Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK

“EKSTRAKSI CAIR-CAIR”

Kelompok 4

Dosen Pengajar :

Wianthi Septia Witasari, S.Si., M.Sc.

Disusun Oleh :

Balqis Zeniva I (2041420044)

Dahniar Safira (2041420072)

M. Dafa Irawan (2041420055)

D-IV TEKNOLOGI KIMIA INDUSTRI

JURUSAN TEKNIK KIMIA

POLITEKNIK NEGERI MALANG


A. Tujuan
1. Mengetahui prinsip dasar metode ekstraksi cair-cair.
2. Menentukan koefisien distribusi bahan terlarut dalam dua pelarut yang berbeda
fasa.

B. Dasar Teori
Ekstraksi adalah proses di mana satu atau lebih komponen dipisahkan secara
selektif dari cairan atau campuran padat, umpan (tahap 1), dengan menggunakan pelarut
cair yang tidak dapat bercampur (tahap 2). Transfer komponen dari umpan ke pelarut
dikendalikan oleh sifat kelarutan dari setiap komponen dalam fasa yang sesuai.
Pemisahan terjadi atas dasar kemampuan larut yang berbeda dari komponen-komponen
dalam campuran.
Ekstraksi bertujuan untuk melarutkan senyawa-senyawa yang terdapat dalam
jaringan tanaman ke dalam pelarut yang dipakai untuk proses ekstraksi tersebut. Hal-hal
yang penting diperhatikan dalam melakukan ekstrasi yaitu pemilihan pelarut yang sesuai
dengan sifat-sifat polaritas senyawa yang ingin diekstraksi ataupun sesuai dengan sifat
kepolaran kandungan kimia yang diduga dimiliki simplisia tersebut (Sudjadi,1988).
Secara garis besar, proses ekstraksi terdiri dari tiga langkah dasar yaitu
penambahan sejumlah massa pelarut untuk dikontakkan dengan sampel, zat terlarut akan
terpisah dari sampel dan larut oleh pelarut membentuk fasa ekstrak, dan pemisahan fasa
ekstrak dengan sampel (Wilson, et al., 2000).
Ekstraksi cair-cair adalah proses dimana solut yang dipisahkan dari cairan
pembawa (diluen) menggunakan solven cair. Campuran diluen dan solven ini adalah
heterogen (tidak saling campur), jika dipisahkan terdapat 2 fasa, yaitu fasa diluen
(rafinat) dan fasa solven (ekstrak). Perbedaan konsentrasi solut di dalam suatu fasa
dengan konsentrasi pada keadaan setimbang merupakan pendorong terjadinya pelarutan
(pelepasan) solute dari larutan yang ada. Fasa rafinat adalah fasa residu, berisi diluen dan
sisa solut. Sedangkan fasa ekstrak adalah fasa yang berisi solut dan solven.
Pemisahan senyawa menggunakan metode ekstraksi cair-cair dapat dikatakan
lebih menguntungkan daripada metode destilasi. Pada metode destilasi cenderung
dibutuhkan panas yang besar dan membutuhkan biaya yang lebih banyak. Pemisahan
menggunakan proses destilasi akan mengalami kesulitan untuk komponen- komponen
azeotrop (senyawa yang memiliki titik 393,5 K). Komponen-komponen dalam larutan
dapat rusak saat poses pemanasan menggunakan metode destilasi. Dan jika komponen
yang akan dipisahkan empunyai perbedaan sifat fisika yang kecil dianggap kuran praktis
atau terlalu mahal biaya operasionalnya.
Pada saat pencampuran terjadi perpindahan massa, yaitu ekstrak meninggalkan
pelarut pertama (media pembawa) dan masuk ke dalam pelarut kedua (media ekstraksi).
Sebagai syarat ekstraksi ini, bahan ekstraksi dan pelarut tidak saling melarut agar
perpindahan massa terjadi sesempurna mungkin.
Pada metode ekstraksi cair-cair, ekstraksi dapat dilakukan dengan cara bertahap
(batch) atau dengan cara kontinyu. Cara paling sederhana dan banyak dilakukan adalah
ekstraksi bertahap. Tekniknya cukup dengan menambahkan pelarut pengekstrak yang
tidak bercampur dengan pelarut pertama menggunakan corong pemisah, kemudian
dilakukan pengocokan sampai terjadi kesetimbangan konsentrasi solut kedua pelarut.
Setelah didiamkan beberapa saat maka akan terbentuk dua lapisan dan lapisan yang
berada di bawah dengan kerapatan lebih besar dapat dipisahkan.
Perbedaan komposisi fasa membuat perpindahan massa menjadi lebih mudah.
Distribusi komponen dalam fasa berair dan organik diatur oleh koefisien distribusi
dilambangkan dengan KD. Koefisien distribusi memberikan ukuran kuantitatif tentang
bagaimana senyawa organik akan didistribusikan di antara air dan fasa organik. KD
adalah rasio kelarutan zat terlarut dalam organik fasa kelarutan zat terlarut dilarutkan
dalam fasa air. Artinya semakin tinggi nilai KD, semakin tinggi zat terlarut akan berada
di fasa organik. Jika dipisahkan titik didih komponen berbeda-beda, hal ini membuat
ekstraksi bermanfaat. Perbedaan dalam kepadatan dapat membuat ekstraksi lebih mudah,
artinya lebih tinggi perbedaan kepadatan antar fasa proses ekstraksi lebih cepat.

