Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bahasa Indonesia sebagai bahasa Nasional sangatlah perlu untuk
diajarkan pada setiap jenjang pendidikan. Pembelajaran bahasa Indonesia ini
selalu diajarkan dengan waktu yang cukup lama pada setiap kelas di berbagai
jenjang pendidikan.
Dalam membelajarkan suatu materi pembelajaran diperlukan metode
yang tepat dan sesuai. Sehingga materi tersebut dapat tersampaikan secara
maksimal kepada peserta didik, dan dapat mencapai tujuan pembelajaran
dengan baik.
Dengan demikian, dalam makalah ini penulis akan membahas tentang
metode-metode dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Dalam makalah ini
akan dijelaskan berbagai macam metode-metode yang dapat digunakan oleh
seorang guru untuk membelajarkan bahasa Indonesia sehingga pembelajaran
menjadi aktif dan menyenangkan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah definisi metode pembelajaran?
2. Bagaimanakah metode-metode pembelajaran bahasa Indonesia?
C. Tujuan Penulisan
1. Memahami definisi metode pembelajaran.
2. Mengetahui metode-metode pembelajaran bahasa Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Metode Pembelajaran
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain (2014: 72) berpendapat
bahwa metode merupakan alat motivasi ekstrinsik, sebagai strategi pengajaran
dan juga sebagai alat untuk mencapai tujuan. Penggunaan metode dalam suatu
pembelajaran merupakan salah satu cara untuk mencapai sebuah keberhasilan
dalam pembelajaran. Semakin pandai seorang pengajar menentukan metode
yang akan digunakan dalam pembelajaran, maka keberhasilan yang diperoleh
dalam mengajar semakin besar pula. Dari sini kita dapat mengetahui seberapa
pentingnya suatu metode dalam proses belajar-mengajar dan dalam mencapai
sebuah keberhasilan dari proses belajar-mengajar.
B. Metode-metode Pembelajaran Bahasa Indonesia
Metode pembelajaran bahasa Indonesia adalah prosedur pembelajaran
yang difokuskan pada pencapaian tujuan pembelajaran bahasa Indonesia.
Prosedur yang digunakan sudah disesuaikan dengan sifat pembelajaran bahasa
Indonesia yang spesifik. Dalam melaksanakan pembelajaran bahasa
Indonesia, guru harus memiliki tingkat penyesuaian yang cocok dengan siswa.
Penyesuaian tersebut dirancang secara terpadu dengan tujuan belajar bahasa
Indonesia.
Dalam membelajarkan bahasa Indonesia, banyak metode yang dapat
digunakan. Sehingga pembelajaran bahasa Indonesia menjadi efektif dan
menyenangkan serta mudah dalam mencapai tujuan pembelajaran.
Berikut ini beberapa metode yang dapat diimplementasikan dalam
membelajarkan bahasa Indonesia:
1. Metode Tata Bahasa
Metode ini dilakukan dengan cara memusatkan pembelajaran pada
kosakata bahasa. Sehingga pembelajaran bahasa Indonesia dengan
menggunakan metode ini dapat cukup mudah dan sederhana.
Metode ini diwarisi dari pola pengajaran bahasa latin. Pada metode
pembelajaran ini, siswa ditekankan untuk memahami kosakata, dan
menggunakannya sesuai dengan aturan-aturan kebahasaan yang mana
aturan-aturan tata bahasa tersebut diajarkan secara deduktif.
Metode ini awalnya digunakan untuk keperluan dalam menelaah
bahasa secara ilmiah, dan bukan secara praktis sebagai alat komunikasi.
Sehingga menelaah bahasa secara ilmiah dengan metode tata bahasa ini
akan berhasil. Sebab langkah-langkah dalam metode ini yang pertama
adalah mempelajari kosakata, kemudian bunyi dan tanda dalam bahasa
tersebut, dan langkah yang terakhir adalah mempelajari tata bahasanya.
