Anda di halaman 1dari 64

Karya Tulis lmiah

HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN DENGAN


PENGETAHUAN PERAWAT DALAM MELAKUKAN
TINDAKAN RESUSITASI JANTUNG
PARU DI RSUD LAKIPADADA
KABUPATEN TANA TORAJA
TAHUN 2022

DISUSUN

Oleh
ERNI SARTIKA TOMBE, S.Kep, Ns
NIP: 198210012010012021

PEMERINTAH KABUPATEN TANA TORAJA


ABSTRAK

Kondisi gawat darurat merupakan keadaan yang mengancam kehidupan yang dapat
terjadi kapan dimana saja dan juga pada siapa saja. Kondisi gawat darurat biasanya
berorientasi pada resusitasi pemulihan bentuk kesadaran seseorang yang tampak mati
akibat berhentinya fungsi jantung dan atau paru yang berorientasi pada otak. Tujuan
penelitian adalah untuk mengetahui hubungan tingkat pendidikan dan pelatihan perawat
dengan pengetahuan perawat dalam melakukan tindakan Resusitasi Jantung Paru di
Pinang dan Gladiol RSUD Lakipadada Kab. Tana Toraja.
Jenis penelitian kuantitatif dengan menggunakan cross sectional. Populasi penelitian
adalah perawat yang bekerja di RSUD Lakipadada di ruang Pinang dan Gladiol dengan
jumlah sampel sebanyak 33 responden. Setelah data di kumpulkan dan diolah dengan
menggunakan uji statistik T tes dengan kemaknaan α ≤ 0,05.
Hasil penelitian ini adalah menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara
pendidikan dan dengan pengetahuan perawat dalam melakukan tindakan Resusitasi
Jantung Paru dengan nilai p value adalah 0.000 (p<0,05) dan ada hubungan yang
bermakna antara pelatihan perawat dengan pengetahuan perawat dalam melakukan
tindakan Resusitasi Jantung Paru di Pinang dan Gladiol RSUD Lakipadada Kab. Tana
Toraja dengan nilai p value adalah 0.048 (p<0,05)
Kesimpulan dalam penelitian ini adalah ada hubungan yang bermakna antar
pendidikan dan pelatihan perawat dengan pengetahuan perawat dalam melakukan
tindakan Resusitasi Jantung Paru di Pinang dan Gladiol RSUD Lakipadada Kab. Tana
Toraja. Disarankan kepada responden sebagai responden agar lebih meningkatkan ilmu
pengetahuan tentang RJP untuk keselamatan pasien.

Kata Kunci : Pendidikan, Pelatihan, Pengetahuan


Kepustakaan : 37 (2007-2016)

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................ i

ABSTRAK........................................................................................................ ii

DAFTAR ISI ................................................................................................... iii

KATA PENGANTAR...................................................................................... v

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1

A. Latar Belakang ................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah............................................................................ 5

C. Tujuan penulisan ............................................................................ 5

D. Manfaat Penulisan ........................................................................... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 7

A. Tinjauan Umum Tentang Resusitasi Jantung Paru (RJP)................ 7

B. Tinjauan Umum Tentang Kompetensi Perawat .............................. 19

C. Tinjauan Umum Tentang Pendidikan.............................................. 26

D. Tinjauan Umum Tentang Pengetahuan ........................................... 27

BAB III METODOLOGI PENELITIAN......................................................... 33

A. Jenis Penelitian................................................................................ 33

B. Waktu dan Tempat Penelitian.......................................................... 33

C. Populasi dan Sampel........................................................................ 33

D. Definisi Operasional........................................................................ 34

E. Variabel Penelitian........................................................................... 35

F. Instrumen Pengumpulan Data.......................................................... 35

iii
G. Pengolahan Data dan Analisa Data................................................. 36

H. Etika Penelitian................................................................................ 38

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.......................................................... 40

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN........................................................... 53

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

iv
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat TUHAN YANG MAHA ESA

karena atas segala berkat dan pertolonganNyalah sehingga saya dapat

menyelesaikan KTI ini.

Penulis mengucapakan rasa hormat dan terimah kasih kepada semua pihak

yang telah mendukung dalam menyususn KTI ini baik dalam moril, materil dan

doa dan juga kepada saudara yang selalu mendukung dalam segala hal.

Penulis menyadari bahwa KTI penelitian ini masih sangat jauh dari

kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan kepada pembaca untuk

memberikan masukan kritik dan saran, guna kesempurnaan KTI ini. Akhir kata,

semoga apa yang penulis perbuat menjadi bekat bagi semua orang dan berkenan

kepada TUHAN. AMIN

Makale, Desember 2022

PENULIS

v
vi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kondisi gawat darurat merupakan keadaan yang mengancam kehidupan

yang dapat terjadi kapan dimana saja dan juga pada siapa saja. Kondisi gawat

darurat biasanya berorientasi pada resusitasi pemulihan bentuk kesadaran

seseorang yang tampak mati akibat berhentinya fungsi jantung dan atau paru

yang berorientasi pada otak. Ada 3 hal penting yang harus diperhatikan dalam

kondisi gawat darurat yaitu kecepatan waktu kali pertama korban ditemukan,

kedua ketepatan dan akurasi pertolongan pertama diberikan, ketiga

pertolongan oleh petugas kesehatan yang kompeten. Statistik membuktikan

bahwa 90% korban meninggal ataupun cacat disebabkan oleh korban terlalu

lama dibiarkan atau waktu ditemukan telah melewati the golden time dan

ketidaktepatan serta akurasi pertolongan pertama saat kali pertama korban

ditemukan (Sudiharto, 2011).

Salah satu keadaan kegawatan yang prevalensinya tinggi adalah

penyakit jantung kardiovaskuler. Cardiac arrest bertanggung jawab terhadap

60 % dari angka kematian penderita dewasa yang mengalami penyakit jantung

koroner (PERKI, 2008). Data dari laporan hasil riset kesehatan dasar

(RISKESDAS) pada tahun 2007 yang dipublikasikan oleh Depkes RI tahun

2009 bahwa prevalensi penyakit jantung dan pembuluh darah sangat tinggi,

yaitu sebesar 47.3% per 1000 penduduk (Depkes, 2009).


Tindakan resusitasi jantung paru bertujuan untuk mengatasi kematian

karena berhentinya sirkulasi darah dan pernafasan yang menyebabkan sel-sel

tubuh tidak mendapatkan oksigen dalam waktu relatif singkat, yaitu maksimal

5 menit. Resusitasi jantung paru disarankan sebagai intervensi gawat darurat

bagi henti nafas dan henti jantung yang tidak diharapkan. Resusitasi jantung

paru telah dikenal sejak tahun 1960 dalam prosedur bantuan hidup dasar yang

terdiri dari kompresi, ventilasi, dan defibrilasi (Sudiharto, 2011). Adapun

faktor yang yang mempengaruhi keberhasilan dari RJP antara lain kompetensi

dari tenaga kesehatan, respon time, kualitas RJP, ketersediaan peralatan

emergensi, kondisi klien dan kebijakan rumah sakit (Jurnal Pratondo, 2008).

Kompetensi dapat didefinisikan sebagai suatu karakteristik dasar

individu yang memiliki hubungan kausal atau sebab akibat dengan kriteria

yang dijadikan acuan, efektif atau penampilan superior di tempat kerja pada

situasi tertentu (Nursalam, 2009). Kemampuan dan kompetensi seorang

perawat sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang diantaranya dapat

dibagi menjadi dua yaitu faktor internal meliputi: kecerdasan (intelegensia),

kesadaran, sifat kepribadian, bakat pembawaan, motif, sikap dan faktor

eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar individu, faktor ini

meliputi : faktor lingkungan, pengetahuan, tingkat pendidikan, keikutsertaan

dalam pelatihan, pengalaman kerja (Nursalam, 2009).

Pentingnya resusitasi jantung paru dilakukan untuk mencegah

berhentinya respirasi atau henti nafas (respiratory arrest) dan henti jantung

(cardiac arrest dimana fungsi tersebut gagal total oleh suatu sebab yang

2
memungkinkan untuk hidup normal dan selanjutnya kedua fungsi tersebut

bekerja kembali (Sudiharto, 2011).

Berdasarkan data dari WHO henti jantung mendadak merupakan

penyebab kematian mendadak tersering di Amerika Serikat, 75% kejadian

henti jantung di luar rumah sakit yang terjadi di rumah dan sekitar 50% tanpa

diketahui. Hasilnyapun biasa buruk, hanya sekitar 10,8% saja yang

mendapatkan upaya resusitasi oleh penyedia layanan darurat medis/

emergency medical service (EMS) yang bisa bertahan hingga diperbolehkan

pulang dari rumah sakit. Sebagai pembanding kejadian henti jantung di rumah

sakit, memiliki hasil yang lebih baik, yakni 22,3% - 25,5% pasien dewasa

yang bertahan hingga diperbolehkan pulang dari rumah sakit (AHA, 2015).

Penelitian yang diadakan di Punjab (India) menyatakan bahwa jumlah

pasien yang paling banyak selamat dari henti jantung adalah pasien yang

mendapatkan pertolongan RJP sedini mungkin, henti jantung pada pasien yang

sedang dirawat di rumah sakit memiliki kemungkinan hidup sampai ia

dipulangkan ke rumah sebesar 15-20%.

Berdasarkan hasil survey yang dilakukan di Rumah Sakit Jantung dan

Pembuluh Darah Harapan Kita tanpa bantuan hidup dasar kemungkinan

korban untuk bertahan hidup berkurang antara 7-10%/menit, dengan bantuan

hidup dasar kemungkinan korban untuk bertahan hidup bertambah antara 3-

4%/menit sampai dilakukan defibrilasi (Eliot Tiven, 2016).

Penelitian Iswanto (2009) menunjukkan bahwa masih kurangnya tingkat

pengetahuan perawat tentang BLS dan mempengaruhi penanganan pasien

3
yang memerlukan tindakan cepat. Hasil ini menunjukkan bahwa pentingnya

pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan perawat dalam

melakukan tindakan RJP. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Erni Kadang (2016) bahwa terdapat hubungan antara pendidikan, lama kerja,

pelatihan dan pengetahuan dengan kompetensi perawat dalam melakukan

resusitasi jantung paru di ruang Pinang dan Gladiol RS Fatima.

