Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH KEPERAWATAN DEWASA SISTEM KARDIOVASKULER, RESPIRATORI,

HEMATOLOGI

“ASUHAN KEPERAWATAN PADA PENYAKIT TB PARU “


DOSEN PENGAMPU

Ns. Imelda R kartika, M.kep

DISUSUN OLEH:

kelompok 1

Kesi muslikhah

Nurhayati

Farhani aulia

Maysa natasya

Silva rahmadia

Dita dianti ahda

Ariski permadi

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS FORT DE KOCK BUKITTINGGI

2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kelompok penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan rahmat-Nya, kelompok penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya. Dalam pembuatan makalah ini kelompok tidak luput mendapat bantuan dari berbagai
pihak, untuk itu kelompok penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ns. Imelda R
Kartika, M.Kep selaku dosen mata kuliah "keperawatan dewasa sistem kardiovaskuler,
respiratori, hematologi" yang telah memberikan tugas makalah ini kepada kelompok penulis.

Kelompok penulis juga menyadari makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan.
Maka dari itu kelompok penulis mengaharapkan kritikan dan saran yang membangun dari
pembaca demi penyempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi masyarakat
pada umumnya dan peneliti pada khususnya.

Bukittinggi, 10 september 2023

Kelompok penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ...................................................................................................................

Daftar Isi ..............................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang ..........................................................................................................


2. Rumusan Masalah .....................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

1. Pengertian tb paru......................................................................................................
2. Konsep pencegahan penularan infeksi tb paru...........................................................
3. Pengelolaan farmakologi...........................................................................................
4. Asuhan keperawatan..................................................................................................

BAB III PENUTUP

1. Kesimpulan ...............................................................................................................
2. Daftar Pustaka............................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius yang biasanya menyerang parenkim paru.
Tuberkulosis dapat menyerang organ lain seperti meninges, ginjal, tulang, dan nodus limfe.
Penyebab TB Paru itu adalah mycobacterium Tuberkulosis, bakteri yang tumbuh dengan lambat
dan sensitif terhadap panas dan sinar ultraviolet.
Penyakit TB Paru merupakan penyakit menular yang dapat disembuhkan. Penderita TB
Paru berrisiko tinggi dalam menularkan penyakit ini ke orang lain melalui droplet yang secara
tidak sengaja terhirup oleh orang yang sehat. Biasanya yang rentan menghirup atau yang
terpajan droplet dari penderita adalah mereka yang dekat dengan penderita terutama keluarga
dan petugas pelayanan kesehatan. Menurut Crofton (2002) seorang penderita tuberkulosis
dewasa dapat menularkan pada 10-15 orang. Sekali batuk penderita dapat menghasilkan sekitar
3000 percikan dahak (droplet).
Menurut Long (1996) untuk mencegah penularan infeksi TB Paru adalah dengan
mengobati klien – klien dengan obat Tuberkulosis dan mencegah kontaminasi udara oleh
bakteri. Cara yang paling efektif untuk 3 mencapai keduanya adalah dengan melakukan
penyuluhan terhadap klien maupun keluarga mengenai bagaimana cara memutus rantai
penularan infeksi dengan menutup mulut ketika batuk, bersin atau ketawa secara benar dan
penggunaan masker yang baik. Menurut Sudoyo (2013) perawat diharapkan dapat
menginstruksikan kepada klien dan keluarganya tentang prosedur pencegahan penularan infeksi
dengan membuang tisu basah dengan baik dan mencuci tangan.
Dengan dilakukannya pencegahan penularan infeksi ini diharapkan dapat merubah sikap
penderita dalam mencegah penularan dengan cara menerapkan bagaimana etika batuk yang
baik, penggunaan masker dan lain sebagainya untuk mengendalikan lingkungan udara agar tidak
terkontaminasi oleh bakteri yang terdapat pada dahak penderita. Maka tindakan ini dapat
menekan angka penularan dari seorang penderita kepada orang sehat sehingga angka kejadian
TB Paru bisa pelahan menurun.
B. Rumusan masalah
Bagaimanakah asuhan keperawatan pada TB Paru dengan fokus studi Pencegahan
Penularan Infeksi Pada Klien TB Paru
BAB II
PEMBAHASAN
A. TUBERKULOSIS PARU
1. Pengertian tuberkulosis paru

Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri microbacterium
tuberkulosis yang merupakan salah satu penyakit saluran pernafasan bagian bawah yang sebagian besar
bakteri tuberkulosis masuk kedalam jaringan paru melalui udara dan selanjutnya mengalami proses yang
dikenal sebagai fokus primer dari ghon (Wijaya, 2013).

