan/aktivitas di ruang terbuka, minim populasi
2
manusia, berupa Ruang Terbuka Hijau (RTH), badan air, Ruang Terbuka Non Hijau (RTNH)
99
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
A.1.4 Zona Perumahan pada kawasan di bawah permukaan kerucut
SKOR KRITERIA KINERJA
0 Kepadatan bangunan lebih dari 1000 rumah/Ha
2 Kepadatan bangunan tinggi (100 – 1000 rumah/Ha)
ILUSTRASI
ZONA INDUSTRI
A.2.1 Zona Industri pada kawasan ancangan pendaratan dan lepas landas
A.2.2 Zona Industri pada kawasan kemungkinan bahaya kecelakaan
SKOR KRITERIA KINERJA
0 Zona Industri
2 Non zona industri
100
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
Zona pertanian di kawasan sekitar bandar udara dibatasi untuk mengantisipasi timbulnya gangguan
burung dan hewan lainnya yang akan mengganggu jalannya operasi pesawat udara dan dapat
menimbulkan bahaya kecelakaan pesawat udara.
ILUSTRASI
ZONA PERTANIAN
(Pertanian Hortikultura)
ILUSTRASI
ZONA PERTANIAN
(Pertanian Lahan Basah)
ILUSTRASI
ZONA PERTANIAN
(Peternakan)
101
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
A.3.1 Zona Pertanian pada kawasan ancangan pendaratan dan lepas landas
SKOR KRITERIA KINERJA
0 Pertanian lahan basah/peternakan
2 Pertanian hortikultura
ILUSTRASI
ZONA PERDAGANGAN DAN JASA
A.4.1 Zona Perdagangan dan Jasa pada kawasan ancangan pendaratan dan lepas landas
A.4.2 Zona Perdagangan dan Jasa pada kawasan kemungkinan bahaya kecelakaan
SKOR KRITERIA KINERJA
0 Terdapat aktivitas perdagangan dan jasa
2 Pemanfaatan ruang bebas dari aktivitas perdagangan dan jasa
A.4.3 Zona Perdagangan dan Jasa pada kawasan di bawah permukaan horizontal dalam
A.4.4 Zona Perdagangan dan Jasa pada kawasan di bawah permukaan kerucut
SKOR KRITERIA KINERJA
0 Terdapat penggunaan laser/balon udara/drone
Pemanfaatan ruang bebas dari aktivitas perdagangan dan jasa yang menggunakan laser/balon
2
udara/drone
102
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
A.5 JARINGAN TRANSMISI TENAGA LISTRIK ANTARSISTEM
Jaringan Transmisi Tenaga Listrik Antaristem merupakan penyaluran tenaga listrik dari pembangkitan ke
sistem distribusi atau ke konsumen, atau penyaluran tenaga listrik antarsistem. Jaringan Transmisi Tenaga
Listrik merupakan proses penyaluran tenaga listrik dari tempat pembangkit tenaga listrik (Power Plant)
hingga saluran distribusi listrik (substation distribution) sehingga dapat disalurkan sampai pada konsumer
pengguna listrik. Peraturan zonasi untuk pembangkitan tenaga listrik disusun dengan memperhatikan
pemanfaatan ruang di sekitar pembangkitan listrik harus memperhatikan jarak aman dari kegiatan lain.
A.5.1 Saluran Udara Tegangan Ultra Tinggi (SUTUT), Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET),
Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) pada kawasan ancangan pendaratan dan lepas landas
A.5.2 Saluran Udara Tegangan Ultra Tinggi (SUTUT), Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET)
Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) pada kawasan kemungkinan bahaya kecelakaan
ILUSTRASI
JARINGAN TRANSMISI TENAGA
LISTRIK ANTARSISTEM
103
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
A.6 GARDU INDUK
Gardu Induk adalah instalasi yang berfungsi mengubah tenaga listrik tegangan tinggi yang satu ke
tegangan tinggi yang lainnya atau tegangan menengah, pengukuran, pengawasan, operasi serta
pengaturan pengamanan sistem tenaga listrik.
ILUSTRASI
GARDU INDUK
A.6.1 Gardu Induk pada kawasan ancangan pendaratan dan lepas landas
A.6.2 Gardu Induk pada kawasan kemungkinan bahaya kecelakaan
SKOR KRITERIA KINERJA
0 Terdapat gardu induk
2 Tidak terdapat gardu induk
ILUSTRASI
SPBU DAN SPBG
104
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
A.8 MITIGASI BENCANA
A.8.1 JALUR EVAKUASI
Jalur evakuasi adalah jalur penyelamatan yang didesain khusus dengan menghubungkan semua area
ke area yang aman sebagai titik kumpul penduduk atau masyarakat yang sedang berada di kawasan
tersebut. Jalur evakuasi berfungsi untuk mobilisasi penduduk dari ancaman bahaya ke tempat yang lebih
aman ketika terjadi bencana. Pengguna kawasan aman dari bencana dan dapat mencapai titik kumpul
evakuasi maksimal 5 menit ketika terjadi bencana.
Kapasitas jalur evakuasi sangat bergantung pada lebar jalur evakuasi, sehingga jalur evakuasi harus
mempunyai lebar yang cukup untuk dapat membantu proses evakuasi lebih cepat, mengingat waktu
evakuasi terbatas. Jalur evakuasi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
Jalur evakuasi primer, merupakan jalan umum yang ditetapkan sebagai jalur evakuasi untuk menuju
Tempat Evakuasi Akhir (TEA) secara langsung dengan persyaratan lebar jalan minimal 9 meter atau
setara dengan kolektor primer;
Jalur evakuasi sekunder, merupakan jalan umum yang ditetapkan sebagai jalur evakuasi untuk
menuju Tempat Evakuasi Sementara (TES) dengan persyaratan lebar jalan minimal 7,5 meter atau
setara dengan jalan lokal;
Semua jalur evakuasi menuju TES maupun TEA harus mudah dilihat dan mudah dicapai dari semua
akses jalan lingkungan;
Rambu-rambu penunjuk arah evakuasi harus diletakkan pada titik-titik strategis sepanjang jalur
evakuasi menuju TES dan TEA.
ILUSTRASI
JALUR EVAKUASI
(contoh: Jalur Evakuasi Bencana Tsunami)
105
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
A.8.2 TITIK KUMPUL EVAKUASI
Titik kumpul evakuasi adalah area terbuka di dekat pusat-pusat lingkungan permukiman yang apabila
terjadi bencana maka menjadi titik pertemuan penduduk yang hendak diungsikan ke tempat yang lebih
aman, yakni Tempat Evakuasi Sementara (TES).
ILUSTRASI
TITIK KUMPUL EVAKUASI
106
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
lintas. Apabila karena alasan banyak penduduk yang bekerja dan tinggal di daerah sekitar ini,
lokasi berdekatan dengan sumber kemacetan, maka jalur pejalan kaki atau pedestrian yang lebar
harus disediakan sebagai rute evakusi menuju lokasi TES;
6. Lokasi TES harus dapat dijangkau oleh semua orang, baik yang sehat, maupun yang mempunyai
keterbatasan fisik seperti orang tua, ibu hamil, anak-anak dan orang dengan kebutuhan khusus.
Dengan demikian, rute evakuasi yang dilewati harus dapat dilalui dengan kursi roda bagi orang
tua dan orang dengan keterbatasan fisik lainnya, seperti anak-anak autis, retardasi mental, dan
memiliki kelainan jiwa. Mereka membutuhkan bantuan dari orang lain untuk bergerak menuju tempat
evakuasi, demikian juga dengan ibu hamil dan balita;
7. Pertimbangan kriteria lokasi juga dapat diperoleh melalui diskusi bersama tokoh-tokoh adat,
agama, dan pemuka masyarakat yang ada di kawasan tersebut. Setiap daerah memiliki keunikan
dan tradisi, tokoh-tokoh masyarakat tersebut tentu lebih mengenal daerah mereka dan kebiasaan-
kebiasaan masyarakatnya. Dengan melibatkan mereka, lokasi TES yang dipilih mudah diterima
masyarakat, hal ini akan membantu memudahkan evakuasi karena lokasi TES sudah mereka kenal
dengan baik;
8. Tanah yang ditentukan sebagai lokasi TES harus dimiliki oleh pemerintah. Apabila lahan tersebut
masih dimiliki oleh warga atau perusahaan swasta, harus ada komunikasi dengan pemerintah.
Pemerintah perlu membeli tanah tersebut atau mengadakan perjanjian antara pemilik tanah dengan
pemerintah.
