Anda di halaman 1dari 25

BUKU PANDUAN PRAKTIKUM

KIMIA ANALISIS

LABORATORIUM FARMASI
FAKULTAS ILMU FARMASI
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SUNAN GIRI
BOJONEGORO
2023
PETUNJUK PELAKSANAAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS

1. Mahasiswa datang tepat waktu sesuai dengan jadwal


2. Mata kuliah Praktikum Kimia Analisis terdiri dari 2 pertemuan utama, yaitu pertemuan
praktikum dan pertemuan presentasi. Mahasiswa wajib mengikuti semua pertemuan
praktikum. Jika mahasiswa berhalangan hadir, maka mahasiswa tersebut wajib
mengganti dengan hari lain secara individu dan melakukan konfirmasi minimal 1 minggu
sebelumnya.
3. Mahasiswa wajib membuat jurnal praktikum yang nantinya akan dikumpulkan di awal
pada tiap pertemuan praktikum. Apabila tugas ini tidak dibuat, praktikan tidak diberikan
nilai untuk percobaan tersebut, atau tidak diperkenankan mengikuti praktikum
tersebut. adapun format jurnal praktikum dapat dilihat pada bagian lampiran.
4. Hasil pengamatan dalam kegiatan praktikum segera dicatat dalam buku catatan (jurnal
praktikum) dan laporan sementara untuk mendapatkan acc dari dosen pengampu.
5. Mahasiswa wajib membuat laporan praktikum secara berkelompok yang akan
dikumpulkan satu minggu setelah pertemuan praktikum dan dipresentasikan pada
pertemuan presentasi.
6. Pada setiap pertemuan praktikum akan dilaksanakan pre-tes. Sedangkan pada akhir
pertemuan presentasi akan dilaksanakan pos-tes.
7. Setelah selesai bekerja, cucilah peralatan praktikum masing-masing dan kebersihan
peralatan yang telah dicuci akan diperiksa oleh petugas Laboratorium.

Aturan Umum
1. Sebelum bekerja di laboratorium, masing-masing praktikan memahami peraturan di
laboratorium dan menguasai materi praktikum dengan sebaik-baiknya, mulai dari
tujuan, konsep dasar, prosedur, dan teknik-teknik pengerjaan yang akan dilakukan.
2. Di dalam ruangan laboratorium, tidak diperbolehkan: keluar-masuk laboratorium,
merokok, makan dan minum dan membuat keributan. Diharuskan memakai baju yang
rapi (bukan kaos oblong), memakai jas laboratorium yang memenuhi syarat, memakai
sepatu tertutup (bukan sandal).
3. Selalu pelihara kebersihan meja kerja, bak cuci, dan sekitarnya. Buanglah sampah
pada tempatnya.
4. Jika membuang zat cair pekat, dituangkan ke bak cuci sambil diguyur air yang banyak.
5. Bekerjalah yang tekun, percaya diri, dan jangan ragu-ragu. Catatlah setiap hasil
pengamatan dan kejadian pada setiap percobaan dengan teliti dan cermat, sebab
salah satu kegiatan terpenting dalam praktikum adalah pengamatan dan pengumpulan
data.
6. Praktikan wajib menyelesaikan penggantian atau perbaikan alat rusak sesuai
spesifikasinya jika tidak nilai tidak dapat dikeluarkan.
7. Jangan ragu untuk bertanya dan jawablah setiap pertanyaan yang diberikan!

Penilaian
Penilaian pada mata kuliah Praktikum Kimia Analisis dirinci sebagai berikut:
a. Nilai Praktikum:
• nilai pretest : 15%
• nilai ketrampilan : 40%
2
• nilai laporan : 25%
Total : 80%
b. Nilai Ujian Praktikum:
• praktek/tulis : 20%
Total : 100 %

Mata pratikum Kimia Analisis ini menyajikan dasar-dasar ilmu kimia, yaitu :
1. Penentuan koefisien distribusi
2. Asidi-alkalimetri
3. Titrasi Redoks
4. Kromatografi kertas
5. Kromatografi lapis tipis
6. Analisis kromatogram