Berdasarkan survey awal yang dilaksanakan peneliti di RSUD

Lakipadada didapatkan data bahwa sebagian besar perawat di ruang Pinang

dan Gladiol telah mendapat pelatihan BTCLS. Data rekam medik IGD tahun

2016 pasien yang masuk ke IGD sebanyak 6175 pasien dengan kasus bedah

mencapai 2833 kasus (45,9%), anak 1036 kasus (16,8%), interna 2285 kasus

(37%), dan jumlah kematian di IGD 21 kasus (0,3%). Sementara data menurut

rekam medik ICU, jumlah pasien yang masuk selama tahun 2016 mencapai

443 pasien. Kasus jantung mencapai 51 kasus (11,5%), 80 kasus stroke (18%),

12 kasus hipertensi (2,7%), 8 kasus trauma capitis (1,8%), 10 kasus diabetes

(2,3%), 14 kasus meningitis (3,2%), dengan angka kematian 268 jiwa

(60,5%). Dari data tersebut diperoleh bahwa pasien rata-rata perharinya

berjumlah 16-17 orang dan berdasarkan laporan dari Pinang dan Gladiol

pasien yang membutuhkan tindakan RJP perharinya 1-2 orang pasien.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk

melakukan penelitian tentang “Hubungan tingkat pendidikan dan pelatihan

perawat dengan pengetahun perawat dalam melakukan tindakan Resusitasi

Jantung Paru di Pinang dan Gladiol RSUD Lakipadada Kab. Tana Toraja”.

4
B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah “Hubungan tingkat

pendidikan dan pelatihan perawat dengan pengetahuan perawat dalam

melakukan tindakan Resusitasi Jantung Paru di Pinang dan Gladiol RSUD

Lakipadada Kab. Tana Toraja?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan tingkat pendidikan dan pelatihan

perawat dengan pengetahuan perawat dalam melakukan tindakan

Resusitasi Jantung Paru di Pinang dan Gladiol RSUD Lakipadada Kab.

Tana Toraja

2. Tujuan Khusus

a. Diketahuinya tingkat pendidikan perawat di ruang Pinang dan Gladiol

RSUD Lakipadada Kab. Tana Toraja

b. Diketahuinya pelatihan perawat di ruang Pinang dan Gladiol RSUD

Lakipadada Kab. Tana Toraja

c. Diketahuinya pengetahuan perawat di ruang Pinang dan Gladiol RSUD

Lakipadada Kab. Tana Toraja

d. Diketahuinya hubungan tingkat pendidikan perawat dengan

pengetahuan perawat dalam melakukan tindakan Resusitasi Jantung

Paru di ruang Pinang dan Gladiol RSUD Lakipadada

5
e. Diketahuinya hubungan pelatihan perawat dengan pengetahuan perawat

dalam melakukan tindakan Resusitasi Jantung Paru di ruang Pinang

dan Gladiol RSUD Lakipadada

D. Manfaat Penelitian

1. Praktis

a. Bagi rumah sakit

Sebagai bahan pertimbangan untuk mengadakan atau mengirim tenaga

perawat mengikuti pelatihan secara berkala, khususnya dalam

meningkatkan mutu pelayanan penanganan kasus gawat darurat di

RSUD Lakipadada Kabupaten Tana Toraja

b. Bagi perawat

Sebagai bahan evaluasi dalam meningkatkan tindakan resusitasi jantung

paru yang benar, cepat dan tepat sesuai dengan perkembangan

pengetahuan atau teori terbaru, sehingga dapat memberikan pelayanan

yang terbaik untuk RSUD Lakipadada Kabupaten Tana Toraja

2. Teoritis

a. Bagi perkembangan ilmu pengetahuan

Menambah wawasan ilmu pengetahuan tentang tindakan resusitasi

jantung paru terbaru dan terus mengikuti perkembangan selanjutnya

b. Bagi peneliti

Meningkatkan pemahaman tentang tindakan resusitasi jantung paru

yang terbaru dan terus mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan

penanganan kasus kegawatdaruratan.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Resusitasi Jantung Paru (RJP)

1. Pengertian

Resusitasi Jantung Paru (RJP) adalah tindakan mempertahankan

jalan nafas dan sirkulasi dengan kompresi dada ekternal dan penyelamatan

pernapasan. Resusitasi jantung paru (RJP) adalah upaya mengembalikan

fungsi nafas dan atau sirkulasi yang berhenti oleh berbagai sebab dan

membantu memulihkan kembali fungsi jantung dan paru keadaan normal

(Jurnal Ririn dkk, 2014). Resusitasi jantung paru merupakan tindakan

darurat bantuan hidup dasar, sebagai suatu usaha untuk mengembalikan

keadaan henti nafas dan atau henti jantung (yang dikenal dengan kematian

klinis) ke fungsi optimal, guna mencegah kematian biologis (Muttaqin,

2009).

2. Tujuan

Tujuan utama dari resusitasi jantung paru adalah suatu tindakan

oksigenasi darurat untuk mempertahankan ventilasi paru dan

mendistribusikan darah-oksigenasi ke jaringan tubuh. Tindakan resusitasi

jantung paru harus dilakukan segera ketika korban mengalami henti

jantung selambat lambatnya 4 menit setelah korban mengalami cardiac

arrest, semakin lama korban tidak mendapatkan pertolongan awal maka

kemungkinan korban selamat menjadi lebih kecil. Tindakan ini akan

mengurangi resiko kematian sel otak. Dalam waktu 4-6 menit otak tidak

7
mendapat suplai oksigen sudah mulai terjadi brain damage (Alkatiri,

2007).

3. Indikasi Tindakan Resusitasi Jantung Paru

a. Henti Napas (Respiratory Arrest)

Henti Napas primer (respiratory arrest) dapat disebabkan oleh

banyakhal, misalnya serangan stroke, keracunan obat, tenggelam,

inhalasi asap/uap/gas, obstruksi jalan napas oleh benda asing, tersengat

listrik, tersambar petir, serangan infark jantung, radang epiglotis,

tercekik (suffocation), trauma dan lain-lain (Latief dkk, 2009).

Pada awal henti nafas, jantung masih berdenyut, masih teraba

nadi, pemberian oksigen ke otak dan organ vital lainnya masih cukup

sampai beberapa menit. Kalau henti napas mendapat pertolongan

dengan segera maka pasien akan terselamatkan hidupnya dan

sebaliknya kalau terlambat akan berakibat henti jantung yang mungkin

menjadi fatal (Latief dkk, 2009).

b. Henti Jantung (Cardiac Arrest)

Henti jantung adalah keadaan terhentinya aliran darah dalam

system sirkulasi tubuh secara tiba-tiba akibat terganggunya efektifitas

kontraksi jantung saat sistolik (Mansjoer, 2009). Berdasarkan

etiologinya henti jantung disebabkan oleh penyakit jantung (82,4%);

penyebab internal nonjantung (8,6%) seperti akibat penyakit paru,

penyakit serebrovaskular, penyakit kanker, perdarahan saluran cerna

obstetrik/pediatrik, emboli paru, epilepsi, diabetes mellitus, penyakit

8
ginjal; dan penyebab eksternal nonjantung (9,0%) seperti akibat

trauma, asfiksisa, overdosis obat, upaya bunuh diri, sengatan

listrik/petir (Mansjoer, 2009). Henti jantung biasanya terjadi beberapa

menit setelah henti napas. nya walaupun kegagalan pernapasan telah

terjadi, denyut jantung dan pembuluh darah masih dapat berlangsung

terus sampai kira-kira 30 menit.Pada henti jantung dilatasi pupil

kadang-kadang tidak jelas. Dilatasi pupil mulai terjadi 45 detik setelah

aliran darah ke otak berhenti dan dilatasi maksimal terjadi dalam waktu

1 menit 45 detik. Bila telah terjadi dilatasi pupil maksimal, hal ini

menandakan sudah 50% kerusakan otak irreversible (Alkatiri, 2007).

Henti jantung ditandai oleh denyut nadi besar tak teraba (karotis,

femoralis, radialas), disertai kebiruan (sianosis) atau pucat sekali,

pernapasan berhenti atau satu-satu (gasping, apnu), dilatasi pupil tak

bereaksi dengan ranngsang cahaya dan pasien dalam keadaan tidak

sadar (Latief dkk, 2009).

Pada beberapa keadaan, tindakan resusitasi tidak dianjurkan (tidak

efektif), antara lain: bila henti jantung (arrest) telah berlangsung lebih

dari 5 menit (oleh karena biasanya kerusakan otak permanen telah

terjadi pada saat ini), pada keganasan stadium lanjut, payah jantung

refrakter, edema paru-paru refrakter, syok yang mendahului arrest,

kelainan neurologic yang berat, serta pada penyakit ginjal, hati dan

paru yang lanjut (Alkatiri, 2007).

9
4. Prosedur atau langkah-langkah Resusitasi Jantung Paru

a. Periksa Respon dan Layanan Kedaruratan Medis

Gambar 2.1. Pemeriksaan kesadaran korban (sumber: European Resuscitation


Council Guidelines for Resuscitation 2010)

Berteriak didekat kuping Pemeriksaan kesadaran dilakukan

untuk menentukan pasien sadar atau tidak dengan cara memanggil,

menepuk bahu atau wajah korban. Jika pasien sadar, biarkan pasien

dengan posisi yang membuatnya merasa nyaman, dan bila perlu

lakukan kembali penilaian kesadaran setelah beberapa menit. Jika

pasien tidak sadar segera meminta bantuan dengan cara berteriak

“TOLONG!” atau dengan menggunakan alat komunikasi dan

beritahukan dimana posisi anda (penolong) (ERC Guidelines, 2010).

b. Pembebasan Jalan Napas (Airway Support)

Gangguan airway dapat timbul secara mendadak dan total,

perlahan-lahan dan sebagian, dan progresif dan/atau berulang (ATLS,

2010). Penyebab utama obstruksi jalan napas bagian atas adalah lidah

yang jatuh kebelakang dan menutup nasofaring.Selain itu bekuan

darah, muntahan, edema, atau trauma dapat juga menyebabkan

10
obstruksi tersebut. Oleh karena itu, pembebasan jalan napas dan

menjaga agar jalan napas tetap terbuka dan bersih merupakan hal yang

sangat penting dalam RJP (Latief dkk, 2009). Bila penderita

mengalami penurunan tingkat kesadaran, maka lidah mungkin jatuh

kebelakang dan menyumbat hipofaring. Bentuk sumbatan seperti ini

dapat segera diperbaiki dengan cara mengangkat dagu (chin-lift

maneuver) atau dengan mendorong rahang bawah ke arah depan (jaw-

thrust maneuver). Tindakan-tindakan yang digunakan untuk membuka

airway dapat menyebabkan atau memperburuk cedera spinal. Oleh

karena itu, selama mengerjakan prosedur-prosedur ini harus dilakukan

immobilisasi segaris (in-line immobilization) dan pasien/korban harus

diletakkan di atas alas/permukaan yang rata dan keras (Latief, dkk.,

2009). Teknik-teknik mempertahankan jalan napas (airway):

1) Tindakan kepala tengadah (head tilt)

Tindakan ini dilakukan jika tidak ada trauma pada leher. Satu

tangan penolong mendorong dahi kebawah supaya kepala tengadah

(Latief dkk, 2009).