ILUSTRASI
TEMPAT EVAKUASI SEMENTARA
107
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
tentang arah dan titik aman sebagai tempat berkumpul. Ada berbagai bentuk penanda/rambu-rambu
evakuasi berikut ini:
1. Peta Evakuasi, peta yang memperlihatkan rute-rute arah evakuasi bagi masyarakat untuk menjauhi
lokasi bencana dan menuju tempat evakuasi. Semua peta evakuasi harus mencantumkan judul, skala,
lokasi geografis (koordinat), menggambarkan zona yang harus dievakuasi jika terjadi bencana, dan
jalur terpendek ke tempat yang aman. Peta evakuasi harus mencakup jalan-jalan, jembatan, panah
arah pelarian, dan lokasi TES. Bila mungkin, peta evakuasi ini juga dapat mengidentifikasi hal-hal
yang berpotensi menjadi penghambat selama proses evakuasi berjalan saat terjadi bencana seperti:
bidang tanah yang tidak stabil, kegagalan struktur akibat gempa (jembatan, bangunan, dan lain-
lain);
2. Rambu (sign), yang di sebar di sepanjang rute evakuasi menuju tempat evakuasi. Rambu dapat
berupa berbagai simbol tergantung pada kebutuhannya. Seperti tanda panah untuk memberitahu
arah evakuasi, tanda gelombang untuk memperingatkan akan bahaya tsunami, gambar bangunan
untuk memberitahu tempat berkumpul, dan lain-lain.
ILUSTRASI
PETA EVAKUASI
ILUSTRASI
RAMBU-RAMBU EVAKUASI BENCANA
108
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
Rambu ini harus diletakkan sepanjang jalur evakuasi yang membawa penduduk keluar dari zona
bahaya. Berdasarkan SNI 7743 - 2011 tentang Rambu Evakuasi Tsunami, rambu ini berbentuk persegi
panjang dengan ukuran dasar 90 cm x 45 cm, dengan salah satu sisinya membentuk anak panah, lihat
Gambar 7-2. Anak panah penunjuk arah untuk memastikan masyarakat menuju ke arah tempat evakuasi
yang benar, anak panah menunjukkan ke arah kanan atau kiri sesuai arah evakuasi. Untuk keamanan,
masing-masing sudut dibuat tumpul. Apabila rambu tsunami dibuat dengan ukuran lebih besar dari
ketentuan tersebut, maka pembesarannya harus proporsional.
Rambu evakuasi mempunyai warna dasar oranye yang merupakan campuran dari 6 bagian warna
kuning dan 1 bagian warna merah sedangkan untuk cetakan digital dapat digunakan nilai RGB (Red:
255, Green: 102, dan Blue: 0). Warna simbol putih tanpa garis tepi. Selain simbol, pada rambu ditulis
keterangan nama lokasi atau gedung tempat evakuasi dan jarak untuk mencapainya. Tulisan berwarna
putih dengan huruf Arial Bold. Rambu evakuasi terbuat dari bahan yang relatif kuat dan tahan cuaca
serta terbuat dari logam aluminium dengan tebal minimum 2,0 mm dengan diberi lipatan atau lekukan
pada sisinya sebagai penguat. Material pewarna disarankan bersifat memantulkan cahaya sehingga
bisa teramati pada saat gelap.
B. KELANCARAN OPERASIONAL
Penyediaan sarana dan prasarana yang dapat mendukung kelancaran operasional kawasan.
ILUSTRASI
STASIUN PENGISIAN BAHAN BAKAR UMUM (SPBU)
109
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
B.1.2 SPBG
Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas membutuhkan lahan yang memadai guna kebutuhan instalasi. Selain
itu, infrastruktur terkait jalur pipa gas juga sangat mempengaruhi bisa tidaknya suatu SPBG dibangun.
Bahan bakar gas dianggap lebih 'bersih' bila dibandingkan dengan bahan bakar lainnya karena emisi
gas buangnya yang ramah lingkungan.
ILUSTRASI
STASIUN PENGISIAN BAHAN BAKAR GAS (SPBG)
ILUSTRASI
JARINGAN INTERNET
110
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
B.2.2 Menara Base Transceiver Station (BTS)
Penempatan Menara BTS sesuai dengan cell plan dan tidak mengganggu kawasan di sekitar bandar
udara dan kawasan di sekitar alat bantu navigasi penerbangan dan harus mempertimbangkan aspek -
aspek teknis seperti tersedia lampu Halangan Penerbangan (Aviation Obstruction Light) dan marka
Halangan Penerbangan (Aviation Obstruction Marking).
ILUSTRASI
MENARA BASE TRANSCEIVER STATION
111
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
Letak saluran pembawa ini di bagian terendah lembah ini suatu daerah sehingga secara efektif
dapat berfungsi sebagai pengumpul dari anak cabang saluran yang ada.
c. Saluran Pembawa (conveyor) adalah saluran yang berfungsi sebagai pembawa air buangan dari
suatu daerah ke lokasi pembuangan tanpa membahayakan daerah yang dilalui. Sebagai contoh
adalah saluran banjir kanal atau sudetan-sudetan atau saluran by pass yang bekerja khusus hanya
mengalirkan air secara cepat sampai ke lokasi pembuangan.
ILUSTRASI
JARINGAN PENGENDALI BANJIR
112
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
ILUSTRASI
KOLAM RETENSI
JETTY
Jetty merupakan bangunan tegak lurus pantai yang diletakkan di kedua sisi muara sungai yang
berfungsi untuk mengurangi pendangkalan alur oleh sedimen pantai. Selain itu pula digunakan untuk
menghalangi aliran air dari sungai yang berbelok dan membuat terjadinya erosi pada pantai.
ILUSTRASI
JETTY
POLDER
Polder adalah suatu kawasan yang didesain sedemikian rupa dan dibatasi dengan tanggul sehingga
limpasan air yang berasal dari luar kawasan tidak dapat masuk. Dengan demikian hanya aliran
permukaan atau kelebihan air yang berasal dari kawasan itu sendiri yang akan dikelola oleh sistem
polder. Di dalam polder tidak ada aliran permukaan bebas seperti pada daerah tangkapan air
alamiah, akan tetapi dilengkapi dengan bangunan pengendali pada pembuangannya dengan
penguras atau pompa yang berfungsi mengendalikan kelebihan air. Muka air di dalam sistem polder
tidak bergantung pada permukaan air di daerah sekitarnya karena polder mempergunakan tanggul
dalam operasionalnya sehingga air dari luar kawasan tidak dapat masuk ke dalam sistem polder.
Sistem polder adalah suatu cara penanganan banjir dengan kelengkapan bangunan sarana fisik,
yang meliputi saluran drainase, kolam retensi, pompa air, yang dikendalikan sebagai satu kesatuan
pengelolaan. Dengan sistem polder, maka lokasi rawan banjir akan dibatasi dengan jelas, sehingga
elevasi muka air, debit dan volume air yang harus dikeluarkan dari sistem dapat dikendalikan. Oleh
karena itu, sistem polder disebut juga sebagai sistem drainase yang terkendali. Sistem ini dipakai
113
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
untuk daerah-daerah rendah dan daerah yang berupa cekungan, ketika air tidak dapat mengalir
secara gravitasi. Agar daerah ini tidak tergenang, maka dibuat saluran yang mengelilingi cekungan.
Air yang tertangkap dalam daerah cekungan itu sendiri ditampung di dalam suatu waduk, dan
selanjutnya dipompa ke kolam tampungan
ILUSTRASI
POLDER
ILUSTRASI
SISTEM DRAINASE
114
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
B.4.1 Saluran Primer
Saluran primer adalah saluran drainase yang menerima air dari saluran sekunder dan menyalurkannya
ke badan air penerima. Dimensi saluran primer tergantung pada debit air yang mengalir dari drainase
sekunder dan tersier. Letak saluran primer berada paling hilir dan mengarah langsung ke badan air.
B.4.2 Saluran Sekunder
Saluran sekunder adalah saluran drainase yang menerima air dari saluran tersier dan menyalurkannya
ke saluran primer.
SKOR KRITERIA KINERJA
0 Tidak memiliki sistem drainase primer dan sekunder baik yang terbuka dan atau tertutup
Memiliki sistem drainase primer dan sekunder dengan tipe terbuka dan atau tertutup dan
2 dilengkapi dengan lubang peawatan/manhole pada jarak-jarak tertentu dan terhubung dengan
jaringan drainase diluar kawasan
ILUSTRASI
SALURAN DRIANASE TERSIER
115
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
B.5.1 Ruas Pejalan Kaki (Pedestrian)
Ruas pejalan kaki adalah bagian dari jalan raya yang khusus disediakan untuk pejalan kaki yang
terletak didaerah manfaat jalan, yang diberi lapisan permukaan dengan elevasi yang lebih tinggi dari
permukaan perkerasan jalan, dan pada umumnya sejajar dengan jalur lalu lintas kendaraan.