Faktor-faktor yang harus diperhatikan saat melakukan ekstraksi yaitu :


1. Ukuran partikel
Ukuran partikel mempengaruhi laju ekstraksi dalam beberapa hal. Semakin kecil
ukurannya, semakin besar luas permukaan antara cair-cair maka laju perpindahannya
semakin besar.
2. Zat pelarut
Larutan yang akan digunakan untuk ekstraksi sebagai bahan pelarut seharusnya
merupakan dengan viskositasnya yang cukup rendah agar dapat bersirkulasi dengan
mudah.
3. Temperatur
Kelarutan zat terlarut (pada partikel yang diekstraksi) di dalam pelarut akan naik
bersamaan dengan kenaikan untuk memberikan laju ekstraksi yang lebih tinggi.
4. Pengadukan fluida
Pengadukan zat pelarut sangat penting karena akan menaikkan proses difusi,
sehingga menaikkan perpndahann material dari perukaan partikel ke zat pelarut.
Pemilihan pelarut dipengaruhi oleh faktor-faktor diantaranya :
1. Selektivitas
Pelarut hanya boleh melarutkan ekstrak yang diinginkan, bukan komponen-
komponen lain dari bahan ekstraksi.
2. Kelarutan
Pelarut sedapat mungkin memiliki kemampuan melarutkan ekstrak yang besar
(kebutuhan pelarut lebih sedikit).
3. Kemampuan tidak saling campur
Pada ekstraksi cair-cair pelarut tidak boleh (atau hanya secara terbatas) larut dalam
bahan ekstraksi.
4. Kerapatan
Diusahakan terdapat perbedaan kerapatan yang besar antara pelarut dan bahan
ekstraksi agar kedua fasa dapat dengan mudah dipisahkan kembali setelah
pencampuran.
5. Reaktifitas
Umumnya pelarut tidak boleh menyebabkan perubahan scara kimia pada komonen
bahan ekstraksi.
6. Titik didih

Pemilihan solven juga harus memperhatikan beberapa sifat diantaranya yaitu solut
mmpunyai kelarutan yang besar dalam solven, tetapi solven sedikit atau tidak
melarutkan diluen; tidak mudah menguap pada saat ekstraksi; mudah dipisahkan dari
solut, sehingga dapat dipergunakan kembali; tersedia dan tidak mahal.

Ekstaksi cair-cair ditentukan oleh distribusi Nerst atau hukum parisi yang
menyatakan bahwa “Pada konsentrasi dan tekanan yang konstan, analit akan terdistribusi
dalam proporsi yang selalu sama diantara dua pelarut yang saling tidak campur”.
Perbandingan konsentrasi pada keadaan setimbang di dalam 2 fasa disebut dengan
koefisien distribusi atau koefisien partisi (KD) dan dirumuskan dengan :

[ S ] org
KD ¿
[ S ] aq

[S]org dan [S]aq masing-masing merupakan konsentrasi analit dalam fasa organik dan
dalam fasa air, dan KD merupakan koefisien partisi.