2) Tindakan dagu diangkat (chin lift)

11
Gambar 2.2.Head-tilt, chin-lift maneuver (sumber: European Resuscitation
Council Guidelines for Resuscitation 2010)

Jari-jemari satu tangan diletakkan dibawah rahang, yang kemudian

secara hati-hati diangkat keatas untuk membawa dagu ke arah

depan. Ibu jari dapat juga diletakkan di belakang gigi seri (incisor)

bawah dan secara bersamaan dagu dengan hati-hati diangkat.

Maneuver chin lift tidak boleh menyebabkan hiperekstensi leher

(Latief, dkk., 2009)

3) Tindakan mendorong rahang bawah (jaw-thrust)

Gambar 2.3.Jaw-thrust maneuver (sumber: European Resuscitation Council


Guidelines for Resuscitation 2010

Pada pasien dengan trauma leher, rahang bawah diangkat didorong

kedepan pada sendinya tanpa menggerakkan kepala-leher, (Latief dkk,

2009).

c. Bantuan Napas dan Ventilasi (Breathing Support)

Oksigen sangat penting bagi kehidupan.Pada keadaan normal,

oksigen diperoleh dengan bernafas dan diedarkan dalam aliran darah

ke seluruh tubuh.Breathing support merupakan usaha ventilasi buatan

dan oksigenasi dengan inflasi tekanan positif secara intermitten dengan

12
menggunakan udara ekshalasi dari mulut ke mulut, mulut ke hidung,

atau dari mulut ke alat (S-tube masker atau bag valve mask) (Alkatri,

2007).

Breathing support terdiri dari 2 tahap :

1) Penilaian Pernapasan

Gambar 2.4.Look, listen, and feel (sumber: European Resuscitation Council


Guidelines for Resuscitation 2010).

Menilai pernapasan dengan memantau atau observasi dinding dada

pasien dengan cara melihat (look) naik dan turunnya dinding dada,

mendengar (listen) udara yang keluar saat ekshalasi, dan

merasakan (feel) aliran udara yang menghembus dipipi penolong

(Mansjoer, 2009).

2) Memberikan bantuan napas

Gambar 2.5.Ventilasi buatan mulut ke mulut


(sumber: European Resuscitation Council Guidelines for Resuscitation 2010).

13
Bantuan napas dapat dilakukan melalui mulut ke mulut (mouth-to-

mouth), mulut ke hidung (mouth-to-nose), mulut ke stoma

trakeostomi atau mulut ke mulut via sungkup (Latief dkk, 2009).

a) Pada bantuan napas mulut-ke-mulut (mouth-to-mouth) jika

tanpa alat, maka penolong menarik napas dalam, kemudian

bibir penolong ditempelkan ke bibir pasien yang terbuka

dengan erat supaya tidak bocor dan udara ekspirasi

dihembuskan ke mulut pasien sambil menutup kedua lubang

hidung pasien dengan cara memencetnya.

b) Pada bantuan napas mulut-ke-hidung (mouth-to-nose), maka

udara ekpsirasi penolong dhembuskan kehidung pasien sambil

menutup mulut pasien. Tindakan ini dilakukan kalau mulut

pasien sulit dibuka (trismus) atau pada trauma maksilo-fasial.

c) Pada bantuan napas mulut-ke-sungkup pada dasarnya sama

dengan mulut-ke-mulut. Bantuan napas dapat pula dilakukan

dari mulut-ke-stoma atau lubang trakeostomi pada pasien pasca

bedah laringektomi.

d. Sirkuasi (Circulation Support)

Gambar 2.6. Posisi penolong pijat jantung (sumber: European Resuscitation


Council Guidelines for Resuscitation 2010).

14
Merupakan suatu tindakan resusitasi jantung dalam usaha

mempertahankan sirkulasi darah dengan cara memijat jantung,

sehingga kemampuan hidup sel-sel saraf otak dalam batas minimal

dapat dipertahankan (Alkatri, 2007).

Dilakukan dengan menilai adanya pulsasi arteri karotis.Penilaian ini

maksimal dilakukan selama 5 detik. Bila tidak ditemukan nadi maka

dilakukan kompresi jantung yang efektif, yaitu kompresi dengan

kecepatan 100 kali per menit, kedalaman 4-5 cm, memberikan

kesempatan jantung mengembang (pengisian ventrikel), waktu

kompresi dan relaksasi sama, minimalkan waktu terputusnya kompresi

dada. Rasio kompresi dan ventilasi 30:2 (Mansjoer, 2009).

Tempat kompresi jantung luar yang benar ialah bagian tengah separuh

bawah tulang dada.Pada pasien dewasa tekan tulang dada kebawah

menuju tulang punggung sedalam 3-5 cm sebanyak 60-100 kali per

menit. Tindakan ini akan memeras jantungyang letaknya dijepit oleh

dua bangunan tulang yang keras yaitu tulang dada dan tulang

punggung. Pijatan yang baik akan menghasilkan denyut nadi pada

karotis dan curah jantung sekitar 10-15% dari normal (Latief dkk,

2009).

Periksa keberhasilan tindakan resusitasi jantung paru dengan

memeriksa denyut nadi arteri karotis dan pupil secara berkala. Bila

pupil dalam keadaan konstriksi dengan reflex cahaya positif,

menandakan oksigenasi aliran darah otak cukup. Bila sebaliknya yang

15
terjadi, merupakan tanda kerusakan otak berat dan resusitasi dianggap

kurang berhasil (Alkatiri, 2007).

e. Posisi Pemulihan (Recovery Position)

Gambar 2.7. Recovery position (sumber: European Resuscitation Council


Guidelines for Resuscitation 2010).

Recovery position dilakukan setelah pasien ROSC (Return of

Spontaneous Circulation). Urutan tindakan recovery position meliputi:

1) Tangan pasien yang berada pada sisi penolong diluruskan ke atas

2) Tangan lainnya disilangkan di leher pasien dengan telapak tangan

pada pipi pasien

3) Kaki pada sisi yang berlawanan dengan penolong ditekuk dan

ditarik ke arah penolong, sekaligus memiringkan tubuh korban ke

arah penolong

16
Dengan posisi ini jalan napas diharapkan dapat tetap bebas (secure

airway) dan mencegah aspirasi jika terjadi muntah. Selanjutnya,

lakukan pemeriksaan pernapasan secara berkala (Resuscitation Council

UK, 2010)

5. Fase-fase tindakan resusitasi jantung parru

Menurut American Heart Association (2010) langkah-langkah

tindakanresusitasi Jantung Paru meliputi :

a. Fase I (bantuan hidup dasar atau Basic Life Support)

Merupakan pertolongan darurat mengatasi obstruksi jalan nafas dan

henti jantung, yang terdiri dari:

1) C (circulation) yaitu mengadakan sirkulasi buatan dengan

kompresi jantung paru.

2) A (airway) yaitu menjaga jalan nafas tetap terbuka

3) B (breathing) ventilasi paru dan oksigenasi yang adekuat

b. Fase II ( Bantuan Hidup Lanjut atau Advance Life Support)

Bantuan hidup lanjut bantuan hidup dasar ditambah dengan :

1) D (drugs) yaitu pemberian obat-obatan termasuk cairan

2) E (ECG) yaitu diagnosis elektro kardiografis secepat mungkin

setelah dimulai Resusitasi Jantung Paru, untuk mengetahui apakah

ada Ventrikel Fibrilasi, Ventrikel Takhikardi

3) F (fibrillation treatment) yaitu tindakan untuk mengatasi fibrilasi

ventrikel.

17
c. Fase III (Bantuan Hidup terus menerus/Prolonged Life Support)

1) G (Gauge) yaitu pengukuran dan pemeriksaan untuk monitoring

penderita secara terus menerus, dinilai, dicari penyebabnya dan

kemudian mengobati

2) H (Head) yaitu tindakan resusitasi untuk menyelamatkan otak dan

sistem saraf dari kerusakan lebih lanjut akibat terjadinya henti

jantung.Sehingga dapat dicegah terjadinya kelainan neorologik

yang permanen.

3) H (Hipotermi) yaitu segera dilakukan bila tidak ada perbaikan

fungsi susunan saraf pusat yaitu suhu antara 30-32 C

4) I (Intensive care) yaitu perawatan intensive di ICU, tunjangan

ventilasi, pernafasan dikontrol terus menerus, sirkulasi,

mengendalikan kejang, dan pengukuran AGD (analisa gas darah).

6. Alogaritma tindakan resusitasi jantung paru

Cek respon atau kesadaran, tidak respon, tidak Tindakan Pijat Jantung Paru
nafas/nafas tidak normal
Anak dan bayi 30:2 (satu
penolong)
Minta bantuan/ siapkan DC shock 15:2 (dua penolong)
kedalaman 5cm (anak),
4cm (bayi)
Cek nadi karotis selam 10 detik Jika tidak ada nadi Dewasa 30:2 kedalaman
kompresi 5cm

Memberi ruang antara


Pijat jantung paru ( Kecepatan 100x/menit)/DC Shock kompresi pertama dengan
yang kedua.