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang biasanya menyerang parenkim paru, yang disebabkan oleh
bakteri Mycobacterium Tuberkulosis. TB dapat mengenai hampir kesemua bagian tubuh, termasuk
meninges, ginjal, tulang, dan nodus limfe. Infeksi awal biasanya terjadi dalam 2 sampai 10 minggu
setelah ajanan (Smeltzer & Bare, 2015).

Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan Mycobacterium Tuberkulosis yanng hampir seluruh organ
tubuh dapat terserang olehnya, tapi yang paling banyak adalah paru-paru. Tuberkulosis adalah penyakit
infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberkulosis dengan gejala yang sangat bervariasi (Padila,
2013).

Jadi, TB Paru merupakan penyakit infeksi yang biasanya menyerang paru – paru khususnya bagian
parenkim paru. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tuberkulosis yang terhirup oleh
manusia melalui udara. Namun tidak hanya paru – paru, bagian tubuh lainnya juga dapat terserang
penyakit ini seperti meninges, ginjal, tulang dan lain sebagainya. Penyakit ini merupakan penyakit
menular yang dapat disembuhkan dengan pengobatan yang tepat dan teratur.

2. Anatomi fisiologi
Pulmo atau paru adalah organ sistem pernaasan yang berada dalam kantong bentukan pleura parietalis
dan pleura viselaris. Paru-paru sangat lunak, elastis, dan berada pada rongga torak. Paru-paru memiliki
sifat ringan dan mampu terapung dalam air, berwarna biru keabu-abuan dengan bintik. Paru-paru kanan
terdiri dari tiga gelambir (lobus), yaitu : lobus superior, lobus medius, dan lobus inferir. Paru – paru kiri
terdiri dari dua lobus, yaitu : lobus superior dan lobus inferior. Paru-paru diselimuti oleh suatu selaput
paru-paru yang disebut pleura. Pleura terdiri dari atas dua lapisan, yaitu: lapisan permukaan (parietalis),
yakni lapisan yang langsung berhubungan dengan paru-paru dan memisahkan lobus dengan paru – paru.
Lapisan daam pleura (viseralis), yakni pleura yang berhubungan dengan fasia endotorasika, yaitu
permukaan dalam dari dinding toraks.

3. Etiologi
Penyebab tuberkulosis adalah Mycobacterium Tuberkulosis, sejenis kuman berbentuk batang dengan
ukuran panjang 1-4/um dan tebal 0,3- 0,6/um. Sebagian besar dinding kuman terdiri atas asam lemak
(lipid), kemudian peptidoglikan dan arabinomannan. Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan
terhadap asam (asam alkohol) sehingga disebut bakteri tahan asam (BTA). Kuman dapat tahan hidup
pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini
terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali
dan menjadikan penyakit tuberkulosis menjadi aktif lagi. Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini
menunjukan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini
tekanan oksigen pada bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberculosis (Setiati,
2014).
4. Cara Transmisi Bakteri Tuberkulosis
Penyakit infeksi ini ditularkan melalui udara yang disebut sebagai Air Borne Disease. Cara pencegahan
penularan penyakit ini antara lain adalah dengan memakai masker, menjauhi kontak intim dengan
penderita serta mengobati penderita penyakit TBC dengan sputum BTA (+) (Darmadi, 2008).
5. Patofisiologi
Ketika seorang penderita TB Paru batuk, bersin, atau berbicara, maka secara tidak sengaja percikan
dahak yang mengandung kuman atau bakteri jatuh ke tanah, lantai, atau tempat lainnya. Akibat terkena
sinar matahari atau suhu udara yang panas, percikan dahak tadi menguap ke udara. Dengan pergerakan
angin akan membuat bakteri tuberkulosis yang terkandung dalam dahak tadi terbang ke udara. Apabila
bakteri ini terhirup oleh orang sehat maka orang itu berrisiko terkena infeksi bakteri tuberkulosis
(Muttaqin, 2008). Kuman yang bersarang di jaringan paru akan berbentuk sarang tuberkulosis
pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau afek primer atau sarang (fokus) Ghon. Sarang primer ini
dapat terjadi di setiap bagian jaringan paru. Bila menjalar sampai ke pleura, maka terjadilah efusi pleura.
Bakteri yang masuk ke paru – paru dapat bertahan hidup dan menyebar ke limfe serta aliran darah
sehingga dapat 10 menyebabkan seluruh organ seperti paru, otak, ginjal, tulang terinfeksi oleh bakteri
ini. Sistem imun tubuh berespon dengan melakukan reaksi inflamasi. Fagosit (neutrofil dan makrofag)
menelan banyak bakteri; limfosit spesifik-tuberkulosis melisis (menghancurkan) basil dan jaringan
normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan penumpukan eksudat dalam alveoli, menyebabkan
bronkopneumonia. Infeksi awal biasanya terjadi 2 sampai 10 minggu setelah pemajanan. Infeksi primer
mungkin hanya berukuran mikroskopis dan karenanya tidak tampak pada foto rongten. Tempat infeksi
primer dapat mengalami proses degenerasi nekrotik (perkejuan) tetapi bisa saja tidak, yang
menyebabkan pembentukan rongga yang terisi oleh massa basil tuberkel seperti keju, sel-sel darah
putih yang mati, dan jaringan paru nekrotik. Pada waktunya, material ini mencair dan dapat mengalir ke
dalam percabangan trakeobronkial dan di batukkan. Produksi sputum merupakan gejala yang tidak khas
pada banyak penyakit paru. Umumnya, sputum merupakan produk peradangan atau infeksi saluran
pernapasan, namun dapat juga berasal dari alveolus. Akibat sekresi mukus yang berlebihan meliputi
batuk, sumbatan saluran pernapasan dan obstruksi saluran pernapasan. Saluran perapasan mempunyai
beberapa alat untuk mengekspresikan ketidaksenangannya atau iritasinya. Saluran pernapasan dan
parenkim paru mempunyai beberapa reseptor, tetapi batuk merupakan respon utama paru terhadap
rangsangan bahaya. Reseptor iritan di seluruh saluran pernapasan dapat memicu batuk sebagai suatu
usaha untuk membersihkan materimateri bahaya. Jenis batuk pembersih tenggorokan lebih sering
berkaitan dengan iritasi saluran pernapasan atas. Adanya sputum menunjukan adanya infeksi,
peradangan saluran pernapasan. Dahak manusia merupakan sumber infeksi yang paling penting. Saat
penderita batuk, bersin maupun berbicara maka akan terjadi percikan dahak yang sangat kecil yang
mengandung kuman atau bakteri TB yang melayang-layang diudara. Sehingga dengan mudah akan
terhirup oleh manusia yang sehat dan menyebabkan orang sehat tersebut tertular penyakit TB Paru
karena ketidaktahuannya dalam mencegah penularan.
6. woc tuberculosis paru
7. Klasifikasi