Jika ngin mengekstraksi zat A yang terlarut dalam V mL pelarut S dengan


menggunaanV’ mL pelarut S’ dapat dilakukan dengan meambahkan seluruh pelarut S’
tersebut kedalam larutan, kemudian mengocoknya dan memisahkannya. Akan tetapi jika
pemisahan dilakukan secara bertahap dengan membagi pelarut S’ menjadi dua atau lebih
menguntungkan.

Apabila dalam suatu proses ekstraksi diketahui W gram bahan dan Volume maka
rumusnya berubah menjadi

W1
V
KD=
(W 0−W 1)
V'

atau

KD ×V
W 1=W 0 ×
KD × V +V '

Setelah dua kali ekstraksi maka yang tertinggal dalam pelarut air adalah W2,
W2
V
KD=
(W 1−W 2)
V'

Atau

KD ×V
W 2=W 1 ×
KD ×V + V '

2
KD ×V
W 2=W 0 × ( KD ×V + V ' )
Setelah n kali ekstraksi maka yang tinggal dalam lapisan adalah n gram,

n
KD ×V
Wn=W 0 × ( KD ×V +V ' )
Dengan W0 adalah gram asam butirat dalam proses, V adalah volume air yang
diekstraksi dengan V’ mL eter, dan W1 adalah berat asam butirat yang tertinggal dalam
fasa air setelah satu kali ekstraksi.

Dalam prakteknya, analit seringkali berada dalam bentuk kimia yang berbeda
karena adanya disosiasi (ionisasi), protonasi, dan juga kompleksasi atau polimerasi
karenanya ekspresi yang lebih berguna adalah rasio distribusi atau rasio partisi (D) yang
dirumuskan dengan :

( CS ) org
D=
( CS ) aq

(CS)org dan (CS)aq masing-masing merupakan konesntrasi total analit (dalam segala
bentuk) dalam fasa organik dan dalam fasa air, dan D adalah rasio partisi. Jika tidak ada
interaksi antar analit yang terjadi dalam kedua fasa maka nilai KD dan D adalah sama.
Kebanyakan ekstraksi cair-cair dilakukan dengan menggunakan corong pisah dalam
waktu tertentu. Akan tetapi untuk efektifitas analit dengan rasio distribusi yang kecil
(kurang dari 1) hanya dapat dicapai denga menggunakan pelarut baru pada larutan
sampel terus-menerus.
C. Alat dan Bahan
a. Alat
1. Statif
2. Corong pisah
3. Corong gelas
4. Gelas ukur 50 mL
5. Pipet tetes
6. Kaca arloji
7. Labu takar 100 mL
8. Beker glass 30 mL
9. Buret
b. Bahan
1. NaOH 1,0 N
2. HCL 5M
3. NaOH 0,025 N
4. Asam benzoat
5. Toluena