Pijat Jantung Paru


dilakukan satu siklus (2
Evaluasi (Lihat gerakan dada, Dengar suara nafas dan menit)
rasakan hembusan nafas

18
Jika tidak ada nadi lakukan pijat jantung
Jika ada nadi tidak ada nafas lakukan ventilasi/oksigenasi (8-10 x/menit)

Gambar 2.8
Alogaritma Resusitasi Jantung Paru ( AHA, 2010)

7. Indikasi Menghentikan Tindakan Resusitasi Jantung Paru

Keputusan mengakhiri tindakan RJP yaitu apabila terdapat salah satu

situasi berikut ini; muncul sirkulasi dan nafas spontan, penolong kelelahan,

fungsi jantung tidak berfungsi. Tanda manifestasi klinis jantung yang tidak

berfungsi ditunjukan adanya suatu vebrilasi kasar yang terus menerus

dengan hilangnya amplitudo yang berturut-turut sehingga menjadi asistole,

dan telah terjadi kematian irreversibel (igor montis), kaku kuduk, dilatasi

pupil, otak dilihat dari dilatasi pupil 10-20 menit atau dengan elektro

ensefalografi (Muttaqin, 2009).

B. Tinjauan Tentang Kompetensi Perawat

1. Pengertian

Menurut Undang Undang No. 13/2003 tentang ketenaga kerjaan,

kompetensi merupakan kemampuan kerja setiap individu yang mencakup

aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang sesuai dengan

standar yang ditetapkan. Istilah dari kompetensi itu sendiri mengandung

banyak arti sebagaimana yang dikemukakan oleh para ahli,

diantaranya :Menurut Kamus Besar Indonesia, kompetensi berarti

(kewenangan) kekuasaan untuk menentukan atau memutuskan sesuatu hal,

berbeda dengan pendapat Usman, 2011 pengertian dasar kompetensi

19
(competency), yakni kemampuan atau kecakapan. Sedangkan menurut

Nursalam (2009) bahwa kompetensi dapat didefinisikan sebagai suatu

karakteristik dasar individu yang memiliki hubungan kausal atau sebab

akibat dengan kriteria yang dijadikan acuan, efektif atau penampilan

superior di tempat kerja pada situasi tertentu. Berdasarkan uraian di atas

dapat disimpulkan bahwa kompetensi adalah kemampuan dan kemauan

untuk melakukan sebuah tugas dengan kinerja yang efektif.

Menurut Keputusan Menteri Pendidikan Nasional (Nursalam, 2009),

empat pilar seseorang dikatakan kompeten dan dapat memenuhi

persyaratan landasan kemampuan pengembangan kepribadian adalah:

a. Kemampuan penguasaan ilmu dan ketrampilan (know how and know

why)

b. Kemampuan berkarya (know to do)

c. Kemampuan menyikapi dan berperilaku dalam berkarya,

sehinggamemiliki kemandirian dalam menilai dan mengambil

keputusan dengan penuh tanggung jawab(to be)

d. Kemampuan bekerja sama dalam hidup bermasyarakat dengan saling

menghormati dan menghargai nilai-nilai pluralisme dan kedamaian (to

live together).

2. Karakteristik Kompetensi

Kompetensi tidak hanya menyangkut bidang ilmu dan pengetahuan

metodologi dalam mengajarkannya, tetapi tak kalah pentingnya adalah

20
sikap dan keyakinan akan nilai-nilai yang baik. Oleh sebab itu standar

kompetensi profesi lebih berorientasi kepada kualitas kinerja.

Ada empat hal yang merupakan karakteristik kompetensi (Nursalam dan

Effendi, 2009), yaitu :

a. Motif

Motif adalah sesuatu yang secara konsisten dipikirkan atau

diinginkan oleh seseorang yang menyebabkan munculnya suatu

tindakan. Motif akan mengarahkan dan menyeleksi sikap menjadi

tindakan atau tujuan sehingga lain dari yang lain.

b. Bawaan

Bawaan dapat berupa karakteristik fisik atau kebiasaan seseorang

dalam merespon suatu situasi atau informasi tertentu. Contoh

kompetensi bawaan adalah bertindak cepat dan tepat yang diperlukan

oleh perawat gawat darurat. Pengendalian emosi diri dan inisiatif yang

tinggi merupakan kebiasaan merespon yang baik.

c. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan kompetensi yang komplek. Skor pada tes

pengetahuan sering kali kurang bermanfaat untuk memprediksi kinerja

seseorang di tempat bekerja, karena sulitnya mengukur kebutuhan

pengetahuan dan keahlian yang secara nyata digunakan dalam

pekerjaan. Pengetahuan akan dapat memprediksi apa yang dapat

dilakukan seseorang, bukan apa yang akan dilakukan. Pengetahuan

adalah merupakan hasil dari tahu yang terjadi setelah melakukan

21
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan merupakan

domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.

Menurut Nursalam dan Effendi (2009) faktor-faktor yang

mempengaruhi pengetahuan :

1) Pendidikan

Pendidikan adalah sebuah proses pengubahan sikap dan tata laku

seseorang atau kelompok dan juga usaha mendewasakan manusia

melalui upaya pengajaran dan pelatihan, maka jelas kita kerucutkan

visi pendidikan adalah mencerdaskan manusia.

Media

Media secara khusus didesain untuk mencapai masyarakat yang

luas.Jadi contoh dari media masa adalah televisi, radio, Koran dan

majalah.

2) Keterpaparan informasi

Pengertian informasi menurut Oxfoord English Dictionary, adalah

“that of which one is apprised or told: intelligence, news”. Kamus

lain menyatakan bahwa informasi adalah sesuatu yang dapat

diketahui. Namun adapula yang menekankan informasi sebagai

transfer. Selain itu istilah informasi juga memiliki arti yang lain

sebagaimana diartikan oleh Undang-Undang teknologi informasi

yang mengartikannya sebagai suatu teknik untuk mengumpulkan,

menyiapkan, menyimpan, memanipulasi, menganalisa dan

menyebarkan informasi dengan tujuan tertentu.

22
d. Keahlian atau skill

Keahlian (skill) adalah kemampuan untuk melakukan aktivitas

fisik dan mental. Kompetensi keahlian mental atau kognitif meliputi

pemikiran analitis (memproses pengetahuan atau data, menentukan

sebab dan pengaruh, serta mengorganisasi data dan rencana) juga

pemikiran konseptual (pengenalan pola data yang komplek).

Menurut Notoatmodjo (2007) bahwa tindakan (praktik) dapat

juga dikatakan sebagai perilaku kesehatan (over behavior) yaitu

respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau

terbuka. Dimana respon stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk

tindakan atau praktek yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat

oleh orang lain. Menurut Nursalam (2009) keterampilan merupakan

bentuk tindakan yang dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang

mempengaruhi perilaku kesehatan yaitu faktor internal dan faktor

eksternal.

1) Faktor internal

Faktor internal berasal dari dalam diri individu. Dalam hal ini

individu menerima, mengolah dan memilih segala sesuatu yang

datang dari luar, serta menentukan mana yang akan dilakukan dan

mana yang tidak. Faktor internal meliputi: kecerdasan

(intelegensia), kesadaran, sifat kepribadian, dan bakat pembawaan.

23
2) Faktor eksternal

Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar individu,

faktor ini meliputi :

a) Faktor lingkungan

Lingkungan yang dimaksud adalah keadaan yan menyangkut

segala sesuatu yang ada disekitar individu, baik fisik, biologis

maupun sosial. Ternyata lingkungan sangat berpengaruh

terhadap perilaku individu karena lingkungan merupakan lahan

untuk perkembangan individu.

b) Faktor pendidikan dan pelatihan

Secara luas pendidikan mencakup seluruh proses kehidupan

individu sejak dalam ayunan hingga liang lahat, berupa interaksi

individu dengan lingkungannya, baik secara formal maupun

secara informal, berfokus pada proses belajar mengajar, dengan

tujuan agar terjadi perubahan perilaku, yaitu dari yang tidak

tahu menjadi tahu, dari yang tidak dapat melakukan menjadi

dapat melakukan. Menurut Notoatmodjo (2007) pendidikan dan

pelatihan adalah merupakan upaya untuk pengembangan sumber

daya manusia, terutama untuk pengembangan aspek

kemampuan intelektual dan kepribadian manusia.

Simanjuntak (2015), mengemukakan bahwa pendidikan dan

pelatihan merupakan salah satu fakor yang penting dalam

pengembangan sumber daya manusia. Pendidikan dan pelatihan

24
tidak saja menambah pengetahuan, akan tetapi juga

meningkatkan keterampilan bekerja, dengan demikian

meningkatkan produktifitas kerja dan kompetensi dari

seseorang.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan

bahwa sumber daya manusia dalam suatu organisasi adalah

upaya peningkatan kemampuan pegawai yang dalam penelitian

ini dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan dalam rangka

pencapaian tujuan organsasi secara efektif.

c) Faktor pengalaman kerja

Pengalaman kerja adalah ukuran tentang lama waktu atau masa

kerja yang telah ditempuh seseorang dapat memahami tugas-

tugas suatu pekerjaan dan telah melaksanakan dengan baik

(Foster, Bill. 2008). Pengalaman kerja adalah pengetahuan atau

keterampilan yang telah diketahui dan dikuasai seseorang yang

akibat dari perbuatan atau pekerjaan yang telah dilakukan

selama beberapa waktu tertentu (Foster, Bill. 2001). Dari uraian

tersebut dapat disimpulkan, bahwa tingkat penguasaan

pengetahuan serta keterampilan seseorang dalam pekerjaannya

yang dapat diukur dari masa kerja dan dari tingkat pengetahuan

serta keterampilan yang dimilikinya.

25
Standar diartikan sebagai ukuran atau patokan yang disepakati,

sedangkan kompetensi dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang yang

dapat terobservasi mencakup atas pengetahuan, keterampilan dan sikap dalam

menyelesaikan suatu pekerjaan atau tugas dengan standar kinerja

(performance) yang ditetapkan. Standar kompetensi perawat merefleksikan

atas kompetensi yang diharapkandimiliki oleh individu yang akan bekerja di

bidang pelayanan keperawatan (Fathoni A., 2008).