Pada metode tata bahasa ini, kemampuan menyimak dan berbicara
peserta didik tidak dikembangkan. Sehingga dengan menggunakan metode
ini, peserta didik dapat menerjemahkan suatu bahasa dengan baik dan
menyusunnya sesuai dengan tata bahasa yang baik. Namun, peserta didik
akan mengalami kesulitan jika menggunakan bahasa sebagai alat
komunikasi.
Keunggulan metode ini terletak pada kesederhanaan dalam
penggunaan metode pembelajaran. Pembelajaran sangat mudah untuk
dilaksanakan sebab siswa hanya diberikan wacana dan daftar kosakata,
selanjutnya siswa mengamati dan menerjemahkan kosakata tersebut dan
menggunakannya sesuai dengan tata bahasa yang sesuai.
Kelemahan metode tata bahasa ini adalah: 1) hanya
memperhatikan aspek bahasa yang statis, bukan dalam situasi penggunaan
bahasa sebagai alat komunikasi. 2) hanya mengembangkan keterampilan
membaca, menulis dan terjemah. Sehingga penguasaan kosakata dan tata
bahasa hanya digunakan untuk linguistik dan bukan untuk keterampilan
berbahasa.
2. Metode Membaca
Metode ini bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan
dalam memahami teks bacaan yang diperlukan dalam pembelajaran
peserta didik. Metode membaca ini hanya untuk melatih keterampilan
peserta didik dalam membaca.
Menurut Madusari dkk, langkah-langkah dalam menerapkan
metode membaca adalah sebagai berikut:
a. Pemberian kosakata dan istilah yang dianggap sukar dari guru kepada
siswa. Kosakata ini diberikan dengan pengertian dan contoh
penggunaan dalam kalimat.
b. Penyajian teks bacaan di dalam kelas. Bacaan dibaca dalam hati
dengan batas waktu yang ditentukan oleh guru.
c. Diskusi isi bacaan.
d. Penjelasan tentang tata bahasa dilakukan dengan singkat. Hal ini
dilakukan jika dianggap perlu oleh seorang guru.
e. Pembicaraan kosakata yang relevan dengan bacaan.
f. Pemberian tugas seperti mengarang (sesuai dengan teks bacaan,
membuat dengan skema, diagram, rangkuman, dan sebagainya yang
relevan dengan teks bacaan yang telah disajikan).
3. Metode Struktur Analitik Sintesis (SAS)
Metode pembelajaran bahasa dengan Struktur Analitik Sintesis
(SAS) ini berdasarkan pada ilmu jiwa oleh Gestalt, yakni ilmu jiwa
totalitas. Ilmu jiwa ini berasumsi bahwa segala penginderaan dan
kesadaran sebagai satu keseluruhan. Sehingga pengamatan pertama
seseorang terhadap satu hal akan bersifat menyeluruh.
Dengan demikian, maka pembelajaran dengan menggunakan
metode ini, peserta didik diperkenalkan terhadap struktur secara totalitas
terlebih dahulu. Selanjutnya peserta didik akan mengamati struktur
tersebut secara utuh yang kemudian akan dianalisis secara berkelanjutan,
hingga sampai pada wujud terkecil dari satuan bahasa yakni huruf-huruf.
Sehingga tahapan yang dilakukan peserta didik pada proses ini ada tiga
tahapan, yakni: 1) analisis kalimat menjadi kata-kata, 2) kata menjadi suku
kata, 3) suku kata menjadi huruf. Pada proses inilah disebut dengan proses
analitik.
Tahap selanjutnya peserta didik akan didorong untuk
menyimpulkan struktur bahasa yang terurai tersebut menjadi satuan yang
utuh kembali. Yakni dari huruf menjadi suku kata, suku kata menjadi kata,
dan kata menjadi kalimat. Dengan demikian maka tahap ini disebut
dengan tahap sintesis.
Setelah melakukan tahap demi tahap di atas, diharapkan peserta
didik dapat menentukan kembali struktur bahasa secara utuh. Sebab,
apabila seseorang berkehendak untuk melakukan suatu hal, maka
diperlukan analisis terhadap perbuatan itu secara totalitas. Yakni dengan
mencari informasi tentang segala hal yang berkaitan dengan hal tersebut
secara parsial atau bagian demi bagian. Setelah mengenal setiap bagian
dari satu hal, maka ia akan mengembalikan bagian-bagian tersebut
menjadi satu kesatuan yang utuh. Maka terwujudlah sebuah proses yang
disebut dengan analisis sintesis.