D. Langkah Kerja
a. Bagian 1 (Penentuan Koefisiensi Ditribusi Asam Benzoat Dalam Air-Toluenea)
1. Menimbang asam benzoat 1 gram di kaca arloji.
2. Menyiapkan pelarut toluenea 50 mL.
3. Melarutan padatan 1 gram asam benzoat dengan 50 mL larutan toluene.
4. Mengaduk hingga larut.
5. Memasukkan 50 ml larutan diatas ke dalam corong pisah tambahkan 100 mL
aquades.
6. Mengocok memutar ke dalam sampai tercampur.
7. Mendiamkan agar membentuk kesetimbangan. Jika sudah setimbang maka
terbentuk dua lapisan seperti semula, tapi dapat dilihat pada pelarut air bagian
bawah nampak lebih keruh dari sebelumnya.
8. Mendiamkan larutan, fraksi air dibagi dua masing-masing 50 mL kemudian
mentitrasi masing-masing dengan larutan NaOH 0,025 N yang sudah di
standarisasi.
9. Mengisi buret dengan larutan NaOH hingga penuh.
10. Mengeluarkan fraksi air dari corong pisah dengan cara membuka bagian atas
tutup corong pisah dan membuka kran sehingga fraksi air keluar dan
menampung ke dalam erlenmeyer.
11. Mengambil larutan asam benzoat dalam aquades sebanyak 25 mL gunakan pipet
volume.
12. Memindahkan ke wadah erlenmeyer kosong dan melakukannya dua kali.
13. Menitrasi dengan larutan NaOH 0,025 M.
14. Sebelum melakukan titrasi, menambahkan indikator pp sebanyak 3 tetes ke
dalam pelarut yang akan dititrasi. Mengaduknya hingga homogen.
15. Menitrasi dengan larutan NaOH hingga terjadi perubahan warna dari yang
awalnya tidak berwarna jadi merah muda.
16. Menghentikan titrasi dan mencatat berapa volume NaOH yang dibutuhkan
selama proses titrasi berlangsung.
b. Bagian 2 (Proses Ekstraksi Pelarut)
1. Menimbang larutan asam benzoat.
2. Membuat larutan 1 gram asam benzoat dalam 50 mL toluene.
3. Memasukkan larutan asam benzoat ke dalam corong pisah. Kemudian
menambahkan 25 mL aquades lalu dikocok selama 1 menit.
4. Masing-masing fraksi ditampung fraksi pelarut air ke dalam erlenmeyer
kemudian dititrasi dengan NaOH 0,02 M dengan cara yang sama pada bagian 1.
5. Fraksi toluene yang masih tertinggal dalam corong pisah ditambah lagi dengan
25 mL aquades, dikocok selama 1 menit dan dipisahkan. Fraksi air dimasukkan
kedalam gelas kimia yang sama.
6. Mengocok selama 1 menit (dilakukan 4 kali sehingga diperoleh 4 sampel hasil
ekstraksi).
7. Menitrasi fraksi air dengan NaOH 0,025 N yang telah distandarisasi.
8. Menghitung asam benzoat yang terlarut dalam fraksi air.
9. Membandingkan harga Kd prosedur A dengan prosedur B.
c. Bagian 3 (Isolasi Asam Benzoat Dari Pelarut Toluene)
1. Membuat larutan 2 gram asam benzoate dalam 50mL toluene. Memasukkan ke
dalam corong pisah.
2. Menambahkan 100 mL larutan NaOH 1N, kemudian menocoknya.
3. Memisahkan fraksi NaOH ke dalam gelas kimia 200mL.
4. Menambahan tetes demi tetes HCl 5M sehingga terbentuk endapan.
5. Menyaring, mengeringkan dan menimbang endapan. Lalu mengukur titik
lelehnya.

E. Data Pengamatan
a. Standarisasi Larutan NaOH 0,025 N
Massa asam oksalat : 0,158 gram dalam 100 mL
Volume NaOH : V1 = 25,8 mL
V2 = 26 mL
b. Penentuan Koefisien Distribusi Asam Benzoat Dalam Air-Toluenea
Arloji Kosong : 21,5928 gram
Arloji + Asam Benzoat : 22,5938 gram
Volume Titrasi 1 : 12,8 mL
Volume Titrasi 2 : 12,9 mL
c. Proses Ekstraksi Pelarut
Arloji Kosong : 21,5926 gram
Arloji + Asam Benzoat : 22,5930 gram
Volume Titrasi 1 : 13,2 mL
Volume Titrasi 2 : 13,4 mL
d. Isolasi Asam Benzoat Dari Pelarut Toluene
Arloji Kosong : 21,5925 gram
Arloji + Asam Benzoat : 23,5966 gram
Kertas saring : 1,4589 gram
Kertas saring + endapan : 3,3011 gram
F. Analisis Data Simulasi
a. Penentuan koefisien distribusi asam benzoate dalam air – toluene
V1 NaOH = 25,8 mL
V2 NaOH = 26 mL
Rata-rata volume NaOH = 25,9 mL
Arloji Kosong = 21,5928 gram
Arloji + Asam Benzoat = 22,5938 gram
 