Fasilitas pejalan kaki berupa trotoar/pedestrian ditempatkan di:
Daerah perkotaan secara umum yang tingkat kepadatan penduduknya tinggi;
Jalan yang memiliki rute angkutan umum yang tetap;
Daerah yang memiliki aktivitas kontinu yang tinggi, seperti misalnya jalan-jalan di pasar dan pusat
perkotaaan;
Lokasi yang memiliki kebutuhan/permintaan yang tinggi dengan periode yang pendek, seperti
misalnya stasiun-stasiun bis dan kereta api, sekolah, rumah sakit, lapangan olahraga;
Lokasi yang mempunyai permintaan yang tinggi untuk hari-hari tertentu, misalnya lapangan/
gelanggang olahraga, masjid.
Trotoar sedapat mungkin ditempatkan pada sisi dalam saluran drainase yang telah ditutup dengan
pelat beton yang memenuhi syarat. Trotoar pada perhentian bus harus ditempatkan berdampingan/
sejajar dengan jalur bus. Trotoar dapat ditempatkan di depan atau di belakang halte.
ILUSTRASI
RUAS PEJALAN KAKI
116
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
ILUSTRASI
RUMAH SAKIT
ILUSTRASI
KANTOR POLISI
117
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
menghubungkan secara berdaya guna antarpusat kegiatan nasional atau antara pusat kegiatan
nasional dengan pusat kegiatan wilayah. Sistem jaringan jalan primer disusun berdasarkan rencana tata
ruang dan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di tingkat
nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan
sebagai berikut:
menghubungkan secara menerus pusat kegiatan nasional, pusat kegiatan wilayah, pusat kegiatan
lokal sampai ke pusat kegiatan lingkungan; dan
menghubungkan antarpusat kegiatan nasional.
ILUSTRASI
JALAN ARTERI PRIMER
118
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
ILUSTRASI
JARINGAN JALUR KERETA API ANTAR KOTA
ILUSTRASI
STASIUN KERETA API
119
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
C.1.6 Terminal Penumpang
Lokasi terminal penumpang adalah letak bangunan terminal pada simpul jaringan lalu lintas dan
angkutan jalan yang diperuntukkan bagi bagi pergantian antar moda dan/atau intermoda pada suatu
wilayah tertentu yang dinotasikan dengan titik koordinat.
Fungsi terminal bagi penumpang, adalah untuk kenyamanan menunggu, kenyamanan perpindahan dari
satu moda atau kendaraan ke moda atau kendaraan lain, tempat fasilitas-fasilitas informasi dan fasilitas
parkir kendaraan pribadi.
ILUSTRASI
TERMINAL BIS
120
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
ILUSTRASI
TEMPAT PERHENTIAN KENDARAAN PENUMPANG UMUM
C.2 SISTEM JARINGAN TRANSPORTASI LAUT (JIKA MEMILIKI MODA TRANSPORTASI LAUT)
C.2.1 Pelabuhan Penyeberangan
Pelabuhan Penyeberangan adalah pelabuhan laut, sungai, dan danau yang digunakan untuk melayani
angkutan penyeberangan yang berfungsi menghubungkan jaringan jalan dan/atau jaringan jalur kereta
api yang dipisahkan oleh perairan untuk mengangkut penumpang dan kendaraan beserta muatannya.
Pelabuhan Penyeberangan berfungsi sebagai simpul untuk menghubungkan jaringan jalan dan/atau
jaringan jalur kereta api yang dipisahkan oleh perairan, untuk mengangkut penumpang dan kendaraan
beserta muatannya.
ILUSTRASI
PELABUHAN PENYEBERANGAN
121
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
D. KESEHATAN LINGKUNGAN
D.1 SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM
D.1.1 Jaringan Air Bersih/Air Minum
Sistem Penyediaan Air Minum Jaringan Perpipaan (SPAM JP) yakni satu kesatuan sarana dan prasarana
penyediaan Air Minum yang disalurkan kepada pelanggan melalui sistem perpipaan. SPAM JP
diselenggarakan untuk menjamin kepastian kuantitas dan kualitas Air Minum yang dihasilkan serta
kontinuitas pengaliran. Syarat SPAM JP meliputi :
1. Kuantitas Air Minum yang dihasilkan paling sedikit mencukupi Kebutuhan Pokok Air Minum Sehari-
hari;
2. Kualitas Air Minum yang dihasilkan harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
3. Kontinuitas pengaliran Air Minum selama 24 (dua puluh empat) jam per hari.
Sistem Penyediaan Air Minum Jaringan Perpipaan (SPAM JP) terdiri dari jaringan pipa transmisi dan
jaringan pipa distribusi.
Jaringan pipa transmisi dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Jaringan pipa transmisi air baku, yang berfungsi untuk mengalirkan air dari sumber air baku ke
instalasi pengolahan air;
2. Jaringan pipa transmisi air bersih/air minum, berfungsi untuk mengalirkan air bersih/air minum hasil
olahan ke reservoir penampungan hasil pengolahan air atau dari reservoir induk (penampung hasil
olahan) ke reservoir pembagi sebelum distribusi.
Jaringan pipa distribusi air bersih/air minum berfungsi untuk mengalirkan air dari unit produksi
(Reservoir) ke pelanggan. Jaringan distribusi menggunakan pipa dengan aliran yang bertekanan,
dimana disepanjang perpipaannya dihubungkan dengan sambungan pelanggan. Jenis sambungan
pelanggan dapat berupa Sambungan Rumah (SR), sambungan Hidran Umum (HU) maupun sambungan
untuk pelanggan usaha komersial. Jalur pipa distribusi biasanya ditanam mengikuti jalur jalan yang ada.
ILUSTRASI
JARINGAN AIR BERSIH/AIR MINUM
122
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
D.2 SISTEM PENGELOLAAN AIR LIMBAH
Limbah cair dihasilkan oleh kegiatan non domestik ataupun domestik yang dibuang ke lingkungan dan
berpotensi mencemari lingkungan. Sebagai contoh sisa pembuangan berbentuk cair dari sisa buangan
industri, limbah cair domestik (grey water, black water, yellow water).
Pengolahan air limbah adalah hal yang sangat penting yang harus di lakukan sebelum di buang ke
lingkungan. Pengolahan air limbah ini bertujuan untuk memurnikan kembali atau memisahkan zat-zat
berbahaya yang berpotensi dapat mencemari lingkungan. Air limbah yang telah diproses melalui sistem
pengolahan air limbah akan dapat diuraikan oleh mikroorganisme di alam.
ILUSTRASI
JARINGAN PEMBUANGAN AIR LIMBAH DOMESTIK SETEMPAT DAN TERPUSAT
D.2.2 Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Domestik/Sewage Treatment Plant (STP)
Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) adalah sebuah struktur yang dirancang untuk membuang limbah
biologis dan kimiawi dari air sehingga memungkinkan air tersebut untuk digunakan paa aktivitas yang
lain. Fungsi IPAL mencakup:
Pengolahan air limbah pertanian, untuk membuang kotoran hewan, residu pestisida, dan sebagainya
dari lingkungan pertanian;
Pengolahan air limbah perkotaan, untuk membuang limbah manusia dan limbah rumah tangga
lainnya;
123
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
Pengolahan air limbah industri, untuk mengolah limbah cair dari aktivitas manufaktur sebuah industri
dan komersial, termasuk juga aktivitas pertambangan.
Sewage Treatment Plant (STP) adalah instalasi pengolahan limbah cair yang diperuntukkan bagi limbah
rumah tangga seperti kotoran, air bekas mencuci piring atau pakaian, dan juga air kotor yang berasal
dari dapur dan kamar mandi.
Sistem STP memiliki fungsi untuk menghilangkan kontaminan yang terbawa limbah rumah tangga berupa
grey water dan black water agar tidak mencemari lingkungan ketika dibuang ke wilayah perairan
sekitar.
Cara kerja dari STP melibatkan dua proses pengolahan limbah, yaitu limbah yang berasal dari sisa
cucian atau deterjen (grey water) dan kotoran manusia (black water), dengan proses sebagai berikut:
Pengolahan limbah grey water
Pengolahan limbah grey water, memanfaatkan Sistem Pengolahan Air Limbah (SPAL) yang dilengkapi
bak pengumpul dan tangki resapan. Untuk dapat melakukan pengolahan grey water, nantinya
limbah akan dialirkan menuju bak pengumpul yang memiliki ruang yang disekat dengan sebuah
kassa, yang berfungsi untuk menyaring dan mengendapkan zat yang terbawa, seperti sampah,
minyak, dan pasir. Setelah selesai, air dialirkan menuju tangki resapan yang dilengkapi dengan
arang dan batu koral untuk menyaring air agar lebih bersih dan aman untuk lingkungan.