3
PRAKTIKUM I
PENENTUAN KOEFISIEN DISTRIBUSI

A. TUJUAN
Menentukan nilai koefisien distribusi iodin pada pelarut kloroform / air

B. DASAR TEORI
Ekstraksi pelarut (ekstraksi cair-cair) umum digunakan untuk memisahkan
sejumLah senyawa yang diinginkan atau bisa mengeleminasi senyawa pengganggu
dalam analisis secara keseluruhan. Teknik pengerjaannya meliputi penambahan
pelarut organik dalam pelarut air yang mengandung analit, dimana pemilihan pelarut
organik tersebut adalah memiliki sifat cairan yang tidak saling bercampur dengan air.
Selajutnya proses pemisahan dilakukan dalam corong pemisah dengan jalan
pengocokan beberapa kali. Partisi zat-zat terlarut antara dua cairan yang tidak dapat
bercampur (immiscible) kemudian akan terbentuk. Untuk memilih jenis pelarut yang
sesuai dalam ekstraksi ini maka harus diperhatikan faktor-faktor sebagai berikut :
1. Pembanding distribusi tinggi untuk senyawa yang diekstrak dan pembanding
distribusi rendah untuk pengotor lainnya.
2. Kelarutan pelarut organik yang rendah dalam pelarut air.
3. Kekentalan rendah dan tidak membentuk emulsi dengan air
4. Tidak mudah terbakar dan tidak beracun.
5. Mudah melepas kembali senyawa analit yang terlarut untuk keperluan analisa
lebih lanjut.
Jika suatu zat terlarut membagi diri antara dua cairan yang tak saling campur, ada
suatu hubungan yang pasti antara konsentrasi zat terlarut dalam dua fase pada
kesetimbangan. Pada tahun 1981 Nerst pertama kalinya memberikan pernyataan
yang jelas mengenai hukum distribusi suatu zat terlarut dapat membagi dirinya antara
dua cairan yang tidak dapat campur. Penyataan tersebut dinyatakan sebagai
konsentrasi [A] dalam fasa air dan fasa organik yang diberikan dalam persamaan
sebagai berikut :
[A]org
KD =
[A]air
KD = koefisien distribusi
[A]org = konsentrasi analit dalam fasa organik
[A]air = konsentrasi analit dalam fasa air

Kenyataan suatu senyawa analit dapat mengalami kondisi yang berbeda dalam
pelarut organik atau pelarut air seperti terjadi dimerisasi, disosiasi atau asosiasi, oleh
karena itu pesamaan lebih tepat dinyatakan sebagai rasio distribusi (D) dan
konsentrasi analit dinyatakan dalam C (dimana tidak memperhitungkan aktivitas kimia
pada analit).

4
Efisiensi dalam ekstraksi cair-cair sebagai perbandingan distribusi senyawa analit
diantara dua fasa dapat dinyatakan dalam :
100D
%E= V
[D + air ]
Vorg
Vair = Volume pelarut air
Vorg = Volume pelarut organik

C. ALAT DAN BAHAN


Alat: Bahan:
Corong pisah 125 mL Larutan iodine 0,01 M 100 mL
Buret 50 mL Larutan Na2S2O3 0,01 M 100 mL
Erlenmeyer Larutan indikator amilum 0,2% 100 mL
Gelas Beker Larutan H2SO4 2M 50 mL
Pipet volume 10 mL Kloroform
Pipet ukur 10 mL Akuades
Gelas ukur 100 mL
Bola hisap
Statif dan penyangga corong

D. LANGKAH KERJA
Penentuan konsentrasi iod awal
1. Pipet 25 mL larutan iodin 0,01 M kedalam erlenmeyer.
2. Asamkan dengan larutan H2SO4 2M sebanyak 4mL.
3. Tambahkan indikator amilum sebanyak 1 mL kedalam erlenmeyer.
4. Tambahkan akuades hingga 100 mL dan kocok hingga bercampur.
5. Titrasi dengan larutan Na2S2O3 0,01M hingga larutan berwarna jernih dan
lakukan duplo dengan metode yang sama.
6. Tentukan konsentrasi iod.
Ekstraksi iod ke dalam pelarut organik
1. Pipet 25 mL larutan iodin kedalam corong pisah yang kering dan bersih
2. Tambahkan 10 mL kloroform kedalam corong pisah
3. Kocok beberapa menit dengan sesekali buang gas yang mengembang didalam
corong pisah.
4. Diamkan larutan hingga lapisan organik dan air terpisah dengan baik.
5. Lapisan air dipindahkan kedalam erlenmeyer dengan cara membuka keran corong
pisah dengan teliti.
6. Asamkan dengan H2SO4 2M sebanyak 4mL dan tambahkan indikator amilum
sebanyak 1 mL kedalam erlenmeyer.
7. Tambahkan akuades hingga 100 mL dan kocok hingga bercampur.
8. Titrasi dengan larutan Na2S2O3 0,01M hingga larutan berwarna jernih dan lakukan
duplo dengan metode yang sama.
9. Hitung berat iodium dalam fasa organik dan dalam fasa air sebelum dan setelah
ekstraksi.
5
10. Hitung koefisien distribusi dengan membandingkan konsentrasi iodin dalam fasa
organik ([A]org = [A]air iodin sebelum ekstraksi – [A]air setelah ekstraksi) / [A]air iodin
sisa.
11. Hitung efisiensi ekstrasi.