V1×N1 = V2×N2
25,8 × 0,025 = 25,9 × N2
N = 0,024 mol/L

Volume Titrasi 1 = 12,8 mL


Volume Titrasi 2 = 12,9 mL
0,0128+0,0129
Rata rata volume titrasi = = 0,01285 L
2
Fraksi air (x) = 0,01285 L × 0,024 mol/L × 122,12 g/mol
= 0,038 gram dalam 25 mL
= 0,152 gram dalam 100 mL air
Toluene (y) = 1 – 0,152
= 0,848 gram dalam 25 mL
0 , 076/50
Kd = = 0,0448
1 ,696 /50

b. Proses Ekstraksi Pelarut


V1 NaOH = 25,8 mL
V2 NaOH = 26 mL
Rata-rata volume NaOH = 25,9 mL
Arloji Kosong = 21,5926 gram
Arloji + Asam Benzoat = 22,5930 gram
V1×N2 = V2×N2
25,8 × 0,025 = 25,9 × N2
N2 = 0,024 mol/L

Volume Titrasi 1 = 13,2 mL


Volume Titrasi 2 = 13,4 mL
0,0132+ 0,0134
Rata-rata volume titrasi = =¿ 0,0133 L
2
Fraksi air (x) = 0,0133 L × 0,024 mol/L × 122,12 g/mol
= 0,039 gram dalam 25 mL
= 0,156 gram dalam 100 mL air
Toluene (y) = 1 – 0,156
= 0,844 gram dalam 25 mL
0 , 078/50
Kd = =¿ 0,0462
1,688/50
c. Isolasi asam benzoate dari pelarut toluene
3 , 3011−1,4589
Hitung % recovery = x 100%
23,5966−21,5925
= 91,92156%
= 91,9%

