Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PRAKTIKUM

SIFAT-SIFAT DASAR KAYU

OLEH:

ARIS BUDI SETIAWAN 193030404135

AYALIA 193030404141

PRATIWI PUTRI WULANDARY 193030404109

SURIANSYAH 193030404128

JURUSAN KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS PALANGKA RAYA

2020
Lembar Pengesahan

Palangka raya,……………2020
Laporan Dosen Pengampu,

Endra Cipta, S.Hut


Dr.Lies Indrayanti,S.Hut,MT
NIP.196403171998122001

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan yang berjudul
“Bidang/Penampang Kayu,Arah Kayu Dan Identifikasi Kayu Secara Makroskopis” ini
tepat pada waktu meski jauh dari kata sempurna.

Adapun tujuan dari penulisan laporan ini adalah untuk memenuhi tugas mata
kuliah Sifat-Sifat Dasar Kayu. Selain itu,laporan ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan tentang bidang/penampang kayu,arah kayu dan identifikasi kayu secara
makroskopis”. Tidak lupa juga penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu dan terlibat dalam proses pembuatan laporan praktikum Sifat-
Sifat Dasar Kayu ini, terkhusus kepada:

1. Kepada Ibu Dr. Lies Indrayanti,S.Hut,MT,selaku dosen pengampu mata kuliah


sifat-sifat dasar kayu.
2. Kepada Ibu Dr.Wahyu Supriyati,S.Hut,M.P,selaku dosen pengampu mata kuliah
sifat-sifat dasar kayu.
3. Kepada Ibu Ir.Sarinah M.P selaku dosen pengampu mata kuliah sifat-sifat dasar
kayu.
4. Kepada Bapak Endra Cipta ,S.Hut,selaku dosen pembimbing praktikum.

Demikian laporan yang kami buat ini ,mohon kritik dan sarannya atas
kekurangan dalam penyusunan laporan ini. Semoga laporan ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak dan bagi kami selaku penulis.
.

Palangka Raya, Desember 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................... i
DAFTAR ISI...................................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................................iii
LEMBAR PENGESAHAN............................................................................................. iv
I . PENDAHULUAN
1.1 .LatarBelakang...................................................................................................1
1.2 .Tujuan Praktikum.............................................................................................. 2

II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Pengertian Kayu (Paraserianthes falcataria (L.) Nielson).................................3
2.2. Kayu Sengon....................................................................................................3
2.3. Dimensi Kayu................................................................................................... 3
2.4. kayu teras dan kayu gubal................................................................................6
III. METODE PRAKTIKUM
3.1.Tempat dan Waktu............................................................................................ 8
3.2.Alat dan Bahan..................................................................................................8
3.3.Cara Kerja......................................................................................................... 8
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.Hasil Pengamatan Makroskopis................................................................…….11
4.2.Arah Dan Bidang Pada Kayu.............................................................................15
V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan..........................................................................................................18
5.2 Saran................................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

iii
Daftar Gambar

Gambar 3.1. Sumbu Orthotopik Kayu............................................................................9

Gambar 3.2.Cara Mengukur Dan Menghitung Lebar Dan Volume Kayu Teras Dan Kayu
Gubal.................................................................................................................10

Gambar 4.1. Bagian Pada Sepotong Kayu Berbentuk Cakram Setebal 15 Cm............12

Gambar 4.2. Arah Pada Potongan Kayu Berbentuk Kubus 5x5 Cm..............................12

Gambar4.3. Arah Pada Potongan Kayu Seperti Baji.....................................................13

Gambar 4.4. Arah Pada Potongan Kayu Cakram..........................................................14

iv
I .PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hutan merupakan kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan yang berisi


sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam
lingkungannya,yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Hutan
dipandang sebagai suatu ekosistem karena hubungan antara masyarakat
tumbuh-tumbuhan pembentuk hutan dengan binatang liar dan alam
lingkungannya sangat erat. Hutan dipandang sebagai suatu ekosistem adalah
sangat tepat, mengingat hutan itu dibentuk atau disusun oleh banyak komponen
yang masing-masing komponen tidak bisa berdiri sendiri, tidak bisa dipisah-
pisahkan, bahkan saling memengaruhi dan saling bergantung.
Kayu merupakan bagian batang atau cabang serta ranting tumbuhan yang
mengeras karena mengelami lignifikasi pengayunan kakyu. Kayu digunakan
untuk berbagai keperluan mulai dari memasak,membuat perabot mejakursi bahan
bangunan,pintu,jendela,rangkap atap,bahan kertas,dan masih banyak lagi. Selain
itu kayu juga dapat dimanfaatkan sebagai hiasan-hiasan ruamah tanngga dan
sebagainya. Terbentuknya kayu yaitu disebabkan akibat akumulasi selulosa dan
lignin pada dinding sel yang ada di berbagai jaringan batang.
Salah satu tanaman yang dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan
onifer akan kayu adalah sengon. Sengon (paraserianthes falcataria) merupakan
salah satu jenis tanaman kayu yang banyak dibutuhkan didalam dunia industry
karena ringan dan merupakan hasil budi daya,bukan mengambil dari hutan alam.
Kayu sengon ini cocok digunakan sebagai bahan baku onifer seperti veneer,kayu
lapis dan pulp,selain itu juga banyak digunakan oleh produsen peti buah,mainan
anak-anak,korek api dan pencetakan beton.
Kayu sengon selain digunakan sebagai bahan baku onifer, juga
dimanfaatkan sebagai barang kerajinan seni yang bernilai tinggi yaitu sebagai
bahan untuk membuat batik kayu dengan memanfaatkan sisa-sisa cat dan zat
pewarna batik untuk membatik di atas kayu sengon. Kayu yang tidak terpakai
dibentuk terlebih dahulu menjadi berbagai bentuk kerajinan seperti patung,

1
topeng atau lemari kecil. Selain mudah dibentuk, kayu sengon juga mudah diberi
warna karena mudah menyerap air dan tahan terhadap berbagai cuaca.

Tumbuhan berkayu dapat dibedakan menjadi dua golongan berdasarkan


ada tidaknya pori pada tumbuhan tersebut,yaitu kayu daun lebar(hardwood)dan
kayu daun jarum (softwood). Golongan tumbuhan yang termasuk kayu daun
jarum adalah Gymnospermae yakni tumbuhan berbiji terbuka onifer biasanya
dicirikan dengan warna daunnya yang selalu hijau,bentuk tajuknya yang kerucut
dan bentuk batang yang silindris. Sedangkan golongan tumbuhan yang termasuk
kayu daun lebar adalah Angiospermae yakni tumbuhan berbiji tertutup, biasanya
dicirikan dengan bentuk tajuk yang melebar dan banyaknya cabang-cabang
pohon.

Kayu memiliki ciri makroskopis dan mikroskopis.Ciri makroskopis kayu


adalah ciri kayu yang dapat dilihat langsung secara kasat mata atau dengan
bantuan lup pada bidang anisotropiknya. Ciri makroskopis kayu meliputi
bau,warna, tekstur, kilap dan lain-lain, sementara ciri mikroskopis adalah ciri
kayuyang hanya dapat diketahui dengan bantuan mikroskop saja yang
meliputisusunan pori, parenkim, saluran resin, dan lain-lain. ‘ntuk dapat
memperoleh cirimikroskopis kayu, maka kayu harus disayat. Praktikum ini
bertujuan untuk mengetahui sifat makroskopis dan mikroskopis kayu, sehingga
jenis suatu kayu akan teridentifikasi.

1.2. Tujuan Praktikum

Tujuan dari praktikum ini yaitu untuk menggambar bidang dan arah sampel
kayu,mengamati bagian-bagian kayu dan mencatumkan
keterangannya,menjelaskan perbedaan antara bidang dan arah kayu,mengamati
struktur kayu secara makroskopis,mengenali jenis-jenis kayu perdagangan yang
penting sehingga dapat membedakan jenis-jenis kayu tersebut dalam
praktek,mengamati warna kayu,arah serat kayu,lingkatran tahun kayu,kayu teras
dan kayu gubal dan menghitung proporsi kayuteras dan kayu gubal.