E. DATA DAN ANALISIS DATA


Penentuan Konsentrasi Iod Awal
Volume Range volume titran (mL) Volume Volume rata-
No
titrat (mL) Awal Akhir titran (mL) rata (mL)

n1 x V1 x M1 = n2 x V2 x M2 M1 = Konsentrasi titran
n1×V1×M1
M2= n2×V2
V1 = Volume rata-rata titran
M2 = ….. V2 = Volume titrat
Penentuan Koefisien Distribusi
No Volume Range volume titran (mL) Volume Volume
titrat (mL) Awal Akhir titran (mL) rata-rata
(mL)

n1 x V1 x M1 = n2 x V2 x M2 M1 = Konsentrasi titran
n1×V1×M1
M2= V1 = Volume rata-rata titran
n2×V2
M2 = ….. V2 = Volume titrat (fase air)

F. PERTANYAAN
1. Aspirin tiga gram dilarutkan kedalam 100 mL aquadest lalu diambil 25 mL kedalam
erlenmeyer dan Indikator fenolftalein sebanyak 2 tetes ditambahkan kedalam
larutannya. Larutan tersebut dititrasi dengan NaOH 0,1 N hingga berubah warna
menjadi merah muda. Volume yang dihabiskan titran dalam proses titrasi adalah
sebanyak 3 mL. Tentukan konsentrasi aspirin tersebut ?
2. Sisa larutan aspirin diambil 50 mL kemudian dimasukkan dalam corong pisah lalu
ditambah indikator fenolftalein 2-3 tetes. Pelarut eter ditambahkan kedalam corong
pisah sebanyak 50 mL dan digojok beberapa menit hingga memisah fase air dan
fase organik. Fasa air kemudian dipindah dan dilakukan titrasi dengan NaOH 0,1 N
sehingga menghabiskan volume 2 mL. Tentukan koefisien distribusi aspirin tersebut
!.

6
PRAKTIKUM II
ASIDI-ALKALIMETRI

A. TUJUAN
Menentukan kadar suatu senyawa asam atau basa yang terdapat dalam suatu
sampel.

B. DASAR TEORI
Titrasi asam basa bertujuan menetapkan kadar suatu sampel asam dengan
mentitrasinya dengan larutan baku basa (alkalimetri) atau sampel basa dengan
larutan baku asam (asidimetri).
Asidimetri dan alkalimetri termasuk reaksi netralisasi yakni reaksi antara ion
hidrogen yang berasal dari asam dengan ion hidroksida yang berasal dari basa untuk
menghasilkan air yang bersifat netral. Netralisasi dapat juga dikatakan sebagai
reaksi antara pemberi proton (asam) dengan penerima proton (basa). Istilah
netralisasi diberikan pada senyawa yang keduanya bersumber dari asam dan basa
kuat yang akan mengalami reaksi dengan menujukkan pH netral. Contoh asam kuat
diantaranya HCl, H2SO4, HNO3 dan basa kuat seperti NaOH, KOH, Ca(OH)2. Apabila
antara asam-basa kuat bereaksi maka akan membentuk garam netral dengan pH =
7 yang tidak bersifat hidrolisis.
Larutan baku merupakan larutan yang telah diketahui secara tepat konsentrasinya.
Jika suatu pereaksi dapat diperoleh dalam keadaan murni, maka untuk memperoleh
larutan dengan konsentrasi tertentu, cukup dilakukan penimbangan teliti jumLah
tertentu pereaksi tersebut dan dilarutkan dalam volum tertentu. Larutan baku yang
diperoleh dengan cara ini dinamakan larutan baku primer.
Suatu zat dapat menjadi baku primer jika memenuhi persyaratan-persyaratan
berikut:
1. Mudah diperoleh, dimurnikan dan dikeringkan (Jika mungkin pada suhu 110 –
120 oC) dan disimpan dalam keadaan murni.
2. Tidak bersifat higroskopis dan tidak berubah berat saelaa penimbangan di
udara.
3. Zar tersebut daoat diuji kadar pengotornya dengan uji kuantitatif dan kepekaan
tertentu.
4. Sedapat mungkin mempunyai masa realtif dan atau masa ekialen yang besar,
sehingga kesalahan karena penimbangan dapat diabaiakan.
5. Zat tersebut harus mudah larut dalam pelarut yang dipilih
6. Reaksi yang berlangsung dengan pereaksi tersebut harus bersifat stoikiometri
dan langsung. Kesalahan titrasi harus dapat diabaikan (tidak berpengaruh),
atau dapat ditentukan secara tepat dan mudah.
Zat-zat yang biasa digunakan sebagai baku primer antara lain, natrium(I)
karbonat, natrium(I) tetraborat, natrium oksalat, kalium hidrogen ftalat, asam klorida

7
dengan titik didih tetap, asam benzoat, asam suksinat, asam oksalat dan lain
sebagainya.
Cara pembakuan terbaik adalah dengan memakai jenis reaksi yang sama
dengan macam reaksi yang terjadi pada pemakaian larutan yang diamati. Larutan
yang dibakukan terhadap larutan baku primer dinamakan larutan baku sekunder.