G. Pembahasan
Ekstraksi adalah proses di mana satu atau lebih komponen dipisahkan secara
selektif dari cairan atau campuran padat, umpan (tahap 1), dengan menggunakan pelarut
cair yang tidak dapat bercampur (tahap 2). Ekstraksi cair-cair adalah proses dimana solut
yang dipisahkan dari cairan pembawa (diluen) menggunakan solven cair. Campuran
diluen dan solven ini adalah heterogen (tidak saling campur), jika dipisahkan terdapat 2
fasa, yaitu fasa diluen (rafinat) dan fasa solven (ekstrak).
Pada praktikum ini dilakukan pemisahan menggunakan ekstraksi cair-cair. Salah
satu fasanya menggunakan air dan fasa yang lainnya menggunakan toluene. Tujuan dari
percobaan ini adalah untuk mengetahui konsep dasar metode ekstraksi cair-cair dan
menentukan koefisien distribusi bahan terlarut dalam dua pelarut yang berbeda fasa.
Metode ekstraksi cair-cair ini digunakan karena dapat dilakukan dalam skala
mikro maupun makro, pemisahannya tidak perlu menggunakan alat khusus, melainkan
hanya dengan corong pisah. Pemisahan yang dilakukan ini bersifat sederhana, bersih,
cepat dan mudah, dan seringkali pemisahan hanya membutuhkan waktu beberapa menit.
Prinsip kerja dari ekstraksi cair-cair yaitu pemisahan komponen kimia diantara 2
fasa pelarut yang tidak saling bercampur dimana sebagian komponen larut pada fasa
pertama dan sebagian pada fasa kedua. Lalu kedua dasa mengandung zat terdispersi
dikocok, lalu didiamkan sampai terjadi pemisahan sempurna dan terbentuk dua lapisan
fasa cair dan komponen kimia akan terpisah kedalam kedua fasa tersebut sesuai dengan
tingkat kepolarannya dengan perbandingan konsentrasi yang tetap.
Percobaan ekstraksi ini dilakukan dengan menggunakan corong pisah dengan
sampel asam benzoat dan air dengan menggunakan sedikit toluene. Dilakukan dengan
cara mengukur asam benzoat sebanyak yang diperlukan, selanjutnya dilarutkan dengan
toluene, lalu dimasukkan ke corong pisah. Penambahan toluene pada padatan asam
benzoate dilakukan untuk melarutkan asam benzoat karena sifat kedua bahan tersbut
sama-sama non polar sehingga kedua bahan tersebut dapat larut. Setelah itu
menambahkan air sebanyak yang diperlukan lalu dikocok beberapa menit kemudian
didiamkan hingga terbentuk kesetimbangan. Fungsi pengocokan ini adalah untuk
membantu proses pemisahan. Kesetimbangan ini terbentuk karena sifat kepolaran antara
asam benzoate dan air berbeda. Pada saat larutan asam benzoat dilarutkan dengan air
maka akan terbentuk 2 fasa yaitu padatan (dari asam benzoat) dan cairan (dari air) atau
dapat dikatakan asam benzoat memiliki berat molekul yang besar, sehingga
kemungkinan untuk dilarutkan oleh air sangat kecil kemungkinannya. Setelah terbentuk
kesetimbangan, larutan tadi dititrasi dengan larutan NaOH 1N. Tujuan dari proses titrasi
ini adalah untuk mengetahui banyaknya asam benzoat dalam fraksi air. Dengan
diketahuinya banyak asam benzoat dalam fraksi air ini maka dapat diketahui pula
konsentrasi kesetimbangan asam benzoat dalam air.
Larutan asam benzoat-air-toluene ditambah 100 mL NaOH 1N. Tujuan
penambahan NaOH ini adalah mengubah asam benzoat dalam air menjadi garam
natrium benzoate yang dapat larut dalam air dan tidak larut dalam toluene, sehingga
larutan terbagi menjadi dua fasa. Dimana terdiri dari fasa organik dan fasa cair. Ketika
asam benzoat dititrasi dengan NaOH akan terjadi reaksi penggaraman sesuai dengan
persaman reaksi :
C6H5COOH + NaOH C6H5COONa + H2O
Fasa cair hasil ekstrak ditampung dalam erlenmeyer dan diasamkan dengan
larutan HCl 5M setetes demi setetes hingga terbentuk endapan berupa endapan asam
benzoate. Tujuan dari proses pengasaman ini adalah untuk mreaksikan antara garam
natrium benzoate yang dihasilkan dengan asam, sehingga akan membentuk asam
benzoate yang berupa endapan putih yang tidak larut atau sedikit larut dalam air
(kembali ke bentuk semula). Reaksi antara natrium benzoate dengan HCl membentuk
asam benzoate yang tidak larut dalam air sesuai reaksi :
C6H5COONa + HCl C6H5COOH + NaCl
Pada penentuan koefisien distribusi asam benzoate dalam air-toluene diperoleh
rata-rata volume titrasi yaitu 0,01285 L. Sesuai dengan distribusi Nerst atau hukum
parisi yang menyatakan bahwa “Pada konsentrasi dan tekanan yang konstan, analit akan
terdistribusi dalam proporsi yang selalu sama diantara dua pelarut yang saling tidak
campur”. Perbandingan konsentrasi pada keadaan setimbang di dalam 2 fasa disebut
dengan koefisien distribusi atau koefisien partisi (KD) dan dirumuskan dengan
perbandingan antara fraksi air per volume larutan asam benzoat dalam aquades dengan
fraksi toluene per volume larutan asam benzoat dalam aquades. Namun sebelum mencari
nilai KD proses A, fraksi air dan toluene harus dihitung terlebih dahulu. Fraksi air (x)
bisa ditentukan dari pengalian antara rata-rata volume NaOH dikali konsentasi NaOH
dikali 122,12 sehingga dihasilkan fraksi airnya yaitu 0,152 gram dalam 100 mL air.
Fraksi toluene dicari dengan cara 1 dikurang fraksi air yang sebelumnya sudah dihitung
yaitu 0,152 gram dalam 100 mL air sehingga didapat hasilnya yaitu 0,848 gram dalam
25 mL air . Dan nilai KD proses A dapat dihitung dan didapat nilainya yaitu 0,0448.
Penentuan KD pada proses ekstraksi pelarut sama seperti cara pada penentuan
koefisien distribusi asam benzoate dalam air-toluene. Rata rata volume titrasi yang
didapat adalah 0,0133 L. Langkah awal adalah mencari fraksi air (x) dan toluene yang
digunakan untuk mencari KD proses B. Fraksi air pada proses kedua ini didapat hasil
0,156 gram dalam 100 mL air dan toluenenya yaitu 0,844 dalam 25 mL air. Sehingga
didapat nilai KD proses B yaitu sebesar 0,0462.
Dari perhitungan diatas dapat dilihat bahwa nilai koefisien distribusi proses A
lebih kecil dibandingkan proses B. Hal ini membuktikan bahwa kelarutan asam benzoate
lebih besar didalam pelarut toluene dibandingkan didalam air. Perbedaan nilai koefisien
distribusi tidak didasarkan pada konsentrasi total solut pada kedua fasa, tetapi
berdasarkan suhu, jenis kedua pelarut, dan jenis solut. Karena dalam percobaan ini
menggunakan 2 pelarut yang berbeda yaitu air dan toluene, maka koefisien distribusi
yang dihasilkan juga berbeda.
Pengujian analit pada percobaan ini tidak dilakukan menggunakn peralatan
instrumental tetapi menggunakan proses ekstraksi sehingga akurasinya dapat dikatakan
masih kurang. Agar hasil pengujian mempunyai akurasi yang tinggi maka efisiensi
ekstrasi terhadap analit tersebut harus memiliki efisiensi 100%. Dengan efisiensi 100%
maka dapat dipastikan bahwa tidak ada penambahan analit karena kontaminasi atau
hilangnya analit karena penguapan, adsorbsi, atau absopsi selama proses ekstrasi
berlangsung. Untuk pengecekan efisiensi proses ini maka dilakukan uji perolehan
kembali (Recovery test) yang didapat dari massa endapan dibanding massa asam benzoat
kemudian dikali 100% agar didapat hasil berupa persentase. Dan dihasilkan %Recovery-
nya bernilai 91,9%. Hal ini berarti uji isolasi asam benzoate dari pelarut toluene
memiliki akurasi yang sangat baik karena didapat %R-nya mendekati 100%.