Pengolahan limbah black water
Pengolahan limbah black water, memerlukan sistem yang lebih rumit dan membutuhkan septic tank
sebagai tangki endapan yang dilengkapi bakteri yang berfungsi untuk mengurai kotoran agar
kandungan zat patogen yang ada di dalamnya dapat dihilangkan. Hasil akhirnya adalah lumpur
tinja yang sudah lebih aman untuk dibuang ke saluran pembuangan.
ILUSTRASI
INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH/SEWAGE TREATMENT PLANT
124
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
hidup manusia serta makhluk hidup lainnya. Limbah bahan berbahaya dan beracun adalah sisa suatu
usaha dan/atau kegiatan yang mengandung B3. Sedangkan dumping (pembuangan) adalah kegiatan
membuang, menempatkan, dan/atau memasukkan limbah dan/atau bahan dalam jumlah, konsentrasi,
waktu, dan lokasi tertentu dengan persyaratan tertentu ke media lingkungan hidup tertentu.
ILUSTRASI
PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (B3)
D.3.2 TPSSS-B3
Pemanfaatan limbah B3 yang mencakup kegiatan penggunaan kembali (reuse), daur ulang (recycle), dan
perolehan kembali (recovery) merupakan satu mata rantai penting dalam pengelolaan limbah B3. Hal
ini akan mengurangi kecepatan pengurasan sumber daya alam. Untuk menghilangkan atau mengurangi
risiko yang dapat ditimbulkan dari limbah B3 yang dihasilkan maka limbah B3 yang telah dihasilkan
perlu dikelola secara khusus.
Kebijakan pengelolaan limbah B3 yang ada saat ini perlu dilakukan dalam bentuk pengelolaan yang
terpadu karena dapat menimbulkan kerugian terhadap kesehatan manusia, makhluk hidup lainnya dan
lingkungan hidup apabila tidak dilakukan pengelolaan dengan benar.
ILUSTRASI
TEMPAT PENAMPUNGAN SEMENTARA SAMPAH SPESIFIK
BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (TPSSS-B3)
125
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
SKOR KRITERIA KINERJA
Tidak tersedia Tempat Penampungan Sementara Sampah Spesifik Bahan Berbahaya dan Beracun
0
(TPSSS-B3)
Tersedia Tempat Penampungan Sementara Sampah Spesifik Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
2 sebelum diangkut ke pengumpul, pemanfaat, pengolah dan penimbun akhir Limbah B3 yang
berizin
126
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
ILUSTRASI
TEMPAT PENAMPUNGAN SAMPAH SEMENTARA (TPS)
D.4.2 Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu dengan prinsip 3R (reduce, reuse, recycle)
Tempat Pengelolaan Sampah Reduce, Reuse, Recycle (TPST-3R) merupakan sistem pengelolaan dan
teknologi pengolahan sampah yang dimaksudkan sebagai solusi dalam mengatasi persoalan sampah
dan dampak yang ditimbulkannya. Melalui TPST-3R ini, tidak hanya persoalan pencemaran lingkungan
yang diakibatkan oleh sampah yang dapat dikurangi, namun juga dihasilkan produk-produk yang
bernilai ekonomis dari sampah yang diolah tersebut.
TPS-3R dikonsepkan untuk Reduce (mengurangi), Reuse (menggunakan kembali) dan Recycle (daur ulang),
ditujukan untuk melayani suatu kelompok masyarakat (termasuk di kawasan masyarakat berpenghasilan
rendah) yang terdiri dari minimal 400 rumah atau kepala keluarga.
Konsep utama pengolahan sampah pada TPS-3R adalah untuk mengurangi kuantitas dan/atau
memperbaiki karakteristik sampah, yang akan diolah secara lebih lanjut di Tempat Pemrosesan Akhir
(TPA) sampah.
TPS-3R diharapkan berperan dalam menjamin kebutuhan lahan yang semakin kritis untuk penyediaan
TPA sampah di perkotaan. Hal ini sejalan dengan kebijakan nasional, untuk meletakkan TPA sampah
pada hirarki terbawah, sehingga meminimalisir residu saja untuk kemudian diurug dalam TPA.
TPS-3R harus memenuhi persyaratan teknis seperti:
- Luas TPS 3R, lebih besar dari 200 m2;
- Tersedia sarana untuk mengelompokkan sampah menjadi paling sedikit 5 (lima) jenis sampah (organik,
non-organik, kertas, B3, dan residu);
- TPS 3R dilengkapi dengan ruang pemilahan, pengomposan sampah organik, dan/atau unit penghasil
gas bio, gudang, zona penyangga, dan tidak mengganggu estetika serta lalu lintas;
- Jenis pembangunan penampung sisa pengolahan sampah di TPS 3R bukan merupakan wadah
permanen;
- Penempatan lokasi TPS 3R sedekat mungkin dengan daerah pelayanan dalam radius tidak lebih dari
1 km;
- Luas lokasi dan kapasitas sesuai kebutuhan;
127
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
- Lokasinya mudah diakses;
- Tidak mencemari lingkungan; dan
- Memiliki jadwal pengumpulan dan pengangkutan.
ILUSTRASI
TEMPAT PENGOLAHAN SAMPAH (TPS) DENGAN PRINSIP 3R
128
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
ILUSTRASI
TEMPAT PENGOLAHAN SAMPAH TERPADU (TPST)
ILUSTRASI
BATAS KAWASAN KEBISINGAN
129
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
SKOR KRITERIA KINERJA
0 Tidak tersedia rambu batas-batas kawasan kebisingan
2 Tersedia rambu batas-batas kawasan kebisingan
E. KEBERLANJUTAN LINGKUNGAN
Kawasan didukung dengan fasilitas ramah lingkungan untuk mengurangi dampak negatif akibat aktivitas
kawasan.
ILUSTRASI
SUMUR RESAPAN
130
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
Design rumah atau gedung hemat energi (pencahayaan yang baik dengan cukup ventilasi, sehingga
mengurangi penggunaan lampu di siang hari, penggunaan bahan atap bangunan yang dapat
mendinginkan suhu di dalam ruangan seperti atap berbahan tanah atau keramik, dan sebagainya).
Peyediaan fasilitas kendaraan umum massal secara efektif dan efisien;
Penggunakan panel surya.
ILUSTRASI
PENGHEMATAN KONSUMSI ENERGI
ILUSTRASI
PENGHEMATAN KONSUMSI AIR
131
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
ILUSTRASI
MODA TRANSPORTASI DENGAN ENERGI TERBARUKAN
ILUSTRASI
STASIUN PENGISIAN KENDARAAN LISTRIK UMUM
132
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
SKOR KRITERIA KINERJA
0 Tidak tersedia Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum
2 Tersedia Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum
ILUSTRASI
STASIUN PENUKARAN BATERAI KENDARAAN LISTRIK UMUM
ILUSTRASI
ENERGI SURYA
133
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
2. Energi air
Pemanfaatan air sebagai sumber energi yakni dengan membuat kincir air yang kemudian
ditempatkan pada daerah aliran air yang memiliki arus kencang. Tujuannya agar semakin besar
pula energi yang dihasilkan. Putaran kincir air menghasilkan energi kinetik yang kemudian digunakan
untuk memutar generator.
ILUSTRASI
ENERGI AIR
3. Energi Bayu
Angin adalah udara yang bergerak dari wilayah yang memiliki tekanan udara tinggi ke wilayah
dengan tekanan udara rendah. Dengan sifatnya tersebut, sangat memungkinkan bila angin
dimanfaatkan sebagai sumber energi. Prinsip pemanfaatannya sama dengan energi air, yakni
dengan membuat kincir angin. Lalu, putaran kincir angin diteruskan untuk memutar generator yang
menghasilkan energi listrik.
ILUSTRASI
ENERGI BAYU
134
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
ILUSTRASI
ENERGI PANAS BUMI
5. Bio energi
Bio energi merupakan sumber energi yang berasal dari makhluk hidup maupun material organik,
seperti kayu, rumput, kotoran hewan, limbah pertanian, dan limbah rumah tangga atau yang dikenal
dengan istilah biomassa. Untuk memanfaatkan material-material tersebut menjadi sumber energi,
ada yang bisa dilakukan secara langsung dan ada juga yang harus melalui serangkaian proses.
Material organik yang tidak perlu melewati rangkaian proses tertentu misalnya kayu. Sedangkan
kotoran hewan, limbah rumah tangga, dan limbah pertanian biasanya melewati rangkaian proses
tertentu untuk menghasilkan sumber energi. Produk akhirnya ada yang menjadi biodiesel, bioetanol,
biogas, bioavtur, dan lain-lain.