Menurut PP-PPNI (2012), standar kompetensi perawat terbagi menjadi :

1. Praktik Profesional, etis, legal dan peka budaya

a. Bertanggung gugat terhadap praktik professional

b. Melaksanakan praktik keperawatan ( secara etis dan peka budaya)

c. Melaksanakan praktik secara legal

2. Pemberian asuhan dan manajemen asuhan keperawatan.

a. Menerapkan prinsip-prinsip pokok dalam pemberian dan manajemen

asuhan keperawatan

b. Melaksanakan upaya promosi kesehatan dalam pelayanan keperawatan

c. Melakukan pengkajian keperawatan

d. Menyusun rencana keperawatan

e. Melaksanakan tindakan keperawatan sesuai rencana

f. Mengevaluasi asuhan tindakan keperawatan

g. Menggunakan komunikasi terapeutik dan hubungan interpersonal

dalam pemberian pelayanan

h. Menciptakan dan mempertahankan lingkungan yang aman

26
i. Menggunakan hubungan interprofesional dalam pelayanan

keperawatan/pelayanan kesehatan.

j. Menggunakan delegasi dan supervisi dalam pelayanan asuhan

keperawatan

3. Pengembangan profesional

a. Melaksanakan peningkatan profesional dalam praktik keperawatan

b. Melaksanakan peningkatan mutu pelayanan keperawatan dan asuhan

keperawatan

c. Mengikuti pendidikan berkelanjutan sebagai wujud tanggung jawab

profesi (PP.PPNI, 2012).

C. Tinjauan Tentang Pendidikan

Pendidikan adalah sebuah proses pengubahan sikap dan tata laku

seseorang atau kelompok dan juga usaha mendewasakan manusia melalui

upaya pengajaran dan pelatihan, maka kita kerucutkan visi pendidikan adalah

mencerdaskan manusia (Nursalam dan Effendi, 2009). Pendidikan adalah

suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan

di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup.

Pendidikan mempengaruhi proses belajar. Menurut Mantra (2008), makin

tinggi pendidikan seseorang makin mudah orang tersebut untuk menerima

informasi. Dengan pendidikan tinggi maka seseorang akan cenderung untuk

mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun dari media masa,

semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan

yang didapat tentang kesehatan.

27
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Aziz (2014), diperoleh

hasil bahwa tingkat pendidikan seseorang sangat berpengaruh pada

kompetensi orang yang bersangkutan dalam melakukan tindakan tertentu

karena dengan pendidikan yang baik akan membuat perawat tersebut akan

semakin luas pula pengetahuannya.

D. Tinjauan Tentang Pengetahuan

1. Pengertian pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, yang terjadi setelah orang

melakukan pengindraan terhadap objek tertentu. Pengindraan terjadi

melalui pancaindra manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran,

penciuman,rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan diperoleh dari mata

dan telinga. Pengetahuan merupakan pedoman dalam membentuk tindakan

seseorang (Notoatmodjo, 2007).

Pengetahuan merupakan kompetensi yang komplek. Skor pada tes

pengetahuan sering kali kurang bermanfaat untuk memprediksi kinerja

seseorang di tempat bekerja, karena sulitnya mengukur kebutuhan

pengetahuan dan keahlian yang secara nyata digunakan dalam pekerjaan.

Pengetahuan akan dapat di prediksi apa yang dapat di lakukan seseorang,

bukan apa yang dilakukan. Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu

yang terjadi setelah melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu.

Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya

tindakan seseorang (Nursalam dan Effendi, 2009)

28
2. Tingkatan pengetahuan di dalam domain kognitif

Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif menurut

Notoatmodjo (2007) mempunyai 6 tingkat, yakni :

a. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang dipelajari

sebelumnya. Termasuk mengingat kembali (recall) terhadap suatu

yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang

telah diterima.

b. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai sesuatu kemampuan menjelaskan

secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat

menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

c. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan kemampuan untuk menggunakan materi

yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya).

d. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi

atau suatu obyek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di

dalam suatu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama

lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata

kerja dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan,

memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

e. Sintesis (synthesis)

29
Sintesis merupakan suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang

baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk

menyusun formulasi baru dari formulasi yang ada.

f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.evaluasi

dilakukan dengan menggunakan kriteria sendiri atau kriteria yang telah

ada.

Pengetahuan tentang ilmu keperawatan sangat diperlukan agar

pelayanan keperawatan yang akan diberikan pada klien mempunyai

tujuan jelas dan efektif. Pengetahuan tersebut memberikan dasar

konseptual dan rasional terhadap metode pendekatan yang dipilih untuk

mencapai tujuan-tujuan keperawatan yang spesifik dan tepat.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2007), ada beberapa faktor yang

mempengaruhi pengetahuan yaitu :

a. Pendidikan

Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan

kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan

berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar.

Menurut Mantra (2008), makin tinggi pendidikan seseorang makin

mudah orang tersebut untuk menerima informasi. Dengan pendidikan

30
tinggi maka seseorang akan cenderung untuk mendapatkan informasi,

baik dari orang lain maupun dari media masa, semakin banyak

informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang didapat

tentang kesehatan.

b. Pengalaman

Pengalaman belajar dalam bekerja yang dikembangkan

memberikan pengetahuan dan keterampilan profesional serta

pengalaman belajar selama bekerja akan dapat mengembangkan

kemampuan mengambil keputusan yang merupakan manifestasi dari

keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik yang bertolak dari masalah

nyata dalam bidang keperawatan

c. Umur

Dua sikap tradisional mengenai jalannya perkembangan selama

hidup. Semakin tua semakin bijaksana, semakin banyak informasi yang

dijumpai dan semakin banyak hal yang dikerjakan sehingga menambah

pengetahuannya.

Tidak dapat mengajarkan kepandaian baru kepada orang yang

sudah tua karena mengalami kemunduran baik fisik dan mental. Dapat

diperkirakan bahwa IQ akan menurun sejalan dengan bertambahnya

usia, khususnya pada beberapa kemampuan yang lain seperti kosa kata

dan pengetahuan . Beberapa teori berpendapat ternyata IQ seseorang

akan menurun cukup cepat sejalan dengan bertambahnya usia.

31
4. Pengukuran pengetahuan/ kriteria tingkat pengetahuan

Pengetahuan seseorang dapat diketahui dan diinterpretasikan dengan

skala yang bersifat kualitatif (Arikunto, 2009) :

a. Baik

Diartikan apabila seseorang sudah mampu mengetahui,

memahami, mengaplikasikan, menganalisa dan menghubungkan

antara suatu materi dengan materi lain serta kemampuan untuk

melakukan penilaian terhadap suatu objek (evaluasi). Pengetahuan

baik diartikan apabila nilai 76 – 100%.

b. Cukup

Pengetahuan sedang diartikan apabila individu kurang mampu

untuk mengetahui, memahami, mengaplikasikan, menganalisis dan

menghubungkan antara satu materi dengan materi lain serta kurangnya

melakukan penilaian antara satu objek (evaluasi). Pengetahuan sedang

diartikan apabila nilai 56 -75%.

c. Kurang

Pengetahuan rendah apabila individu tidak mampu untuk

mengetahui, memahami, mengaplikasikan, menganalisis, mensintesis,

dan mengevaluasi suatu materi atau objek lain. Pengetahuan rendah

diartikan apabila nilai < 56 %.

32
BAB III

METODEOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif analitik non

eksperimental dengan rancangan cross sectional, dimana variabel independen

dan variabel dependen dilakukan pengelompokan sekaligus dalam waktu

bersamaan (Arikunto, 2008) .

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di ruang RSUD Lakipadada pada tahun

2022.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah populasi keseluruhan dari objek

penelitian atau objek yang akan diteliti (Notoatmojo, 2010).

Populasi dalam penelitian ini adalah perawat yang bekerja di RSUD

Lakipadada di ruang Pinang dan Gladiol. Jumlah perawat di Ruang IGD

ada 30 orang perawat, di Ruang ICU 20 orang perawat, jadi populasi 50

orang perawat.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari keseluruhan dari objektif yang diteliti

dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2010).

33
3. Teknik Sampling

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah total

sampling, dimana pengambilan sampel dilakukan dengan cara mengambil

seluruh anggota populasi. Jumlah sampel sebanyak 50 sampel

(Notoatmodjo, 2010).

D. Definisi Operasional

Defenisi operasional adalah mendefenisikan variabel secara operasional

berdasarkan karakteristik yang diamati, sehingga memungkinkan peneliti

untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu

objek atau fenomena (Nursalam, 2008).

N Variabel Defenisi Parameter Alat Ukur Kriteria Skala


o Operasional Objektif Data
1 Tingkat Jenjang Pendidikan Kusioner 1. Pendidikan Ordinal
Pendidikan pendidikan keperawatan Menengah :
keperawatan miliputi: SPK
yang telah SPK,DIII,DIV,
diselesaikan SI kep./Ners 2. Pendidikan
tinggi:DIII,
DIVdan
SI/Ners
2 Keikut sertaan Ikut serta Sertifikat BTCLS Ceklist 1. Ikut jika ada Ordinal
pelatihan dalam sertifikat
pelatihan BTCLS
BTCLS 2. Tidak ikut
jika tidak ada
sertifikat
BTCLS
3 Pengetahuan Segala sesuatu Kemampuan Kuisioner 1.Baik : ≥75% Ordinal
Perawat yang diketahui menjawab
Tentang RJP perawat pertanyaan 2.Kurang : <75%
Pinang dan tentang
Gladiol RSUD circulation
Lakipadada management,
tentang RJP airway
management dan
breathing
management.

34
E. Variabel Penelitian

Variabel adalah konsep dari berbagai level abstrak yang di defenisikan

sebagai suatu fasilitas untuk pengukuran dan atau manipulasi suatu penilitian

yang bersifat konkrit dan secara langsung bisa diukur (Nursalam, 2008).

Adapun variabel dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua, yaitu

variabel bebas dan variabel terikat.

1. Variabel bebas (independen variable)

Variabel independen adalah variabel yang di manipulasi, diamati dan

diukur untuk diketahui hubungannya atau pengaruhnya terhadap variabel

(Nursalam, 2008).

Variabel independen dalam penelitian ini adalah pengetahuan dan

pendidikan.

2. Variabel terikat (dependent variable)

Variabel dependen adalah faktor yang diamati dan diukur untuk

menentukan ada tidaknya hubungan atau pengaruh dari pengaruh variabel

dependen.