H. Kesimpulan
1. Ekstraksi cair-cair adalah proses dimana solut yang dipisahkan dari cairan pembawa
(diluen) menggunakan solven cair. Prinsip kerja dari ekstraksi cair-cair yaitu
pemisahan komponen kimia diantara 2 fasa pelarut yang tidak saling bercampur
dimana sebagian komponen larut pada fasa pertama dan sebagian pada fasa kedua.
2. Koefisien distribusi dirumuskan dengan perbandingan antara fraksi air per volume
larutan asam benzoat dalam aquades dengan fraksi toluene per volume larutan asam
benzoat dalam aquades. KD proses A yaitu senilai 0,0448 dan proses B senilai
0,0462.

I. Saran
Untuk kedepannya bisa mengganti bahan dengan :
1. Kloroform sebagai pelarut organiknya.
2. Teh gelas sebagai pengganti air.
Agar dapat mengetahui perbedaan apa yang akan terjadi bila pelarutnya diganti dengan
bahan lain.

J. Daftar Pustaka
dam/documents/practica%20in%20process%20engineering%202/extraction.pdf
Henley, Roper, Seader. 2011. Separation Process Principles. Massachusetts: John
Wiley & Sons, Inc.
http://eprints.polsri.ac.id/5172/3/BAB%20II.pdf
http://jamalsaripa.blogspot.com/2018/10/laporan-praktikum-kimia-organik-ii.html
http://myteknikkimiablogaddress.blogspot.com/2018/11/konsep-leaching-atau-
ekstraksi-cair-cair.html
https://chem.libretexts.org/Ancillary_Materials/Demos_Techniques_and_Experime
nts/General_Lab_Techniques/Liquid-Liquid_Extraction#:~:text=Liquid%2DLiquid
%20extraction%20is%20a,performed%20using%20a%20separatory%20funnel.
https://id.scribd.com/document/387642306/Pembahasan-Em-Ekstraksi-Cair-cair
http://lansida.blogspot.com/2010/08/ekstraksi-cair-cair.html
https://www.academia.edu/32098537/Laporan_Kimia_Organik_Ekstraksi_Cair_cai
r_docx
Rahayu, Suparni Setyowati. dkk. 2008. Kimia Industri untuk SMK Jilid 2. Jakarta:
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan
Uron Aloisia. 2017. Ekstraksi dan Real Kromatografi. Yogyakarta: Deepublish

Anda mungkin juga menyukai