Pada tahun 1974 American thoracic society memberikan klasifikasi baru yang diambil berdasarkan aspek
kesehatan masyarakat.
a) Kategori 0 : tidak pernah terpajan, dan tidak terinfeksi, riwayat kontak negatif, tes tuberkulin negatif. 13
b) Kategori I : terpajan tuberkulosis, tapi tidak terbukti ada infeksi. Di sini riwayat kontak positif, tes
tuberkulin negatif.
c) Kategori II : terinfeksi tuberkulosis, tetapi tidak sakit. Tes tuberkulin positif, radiologis dan sputum
negatif.
d) Kategori III : terinfeksi tuberkulosis dan sakit (Setiati, 2014).
Menurut WHO (Muttaqin,2008), Kategori didasarkan pada urutan kebutuhan pengobatan dalam
program sehingga di bagi menjadi 4 kategori :
a) Kategori I : sputum positif dan penderita dalam keaadaan berat seperti meningitis, TB miller,
perikarditis, peritonitis, pleuritis masif atau bilateral, spondiolitis dengan gangguan neurologis; dan
penderita dengan sputum negatif tetapi kelainan parunya luas, TB usus, TB saluran perkemihan dan
sebagainya.
b) Kategori II : kasus kambuh atau gagal dengan sputum tetap positif
c) Kategori III : sputum negatif tapi kelainan paru tidak luas dan kasus TB di luar paru selain yang dissebut
dalam kategori I.
d) Kategori IV : tuberkulosis kronis
Menurut Nilas Warlem & Irvan Medison (2014), mengklasifikasikan TB menjadi :
a. Tuberkulosis paru, merupakan Tuberkulosis yang menyerang jaringan di paru – paru dan tidak
termasuk pleura.
b. Berdasarakan type klien, ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya.
1) Kasus baru : klien yang belum pernah mendapatkan OAT (obat anti tuberkulosis) atau klien
yang pernah mendapatkan OAT (obat anti tuberkulosis) namun tidak lebih dari satu bulan.
2) Kasus kambuh : klien yang sebelumnya sudah mendapatkan pengobatan OAT dan
dinyatakan sudah sembuh atau pengobatannya sudah lengkap, kemudian kembali berobat
karena hasil pemeriksaan menunjukan BTA positif dan biakan positif.
3) Kasus defaulted atau drop out Klien yang telah berobat selama satu bulan namun tidak
mengambil pengobatan yang ke 2, sebelum masa pengobatannya selesai.
4) Kasus gagal : klien dengan BTA positif yang masih tetap positif atau kembali positif pada
bulan ke lima pengobatan.
5) Kasus kronis : klien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah pengobatan ulang
dwngan kategori pengobatan kategori dua dengan pengawasan yang baik.
6) Kasus bekas TB : ada gejala sisa akibat kelainan paru dengan pemeriksaan BTA negatif,
sudah tidak ada lesi pada pemeriksaan radiologik dan adanya riwayat pengobatan OAT yang
baik.
c. Tuberkulosis ekstraparu : merupakan Tuberkulosis yang menyerang selain paru, seperti pleura
kelenjar getah bening, selaput otak, tulang, ginjal dan lain sebagainya.
8. Gejala – gejala Klinik