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kompetensi perawat dalam

melakukan tindakan resusitasi jantung paru .

F. Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah kuesioner dan

lembar observasi. Alat ukur kuesioner terstruktur yang terdiri dari

karakteristik umum atau identitas responden dan pengetahuan tentang

tindakan resusitasi jantung paru. Lembar observasi tindakan resusitasi jantung

35
paru merupakan langkah-langkah atau prosedur kerja tindakan resusitasi

jantung paru yang akan digunakan untuk mengobservasi kompetensi perawat

pada saat melakukan tindakan resusitasi jantung paru.

Untuk mengukur tingkat pengetahuan perawat tentang tindakan

resusitasi jantung paru dengan cara menyebarkan angket kusioner kepada

responden dengan menggunakan skala Guttman yang terdiri dari 20

pertanyaan pilihan ganda, dengan pemberian skor pada tiap jawaban yang

benar = 1 dan salah = 0.

G. Pengolahan Data Dan Analisa Data

1. Pengolahan data :

a. Editing

Dilakukan pada tahap pengumpulan data dengan tujuan memeriksa

ulang kelengkapan kuesioner yang diisi oleh responden dengan cara

mengkoreksi data yang telah diperoleh.

b. Coding

Dilakukan untuk memberikan kode nomor jawaban yang akan diisi

oleh responden dalam daftar pertanyaan, masing-masing jawaban

diberi angka sesuai dengan yang telah ditetapkan.

c. Scoring

Untuk masing-masing responden diberi scoring sesuai jumlah skor

pertanyaan yang dijawab oleh responden.

36
d. Entry

Data yang telah terkumpul dientry dalam paket program komputer,

data yang dimasukkan adalah data yang sudah diberi score sesuai

jumlah score setiap responden. Kemudian membuat frekuensi

sederhana atau bisa juga dengan membuat tabel kontigensi.

e. Cleaning

Kegiatan pengecekan kembali data yang sudah dientry, data diperiksa

kembali kebenarannya dengan cara melihat missing, variase,

konsistensi data agar seluruh data yang dientry bebas dari kesalahan.

2. Analisa Data

Pengolahan data dilakukan setelah data terkumpul dari pengisian

kuesioner, kemudian dilakukan analisis deskriptif dan analisis statistik

yaitu:

a. Analisis Univariat (Analisis Deskriptif)

Analisis univariat ini dilakukan terhadap masing-masing variabel

meliputi, variabel pengetahuan, variabel tingkat pendidikan dan

variabel kompetensi. Hasil pengolahan data disajikan dalam bentuk

distribusi frekuensi baik dalam bentuk tabel maupun dalam bentuk

narasi.

b. Analisis Bivariat (Analisis Statistik)

Setelah diketahui karakteristik dari masing-masing variabel kemudian

dilanjutkan dengan melakukan analisis bivariat yaitu analisis yang

bertujuan untuk mengetahui hubungan dari dua variabel (dependen dan

37
independent) (Hastono, 2007) dengan menggunakan uji statistik chi-

square.

H. Etika Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip etik

(Arikunto, 2008), meliputi:

1. Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human dignity).

Penelitian harus dilakukan dengan menjunjung tinggi harkat dan martabat

manusia. Subjek memiliki hak asasi dan kebebasan untuk menentukan pilihan

ikut atau menolak penelitian (autonomy). Tidak boleh ada paksaan atau

penekanan tertentu agar subjek bersedia ikut dalam penelitian, subjek dalam

penelitian berhak mendapatkan informasi yang terbuka dan lengkap tentang

pelaksanaan penelitian meliputi tujuan dan manfaat penelitian, prosedur

penelitian, resiko penelitian, keuntungan yang mungkin didapat dan

kerahasiaan informasi.

Setelah mendapat penjelasan yang lengkap dan

mempertimbangkannya dengan baik, subjek kemudian menentukan

apakah akan ikut atau menolak sebagai subjek penelitian. Prinsip ini

tertuang dalam informed concent yaitu persetujuan untuk

berpartisipasi sebagai subjek penelitian.

2. Menghormati privasi dan kerahasiaan subjek (respect for privacy and

confidentiality)

Peneliti merahasiakan berbagai informasi yang menyangkut privasi

subjek yang tidak ingin identitas dan segala informasi tentang dirinya

38
diketahui orang lain. Prinsip ini dapat diterapkan dengan cara meniadakan

identitas seperti nama dan alamat subjek dengan diganti kode tertentu.

3. Menghormati keadilan dan inklusivitas (respect for justice inclusiviness).

Prinsip keterbukaan dalam penelitian mengandung makna bahwa

penelitian dilakukan secara jujur, tepat, cermat, hati-hati dan dilakukan

secara profesional. Sedangkan prinsip keadilan mengandung makna

bahwa penelitian memberikan keuntungan dan beban secara merata

sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan subjek.

4. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (balancing harm

and benefits)

Prinsip ini mengandung makna bahwa setiap penelitian harus

mempertimbangkan manfaat yang sebesar-besarnya bagi subjek penelitian

dan populasi dimana hasil penelitian akan diterapkan (beneficience).

Meminimalisir resiko/dampak yang merugikan bagi subjek penelitian

(nonmaleficienc).

39
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Penelitian yang dilakukan di RSUD Lakipadada Kabupaten Tana

Toraja yang dilakukan tahun 2022. Rumah Sakit Daerah Kabupaten Tana

Toraja yang beralamat Jln Pongtiku, yang berjarak ± 6 Km dari kota

Makale dengan luas tanah sebesar 47.557m2. RSUD Lakipadada awalnya

berdiri adalah rumah sakit type D kemudian ditingkatkan pelayanan

menjadi Rumah Sakit Tipe C, yang terdiri dari Ruang Responden, UGD,

Poli, OK, ICU, Laboratorium, Apotik, Instalasi Gizi. RSUD Lakipadada

diproyeksikan sebagai rumah sakit rujukan untuk wilayah toraja baik Tana

Toraja maupun Toraja Utara. Oleh sebab itu RSUD Lakipadada semakin

meningkatkan kinerja untuk dapat memberikan pelayanan yang semakin

bermutu sehingga dapat memuaskan masyarakat dan dilayani. RSUD

Lakipadada dibangun pada Tahun 1987 atas bantuan bank dunia. Kegiatan

pelayanan diawali dengan rawat jalan pada bulan Januari 1989 dan

dilanjutkan dengan rawat inap pada Bulan April 1989. Diresmikan pada

Tanggal 18 Januari 1990 oleh menteri kesehatan RI menjadi RSU kelas D.

Adapun visi dari RSUD Lakipadada yaitu RSUD Lakipadada secara

terus menerus mengembangkan peluang dan melakukan perubahan ke arah

perbaikan untuk mengantisipasi meningkatkan persaingan, tantngan dan

tuntutan masyarakat akan pelayanan prima. Perubahan tersebut dilakukan

40
secara bertahap terencana konsisten dan berkelanjutan sehingga dapat

meningkatkan akuntabilitas kinerja yang berorientasi pada pencapaian

hasil dan manfaat. Cara pandang jauh ke depan mengenai kearah matra

rumah sakit lakipadada akan menuju dituangkan kedalam pernyataan:

“Terwujudnya Pelayanan Bermutu dan Terjangkau”.

Adapun pula misi RSUD Lakipadada adalah sebagai berikut:

a. Meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit

b. Meningktkan kualitas dan kwantitas sarana dan prasarana

c. Meningkatkan kemampuan professional medis, para medis dan non

medis.

Adapun pula motto dari RSUD Lakipadada adalah “Hari ini baik,

Besok lebih baik”

Penelitian yang dilakukan di RSUD Lakipadada Makale, mengenai

hubungan tingkat pendidikan dan pelatihan dengan pengetahuan perawat

dalam melakukan tindakan Resusitasi Jantung Paru di Pinang dan Gladiol

berdasarkan kriteria penelitian, dengan cara observasi dan membagikan

kuesioner kepada responden. Setelah kuesioner di kumpulkan maka

peneliti memeriksa terlebih dahulu kelengkapannya maka akan diolah

dengan menggunakan komputer program spss 21 dan dimasukkan kedalam

tabel distribusi frekuensi. Dalam penelitian ini pula menggunakan analisa

univariat dan analisa bivariat. Dalam analisa univariat data diolah menjadi

distribusi dan persentase dari tiap variabel yang diteliti dan data penunjang

lainnya, sedangkan dalam analisa bivariat data diolah untuk melihat

41
bagaimana hubungan antara kedua variabel dalam hal ini variabel

indevenden dan dependen dengan menggunakan uji chi square dengan

kemaknaan p≤0,05. Dari hasil penelitian tentang hubungan tingkat

pendidikan dan pelatihan perawat dengan pengetahuan perawat dalam

melakukan tindakan Resusitasi Jantung Paru di Pinang dan Gladiol RSUD

Lakipadada Kab. Tana Toraja akan di jabarkan sebagai berikut:

2. Karakteristik umum responden

Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur
Di Rumah Sakit Umum Daerah Lakipadada
Tahun 2022

Umur Respoden Frekuensi (n) Persen (%)


25 2 6,1
26 2 6,1
27 3 9,1
28 5 15,2
29 6 18,2
30 2 6,1
31 3 9,1
32 2 6,1
33 4 12,1
34 1 3,0
35 1 3,0
36 1 3,0
37 1 3,0
Total 33 100.0
Sumber : data primer 2022

Berdasarkan tabel 5.1 diatas menunjukkan bahwa dari 33

responden yang paling banyak adalah responden dengan umur 29

tahun sebnayak 6 responden (18,2%) dan yang kurang adalah

responden dengan umur 34 tahun, 35 tahun, 36 tahun dan 37 tahun

sebanyak 1 responden (3%).

42
3. Analisa Univariat

a. Pendidikan

Tabel 5.2
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan
Di Rumah Sakit Umum Daerah Lakipadada
Tahun 2022

Pendidikan Frekuensi (n) Persen (%)


DIII 13 26,0
NERS 20 40,0
Total 33 100%
Sumber: data primer 2022

Berdasarkan tabel 5.2 diatas menunjukkan bahwa dari 33

responden terdapat 20 responden (40%) yang berpendidikan Ners

dan 13 responden (26%) yang berpendidikan DIII.

b. Keikut sertaan pelatihan

Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Keikut Sertaan Pelatihan
Di Runah Sakit Umum Daerah Lakipadada
Tahun 2022

Keikut Sertaan Pelatihan Frekuensi (n) Persen (%)


Tidak ikut 7 21,2
Ikut 26 78,8
Total 33 100%
Sumber: data primer 2022

Berdasarkan tabel 5.3 diatas menunjukkan bahwa dari 33

terdapat 26 responden (78,8%) yang ikut pelatihan dan 7 responden

(21,2%) yang tidak ikut pelatihan.