ILUSTRASI
BIO ENERGI
135
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
ILUSTRASI
ZONA PERUMAHAN
A.1.1 Zona Perumahan pada kawasan ancangan pendaratan dan lepas landas
SKOR KRITERIA KINERJA
0 Kepadatan lebih dari 10 rumah/Ha
Kepadatan sangat rendah ( < 10 rumah/Ha). Kegiatan/aktivitas di ruang terbuka, minim populasi
2
manusia, berupa Ruang Terbuka Hijau (RTH), badan air, Ruang Terbuka Non Hijau (RTNH)
136
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
A.1.4 Zona Perumahan pada kawasan di bawah permukaan kerucut
SKOR KRITERIA KINERJA
0 Kepadatan bangunan lebih dari 1000 rumah/Ha
2 Kepadatan bangunan tinggi (100 – 1000 rumah/Ha)
ILUSTRASI
ZONA INDUSTRI
A.2.1 Zona Industri pada kawasan ancangan pendaratan dan lepas landas
A.2.2 Zona Industri pada kawasan kemungkinan bahaya kecelakaan
SKOR KRITERIA KINERJA
0 Zona Industri
2 Non zona industri
137
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
Zona pertanian di kawasan sekitar bandar udara dibatasi untuk mengantisipasi timbulnya gangguan
burung dan hewan lainnya yang akan mengganggu jalannya operasi pesawat udara dan dapat
menimbulkan bahaya kecelakaan pesawat udara.
ILUSTRASI
ZONA PERTANIAN
(Pertanian Hortikultura)
ILUSTRASI
ZONA PERTANIAN
(Pertanian Lahan Basah)
ILUSTRASI
ZONA PERTANIAN
(Peternakan)
138
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
A.3.1 Zona Pertanian pada kawasan ancangan pendaratan dan lepas landas
SKOR KRITERIA KINERJA
0 Pertanian lahan basah/peternakan
2 Pertanian hortikultura
ILUSTRASI
ZONA PERDAGANGAN DAN JASA
A.4.1 Zona Perdagangan dan Jasa pada kawasan ancangan pendaratan dan lepas landas
A.4.2 Zona Perdagangan dan Jasa pada kawasan kemungkinan bahaya kecelakaan
SKOR KRITERIA KINERJA
0 Terdapat aktivitas perdagangan dan jasa
2 Pemanfaatan ruang bebas dari aktivitas perdagangan dan jasa
A.4.3 Zona Perdagangan dan Jasa pada kawasan di bawah permukaan horizontal dalam
A.4.4 Zona Perdagangan dan Jasa pada kawasan di bawah permukaan kerucut
SKOR KRITERIA KINERJA
0 Terdapat penggunaan laser/balon udara/drone
Pemanfaatan ruang bebas dari aktivitas perdagangan dan jasa yang menggunakan laser/balon
2
udara/drone
139
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
A.5 JARINGAN TRANSMISI TENAGA LISTRIK ANTARSISTEM
Jaringan Transmisi Tenaga Listrik Antaristem merupakan penyaluran tenaga listrik dari pembangkitan ke
sistem distribusi atau ke konsumen, atau penyaluran tenaga listrik antarsistem. Jaringan Transmisi Tenaga
Listrik merupakan proses penyaluran tenaga listrik dari tempat pembangkit tenaga listrik (Power Plant)
hingga saluran distribusi listrik (substation distribution) sehingga dapat disalurkan sampai pada konsumer
pengguna listrik. Peraturan zonasi untuk pembangkitan tenaga listrik disusun dengan memperhatikan
pemanfaatan ruang di sekitar pembangkitan listrik harus memperhatikan jarak aman dari kegiatan lain.
A.5.1 Saluran Udara Tegangan Ultra Tinggi (SUTUT), Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET),
Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) pada kawasan ancangan pendaratan dan lepas landas
A.5.2 Saluran Udara Tegangan Ultra Tinggi (SUTUT), Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET)
Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) pada kawasan kemungkinan bahaya kecelakaan
ILUSTRASI
JARINGAN TRANSMISI TENAGA
LISTRIK ANTARSISTEM
140
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
A.6 GARDU INDUK
Gardu Induk adalah instalasi yang berfungsi mengubah tenaga listrik tegangan tinggi yang satu ke
tegangan tinggi yang lainnya atau tegangan menengah, pengukuran, pengawasan, operasi serta
pengaturan pengamanan sistem tenaga listrik.
ILUSTRASI
GARDU INDUK
A.6.1 Gardu Induk pada kawasan ancangan pendaratan dan lepas landas
A.6.2 Gardu Induk pada kawasan kemungkinan bahaya kecelakaan
SKOR KRITERIA KINERJA
0 Terdapat gardu induk
2 Tidak terdapat gardu induk
ILUSTRASI
SPBU DAN SPBG
141
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
A.8 MITIGASI BENCANA
A.8.1 JALUR EVAKUASI
Jalur evakuasi adalah jalur penyelamatan yang didesain khusus dengan menghubungkan semua area
ke area yang aman sebagai titik kumpul penduduk atau masyarakat yang sedang berada di kawasan
tersebut. Jalur evakuasi berfungsi untuk mobilisasi penduduk dari ancaman bahaya ke tempat yang lebih
aman ketika terjadi bencana. Pengguna kawasan aman dari bencana dan dapat mencapai titik kumpul
evakuasi maksimal 5 menit ketika terjadi bencana.
Kapasitas jalur evakuasi sangat bergantung pada lebar jalur evakuasi, sehingga jalur evakuasi harus
mempunyai lebar yang cukup untuk dapat membantu proses evakuasi lebih cepat, mengingat waktu
evakuasi terbatas. Jalur evakuasi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
Jalur evakuasi primer, merupakan jalan umum yang ditetapkan sebagai jalur evakuasi untuk menuju
Tempat Evakuasi Akhir (TEA) secara langsung dengan persyaratan lebar jalan minimal 9 meter atau
setara dengan kolektor primer;
Jalur evakuasi sekunder, merupakan jalan umum yang ditetapkan sebagai jalur evakuasi untuk
menuju Tempat Evakuasi Sementara (TES) dengan persyaratan lebar jalan minimal 7,5 meter atau
setara dengan jalan lokal;
Semua jalur evakuasi menuju TES maupun TEA harus mudah dilihat dan mudah dicapai dari semua
akses jalan lingkungan;
Rambu-rambu penunjuk arah evakuasi harus diletakkan pada titik-titik strategis sepanjang jalur
evakuasi menuju TES dan TEA.
ILUSTRASI
JALUR EVAKUASI
(contoh: Jalur Evakuasi Bencana Tsunami)
142
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
A.8.2 TITIK KUMPUL EVAKUASI
Titik kumpul evakuasi adalah area terbuka di dekat pusat-pusat lingkungan permukiman yang apabila
terjadi bencana maka menjadi titik pertemuan penduduk yang hendak diungsikan ke tempat yang lebih
aman, yakni Tempat Evakuasi Sementara (TES).
ILUSTRASI
TITIK KUMPUL EVAKUASI
143
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
lintas. Apabila karena alasan banyak penduduk yang bekerja dan tinggal di daerah sekitar ini,
lokasi berdekatan dengan sumber kemacetan, maka jalur pejalan kaki atau pedestrian yang lebar
harus disediakan sebagai rute evakusi menuju lokasi TES;
6. Lokasi TES harus dapat dijangkau oleh semua orang, baik yang sehat, maupun yang mempunyai
keterbatasan fisik seperti orang tua, ibu hamil, anak-anak dan orang dengan kebutuhan khusus.
Dengan demikian, rute evakuasi yang dilewati harus dapat dilalui dengan kursi roda bagi orang
tua dan orang dengan keterbatasan fisik lainnya, seperti anak-anak autis, retardasi mental, dan
memiliki kelainan jiwa. Mereka membutuhkan bantuan dari orang lain untuk bergerak menuju tempat
evakuasi, demikian juga dengan ibu hamil dan balita;
7. Pertimbangan kriteria lokasi juga dapat diperoleh melalui diskusi bersama tokoh-tokoh adat,
agama, dan pemuka masyarakat yang ada di kawasan tersebut. Setiap daerah memiliki keunikan
dan tradisi, tokoh-tokoh masyarakat tersebut tentu lebih mengenal daerah mereka dan kebiasaan-
kebiasaan masyarakatnya. Dengan melibatkan mereka, lokasi TES yang dipilih mudah diterima
masyarakat, hal ini akan membantu memudahkan evakuasi karena lokasi TES sudah mereka kenal
dengan baik;
8. Tanah yang ditentukan sebagai lokasi TES harus dimiliki oleh pemerintah. Apabila lahan tersebut
masih dimiliki oleh warga atau perusahaan swasta, harus ada komunikasi dengan pemerintah.
Pemerintah perlu membeli tanah tersebut atau mengadakan perjanjian antara pemilik tanah dengan
pemerintah.