Misalnya, dari kalimat “Ini bola”. Pada proses analisis akan
menjadi sebagai berikut:
ini bola
ini bola
i ni bola
i n i b o l a.
Selanjutnya, peserta didik akan mensintesis kalimat tersebut,
sehingga akan menjadi sebagai berikut:
inibola
i ni bo la
ini bola
ini bola.
Secara utuh, proses Struktur Analisis Sintetis (SAS) adalah sebagai
berikut:
ini bola
ini bola
i ni bo la
i n i b o l a
i ni bo la
ini bola
ini bola
Beberapa keunggulan pada metode ini antara lain, 1) metode ini
sejalan dengan prinsip linguistik yang memandang bahwasanya satuan
bahasa terkecil untuk berkomunikasi adalah kalimat, yang mana kalimat
tersusun oleh satuan-satuan bahasa di bawahnya, yakni kata, suku kata,
dan huruf, 2) metode ini mempertimbangkan pengalaman bahasa anak,
sehingga pembelajaran akan lebih bermakna bagi peserta didik, sebab
pembelajaran bahasa dengan metode Struktur Analisis Sintesis (SAS) ini
bertolak belakang dari hal-hal yang dikenai oleh anak, 3) metode ini
sesuai dengan prinsip inkuiri, siswa dapat mengenal sesuatu berdasarkan
temuannya sendiri.
4. Metode Audio-Lingual
Metode audio lingual merupakan metode pembelajaran bahasa
Indonesia yang lebih menekankan pada pentingnya pola bahasa dalam
proses pembelajaran serta berasumsi bahwa bahasa lisan sebagai bentuk
komunikasi yang paling utama. Metode ini diambil dari bidang psikologis
behavioral. Sehingga kegiatan yang ditekankan pada metode ini adalah
menghafalkan dialog, mengulang kalimat, dan latihan berulang-ulang
(drill).
Dengan demikian, maka sesungguhnya pembelajaran bahasa,
menurut metode ini, merupakan proses kebiasaan. Yakni dengan cara
mempraktikkan pola-pola kalimat, dengan cara latihan berulang-ulang dan
latihan transformasi.
Tujuan pembelajaran dengan menggunakan metode audio lingual
antara lain adalah sebagai berikut:
a. Peserta didik dapat memahami bahasa ketika berbicara dengan
kecepatan normal dan peduli dengan hal-hal yang terjadi di sekitar
pembicara.
b. Pembelajar bahasa mampu berbicara dalam pengucapan yang diterima
dan tata bahasa yang tepat.
c. Pembelajar bahasa tidak memiliki kesulitan dalam memahami materi
cetak.
d. Pembelajar bahasa mampu menulis dengan standar yang baik.
Dalam melaksanakan metode pembelajaran bahasa audio lingual
diperlukan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Penyajian dialog atau bacaan pendek dengan cara dibacakan secara
berulang oleh guru, sedangkan peserta didik menyimak tanpa melihat
teks.
b. Peniruan dan penghafalan dialog atau bacaan pendek.
c. Penyajian pola-pola kalimat yang terdapat dalam dialog atau bacaan.
d. Dramatisasi dialog atau bacaan pendek yang sudah dilatihkan.
e. Latihan membuat kalimat lain sesuai dengan pola kalimat yang sudah
dipelajari.
Adapun kelebihan dari metode audio lingual adalah:
a. Metode audio lingual mencoba membuat pembelajaran bahasa menjadi
lebih mudah diakses oleh peserta didik dalam jumlah besar.
b. Secara positif sistem drill dapat membantu peserta didik dalam
mengembangkan kemampuan otaknya.
Sedangkan kekurangan metode audio lingual adalah:
a. Drill dengan mengulang-ulang seringkali membuat peserta didik
jenuh.
b. Pembelajaran akan berpusat pada guru bukan pada peserta didik.

Anda mungkin juga menyukai