2
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Kayu

Kayu merupakan material atau jenis bahan yang diperoleh secara alami dari
pohon. Kayu bersifat renewable, yaitu selama pengelolaan sumber daya alamnya
dilakukan secara lestari, sumbernya menjamin ketersediaan sepanjang masa
(Surjokusumo dkk, 2003). Kayu dapat terurai secara sempurna di alam dan juga dapat
didaur ulang secara sempurna (bio-degradable). Oleh karena itu, kayu merupakan
satu-satunya bahan struktur saat ini yang ramah lingkungan.

Kayu adalah salah satu bahan material struktur yang sudah lama dikenal oleh
masyarakat. Kayu sebagai hasil utama hutan akan tetap terjaga keberadaannya
selama hutan dikelolai secara lestari dan berkesinambungan, bila dibandingkan
dengan material struktur lain, material kayu memiliki berat jenis yang ringan dan proses
pengerjaannya dapat dilakukan dengan peralatan yang sederhana dan ringan. Sebagai
bahan dari alam, kayu dapat terurai secara sempurna sehingga tidak ada istilah limbah
pada konstruksi kayu.

Kayu adalah bahan dari alam yang tidak homogen. Perilaku ini disebabkan oleh
pola pertumbuhan batang dan kondisi lingkungan pertumbuhan yang sering tidak
sama. Oleh karena itu, sifat-sifat fisik dan sifat-sifat mekanik pada arah longitudinal,
radial, dan tangensial tidak sama. Kekuatan kayu pada arah longitudinal lebih besar
bila dibandiing dengan arah tangensial ataupun radial, dan angka kembang susut pada
arah longitudinal jauh lebih kecil daripada arah tangensial maupun arah radial.

2.2 Kayu Sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielson)

Kayu sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielson) dapat dikelompokkan


kedalam famili Leguminoceae dengan sub-famili mimosaidae dan memiliki beberapa
nama lokal. Untuk di Indonesia, sengon dikenal dengan beberapa nama sesuai dengan
tempat tumbuh tanaman yang bersangkutan. di daerah Jawa sengon dikenal dengan
nama jeungjing (sunda) dan sengon laut (jawa), di daerah Maluku dikenal dengan

3
nama sika, di daerah Sulawesi dikenal dengan nama tedehu pute dan di Papua dikenal
dengan bae/wahagon. Sengon juga memiliki beberapa nama di negara lain yaitu batai
(Perancis, Jerman, Italia, Usa dan Kanada), kayu machis (Serawak- Malaysia), dan
puah (Brunei Darussalam).

Kayu sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielson.) memiliki nama lokal di


Indonesia: jeungjing, sengon laut (Jawa); tedehu pute (Sulawesi); rare, selawoku,
selawaku merah, seka, sika, sika bot, sikas, tawa sela (Maluku); bae, bai, wahogon,
wai, wikkie (Papua). Nama umum dinegara lain: puah (Brunei); albizia batai, Indonesia
albizia, moluca, paraserianthes, peacock plume, white albizia (Inggris); kayu machis
(Malaysia); white albizia (Papua Nugini); falcata, moluccan sau (Filipina) (Krisnawati,
2011).

Kayu sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielson) adalah tanaman yang


termasuk famili Leguminoceae yang merupakan tanaman asli di Maluku, Papua, Papua
New Guinea, Pulau Solomon dan Taompala (Sulawesi Selatan). Tanaman ini dibawa
oleh Tysmann untuk ditanam di kebun Raya Bogor pada tahun 1871 (Ismail 2008).
Meskipun tanaman sengon tumbuh besar dan berkembang sangat cepat, namun
ternyata tanaman ini berkerabat dekat dengan tanaman kedelai, kacang hijau, kacang
tanah, bengkuang dan sebagainya. tanaman sengon masih satu famili dengan
tanaman-tanaman tersebut (Warisno dan Dahana, 2009).

Berikut adalah klasifikasi ilmiah dari tanaman sengon (Warisno dan Dahana, 2009):

Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (tanaman vasculer)

Superdivision : Spermatophyta (tanaman berbiji)

Division : Magnoliophyta (tanaman berbunga)

Classis : Magnoliopsida (dikotil)

Subclassis : Rosidae

Ordo : Fabales

Familia : Fabaceae (leguminoceae)


4
Genus : Paraserianthes

Spesies : Paraserianthes falcataria (L.) Nielson.