ILUSTRASI
TEMPAT EVAKUASI SEMENTARA
144
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
tentang arah dan titik aman sebagai tempat berkumpul. Ada berbagai bentuk penanda/rambu-rambu
evakuasi berikut ini:
1. Peta Evakuasi, peta yang memperlihatkan rute-rute arah evakuasi bagi masyarakat untuk menjauhi
lokasi bencana dan menuju tempat evakuasi. Semua peta evakuasi harus mencantumkan judul, skala,
lokasi geografis (koordinat), menggambarkan zona yang harus dievakuasi jika terjadi bencana, dan
jalur terpendek ke tempat yang aman. Peta evakuasi harus mencakup jalan-jalan, jembatan, panah
arah pelarian, dan lokasi TES. Bila mungkin, peta evakuasi ini juga dapat mengidentifikasi hal-hal
yang berpotensi menjadi penghambat selama proses evakuasi berjalan saat terjadi bencana seperti:
bidang tanah yang tidak stabil, kegagalan struktur akibat gempa (jembatan, bangunan, dan lain-
lain);
2. Rambu (sign), yang di sebar di sepanjang rute evakuasi menuju tempat evakuasi. Rambu dapat
berupa berbagai simbol tergantung pada kebutuhannya. Seperti tanda panah untuk memberitahu
arah evakuasi, tanda gelombang untuk memperingatkan akan bahaya tsunami, gambar bangunan
untuk memberitahu tempat berkumpul, dan lain-lain.
ILUSTRASI
PETA EVAKUASI
ILUSTRASI
RAMBU-RAMBU EVAKUASI BENCANA
145
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
Rambu ini harus diletakkan sepanjang jalur evakuasi yang membawa penduduk keluar dari zona
bahaya. Berdasarkan SNI 7743 - 2011 tentang Rambu Evakuasi Tsunami, rambu ini berbentuk persegi
panjang dengan ukuran dasar 90 cm x 45 cm, dengan salah satu sisinya membentuk anak panah, lihat
Gambar 7-2. Anak panah penunjuk arah untuk memastikan masyarakat menuju ke arah tempat evakuasi
yang benar, anak panah menunjukkan ke arah kanan atau kiri sesuai arah evakuasi. Untuk keamanan,
masing-masing sudut dibuat tumpul. Apabila rambu tsunami dibuat dengan ukuran lebih besar dari
ketentuan tersebut, maka pembesarannya harus proporsional.
Rambu evakuasi mempunyai warna dasar oranye yang merupakan campuran dari 6 bagian warna
kuning dan 1 bagian warna merah sedangkan untuk cetakan digital dapat digunakan nilai RGB (Red:
255, Green: 102, dan Blue: 0). Warna simbol putih tanpa garis tepi. Selain simbol, pada rambu ditulis
keterangan nama lokasi atau gedung tempat evakuasi dan jarak untuk mencapainya. Tulisan berwarna
putih dengan huruf Arial Bold. Rambu evakuasi terbuat dari bahan yang relatif kuat dan tahan cuaca
serta terbuat dari logam aluminium dengan tebal minimum 2,0 mm dengan diberi lipatan atau lekukan
pada sisinya sebagai penguat. Material pewarna disarankan bersifat memantulkan cahaya sehingga
bisa teramati pada saat gelap.
B. KELANCARAN OPERASIONAL
Penyediaan sarana dan prasarana yang dapat mendukung kelancaran operasional kawasan.
ILUSTRASI
STASIUN PENGISIAN BAHAN BAKAR UMUM (SPBU)
146
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
B.1.2 SPBG
Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas membutuhkan lahan yang memadai guna kebutuhan instalasi. Selain
itu, infrastruktur terkait jalur pipa gas juga sangat mempengaruhi bisa tidaknya suatu SPBG dibangun.
Bahan bakar gas dianggap lebih 'bersih' bila dibandingkan dengan bahan bakar lainnya karena emisi
gas buangnya yang ramah lingkungan.
ILUSTRASI
STASIUN PENGISIAN BAHAN BAKAR GAS (SPBG)
ILUSTRASI
JARINGAN INTERNET
147
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
B.2.2 Menara Base Transceiver Station (BTS)
Penempatan Menara BTS sesuai dengan cell plan dan tidak mengganggu kawasan di sekitar bandar
udara dan kawasan di sekitar alat bantu navigasi penerbangan dan harus mempertimbangkan aspek -
aspek teknis seperti tersedia lampu Halangan Penerbangan (Aviation Obstruction Light) dan marka
Halangan Penerbangan (Aviation Obstruction Marking).
ILUSTRASI
MENARA BASE TRANSCEIVER STATION
148
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
Letak saluran pembawa ini di bagian terendah lembah ini suatu daerah sehingga secara efektif
dapat berfungsi sebagai pengumpul dari anak cabang saluran yang ada.
c. Saluran Pembawa (conveyor) adalah saluran yang berfungsi sebagai pembawa air buangan dari
suatu daerah ke lokasi pembuangan tanpa membahayakan daerah yang dilalui. Sebagai contoh
adalah saluran banjir kanal atau sudetan-sudetan atau saluran by pass yang bekerja khusus hanya
mengalirkan air secara cepat sampai ke lokasi pembuangan.
ILUSTRASI
JARINGAN PENGENDALI BANJIR
149
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
ILUSTRASI
KOLAM RETENSI
JETTY
Jetty merupakan bangunan tegak lurus pantai yang diletakkan di kedua sisi muara sungai yang
berfungsi untuk mengurangi pendangkalan alur oleh sedimen pantai. Selain itu pula digunakan untuk
menghalangi aliran air dari sungai yang berbelok dan membuat terjadinya erosi pada pantai.
ILUSTRASI
JETTY
POLDER
Polder adalah suatu kawasan yang didesain sedemikian rupa dan dibatasi dengan tanggul sehingga
limpasan air yang berasal dari luar kawasan tidak dapat masuk. Dengan demikian hanya aliran
permukaan atau kelebihan air yang berasal dari kawasan itu sendiri yang akan dikelola oleh sistem
polder. Di dalam polder tidak ada aliran permukaan bebas seperti pada daerah tangkapan air
alamiah, akan tetapi dilengkapi dengan bangunan pengendali pada pembuangannya dengan
penguras atau pompa yang berfungsi mengendalikan kelebihan air. Muka air di dalam sistem polder
tidak bergantung pada permukaan air di daerah sekitarnya karena polder mempergunakan tanggul
dalam operasionalnya sehingga air dari luar kawasan tidak dapat masuk ke dalam sistem polder.
Sistem polder adalah suatu cara penanganan banjir dengan kelengkapan bangunan sarana fisik,
yang meliputi saluran drainase, kolam retensi, pompa air, yang dikendalikan sebagai satu kesatuan
pengelolaan. Dengan sistem polder, maka lokasi rawan banjir akan dibatasi dengan jelas, sehingga
elevasi muka air, debit dan volume air yang harus dikeluarkan dari sistem dapat dikendalikan. Oleh
karena itu, sistem polder disebut juga sebagai sistem drainase yang terkendali. Sistem ini dipakai
150
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
untuk daerah-daerah rendah dan daerah yang berupa cekungan, ketika air tidak dapat mengalir
secara gravitasi. Agar daerah ini tidak tergenang, maka dibuat saluran yang mengelilingi cekungan.
Air yang tertangkap dalam daerah cekungan itu sendiri ditampung di dalam suatu waduk, dan
selanjutnya dipompa ke kolam tampungan
ILUSTRASI
POLDER
ILUSTRASI
SISTEM DRAINASE
151
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
B.4.1 Saluran Primer
Saluran primer adalah saluran drainase yang menerima air dari saluran sekunder dan menyalurkannya
ke badan air penerima. Dimensi saluran primer tergantung pada debit air yang mengalir dari drainase
sekunder dan tersier. Letak saluran primer berada paling hilir dan mengarah langsung ke badan air.
B.4.2 Saluran Sekunder
Saluran sekunder adalah saluran drainase yang menerima air dari saluran tersier dan menyalurkannya
ke saluran primer.
SKOR KRITERIA KINERJA
0 Tidak memiliki sistem drainase primer dan sekunder baik yang terbuka dan atau tertutup
Memiliki sistem drainase primer dan sekunder dengan tipe terbuka dan atau tertutup dan
2 dilengkapi dengan lubang peawatan/manhole pada jarak-jarak tertentu dan terhubung dengan
jaringan drainase diluar kawasan
ILUSTRASI
SALURAN DRIANASE TERSIER
152
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
B.5.1 Ruas Pejalan Kaki (Pedestrian)
Ruas pejalan kaki adalah bagian dari jalan raya yang khusus disediakan untuk pejalan kaki yang
terletak didaerah manfaat jalan, yang diberi lapisan permukaan dengan elevasi yang lebih tinggi dari
permukaan perkerasan jalan, dan pada umumnya sejajar dengan jalur lalu lintas kendaraan.