Keluhan yang timbul pada penderita TB Paru bermacam-macam pada setiap orang. Namun menurut
Setiati (2014) yang sering timbul adalah gejala sebagai berikut :

a. Demam : biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang panas


badan dapat mencapai 40 - 410C. Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar,
tetapi kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya hilang timbulnya demam
influenza ini, sehingga klien merasa tidak pernah terbebas dari serangan demam
influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh klien dan berat
ringannya infeksi kuman tuberkulosis yang masuk.
b. Batuk/batuk berdarah : gejala ini banyak di temukan. Batuk terjadi karena adanya iritasi
pada bronkus. Batuk ini di perlukan untuk membuang produk – produk radang keluar.
Karena terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sama, mungkin saja batuk baru
ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah berminggu –
minggu atau berbulan – bulan peradanngan bermula. Sifat batuk bermula dari batuk
kering (non-produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi
produktif(menghasilkan sputum). Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah
karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada
tuberkulosis terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.
c. Sesak napas : pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak napas.
Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah
meliputi setengah bagian paru-paru.
d. Nyeri dada : gejala ini agak jarang yang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi
radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua
pleura sewaktu klien mmenarik / melepaskan napasnya.
e. Malaise : penyakit tuberkulosi bersifat radamg yang menahun. Gejala malaise sering
ditemukan berupa anoreksia tidak nafsu makan, badan makin kurus (berat badan
turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam dll. Gejala malaise ini makin
lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur.
9. Komplikasi Apabila TB Paru
tidak ditangani dengan benar maka akan menimbulkan komplikasi. Ada dua komplikasi, yaitu
komplikasi dini dan komplikasi lanjut :
a. Komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, empisema, laringitis, usus, poncet’s orthropathy
b. Komplikasi lanjut : obstruksi jalan napas -> SOPT (sindrom obstruksi pasca tuberkulosis ),
kerusakan parenkim berat -> fibrosis paru, kor pulmonal, amiloidosis, karsinoma paru,
sindrom gagal napas dewasa (ARDS), sering terjadi pada TB milier dan kavitas TB.
10. Pemeriksaan Penunjang Menurut Mansjoer, dkk (1999: 437)
pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada klien dengan Tuberkulosis paru, yaitu :
a. Laboratorium darah rutin : LED normal / meningkat, limfositosis.
b. Pemeriksaan sputum BTA : hanya 30 – 70 % klien yang dapat didiagnosa dengan
pemeriksaan ini.
c. Tes PAP (Peroksidase Anti Peroksidase) : uji serologi imunoperoksidase memakai
alat histogen staining untuk menentukan adanya igG spesifik terhadap basil TB.
d. Tes Mantoux / Tuberkulin : suatu cara untuk mendiagnosis TBC.
e. Tehnik Polymerase Chain Reaction : deteksi DNA kuman secra spesifik melalu
amplifikasi dalam meskipun hanya satu mikroorganisme dalam spesimen juga dapat
mendeteksi adanya resistensi.
f. Becton Dickinson diagnostic instrumen sistem (BACTEC): deteksi growth indeks
berdasarkan CO2 yang dihasilkan dari metabolisme asam lemak oleh
mikrobakterium Tuberkulosis.
g. MYCODOT : deteksi antibody memakai antigen liporabinomannan yang direkatkan
pada suatu alat berbentuk seperti sisir plastic, kemudian di celupkan dalam jumlah
memadai memakai warna sisir akan berubah.
h. Pemeriksaan Radiology : rontgen thorax PA dan lateral, gambaran foto thorax yang
menunjang diagnosis TB, yaitu :
1) Bayangan lesi terletak di lapangan paru atas atau segment apikal lobus bawah.