Nama ilmiah tanaman sengon adalah P. falcataria (L.) Nielson. namun juga
sering disebut Albizzia falcataria. Kedua nama ilmiah ini dibenarkan secara 8 ilmiah,
namun P. falcataria (L.) Nielson lebih dianjurkan penggunaannya (Warisno dan
Dahana, 2009).

2.3 Dimensi Kayu

Pada penggunaan kayu dituntut syarat kestabilan dimensi kayu. Perubahan dimensi
kayu tidak sama dalam ketiga arah yaitu longitudinal, tangensial, dan radial. Dengan
perkataan lain, kayu memiliki sifat anisotropi. Perubahan dimensi meliputi
pengembangan dan penyusutan. Masing-masing sama pentingnya, tetapi umumnya
perhatian lebih besar ditujukan kepada penyusutan dalam penggunaan kayu tersebut.
Kayu menyusut lebih banyak dalam arah lingkaran tumbuh (tangensial), agak kurang
ke arah melintang lingkaran tumbuh (radial) dan sedikit seklai dalam arah sepanjang
serat (longitudinal). Untuk perubahan dimensi dalam arah longitudinal berkisar 0,1-
0,2%, dalam arah radial angka penyusutan bervariasi antara 2,1-8,5%, sedangkan
dalam arah tangensial angka penyusutan lebih kurang 2 kali angka penyusutan radial
bervariasi 4,3-14% (Dumanauw, 1993).
Kembang susut kayu mempunyai arah tertentu karena adanya perbedaan struktur
pori-pori kayu atau trakeida pada kayu berdaun jarum. Pada umumnya, terdapat 3 arah
penyusutan utama pada kayu, yaitu tangensial, radial, dan longitudinal (aksial).
 Tangensial merupakan arah penyusutan searah dengan arah lingkaran
tahun. Besar penyusutan pada arah ini adalah 4,3%-14% atau rata-rata 10%.
 Radial merupakan arah penyusutan searah dengan jari-jari kayu atau memotong
tegak lurus lingkaran tahun. penyusutan pada arah ini berkisar antara 2,1%-
8,5% atau rata-rata 5 %.
 Longitudinal (aksial) merupakan arah peyusutan searah dengan panjang kayu
atau serat batang kayu. Penyusutan arah ini berkisar antara 0,1%-0,3% atau
biasa diperhitungkan 0,3%.
Penyusutan longitudinal kayu normal dapat diabaikan untuk kebanyakan
penggunaan praktis. Ini adalah salah satu ciri yang membuat papan gergajian dan
5
produk-produk papan gergajian menjadi bahan bangunan yang begitu berguna. Jika
hal ini tidak demikian, perubahan kandungan air selama pemakaian akan
mendatangkan bencana. Biasanya, pengusutan longitudinal benar terjadi dalam
pengeringan dari keadaan segar ke kering tanur, tetapi besarnya hanya 0,1 – 0,2 %
untuk kebanyakan spesies dan jarang melebihi 0,4 %. Penyusutan tangensial lebih
besar daripada penyusutan radial dengan suatu faktor antara atau setengah dan tiga
berbanding satu. Beberapa ciri anatomis diduga menjadi penyebab perbedaan ini,
termasuk adanya jaringan jari-jari, pernoktahan rapat pada dinding sel, dominasi kayu
musim panas dalam arah tangensial dan perbedaan-perbedaan dalam jumlah zat
dinding sel secara radial lawan tangensial (Budianto, 2000).

2.4 Kayu Teras dan Kayu Gubal

Kayu dalam pertumbuhannya akan membentuk dua bagian yaitu kayu


gubal (sapwood) dan kayu teras (heartwood). Kayu teras terbentuk dibagian tengah
batang yang disusun oleh sel-sel yang sudah mati atau tidak aktif dengan bentuk
fisik berwarna gelap. Sedangkan kayu gubal terletak kearah luar mendekati
cambium yang selnya disusun oleh sel yang masih aktif (hidup) dan bentuk fisiknya
berwarna terang.Kayu teras secara alami umumnya ditemukan pada pohon yang
pertumbuhannya sangat lambat biasanya terbentuk pada tanaman telah berumur 15-20
tahun seperti pada tanaman southrm pine yellow (Hygreen,1989;Kellomaki,1998).