C. ALAT DAN BAHAN


Alat: Bahan:
Labu ukur 100 mL Larutan baku primer (H2C2O4.2H2O 0,1
Pipet volume 10 mL N)
Kaca arloji Larutan baku sekunder (NaOH 0,1 N)
Gelas kimia Larutan baku sampel (HCl)
Buret Larutan indikator pp
Corong
Erlenmeyer

D. LANGKAH KERJA
1. Pembuatan Larutan
a. Pembuatan larutan baku primer H2C2O4.2H2O 0,1 N
Timbang dengan teliti 0,31 gram H2C2O4.2H2O yang dibutuhkan. Larutkan
dengan akuades, kemudian masukkan dalam labu ukur 50 mL. Tambahkan
akuades sampai tepat tanda batas, tutup labu ukur dan kocok sampai homogen.
b. Pembuatan larutan baku sekunder NaOH 0,1 N
Timbang kurang lebih 0,4 gram NaOH. Larutkan dengan akuades, kemudian
masukkan dalam labu ukur 100 mL. Tambahkan akuades sampai tepat tanda
batas, tutup labu ukur dan kocok sampai homogen.
c. Pembuatan indikator Phenolphtalein
1g phenolphthalein dilarutkan dalam 100 mL etanol 70%.

2. Pembakuan larutan NaOH dengan larutan H2C2O4.2H2O


1) Masukkan larutan NaOH 0,1 N ke dalam buret, sebelumnya bilas buret dengan
larutan NaOH tersebut.
2) Pipet 10 mL asam oksalat dan masukkan ke dalam erlenmeyer, kemudian
tambahkan 1-2 tetes phenolphthalein.
3) Titrasi larutan asam oksalat dengan NaOH sampai terjadi perubahan warna dari
tidak berwarna menjadi merah muda. Catat volume NaOH yang dihabiskan.
4) Lakukan titrasi minimal duplo (dua kali).
5) Hitunglah konsentrasi larutan NaOH.

3. Penetapan Sampel
Penetapan Kadar Asam Cuka Pasaran
1) Ambil 1 mL sampel asam cuka dan masukkan ke dalam Erlenmeyer
2) Encerkan hingga 100 mL
3) Tambahkan 2-3 tetes indikator phenolphthalein.
8
4) Titrasi larutan tersebut dengan NaOH, sampai terjadi perubahan warna
menjadi rose muda dan catat volume NaOH yang dikeluarkan.
5) Lakukan titrasi minimal duplo.
6) Hitunglah kadar asam cuka dalam sampel (%).
Penetapan Kadar Aspirin dalam Sampel Obat
1) Timbang satu tablet asipirin (kadar maks. 500mg)
2) Haluskan tablet aspirin dengan mortir
3) Masukan kedalam Beker gelas
4) Larutkan dengan 10 mL etanol 95% kedalam Beker gelas
5) Pindahkan kedalam erlenmeyer dan pipet indikator pp kedalamnya sebanyak 3
tetes
6) Lakukan titrasi dengan larutan NaOH 0,1 N
7) Hentikan titrasi ketika mendekati warna merah muda yang konstan
8) Lakukan duplo
9) Hitung % kadar aspirin dan bandingkan dengan kadar yang tertera

E. DATA DAN ANALISIS DATA


Pembakuan Larutan NaOH
Volume Range volume titran (mL) Volume Volume rata-
No
titrat (mL) Awal Akhir titran (mL) rata (mL)

n1 x V1 x M1 = n2 x V2 x M2 M1 = Konsentrasi titran
n1×V1×M1
M2= V1 = Volume rata-rata titran
n2×V2
M2 = ….. V2 = Volume titrat
Penetapan Kadar Asam Cuka Pasaran
No Volume Range volume titran (mL) Volume Volume rata-
titrat (mL) Awal Akhir titran (mL) rata (mL)

Penetapan Kadar Aspirin dalam Sampel Obat


No Volume Range volume titran (mL) Volume Volume rata-
titrat (mL) Awal Akhir titran (mL) rata (mL)

9
F. PERTANYAAN
1. 500 mg sampel asam benzoat dilarutkan dalam 100 mL akuades. Dari larutan ini
diambil 10 mL dan diencerkan menjadi 100 mL. Jika 10 mL larutan terakhir ini
kemudian dititrasi membutuhkan 12,5 mL NaOH 0,1 M. Berapa persenkah kadar
asam benzoat dalam larutan tersebut? (Mr asam benzoat= 122,22 )
2. Sebanyak 10 mL sampel berupa antazida likuid dengan bahan aktif M(OH)2
diencerkan menjadi 100 mL. Larutan ini kemudian diencerkan lagi, yaitu 10 mL
larutan tersebut diencerkan menjadi 100 mL. Jika 10 mL hasil pengenceran
terakhir dititrasi dengan 2,4 mL HCl 0,1 M. Berapakah faktor pengenceran total?
Tentukan konsentrasi bahan aktif dalam antazida tersebut!