Fasilitas pejalan kaki berupa trotoar/pedestrian ditempatkan di:
Daerah perkotaan secara umum yang tingkat kepadatan penduduknya tinggi;
Jalan yang memiliki rute angkutan umum yang tetap;
Daerah yang memiliki aktivitas kontinu yang tinggi, seperti misalnya jalan-jalan di pasar dan pusat
perkotaaan;
Lokasi yang memiliki kebutuhan/permintaan yang tinggi dengan periode yang pendek, seperti
misalnya stasiun-stasiun bis dan kereta api, sekolah, rumah sakit, lapangan olahraga;
Lokasi yang mempunyai permintaan yang tinggi untuk hari-hari tertentu, misalnya lapangan/
gelanggang olahraga, masjid.
Trotoar sedapat mungkin ditempatkan pada sisi dalam saluran drainase yang telah ditutup dengan
pelat beton yang memenuhi syarat. Trotoar pada perhentian bus harus ditempatkan berdampingan/
sejajar dengan jalur bus. Trotoar dapat ditempatkan di depan atau di belakang halte.
ILUSTRASI
RUAS PEJALAN KAKI
153
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
ILUSTRASI
RUMAH SAKIT
ILUSTRASI
KANTOR POLISI
154
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
menghubungkan secara berdaya guna antarpusat kegiatan nasional atau antara pusat kegiatan
nasional dengan pusat kegiatan wilayah. Sistem jaringan jalan primer disusun berdasarkan rencana tata
ruang dan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di tingkat
nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan
sebagai berikut:
menghubungkan secara menerus pusat kegiatan nasional, pusat kegiatan wilayah, pusat kegiatan
lokal sampai ke pusat kegiatan lingkungan; dan
menghubungkan antarpusat kegiatan nasional.
ILUSTRASI
JALAN ARTERI PRIMER
155
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
ILUSTRASI
STASIUN KERETA API
ILUSTRASI
TERMINAL BIS
156
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
C.1.7 Tempat Perhentian Kendaraan Penumpang UMUM (TPKPU)
Tempat perhentian kendaraan penumpang umum (TPKPU) terdiri dari halte dan tempat perhentian bus.
Halte adalah bagian dari perkerasan jalan tertentu yang digunakan untuk pemberhentian sementara
bus dan angkutan penumpang umum lainnya pada waktu menaikkan dan menurunkan penumpang.
Tujuan perekayasaan tempat perhentian kendaraan penumpang umum (TPKPU) adalah :
1. menjamin kelancaran dan ketertiban arus lalu lintas;
2. menjamin keselamatan bagi pengguna angkutan penumpang umum;
3. menjamin kepastian keselamatan untuk menaikkan dan/atau menurunkan penumpang;
4. memudahkan penumpang dalam melakukan perpindahan moda angkutan umum atau bus.
Persyaratan umum tempat perhentian kendaraan penumpang umum adalah :
1. berada di sepanjang rute angkutan umum/bus;
2. terletak pada jalur pejalan (kaki) dan dekat dengan fasilitas pejalan (kaki);
3. diarahkan dekat dengan pusat kegiatan atau permukiman;
4. dilengkapi dengan rambu petunjuk;
5. tidak mengganggu kelancaran arus lalu-lintas.
ILUSTRASI
TEMPAT PERHENTIAN KENDARAAN PENUMPANG UMUM
C.2 SISTEM JARINGAN TRANSPORTASI LAUT (JIKA MEMILIKI MODA TRANSPORTASI LAUT)
C.2.1 Pelabuhan Penyeberangan
Pelabuhan Penyeberangan adalah pelabuhan laut, sungai, dan danau yang digunakan untuk melayani
angkutan penyeberangan yang berfungsi menghubungkan jaringan jalan dan/atau jaringan jalur kereta
api yang dipisahkan oleh perairan untuk mengangkut penumpang dan kendaraan beserta muatannya.
Pelabuhan Penyeberangan berfungsi sebagai simpul untuk menghubungkan jaringan jalan dan/atau
jaringan jalur kereta api yang dipisahkan oleh perairan, untuk mengangkut penumpang dan kendaraan
beserta muatannya.
157
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
ILUSTRASI
PELABUHAN PENYEBERANGAN
D. KESEHATAN LINGKUNGAN
D.1 SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM
D.1.1 Jaringan Air Bersih/Air Minum
Sistem Penyediaan Air Minum Jaringan Perpipaan (SPAM JP) yakni satu kesatuan sarana dan prasarana
penyediaan Air Minum yang disalurkan kepada pelanggan melalui sistem perpipaan. SPAM JP
diselenggarakan untuk menjamin kepastian kuantitas dan kualitas Air Minum yang dihasilkan serta
kontinuitas pengaliran. Syarat SPAM JP meliputi :
1. Kuantitas Air Minum yang dihasilkan paling sedikit mencukupi Kebutuhan Pokok Air Minum Sehari-
hari;
2. Kualitas Air Minum yang dihasilkan harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
3. Kontinuitas pengaliran Air Minum selama 24 (dua puluh empat) jam per hari.
Sistem Penyediaan Air Minum Jaringan Perpipaan (SPAM JP) terdiri dari jaringan pipa transmisi dan
jaringan pipa distribusi.
Jaringan pipa transmisi dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Jaringan pipa transmisi air baku, yang berfungsi untuk mengalirkan air dari sumber air baku ke
instalasi pengolahan air;
2. Jaringan pipa transmisi air bersih/air minum, berfungsi untuk mengalirkan air bersih/air minum hasil
olahan ke reservoir penampungan hasil pengolahan air atau dari reservoir induk (penampung hasil
olahan) ke reservoir pembagi sebelum distribusi.
Jaringan pipa distribusi air bersih/air minum berfungsi untuk mengalirkan air dari unit produksi
(Reservoir) ke pelanggan. Jaringan distribusi menggunakan pipa dengan aliran yang bertekanan,
dimana disepanjang perpipaannya dihubungkan dengan sambungan pelanggan. Jenis sambungan
pelanggan dapat berupa Sambungan Rumah (SR), sambungan Hidran Umum (HU) maupun sambungan
untuk pelanggan usaha komersial. Jalur pipa distribusi biasanya ditanam mengikuti jalur jalan yang ada.
158
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
ILUSTRASI
JARINGAN AIR BERSIH/AIR MINUM
159
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
ILUSTRASI
JARINGAN PEMBUANGAN AIR LIMBAH DOMESTIK SETEMPAT DAN TERPUSAT
D.2.2 Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Domestik/Sewage Treatment Plant (STP)
Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) adalah sebuah struktur yang dirancang untuk membuang limbah
biologis dan kimiawi dari air sehingga memungkinkan air tersebut untuk digunakan paa aktivitas yang
lain. Fungsi IPAL mencakup:
Pengolahan air limbah pertanian, untuk membuang kotoran hewan, residu pestisida, dan sebagainya
dari lingkungan pertanian;
Pengolahan air limbah perkotaan, untuk membuang limbah manusia dan limbah rumah tangga
lainnya;
Pengolahan air limbah industri, untuk mengolah limbah cair dari aktivitas manufaktur sebuah industri
dan komersial, termasuk juga aktivitas pertambangan.
Sewage Treatment Plant (STP) adalah instalasi pengolahan limbah cair yang diperuntukkan bagi limbah
rumah tangga seperti kotoran, air bekas mencuci piring atau pakaian, dan juga air kotor yang berasal
dari dapur dan kamar mandi.
Sistem STP memiliki fungsi untuk menghilangkan kontaminan yang terbawa limbah rumah tangga berupa
grey water dan black water agar tidak mencemari lingkungan ketika dibuang ke wilayah perairan
sekitar.
Cara kerja dari STP melibatkan dua proses pengolahan limbah, yaitu limbah yang berasal dari sisa
cucian atau deterjen (grey water) dan kotoran manusia (black water), dengan proses sebagai berikut:
Pengolahan limbah grey water
Pengolahan limbah grey water, memanfaatkan Sistem Pengolahan Air Limbah (SPAL) yang dilengkapi
bak pengumpul dan tangki resapan. Untuk dapat melakukan pengolahan grey water, nantinya
limbah akan dialirkan menuju bak pengumpul yang memiliki ruang yang disekat dengan sebuah
kassa, yang berfungsi untuk menyaring dan mengendapkan zat yang terbawa, seperti sampah,
minyak, dan pasir. Setelah selesai, air dialirkan menuju tangki resapan yang dilengkapi dengan
arang dan batu koral untuk menyaring air agar lebih bersih dan aman untuk lingkungan.