43
c. Pengetahuan

Tabel 5.4
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan
Di Runah Sakit Umum Daerah Lakipadada
Tahun 2022

Pengetahuan Frekuensi (n) Persen (%)


Kurang 8 24,2
Baik 25 75,8
Total 33 100%
Sumber: data primer 2022

Berdasarkan tabel 5.4 diatas menunjukkan bahwa dari 33

terdapat 25 responden (75,8%) yang berpengetahuan baik dan 8

responden (24,2%) yang bepengetahuan kurang.

4. Analisa Bivariat

a. Hubungan pendidikan dengan pengetahuan perawat dalam melakukan

tindakan Resusitasi Jantung Paru.

Tabel 5.5
Hubungan Pendidikan Dengan Perawat Dalam Melakukan Tindakan
Resusitasi Jantung Paru Di Rumah Sakit Umum Daerah Lakipadada
Tahun 2022

pendidikan n Mean Std. Std. Error p


terakhir Deviation Mean
Pengetahuan DIII 13 1,46 ,519 ,144
0,000
Perawat NERS 20 1,95 ,224 ,050
Sumber: data primer 2022

Berdasarkan tabel 5.5 diatas menunjukkan bahwa dari 50

responden yang diteliti maka dari hasil tersebut diatas telah di uji

dalam program SPSS dengan menggunakan uji T tes dengan

kemaknaan p≤0.05, di dapatkan hasil p value adalah 0.000,

menandakan bahwa p<0,05 menunjukan hipotesa diterima yaitu ada

hubungan yang bermakna antara pendidikan dan dengan pengetahuan

44
perawat dalam melakukan tindakan Resusitasi Jantung Paru di Pinang

dan Gladiol RSUD Lakipadada Kab. Tana Toraja.

b. Hubungan keikut sertaan pelatihan dengan pengetahuan perawat dalam

melakukan tindakan Resusitasi Jantung Paru.

Tabel 5.6
Hubungan Keikut Sertaan Pelatihan Dengan Perawat Dalam Melakukan
Tindakan Resusitasi Jantung Paru Di Rumah Sakit Umum Daerah Lakipadada
Tahun 2022

keikutsertaan n Mean Std. Std. Error p


pelatihan Deviation Mean
pengetahuan tidak ikut 7 1,29 ,488 ,184
0.048
perawat ikut 26 1,88 ,326 ,064

Sumber: data primer 2022

Berdasarkan tabel 5.6 diatas menunjukkan bahwa dari 50

responden yang diteliti maka dari hasil tersebut diatas telah di uji

dalam program SPSS dengan menggunakan uji T tes dengan

kemaknaan p≤0.05, di dapatkan hasil p value adalah 0.048,

menandakan bahwa p<0,05 menunjukan hipotesa diterima yaitu ada

hubungan yang bermakna antara pelatihan perawat dengan

pengetahuan perawat dalam melakukan tindakan Resusitasi Jantung

Paru di Pinang dan Gladiol RSUD Lakipadada Kab. Tana Toraja.

45
B. Pembahasan

Penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Lakipadada

mengenai hubungan tingkat pendidikan dan pelatihan perawat dengan

pengetahuan perawat dalam melakukan tindakan Resusitasi Jantung Paru di

Pinang dan Gladiol RSUD Lakipadada Kab. Tana Toraja, telah di olah dan di

uji dalam SPSS dan dimasukkan ke dalam tabel distribusi frekuensi dan

seterusnya akan di bahas dalam pembahasan sebagai berikut:

1. Hubungan tingkat pendidikan dengan pengetahuan perawat dalam

melakukan tindakan Resusitasi Jantung Paru di Pinang dan Gladiol

RSUD Lakipadada Kab. Tana Toraja

Berdasarkan tabel 5.2 diatas menunjukkan bahwa dari 33 responden

terdapat 13 responden (26%) yang berpendidikan DIII dan 20 responden

(40%) yang berpendidikan Ners. Pendidikan seseorang mempengaruhi

pengetahuan orang tersebut dalam penelitan ini dapat dilihat pula bahwa 8

responden (24,2%) yang bepengetahuan kurang dan 25 responden

(75,8%) yang berpengetahuan baik. Pengetahuan yang kurang disebabkan

karena responden tidak mengikuti pelatihan serta kurangnya motivasi

dalam mencari informasi mengenai tindakan resusitasi jantung paru.

Pengetahuan yang kurang juga disebabkan karena kurangnya kesadaran

dalam menambah ilmu melalui pelatihan atau mencari informasidari buku-

buku seumber yang dapat memperbaharui ilmu dan pengetahuannya

tentang resusitasi jantung paru. Namun pengetahuan yang baik disebabkan

karena responden sudah mengikuti pelatihan sehingga dapat diterapkan

46
dalam tindakan nyata serta pengetahuan yang baik responden disebabkan

karena responden terus termotivasi dalam mencari informasi dari berbagai

sumber.

Dalam penelitian ini pendidikan erat kaitannya dengan pengetahuan

seseorang. Dalam penelitian meskipun dengan pendidikan DIII namun

motivasi dalam mencari informasi memperbaharui ilmu yang didapat

cukup baik, sehingga ketika diberikan pertanyaan tentang tindakan

resusitasi jantung paru responden dapat mengetahuinya dengan baik dan

benar. Dalam penelitian ini juga dapat dilihat pendidikan SI sebanyak ada

yang pengetahuan kurang dan ada juga pengetahuan baik serta dalam

penelitian ini pula dapat dilihat yang pendidikan Ners terdiri dari reponden

pengetahuan kurang, pengetahuan yang kurang namun memiliki

pendidikan yang baik disebabkan karena kurangnya kesadaran dan

kemauan dalam memperbaharuhi ilmunya dan juga kurang menerapkan

akan ilmu yang didapatkan sehingga ketika diberikan pertanyaan tentang

resusitasi jantung paru responden tidak mengetahui secara baik dan benar

namun masih ada responden pengetahuan baik.

Pengetahuan juga kurang oleh karena dipengaruhi oleh pendidikan

orang tersebut. Menurut Notoatmojo (2009) mengatakan bahwa

pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya

dalah pendidikan, dengan pendidikan tinggi maka seseorang akan

cenderung untuk mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun dari

media massa. Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak

47
pula pengetahuan yang didapat tentang kesehatan. Pengetahuan sangat erat

kaitannya dengan pendididkan dimana diharpakan seseorang dengan

pendidikan tinggi maka orang tersebut semakin luas pengetahuannya.

Pengetahuan terbentuk dengan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang

dapat digolongkan menjadi dua bagian yaitu faktor intrnal dan faktor

eksternal. Faktor internal adalah hal-hal dalam individu itu sendiri yang

mempengaruhi terbentunya pengetahuan yaitu: tingkat pengetahuan, usia,

pengalaman pribadi dan cara individu tersebut bergaul. Sedangkan faktor

eksternal adalah hal-hal diluar individu yang mempengaruhi terbentuknya

pengetahuan yaitu lingkungan disekitar indivudu itu sendiri, kebuthan

individu akan informasi, media massa dan orang lain yang dianggap

penting. Pengetahuan membentuk suatu sikap dan menimbulkan suatu

perilaku dalam kehidupan sehari-hari.

Oleh karena itu dalam penelitian ini berdasarkan hasil uji dalam

program SPSS dengan menggunakan uji T tes dengan kemaknaan p≤0.05,

di dapatkan hasil p value adalah 0.000, menandakan bahwa p<0,05

menunjukan hipotesa diterima yaitu ada hubungan yang bermakna antara

pendidikan dan dengan pengetahuan perawat dalam melakukan tindakan

Resusitasi Jantung Paru di Pinang dan Gladiol RSUD Lakipadada Kab.

Tana Toraja.

Terbentuknya perilaku dapat dimulai dari domain kognitif,dalam

artian subjek tahu terlebih dahulu terhadap stimulus yang berupa materi

atau objek di luarnya, sehingga menimbulkan pengetahuan baru pada

48
subjek tersebut, dan selanjutnya menimbulkan respon batin dalam bentuk

sikap si subjek terhadap objek yang diketahui itu. Akhirnya pengetahuan

yang telah diketahui dan disadari sepenuhnya akan menimbulkan respon

lebih jauh lagi,yaitu berupa tindakan (action) terhadap atau sehubungan

dengan stimulus yang ada. Namun demikian, di dalam kenyataan stimulus

atau objek dapat lansung menimbulkan tindakan, artinya seseorang dapat

bertindak dan berperilaku baru tanpa mengetaui terlebih dahulu terhadap

stimulus dan diterimanya (Notoatmodjo, 2010).

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ruspita

Jenita Nadeak (2011) dengan judul “faktor yang mempengaruhi

pengetahua perawat tentang tentang resusitasi jantung paru di RSUP HAM

Sumatera Utara” memperoleh hasil bahwa ada faktor pendidikan

mempengaruhi pengetahuan perawat tentang resusitasi jantung paru yaitu

dari 62 responden penelitian yang dianalisa menggunakan uji Spearman

Rank dengan pengetahuan responden adalah kategori baik 53,2% dan

paling sedikit adalah kategori kurang 17,7%. Dari hasil uji statistik chi

square, didapatkan hasil yang didapat p=0.002 (p<0,05) yang berarti

bahwa terdapat faktor pendidikan mempengaruhi pengetahuan perawat

tentang resusitasi jantung paru.

49
2. Hubungan pelatihan perawat dengan pengetahuan perawat dalam

melakukan tindakan Resusitasi Jantung Paru di Pinang dan Gladiol

RSUD Lakipadada Kab. Tana Toraja.