10
PRAKTIKUM III
TITRASI REDOKS

A. TUJUAN
1. Mengetahui konsentrasi larutan baku sekunder kalium permanganat dengan
metode titrasi redoks
2. Mengetahui kadar oksalat dalam sampel
B. DASAR TEORI
Reaksi kimia yang meilbatkan proses oksidasi dan reduksi (redoks) sering
digunakan dalam proses titrasi. Peristiwa redoks dalam reasi kimia yang dapat
memberikan perubahan warna dapat dipakai sebagai indikator. Raksi redoks tidak
mensyaratkan hal khusus kecuali terjadinya proses oksidasi oleh satu reaktan dan
prses reduksi oleh reaktan lain. Proses redoks terjadi jika terdapat serah terima
elektron yang menyebabkan bertambah dan berkuranganya bilanfan oksidasi suatu
unsur.
Kalium permanganat merupakan zat pengoksidasi yang sangat kuat. Pereaksi ini
dapat dipakai tanpa penambahan indikator. Dalam suasana asam ion permanganat
mengalami reduksi menjadi in mangan (II) sesuai dengan reaksi berikut :
MnO4- + 8 H+ + 5e- → Mn2+ + 4 H2O
Pengasaman lebih baik menggunakan asam sulfat karena tidak menghasilkan reaksi
samping. Jika menggunakan asam klorida dapat membetuk gas klor yang akan
menyebabkan banyak titran yang harus dihabiskan.
Pereaksi permanganat dalam titrasi permanganometri bukan merupakan baku
primer dan sangat sukar untuk mendapatkan permanganat murni serta sering
terdapat pengotor oksidanya menjadi mangan dioksida. Oleh karena alasan tersebut,
perlu dilakukan standarisasi zat baku primer diantaranya sodium(I) oksalat yang
dapat diperoleh dalam keadaan murni, stabil dan tidak bersifat higroskopis. Titrasi
pembakuan ini dilakukan dalam suasana asam sulfat setelah dipanaskan hingga suhu
60oC untuk mepercepat reaksi dengan ion permanganat. Reaksi yang terbentuk
ditunjukkan sebagai berikut :
2MnO4- + 5 H2C2O4 + 6 H+ → 2 Mn2+ + 10 CO2 + 8 H2O

C. ALAT DAN BAHAN


Alat: Bahan:
gelas ukur Natrium oksalat
erlenmeyer Asam sulfat 1 M
Ball-pipette Larutan permanganat 0,01 M
Buret Sampel daun bayam
Pipet volume
Pipet tetes

11
D. LANGKAH KERJA
2. Pembuatan larutan
a. Timbang dengan teliti natrium oksalat (kurang lebih 0,1 gram) dan larutkan
dalam sedikit akuades.
b. Encerkan hingga 100 mL dalam labu takar.
c. Dipipet 10 mL kedalam erlenmeyer kemudian tambahkan larutan asam sulfat 1
M sebanyak 50 mL.
d. Panaskan hingga suhu 60oC dengan mulai menimbulkan asap putih
e. Segera titrasi dengan larutan permanganat hingga berwarna merah muda.
f. Catat volume yang dihabiskan dan hitung konentrasi permanganat.
g. Lakukan duplo.
3. Penetapan kadar oksalat dalam sampel padat
1. Timbang dengan teliti sampel padat daun bayam 2 gram.
2. Hancurkan dengan mortir kemudian larutkan dengan akudes 80 mL.
3. Saring larutan dan pindah filtat kedalam labu ukur 100 mL.
4. Tambahkan akuades hingga tanda batas.
5. Ambil 10 mL kemudian encerkan kembali dengan menggunakan akuades
hingga 100 mL.
6. Pipet 25 mL larutan kedalam erlenmeyer.
7. Tambahkan dengan asam sulfat 1 M sebanyak 50 mL.
8. Panaskan hingga suhu 60oC hingga mulai mengeluarkan asap.
9. Segera titrasi dengan larutan permanganat hingga hampir berwarna merah
muda.
10. Catat volume yang dihabiskan dan lakukan duplo.
11. Hitung kadar oksalat dalam sampel.

E. DATA DAN ANALISIS DATA


Penetapan konsentrasi baku sekunder
No Volume Range volume titran (mL) Volume Volume rata-
titrat (mL) Awal Akhir titran (mL) rata (mL)

n1 x V1 x M1 = n2 x V2 x M2 M1 = Konsentrasi titran
n1×V1×M1
M2= V1 = Volume rata-rata titran
n2×V2
M2 = ….. V2 = Volume titrat
Penetapan konsentrasi oksalat pada daun bayam
No Volume Range volume titran (mL) Volume Volume rata-
titrat (mL) Awal Akhir titran (mL) rata (mL)

12
n1 x V1 x M1 = n2 x V2 x M2 M1 = Konsentrasi titran
n1×V1×M1
M2= V1 = Volume rata-rata titran
n2×V2
M2 = ….. V2 = Volume titrat

F. PERTANYAAN
1. Apakah fungsi pengasaman dalam rekasi redoks ?. Dapatkah titrasi dilaksanakan
pada suasana basa ?.
2. Mengapa penyimpanan permanganat diusahakan agar tidak terkena cahaya? Apa
akibat jika larutan terkena cahaya?.
3. Adakah metode titrasi redoks lain untuk menetapkan suatu sampel?. Sebutkan
dan jelaskan.