160
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
Pengolahan limbah black water
Pengolahan limbah black water, memerlukan sistem yang lebih rumit dan membutuhkan septic tank
sebagai tangki endapan yang dilengkapi bakteri yang berfungsi untuk mengurai kotoran agar
kandungan zat patogen yang ada di dalamnya dapat dihilangkan. Hasil akhirnya adalah lumpur
tinja yang sudah lebih aman untuk dibuang ke saluran pembuangan.
ILUSTRASI
INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH/SEWAGE TREATMENT PLANT
ILUSTRASI
PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (B3)
161
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
SKOR KRITERIA KINERJA
0 Tidak terdapat kegiatan pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
2 Terdapat kegiatan pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
D.3.2 TPSSS-B3
Pemanfaatan limbah B3 yang mencakup kegiatan penggunaan kembali (reuse), daur ulang (recycle), dan
perolehan kembali (recovery) merupakan satu mata rantai penting dalam pengelolaan limbah B3. Hal
ini akan mengurangi kecepatan pengurasan sumber daya alam. Untuk menghilangkan atau mengurangi
risiko yang dapat ditimbulkan dari limbah B3 yang dihasilkan maka limbah B3 yang telah dihasilkan
perlu dikelola secara khusus.
Kebijakan pengelolaan limbah B3 yang ada saat ini perlu dilakukan dalam bentuk pengelolaan yang
terpadu karena dapat menimbulkan kerugian terhadap kesehatan manusia, makhluk hidup lainnya dan
lingkungan hidup apabila tidak dilakukan pengelolaan dengan benar.
ILUSTRASI
TEMPAT PENAMPUNGAN SEMENTARA SAMPAH SPESIFIK
BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (TPSSS-B3)
162
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
D.4 PENGELOLAAN PERSAMPAHAN
163
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
ILUSTRASI
TEMPAT PENAMPUNGAN SAMPAH SEMENTARA (TPS)
D.4.2 Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu dengan prinsip 3R (reduce, reuse, recycle)
Tempat Pengelolaan Sampah Reduce, Reuse, Recycle (TPST-3R) merupakan sistem pengelolaan dan
teknologi pengolahan sampah yang dimaksudkan sebagai solusi dalam mengatasi persoalan sampah
dan dampak yang ditimbulkannya. Melalui TPST-3R ini, tidak hanya persoalan pencemaran lingkungan
yang diakibatkan oleh sampah yang dapat dikurangi, namun juga dihasilkan produk-produk yang
bernilai ekonomis dari sampah yang diolah tersebut.
TPS-3R dikonsepkan untuk Reduce (mengurangi), Reuse (menggunakan kembali) dan Recycle (daur ulang),
ditujukan untuk melayani suatu kelompok masyarakat (termasuk di kawasan masyarakat berpenghasilan
rendah) yang terdiri dari minimal 400 rumah atau kepala keluarga.
Konsep utama pengolahan sampah pada TPS-3R adalah untuk mengurangi kuantitas dan/atau
memperbaiki karakteristik sampah, yang akan diolah secara lebih lanjut di Tempat Pemrosesan Akhir
(TPA) sampah.
TPS-3R diharapkan berperan dalam menjamin kebutuhan lahan yang semakin kritis untuk penyediaan
TPA sampah di perkotaan. Hal ini sejalan dengan kebijakan nasional, untuk meletakkan TPA sampah
pada hirarki terbawah, sehingga meminimalisir residu saja untuk kemudian diurug dalam TPA.
TPS-3R harus memenuhi persyaratan teknis seperti:
- Luas TPS 3R, lebih besar dari 200 m2;
- Tersedia sarana untuk mengelompokkan sampah menjadi paling sedikit 5 (lima) jenis sampah (organik,
non-organik, kertas, B3, dan residu);
- TPS 3R dilengkapi dengan ruang pemilahan, pengomposan sampah organik, dan/atau unit penghasil
gas bio, gudang, zona penyangga, dan tidak mengganggu estetika serta lalu lintas;
- Jenis pembangunan penampung sisa pengolahan sampah di TPS 3R bukan merupakan wadah
permanen;
- Penempatan lokasi TPS 3R sedekat mungkin dengan daerah pelayanan dalam radius tidak lebih dari
1 km;
164
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
- Luas lokasi dan kapasitas sesuai kebutuhan;
- Lokasinya mudah diakses;
- Tidak mencemari lingkungan; dan
- Memiliki jadwal pengumpulan dan pengangkutan.
ILUSTRASI
TEMPAT PENGOLAHAN SAMPAH (TPS) DENGAN PRINSIP 3R
Jika dilihat dari tahapan prosesnya tingkatannya, TPST memiliki sistem proses sampah yang lebih
kompleks dibandingkan dengan TPS 3R (Tempat Pemrosesan Sampah Reduce-Reuse-Recycle), karena
TPST mengelola sampai pada pemrosesan akhir sampah sehingga aman untuk dikembalikan ke media
lingkungan.
TPST harus memenuhi persyaratan teknis seperti:
- Luas TPST lebih besar dari 20.000 m2;
- Penempatan lokasi TPST dapat di dalam kota dan atau di TPA;
- Jarak TPST ke pemukiman terdekat paling sedikit 500 m;
- Pengolahan sampah di TPST dapat menggunakan teknologi; dan
- Fasilitas TPST dilengkapi dengan ruang pemilah, instalasi pengolahan sampah, pengendalian
pencemaran lingkungan, penanganan residu, dan fasilitas penunjang serta zona penyangga.
165
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
ILUSTRASI
TEMPAT PENGOLAHAN SAMPAH TERPADU (TPST)
ILUSTRASI
BATAS KAWASAN KEBISINGAN
166
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
SKOR KRITERIA KINERJA
0 Tidak tersedia rambu batas-batas kawasan kebisingan
2 Tersedia rambu batas-batas kawasan kebisingan
E. KEBERLANJUTAN LINGKUNGAN
Kawasan didukung dengan fasilitas ramah lingkungan untuk mengurangi dampak negatif akibat aktivitas
kawasan.
ILUSTRASI
SUMUR RESAPAN
167
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
Design rumah atau gedung hemat energi (pencahayaan yang baik dengan cukup ventilasi, sehingga
mengurangi penggunaan lampu di siang hari, penggunaan bahan atap bangunan yang dapat
mendinginkan suhu di dalam ruangan seperti atap berbahan tanah atau keramik, dan sebagainya).
Peyediaan fasilitas kendaraan umum massal secara efektif dan efisien;
Penggunakan panel surya.
ILUSTRASI
PENGHEMATAN KONSUMSI ENERGI
ILUSTRASI
PENGHEMATAN KONSUMSI AIR
168
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
ILUSTRASI
MODA TRANSPORTASI DENGAN ENERGI TERBARUKAN
ILUSTRASI
STASIUN PENGISIAN KENDARAAN LISTRIK UMUM
169
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
SKOR KRITERIA KINERJA
0 Tidak tersedia Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum
2 Tersedia Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum
ILUSTRASI
STASIUN PENUKARAN BATERAI KENDARAAN LISTRIK UMUM
ILUSTRASI
ENERGI SURYA
170
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
2. Energi air
Pemanfaatan air sebagai sumber energi yakni dengan membuat kincir air yang kemudian
ditempatkan pada daerah aliran air yang memiliki arus kencang. Tujuannya agar semakin besar
pula energi yang dihasilkan. Putaran kincir air menghasilkan energi kinetik yang kemudian digunakan
untuk memutar generator.
ILUSTRASI
ENERGI AIR
3. Energi Bayu
Angin adalah udara yang bergerak dari wilayah yang memiliki tekanan udara tinggi ke wilayah
dengan tekanan udara rendah. Dengan sifatnya tersebut, sangat memungkinkan bila angin
dimanfaatkan sebagai sumber energi. Prinsip pemanfaatannya sama dengan energi air, yakni
dengan membuat kincir angin. Lalu, putaran kincir angin diteruskan untuk memutar generator yang
menghasilkan energi listrik.
ILUSTRASI
ENERGI BAYU
171
STANDAR TEKNIS KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
ILUSTRASI
ENERGI PANAS BUMI
5. Bio energi
Bio energi merupakan sumber energi yang berasal dari makhluk hidup maupun material organik,
seperti kayu, rumput, kotoran hewan, limbah pertanian, dan limbah rumah tangga atau yang dikenal
dengan istilah biomassa. Untuk memanfaatkan material-material tersebut menjadi sumber energi,
ada yang bisa dilakukan secara langsung dan ada juga yang harus melalui serangkaian proses.
Material organik yang tidak perlu melewati rangkaian proses tertentu misalnya kayu. Sedangkan
kotoran hewan, limbah rumah tangga, dan limbah pertanian biasanya melewati rangkaian proses
tertentu untuk menghasilkan sumber energi. Produk akhirnya ada yang menjadi biodiesel, bioetanol,
biogas, bioavtur, dan lain-lain.
ILUSTRASI
BIO ENERGI
172