Perubahan dari kayu gubal menjadi kayu teras akan disertai dengan
pembentukan zat ekstraktif yang semakin tinggi atau bahan extraneous.Ada pula yang
mengemukakan bahwa terbentuknya kayu teras akibat terjadinya pemupukan dan
penguraian zat makanan pada batang lebih cepat sehingga terbentuk senyawa
polyfenol (Jayme,1968).Senyawa ini dapat menyumbat sebagian atau seluruh
bagian jaringan tanaman yang berakibat distribusi zat makanan menjadi terganggu.
Pada jaringan yang tersumbat makakonsentrasinya lebih tinggi dan jaringannya
akan tertutup sehingga tidak terjadi pertukaran zat yang baru (Kellomaki,1998).

Kondisi ini menyebabkan sel menjadi tidak aktif dan sel akan mati sehingga
dengan kurun waktu tertentu akan terbentuk kayu teras. Tidak aktifnya sel pada kayu
teras akan diikuti dengan menebalnya dinding sel dan menghilangnya inti sel. Ada
sebagian sel dari kayu gubal yakni antara 4 –40% masih memiliki inti selnya. Secara
6
umum kayu teras memiliki massa jenis yang tinggi dan aroma bau yang khas.
Kayu teras sering dilalui oleh zat ekstraktif dari golongan polyfenol. Bahan ini
dikonversi dari jenis gula, pati dan ekstraktif yang banyak ditemukan pada kayu
gubal. Sel penyusun pada kayu gubal dibentuk sebagai sel penyimpan cadangan
makanan (sel parenchym) pada saat terjadi proses metabolisme yang berlangsung
sempurna. Tetapi pada sel kearah empulur kecepatan metabolismenya menjadi
berkurang bahkan banyak ditemukan sel yang sudah mati yang akhirnya
membentuk kayu teras. (Hygreen, 1989 ; Tsoumis,1952).

7
III. METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat

Pelaksanaan praktikum Bidang atau Penampang Kayu, Arah Kayu dan


Identifikasi Kayu secara Makroskopis ini dilaksanakan di Hutan Kampus, Jurusan
Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Palangka Raya, pada hari Sabtu, 12
Desember 2020 Pukul 10.00-selesai.

3.2 Alat dan Bahan

Adapun alat yang digunakan dalam praktikum adalah sebagai berikut :

1. Cutter
2. Gergaji
3. Loupe
4. Penggaris

Bahan yang digunakan meliputi :

1. Sepotong kayu berbentuk seperti baji (sepanjang 10 cm)


2. Sepotong kayu berbentuk kubus (ukuran 5x5 cm atau 2x2 cm)
3. Cakram kayu setebal ± 15 cm
4. Ampelas
5. Air

3.3 Cara Kerja

Adapun cara kerja praktikum adalah sebagai berikut:

1. Menuliskan nama daerah dan nama ilmiah kayu yang akan diamati (risalah
kayu)

2. Mengamati dan menggambar bidang (x, t, r) dan arah pengamatan serta


struktur anatomi kayu yang mampu dilihat menggunakan mata biasa dan loupe
(Gambar 1.)
3. Memberi keterangan pada hasil pengamatan dan gambar dengan
8
memperhatikan materi kuliah atau sumber lain yang relevan seperti atlas kayu.

9
Gambar 3.1 Sumbu Orthotopik Kayu

10
4. Mengamati dan menggambarkan bidang Transversal kayu, menghitung
lingkaran tahun (Gambar.2)
5. Mengukur dan menghitung lebar dan volume kayu teras dan kayu Gubal

Kayu Gubal

Gr Gr
T

D1

Gambar 3.2. Cara Mengukur dan Menghitung Lebar dan Volume Kayu Teras dan
Kayu Gubal

Dengan rumus :

a. Volume Kayu teras = 0,25 x ¶ x D12 x h

b. Volume kayu gubal = 0,25 x ¶ x (2Gr)2 x h

Keterangan :

D = Diameter

h = Tinggi atau tebal cakram.