13
14
PRAKTIKUM VI
ANALISIS KROMATOGRAM

A. TUJUAN
Mengkuantitasi kadar sampel analit berdasarkan metode konvensional gunting-
timbang dan metode pendekatan matematik tinggi setengah puncak pada sebuah
kromatogram.
B. DASAR TEORI
Metode pemisahan kromatografi dapat dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif.
Analisis kuantitatif dapat dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kadar zat/analit
dalam sampel. Analisis kuantitatif kromatogram dapat dilakukan dengan berbagai
cara, seperti analisis tinggi puncak, menghitung luas puncak, dan metode gunting dan
timbang. Metode gunting timbang dapat dilakukan jika puncak-puncak yang diperoleh
kurang ideal, misal puncak-puncak tersebut mengalami pelebaran.
Kromatogram yang telah digambarkan pada kertas digunting sesuai bentuknya,
kemudian guntingan-guntingan kertas kromatogram ini ditimbang. Berat dari masing-
masing guntingan kromatogram ini akan sebanding dengan kadar senyawa yang
membentuk kromatogram tersebut.
Pengembangan metode konvensional, penggunaan metode numerik terhadap
puncak sebuah kromatogram menjadikan penghitungan konsentrasi dalam analit
menjadi semakin praktis dan lebih cepat dibandingkan dengan metode gunting
timbang. Pengukuran ini berdasarkan luas sebuah kurva dengan menggunakan
metode FWHM (full width at half maximum) atau metode tinggi setengah puncak.
Metode ini merupakan sebuah ekspresi fungsi matematik untuk mencari luasan dari
sebuah kurva parabolik dengan mengukur lebar dari tinggi setengah puncak
kemudian dikalikan dengan tinggi puncak tersebut. Rumus pencarian FWHM :
Luas area (mm2) = h x FWHM
Dimana h adalah tinggi puncak , sedangakn FWHM adalah lebah puncak yang diukur
dari h/2.
Dalam kasus puncak ganda, penggunaan garis imaginer diperlukan untuk
memisahkan antara masing-masing puncak. Metode pemisahan puncak yang saling
tumpang tindih lebih lanjut dan lebih efektif jika menggunakan metode komputasi dan
menggunakan persamaan gaussian.

Pengukuran FWHM (kiri) dan dua puncak yang saling tumpang tindih (kanan)

C. ALAT DAN BAHAN


Alat yang digunakan Bahan yang digunakan
a. Gunting a. Kertas
b. Timbangan b. Grafik Kromatogram
1
c. Penggaris
d. Pensil.

D. LANGKAH KERJA
Metode Konvensional (gunting timbang)
1. Cetak kromatogram di selembar kertas
2. Salin kromatogram di kertas yang lebih tebal
3. Gunting masing-masing puncak dalam kromatogram tersebut
4. Timbang untuk masing-masing puncak dan catat masanya
5. Tentukan kadar masing-masing analit dalam campuran
Metode FWHM
1. Cetak kromatogram diselembar kertas yang lebih lebar
2. Ukur tinggi tiap puncak dari dasar hingga puncak tertinggi kemudian catat nilainya
3. Dapatkan nilai tinggi setengah puncak dengan membagi nilai tinggi puncak
tersebut dengan angka dua (h/2)
4. Ukur lebar puncak dari hasil perhitungan nilai setengah tinggi puncak
5. Tentukan luas area puncak
6. Lakukan hal yang sama terhadap puncak-puncak yang lain

E. DATA & ANALISIS DATA


Metode Gunting timbang
No. Analit Berat (mg) Kadar (%)
1
2
3
4
5
….
TOTAL

Metode FWHM
No. Analit Berat (mg) Kadar (%)
1
2
3
4
5
….
TOTAL

F. PERTANYAAN
Kromatogram 1:
1. Jika terdapat 500 gram sampel di lab, berapa gram klorida yang didapatkan?
2. Jika seorang peneliti ingin mereaksikan barium dan ion sulfat yang ada di dalam
sampel dengan harapan akan mengendapkan garam barium sulfat, berapa gram
sampel yang dibutuhkan? (Ar Ba= 137,3; S= 32; O= 16)

2
Kromatogram 2:
1. Jika terdapat 200 gram sampel di lab, berapa gram glukosa yang didapatkan?
2. Jika seorang peneliti ingin mereaksikan mengambil Xylose (C5H10O5) sebanyak
20 gram. Berapa gram sampel yang dibutuhkan? (Ar C= 12 ; O= 16; H=1)