Berdasarkan tabel 5.6 diatas menunjukkan bahwa dari 33 responden

yang diteliti maka dari hasil tersebut diatas telah di uji dalam program

SPSS dengan menggunakan uji T tes dengan kemaknaan p≤0.05, di

dapatkan hasil p value adalah 0.048, menandakan bahwa p<0,05

menunjukan hipotesa diterima yaitu ada hubungan yang bermakna antara

pelatihan perawat dengan pengetahuan perawat dalam melakukan tindakan

Resusitasi Jantung Paru di Pinang dan Gladiol RSUD Lakipadada Kab.

Tana Toraja.

Hal ini dapat dilihat bahwa keikit sertaan dalam pelatihan akan

membuat wawasan dan ilmu pengetahuan pun meningkat, sehingga dalam

penerapan kedalam tindakan nyata pun dapat dilakukan dengan baik dan

benar. Penelitian ini juga mendapatkan hasil bahwa responden yang tidak

ikut pelatihan namun memiliki pengetahuan yang baik disebabkan karena

motivasi dalam mencari informasi dari rekan kerja yang telah mengikuti

pelatihan.

Respoden yang memiliki pengetahuan yang kurang karena tidak ikut

pelatihan membuktikan bahwa pelatihan dapat menambah ilmu

pengetahuan yang terbaruh sehingga dapat diterapkan dalam tindakannya.

Pengetahuan yang kurang disebabkan karena kurangnya informasi yang

didapat melalui pelatihan sehingga tidak mengetahui dengan pasti tentang

50
tindakan resusitasi jantung paru ketika diberikan pertanyaan. Namun

responden yang telah mengikuti pelatihan sebelumnya namun memilki

pengetahuan yang kurang disebabkan karena responden kurang

menginterpretasikan ilmu yang didapatkan dari pelatihan tersebut sehingga

responden lupa akan tindakan secara procedural tentang RJP. Oleh kerena

itu pendidikan informal sangat mendukung peningkatan pengetahuan

seseorang. Pendidikan informal seperti pelatihan memberikan informasi

terbaru bagi seseorang yang mengikutinya dan dapat diterapkan dalam

tindakan yang nayata.

Menurut Notoatmojo (2009) mengatakan bahwa pengetahuan

seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya dalah

pengalaman pendidikan informal seperti pelatihan, dengan keikut sertaan

dalam pendidikan informal seperti pelatihan maka seseorang akan

cenderung untuk mendapatkan informasi dari pemberi pelatihan. Semakin

banyak informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang

didapat tentang kesehatan. Pengetahuan terbentuk dengan dipengaruhi

oleh beberapa faktor yang dapat digolongkan menjadi dua bagian yaitu

faktor intrnal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah hal-hal dalam

individu itu sendiri yang mempengaruhi terbentunya pengetahuan yaitu:

tingkat pengetahuan, usia, pengalaman pribadi dan cara individu tersebut

bergaul. Sedangkan faktor eksternal adalah hal-hal diluar individu yang

mempengaruhi terbentuknya pengetahuan yaitu lingkungan disekitar

indivudu itu sendiri, kebuthan individu akan informasi, media massa dan

51
orang lain yang dianggap penting. Pengetahuan membentuk suatu sikap

dan menimbulkan suatu perilaku dalam kehidupan sehari-hari.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ruspita

Jenita Nadeak (2011) dengan judul “faktor yang mempengaruhi

pengetahua perawat tentang tentang resusitasi jantung paru di RSUP HAM

Sumatera Utara” memperoleh hasil bahwa ada faktor pendidikan

mempengaruhi pengetahuan perawat tentang resusitasi jantung paru yaitu

dari 62 responden penelitian yang dianalisa menggunakan uji Spearman

Rank dengan pengetahuan responden adalah kategori baik 53,2% dan

paling sedikit adalah kategori kurang 17,7%. Dari hasil uji statistik chi

square, didapatkan hasil yang didapat p=0.002 (p<0,05) yang berarti

bahwa terdapat faktor pendidikan mempengaruhi pengetahuan perawat

tentang resusitasi jantung paru.

52
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Penelitian ini yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah

Lakipadada, yang dilaksananakan pada tahun 2022, mengenai hubungan

tingkat pendidikan dan pelatihan perawat dengan pengetahuan perawat dalam

melakukan tindakan Resusitasi Jantung Paru di Pinang dan Gladiol RSUD

Lakipadada Kab. Tana Toraja berdasarkan kriteria penelitian. Dari hasil

penelitian ini maka peneliti menarik kesimpulan berdasarkan tujuan khusus

yang akan dicapai adalah sebagai berikut:

1. Ada hubungan tingkat pendidikan dengan pengetahuan perawat dalam

melakukan tindakan Resusitasi Jantung Paru di Pinang dan Gladiol RSUD

Lakipadada Kab. Tana Toraja dengan nilai p=0.000 (p<0.05)

2. Ada hubungan pelatihan perawat dengan pengetahuan perawat dalam

melakukan tindakan Resusitasi Jantung Paru di Pinang dan Gladiol RSUD

Lakipadada Kab. Tana Toraja nilai p=0.048 (p<0.05)

B. Saran

Setelah di olah, dibahas serta menarik kesimpulan berdasakan tujuan yang

akan di capai maka peneliti menyarankan kepada:

1. Rumah Sakit Umum Daerah Lakipadada/ Tenaga kesehatan

Diharapkan kepada responden sebagai responden agar lebih meningkatkan

ilmu pengetahuan tentang RJP untuk keselamatan pasien.

53
2. Peneliti selanjutnya

Diharapkan kepada peneliti selanjutnya agar menjadikan hasil penelitian

ini untuk mengembangkan penelitian selanjutnya dan mengambil variabel

yang lebih banyak lagi.

54
DAFTAR PUSTAKA

Alkatiri J. Bakri Syakir. (2007). Resusitasi Jantung Paru. Dalam Sudoyo, Aru S.
dkk (Editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV Jilid I. Jakarta : Pusat
Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI.

American Heart Association, (2010).Guidelines for CPR and ECC, Ammerica:


Author
American Heart Association, (2015).Guidelines for CPR and ECC, Circulation
Vol.132. Ammerica: Author

Arief, Mansjoer. (2009). Kapita Selecta Kedokteran, Edisi 4.Jakarta : Aesculapius


FKUI
Arif Muttaqin. (2009). Asuhan Keperawatan Klien dengan gangguan Sisitem
Kardiovaskuler dan Hematologi, Jakarta: Salemba

Arikunto Suharsimi. (2008). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.


Jakarta: Rineka Cipta.

Depkes RI. (2012). Pedoman Pelayanan Keperawatan Gawat Darurat di Rumah


Sakit, Direktorat Bina Keperawatan dan Yanmed:Jakarta.
Elfindri, dkk. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta :Baduose Media
Jakarta.
Eliot Tiven. (2016). Resusitasi Jantung Paru 2015. Jakarta : Rineka Cipta
Erni Kadang. (2016). Faktor yang berhubungan dengan kompetensi perawat
dalam melakukan tindakan resusitasi jantung paru di ruang perawatan
Pinang dan Gladiol RS Fatima Kabupaten Tana Toraja.
European Resusctitation Council.(2010).Guidelines for Resuscitation 2010.
European: Author

Fathoni Abdurrahmat, (2008). Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta : PT.


Rineka Cipta.
Foster, Bill. (2008). Pembinaan Untuk Meningkatkan Kinerja Karyawan,
Penerjemah: Ramlan. PPM : Jakarta.
Guyten & Hall. (2008). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta:EGC.
Hastono, Sutanto Priyo. (2007). Analisa Data Kesehatan. Jakarta :Universitas
Indonesia.

55
Karjadi, dkk, (2007). Materi Pelatihan General Emergency Life Support dan
Penanggulangan Penderita Gawat Darurat. RSU Dr. Soetomo : FK UNAIR
Surabaya.

Latief S.A. (2007). Petunjuk Praktis Anastesiologi Edisi Kedua. Jakarta : FKUI.

Latief, dkk, (2009). Materi Teknis Medis Standar (A B C D E), Cetakan kedua.
Jakarta: Direktorat Jendral Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan
RI.

Made, dkk, (2010). Buku Ajar Ilmu Anestesia dan Reanisme, Jakarta: Indeks
Jakarta.

Notoatmodjo Soekedjo, (2007). Pengantar Pendidikan Dan Ilmu Prilaku


Kesehatan, Jakarta: PT Rineka Cipta.

Notoatmodjo Soekedjo, (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta:


Rineka.

Nursalam, (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu


Keperawatan: Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen, Edisi 2, Jakarta:
salemba Medika.

Nursalam, (2009). Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu


Keperawatan, Jakarta : Salemba Medika.
Nursalam dan Effendi Ferry, (2009). Pendidikan dalam Keperawatan, Jakarta:
Salemba Medika.

Puspo, Aryono.dr. (2011). Buku Panduan Basic Trauma Cardiac Life Suport.
Jakarta: YAGDI 118.

Sastroasmoro,S & Ismael, S. (2008). Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis.


Jakarta :Sagung Seto.
Sedarmayanti, (2011). Sumber daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Bandung:
Mandar Maju.

Sopiyudin M. (2012). Statistik Untuk Kedokteran Dan Kesehatan. Jakarta :


Salemba Medika.
Sudiharto, Sartono. (2011). Basic Trauma Cardiac Life Support. Jakarta: Sagung
Seto.
Sugiyono, (2009). Statistika Untuk Penelitian. Bandung : CV. Alfabeta

56
Sutomo, Dr. RSU. (2016). Materi Pelatihan Perawat Intensive Care Unit (ICU)
Tingkat Dasar. Surabaya
Suyanto, (2011). Metodologi dan Aplikasi Penelitian Keperawatan.
Yogyakarta :Nuha Medika.
Depkes, (2009). Pedoman Pengendalian Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah.
Diakses tanggal 08 Mei 2015 dari<//www.depkes.go.id>
Depkes, (2015). Rencana Strategis Kementrian Kesehatan Tahun 2015-2022.
Diakses tanggal 08 Mei 2015 dari<//www.depkes.go.id>
Depkes, (2009). Visi Misi Depkes 2015 – 2022. Diakses tanggal 08 Mei 2015 dari
<//www.depkes.go.id>
PP-PPNI. (2012). Standar Kompetensi Perawat .http://www.inna-ppni.or.id
diakses tanggal 06 Mei 2015.

57
58

Anda mungkin juga menyukai