Gr = Jari-jari kayu gubal

T = Jari-jari kayu teras

11
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pada praktikum ini yaitu sebagai berikut ini. Pada praktikum ini jenis kayu
yang digunakan adalah kayu Sengon (Paraserianthes falcataria). Di daerah Jawa sengon
dikenal dengan nama jeungjing (sunda) dan sengon laut (jawa), di daerah Maluku
dikenal dengan nama sika, di daerah Sulawesi dikenal dengan nama tedehu pute dan
di Papua dikenal dengan bae/wahagon. kayu ini termasuk pada jenis kayu daun kecil.
Kayu sengon digunakan untuk tiang bangunan rumah, papan peti kemas, peti kas,
perabotan rumah tangga, pagar, tangkai dan kotak korek api, pulp, kertas dan lain-lain.
Pada praktikum ini kayu dibentuk menjadi 3 bentuk yaitu bentuk baji dengan panjang 10
cm, bentuk kubus dengan ukuran 5 cm x 5 cm dan berbentuk cakram dengan panjang
15 cm. Setelah dilakukkan pengamatan pada kayu tersebut didapatkan hasil bahwa ada
3 bidang yaitu bidang melintang, bidang radial dan bidang tangensial sedangkan pada
arah didapatkan 3 arah yaitu arah tangensial, arah radial dan arah longitudinal.
Adapun bagian- bagian kayu yang dapat dilihat dengan mata biasa dan loupe,
dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

12
Gambar 4.1. Bagian pada sepotong kayu berbentuk cakram setebal 15 cm
Keterangan :

1. Kulit
2. Kayu Gubal
3. Kayu Teras
4. Empelur
5. Lingkaran tahun
6. Jari – jari
7. Pori – pori

Adapun arah kayu yang dapat dilihat pada potongan berbentuk kubus 5x5 cm,
dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

Gambar 4.2. Arah pada potongan kayu berbentuk kubus 5x5 cm

Keterangan :

L : Arah Longitudinal / axial

T : Arah Tengensial

R : Arah Radial

13
Berikut ini arah dan bidang yang terlihat pada potongan kayu berbentuk seperti
baji dengan panjang 10 cm, dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

Gambar 4.3. Arah dan bidang pada potongan kayu seperti baji

Keterangan :

X : Bidang Lintang/ Transversal

T : Bidang Tangensial

R : Bidang Radial

A : Arah Tangensial

B : Arah Radial

C : Arah Longitudinal

14
Berikut ini arah yang terlihat pada potongan kayu cakram dengan panjang 15
cm, dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

Gambar4.4. Arah pada potongan kayu cakram

Keterangan :

L : Arah Longitudinal / axial

T : Arah Tengensial

R : Arah Radial

Setelah penyusun melakukan pengamatan pada kayu sengon secara


makroskopis. Ciri-ciri umum yang mampu dilihat menggunakan mata biasa dan loupe
yaitu, warna kayu teras berwarna hampir putih atau coklat muda pucat (seperti daging)
warna kayu gubal umumnya tidak berbeda dengan kayu teras. Teksturnya agak kasar
dan merata dengan arah serat lurus, bergelombang lebar atau berpadu. Kesan Raba
pada permukaan kayu agak licin atau licin. Permukaan kayu agak mengkilap.Kayu yang
masih segar berbau petai , tetapi bau tersebut lambat laun hilang jika kayu nya menjadi
kering. kayunya berpori.

15
Menurut Pandit, I Ketut N. dan Ramdan Hikmat (2002) bidang orientasi adalah
bidang pembantu yang diperlukan dalam pengenalan kayu sehingga diperoleh kesan
yang sebernya dari sifat-sifat atau tanda-tanda yang diperlukan untuk pengenalan.
Sedangkan arah berpengaruh pada anisotropic kayu. Anisotropic kayu adalah sifat kayu
yang mempunyai perilaku dan tanggapan beban yang berbeda menurut arah yang
berbeda. Pada ketiga arah kayu memiliki perilaku fisik, mekanika, pengembangan dan
penyusutan yang berbeda. Sehingga harus menyebutkan arah mana yang ditinjau.
Setelah dilakukannya pengamatan terhadap bidang didapatkan bahwa sifat
makroskopis kayu berbeda-beda menurut bidang orientasinya. Adapun struktur kayu
yang ditemukan dari ketiga bidang yang telah diamati adalah sebagai berikut.