Lampiran:
Kromatogram 1

Kromatogram 2

3
4
5
PRAKTIKUM V
KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS

A. TUJUAN
1. Menentukan kadar asetosal dalam obat analgesik dengan KLT
2. Memahami prinsip dasar kromatografi lapis tipis
B. DASAR TEORI
Kromatografi lapisan tipis TLC (thin-layer chromatography), seperti halnya
kromatografi kertas, adalah jenis kromatografi yang mudah, dan murah untuk
dilakukan. Kromatografi ini mempunyai suatu keunggulan dari segi kecepatan dari
kromatografi kertas. Proses kromatogradi lapisan tipis membutuhkan waktu yang
relatif cepat hanya setengah jam saja jik dibandingkan dengan kromatografi jenis
lain. KLT sangat terkenal dan rutin digunakan diberbagai laboraturium dan
kompatibel dengan hampir disemua sampel. Media pemisahan dalam KLT adalah
terdiri dari lapisan dengan ketebalan 0,1 – 0,3 mm yang terbuat dari alumina, gel
silika dan selulosa.
Gel silika (alumina) sebagai fase diam dalam kromatografi lapis tipis ini
seringkali ditambahkan substansi yang dapat mengalami perpendaran apabila
diberikan cahaya ultraviolet. Pendarflour yang ditambahkan dalam KLT ini
digunakan sebagai penanda agar senyawa analit yang tepisah dan kasat mata
dapat diamati berupa “spot” dibawah sinar UV. Seperti contoh, silika gel F254 yang
artinya lapisan silika dapat mengalami perpendaran dibawah sinar UV dengan
panjang gelombang 254 nm.
Sampel dapat berupa campuran senyawa organik kemudian ditotolkan didekat
sisi lempengan dalam bentuk larutan dengan jumlah sedikit dalam orde mikroliter
atau miligram senyawa. Sebuah suntikan hipodermik atau dengan sebuah kaca
kapiler dapat digunakan. Noda sampel dibuat sekecil mungkin kemudian sisi
lempeng dicelupkan dengan fasa gerak yang sesuai. Pelarut kemudian bergerak
naik di sepanjang lapisan tipis di atas lempeng, dan bersamaan dengan
pergerakan pelarut tersebut, zat terlarut pada sampel akan dibawa pelarut dengan
laju sesuai dengan kepolaran zat terlarut terhadap fasa gerak pelarut maupun fasa
diam plat.
Hasil elusi kemudian diamati jumlah zat dibawah lampu UV sehingga terlihat spot
atau noda dan kemudian Rf (retention factor) ditentukan.
Asetosal (aspirin) dengan nama lain asam asetil salisitat bersifat antipiretik dan
analgesik yang merupakan kelompok senyawa glikosida. Kandungan asetosal
dalam tablet komersial sering tidak memenuhi standart sediaan yang menurut
FDA (food drug association) standartnya adalah 66,15% sebagai sediaan oral.
Kadar asetosal dapat ditentukan dengan menitrasinya dengan larutan basa
dengan syarat tanpa adanya terdapat tambahan senyawa yang besifat asam lain
dalam sediaan.
C. ALAT DAN BAHAN
1. Alat yang digunakan
a. Beaker glass 100 mL 1 buah
b. Pengaduk 1 buah
c. Oven 1 buah.
d. Bejana pengembang 1 buah.
e. Pipa kapiler 1 buah
f. Plat KLT F254 1 lembar
g. Pendeteksi sinar UV 1 set
h. Hair dryer 1 buah
i. Buret 1 buah

2. Bahan yang digunakan


a. Obat “x” yang mengandung aspirin
b. Etil asetat
c. Etanol 96%
d. Larutan NaOH 0,01 M

D. LANGKAH KERJA
1. Aktivasi plat KLT F254
a. Siapkan plat KLT kemudian potong dengan panjang 7 cm dengan garis dari
bawah 1 cm sedangkan sisi atas 0,5 cm. Buat dua lajur untuk elusi sampel
dan asetosal standart dengan totol lebar 2 cm.
b. Masukan kedalam oven selama 5 menit pada suhu 100 oC.
c. Kemudian dinginkan dalam desikator atau di tempat yang kering.
2 cm
0,5 cm

7 cm

5,5 cm

0,5 cm

0,5 cm 0,5 cm

1 cm
2. Pembuatan lautan pengembang
a. Masukan etil asetat sebanyak 10 mL kedalam bejana pengembang.
b. Tutup dengan rapat untuk menjenuhkan ruangan bejana.
3. Pemisahan dan penentuan konsentrasi zat dalam sampel
a. Larutkan 50 mg asetosal standar dengan etanol 96% 1mL hingga larut.
b. Ambil 0,2 mL larutan asetosal standar.
c. Totolkan standart dengan pipa kapiler pada salah satu sisi garis bawah
hingga larutannya habis.
d. Timbang 1 tablet obat “x” dan hancurkan dalam mortir. Larutkan obat
dengan 5mL etanol 96% kemudian saring dengan kertas saring.
e. Pipet 0,2mL larutan dan totolkan sampai habis.
f. Masukan plat KLT dalam bejana pengembang sampai hampir mencapai
batas kemudian angkat.
g. Keringkan dengan hair dryer suhu rendah.
h. Amati dibawah plat KLT dibawah lampu UV, amati spot dan hitung R f
i. Tandai area spot dengan pensil.
j. Kerok asetosal pada sampel yang memiliki nilai Rf yang sama dengan
standar kedalam beker gelas.
k. Larutkan kerokan asetosal tersebut ke dalam etanol 10mL.
l. Saring dengan kertas saring untuk mendapatkan filtrat ke dalam erlenmeyer
100 mL.
m. Tambahkan akuades hingga 50mL dan 2 tetes indikator pp kemudian titrasi
dengan NaOH 0,01 M
n. Tentukan kadar aspirin pada sampel.
E. DATA DAN ANALISIS DATA
Hasil Pengamatan Spot KLT
Jarak
No. Komponen Jarak eluen (s) Rf
komponen (d)
1 Spot 1 sampel obat
2 Spot 2 sampel obat
3 ..... ..... .... ....
4 Spot asetosal standar

Hasil Titrasi Kadar aspirin


Sumber Volume titrat Range volume titran (mL) Volume titran
No
asetosal (mL) Awal Akhir (mL)
1 Standart
2 Sampel
V1 x M1 = V2 x M2 x Fp M1 = Konsentrasi titran
n1×V1×M1
M2= V1 = Volume titran
n2×V2
M2 = ….. V2 = Volume titrat
Fp = Faktor pengenceran

F. PERTANYAAN
1. Dapatkah analisis sampel obat “x” menggunakan kromatografi lapis dengan
menggunakan fasa gerak pelarut non polar ?. Prediksikan apa yang terjadi jika
yang digunakan pelarut tersebut.
2. Adakah identifikasi spot (noda) hasil kromatografi lapis tipis selain
menggunakan lampu UV?, jelaskan.
3. Jika kromatografi lapis tipis menggunakan pelarut polar, sedangkan dalam zat
analit mengandung diantaranya asam benzoat, fenol, toluen, benzena. Maka
bagaimanakah urutan senyawa dengan nilai Rf spot paling rendah ke tinggi ?.
jelaskan.
PRAKTIKUM IV
KROMATOGRAFI KERTAS

A. TUJUAN
1. Melakukan pemisahan campuran menjadi komponennya dengan kromatografi
kertas
2. Memahami prinsip dasar kromatografi kertas
B. DASAR TEORI
Kromatografi kertas merupakan jenis kromatografi cair-padat. Sampel ditotolkan
pada fasa diam yang dapat berupa kertas saring (selulosa) yang nantinya akan
dicelupkan ke dalam fasa gerak atau eluen. Eluen akan merembes ke dalam kertas
dengan adanya gaya kapilaritas. Seiring dengan rembesan ini dan dengan adanya
perbedaan distribusi, fasa diam mampu membawa komponen sampel hingga terpisah
dengan komponen-komponen sampel yang lain. Hasil pemisahan dengan
kromatografi kertas akan nampak dengan noda pada kertas dengan jarak yang
berbeda, yang selanjutnya disebut dengan kromatogram. Identifikasi dapat dilakukan
dengan menenetukan nilai Rf masing-masing komponen.
jarak yang ditempuh komponen d
Rf = =
jarak yang ditempuh eluen s

C. ALAT DAN BAHAN


Alat Bahan
Penggaris Kertas saring
Gelas ukur Spidol hitam, merah, dan biru
Akuades, Etanol 70%

D. LANGKAH KERJA
1. Potong kertas saring dengan ukuran 2x12 cm
2. Tandai dari tepi bawah 2 cm dan dari tepi atas 1 cm dengan menggunakan
pensil

1
2 cm

1 cm

12
cm 10
cm

1 cm

3. Totolkan tinta ditengah tepat garis tepi bawah


4. Masukkan akuades dalam gelas ukur yang berisi akuades sebanyak 10 mL
(posisi totolan tinta berada di bagian bawah). Totolan tinta tidak boleh terendam
ke dalam larutan pengembang.
5. Biarkan hingga proses elusi selesai (hingga akuades menyentuh garis batas
atas)
6. Keluarkan kertas saring dari gelas ukur dan keringkan
7. Ukur jarak masing-masing komponen dengan garis batas bawah
8. Hitunglah nilai Rf untuk masing-masing komponen
9. Ulangi langkah di atas dengan menggunakan pelarut lain sebagai fasa gerak

E. DATA DAN ANALISIS DATA


Jarak Jarak eluen
No. Komponen Rf
komponen (d) (s)

F. PERTANYAAN
1. Diantara kedua pelarut yang digunakan, lebih bagus yang manakah untuk
digunakan sebagai fasa gerak dalam metode ini? Jelaskan!
2. Sebutkan dua contoh penerapan kromatografi kertas dalam bidang farmasi!

2
3

Anda mungkin juga menyukai