1. Bidang melintang/transversal/lateral (x)


Pada bidang melintang terdapat tiga bagian pokok yang dapat dilihat secara
makroskopis pada penampang lintang batang berturut-turut dari pusat yaitu empelur
atau pith, bagian kayu atau silim, bagian kulit atau phloem.
Empelur atau pith terletak pada pusat batang. Ukuran dan bentuknya dapat
bermacam-macam, mulai sangat kecil dan hampir tidak terlihat sampai berukuran besar
dan menyolok. Pada kayu daun lebar, bentuknya bulat dan ada juga yang berbentuk
segi empat. Warnanya juga berbeda-beda mulai yang berwarna putih sampai
kehitaman.
Bagian kayu atau silim dibagi menjadi dua bagian yaitu kayu teras dan kayu
gubal, kayu teras terletak dekat dengan empelur dan biasanya berwarna lebih gelap
dibandingkan dengan kayu gubal. Kayu teras secara fisiologis sudah mati sehingga
hanya berfungsi sebagai kekuatan mekanik saja. Kayu gubal terletak dekat dengan kulit
dan biasanya berwarna lebih terang. Kayu gubal secara fisiologis masih hidup, yaitu
berfungsi sebagai penyalur air dan zat-zat yang terlarut dari akar ke tajuk, berfungsi
untuk penyimpanan makanan disamping sebagai fungsi mekanik tadi. (Sarajar CG.)
Bagian kulit juga dibagi atas dua bagian yaitu kulit dalam yang hidup dan
berwarna lebih muda dan kulit luar yang mati dan berwarna gelap. Fungsi kulit yang
masih hidup adalah sebagai penyalur makanan dari tajuk ke seluruh bagian batang
sampai ke akar.

16
Pada penampang melintang juga terlihat adanya garis-garis konsentrasi, garis-
garis konsentrasi ini disebut sebagai lingkaran tumbuh (growth ring) yang terjadi
sehubung dengan mekanisme pertumbuhan pohon. Lingkaran tumbuh dalam
penampang melintang dapat nampak menyolok, ini disebabkan karena intensitas
pertumbuhan dan kerapatan kayu yang dihasilkan sepanjang periode pertumbuhan
tidak seragam. Masa kayu dari lingkaran tumbuh yang dibentuk pada usik semi disebut
kayu awal atau carlywood. Bagian kayu atau masa kayu yang dibentuk mendekati akhir
musim tumbuh disebut kayu akhir atau latewood.
Pada penampang lintang kayu daun lebar juga dapat ditemukan adanya lubang-
lubang berukuran kecil yang disebut pori (sel pembuluh). Penyebaran pori pada
penampang melintang dapat teratur dan dapat juga tidak teratur.
Jari-jari pada penampang melintang kelihatan seperti gari-garis tipis dimulai dai
empelur menuju ke kulit. Bila diperhatikan lebih mendalam, tidak semua jari-jari dimulai
dari empelur. Jari-jari dapat dimulai dari lingkaran tahun tumbuh tertentu, tetapi seali
dimulai, maka jari-jari tersebut akan terbentuk terus sampai ke kulit.

2. Bidang tangensial (t)


Pada bidang penampang tangensial empelur tidak terlihat pada pada
penampang tangensial. Ciri-ciri makroskopis lainnya seperti kayu teras dan kayu gubal
dapat terlihat sesuai dengan tingkat irisan yang dilakuan. Bila irisan dilakukan pada
kayu teras maka kayu gubal tidakk terlihat.
Penampilan yang nampak jelas berbeda dengan penampang lainnya adalah
penampilan jari-jari kayu. Pada penampang ini jari-jari kayu akan kelihatan seperti
gelondong, dengan ukuran tinggi dan lebarnya yang bermacam-macam. Penampilan
yang paling penting pada penampang ini adalah penampilan dari lingkaran tumbuhnya.
Pada penampang tangensial lingkaran tumbuh kelihatan eperti garis-garis parabola
sedangkan pada tepi kelihatan adanya garis-garis memanjang aksial.

3. Bidang radial (r)


Pada bidang radial berbagai ciri yang ditemukan pada penampang melintang
seperti empelur, kayu teras, kayu gubal, kayu awal dan kayu akhir, kulit dalam dan kulit

17
luar, dan lingkaran tumbuh pada penampang ini akan terlihat seperti garis-garis atau
pita-pita memanjang aksial tipis atau lebar.
Jari-jari kayu pada penampang lintang kelihatan seperti garis-garis memusat ke
empelur, pada penampang radial akan kelihatan seperti pita-pita bersambung atau
terputus-putus kea rah horizontal.

Hasil dari perhitungan proporsi kayu teras dan kayu gubal :


a. Volume kayu teras = 0,25 X π x D12 X h
= 0,25 X 3,14 X 42 X 15
= 0,785 X 16 X 15
= 188,4 cm3

b. Volume kayu Gubal= 0,25 X π X (2Gr)2 x h


= 0,25 x 3,14 x (2 x 4)2 x 15
= 0,785 x 82 x 15
= 0,785 x 64 x 15
= 753,6 cm3

Hasil dari perhitungan volume kayu teras dan kayu gubal yaitu, volume kayu
teras adalah 188,4 cm3 dan volume kayu gubal adalah 753,6 cm3. Hal ini menunjukan
bahwa volume kayu gubal besar dari volume kayu teras. Menurut Pandit (1996),
ketebalan kayu tergantung kepada jenis kayunya. Umumnya jenis yang tumbuh cepat
mempunyai lapisan kayu gubal lebih tebal dibandingkan dengan kayu terasnya. Jumlah
relative kayu teras dan kayu gubal didalam pohon berbeda-beda. Menurut jenis pohon,
umur dan keadaan lingkungan pertumbuhan.

18
V. PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari Kegiatan makalah ini untuk menentukan suatu jenis kayu,
secara teknismenjadi sangat penting dalam rangka menentukan rencana
penggunaannya, serta untuk kepentingan transaksi jual-beli atau perdagangan kayu
Secara teoritis, metoda pengenalan/penentuan/identifikasi jenis kayu mudah dipelajari
sebagai suatu pengetahuan. Namun demikian, keterampilan teknis pengenalan /
penentuan / identifikasi jenis kayu hanya akan diperoleh melalui proses latihan yang
rutin, berulang-ulang dan terus menerus.

5.2 Saran
Semoga laporan ini dapat membantu dalam pemahaman mengenai bidang dan
arah penampang kayu. Selain itu, semoga praktikum untuk kedepan nya bisa
dilaksanakan dengan baik dan lancar seperti praktikum sebelumnya.

19
DAFTAR PUSTAKA

Budianto, A. D. 2000. Sistem Pengeringan Kayu. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.


Dumanauw, J. F. 1993. Mengenal Kayu. Pendidikan Industri Kayu Atas. Semarang.
Hygreen,J.G. dan J.L. Bowyer, 1989. Hasil hutan dan ilmu kayu.Gajah Mada university
press.
Jayme; Haders ; Steimhouser ,1968. Tension wood and its effect in popular and
willow wood4.
Kellomaki, Seppo.1998. Forest resources and sustainable management.
Papermaking science and technology.TAPPI
Krisnawati, H., Varis, E., Kallio, M., Kanninen, M., 2011. Paraserianthes falcataria (L.)
Nielsen. Ekologi, Silvikultur dan Produktivitas. CIFOR, Bogor Indonesia.

Pandit, I.K.N. 1996. Anatomi, Pertumbuhan dan Kualitas Kayu. Bidang Studi Ilmu
Pengetahuan Kehutanan.Program Pascasarjana IPB Bogor.
Pandit, IKN. dan Ramdan, H. 2002. Anatomi Kayu : Pengantar Sifat Kayu Sebagai
Bahan Baku. Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan (YPFK) IPB. Bogor.
Sarajar CG. Dasar-dasar Identifikasi Kayu. Buku I. Direktorat Pemasaran, Dirjen
Kehutanan.
Surjokusumo, S., N. Naresworo, J. Priyono, dan A.Suroso. 2003. Buku Petunjuk
Penggunaan Mesin Pemilah Kayu Versi Panter MPK-5. Laboratorium Keteknikan
Kayu, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Tsoumis, G. 1952. Properties and effects of the abnormal wood produced by leathening
hardwood.Yale for.Sch.
Warisno dan Kres Dahana. 2009. Klasifikasi kayu sengon. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama.

20
LAMPIRAN

21
22

Anda mungkin juga menyukai