2) Bayangan berwarna (patchy) atau bercak (nodular).
3) Adanya kavitas, tunggal atau ganda.
4) Kelainan bilateral terutama dilapangan atas paru.
5) Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian.
6) Bayangan millie (Nurarif, 2015).
11. Konsep Pencegahan Penularan Infeksi pada TB Paru
1. Pencegahan Penularan Infeksi
Penyakit infeksi merupakan penyakit yang berasal dari manusia yang terinfeksi oleh agen
penyakit dan menularkan kepada manusia yang sehat.
Penyakit menular atau communicable disease merupakan penyakit infeksi dimana agen
penyakitnya dapat ditularkan dari satu orang ke orang yang lain terjadi secar langsung atau
tidak langsung melalui berbagai media (Chandra, 2012).
Upaya pencegahan penularan penyakit adalah hal yang paling utama. Upaya yang dilakukan
adalah upaya memutus rantai penularan. Untuk memutus rantai penularan yaitu dengan cara
mengenal dan mengetahui sumber penularan serta mekanisme penularan. Menurut Darmadi
(2008) Cara memutuskan rantai penularan dengan memperhatikan tiga unsur dari rantai
penularan, yaitu :
a. Sumber penularan : mengeliminasi, membuang, menjauhkan atau memasang barier.
b. Mekanisme transmisi :mengenal cara penularan, media perantara,dan agen
antimikrobal.
c. Penjamu/ calon penderita: memperpendek waktu pemaparan, memasang barier/isolasi.
2. Sumber penularan infeksi kuman TBC
Sumber penularan infeksi kuman TBC adalah dahak penderita TBC yang di buang atau di
ludahkan secara sembarangan di sekitar kita dan juga susu sapi yang mengandung kuman
TBC. Dahak yang di buang atau diludahkan secara sembarangan akan menjadi kering oleh
sinar matahari dan dapat terbang tertiup angin dan terhirup oleh orang yang sehat
Riwayat penyakit TB paru
a. Agen penyakit : Mycobacterium Tuberkulosis
b. Habitat perkembangan kuman : Pada manusia dan sapi
c. Faktor host/manusia :
1) Umur : biasanya umur menjadi penyebab perbedaan jenis penyakit. Manusia yang memiliki
risiko tinggi mengalami TB paru ialah mereka yang berusia kurang dari 3 tahun, remaja serta
dewasa muda.
2) Seks : frekuensi dan jenis penyakit pada laki – laki lebih banyak dibandingkan dengan wanita.
3) Ras : hubungan antara ras dan penyakit tergantung pada tradisi , adat istiadat dan
perkembangan kebudayaan, selain itu juga ada penyakit yang hanya dijumpai pada daerah itu.
4) Genetik : ada beberapa penyakit yang diturunkan oleh generasi sebelumnya.
5) Pekerjaan : status pekerjaan mempunyai hubungan erat dengan jenis penyakit akibat pekerjaan,
seperti keracunan, kecelakaan kerja, silikosis dan lainnya.
6) Status nutrisi : gizi yang buruk juga akan mempengaruhi kesehatan seseorang yaitu dapat
mempermudah seseorang dapat menderita TBC.
7) Status kekebalan : reaksi tubuh terhadap infeksi sangat tergantung pada kekebalan tubuh yang
dimiliki.
8) Adat istiadat : ada beberapa adat istiadat yang menimbulkan penyakit, seperti kebiasan
memakan ikan mentah yangg dapat menyebabkan penyakit cacing hati.
9) Gaya hidup : kebiasaan dan gaya hidup yang buruk seperti minum minuman yang beralkohol,
narkoba dan merokok dapat menimbulkan gangguan kesehatan.
10) Psikis : faktor kejiwaan seperti emosional, stress, dapat menyebabkan terjadinya penyakit
hipertensi, depresi, insomnia dan lainya.
d. Periode masa penularan : sepanjang masih adanya sputum yang mengandung bakteri TBC (BTA
+)
e. Faktor lingkungan : Terdapat 3 faktor lingkungan menurut Chandra (2012), yaitu :
1) Lingkungan fisik : berupa benda mati seperti air, udara, tanah, cuaca, makanan, rumah, panas,
sinar, radiasi dan lainnya. Lingkungan fisik akan selalu berinteraksi dengan manusia sehingga
memegang peranan yang kuat dalam terjadinya penularan penyakit pada masyarakat.
2) Lingkungan biologis : berupa benda hidup seperti manusia tumbuh-tumbuhan, hewan,
virus,bakteri, jamur, parasit, serangga dan lain-lainnya yang dapat berfungsi sebagai agen
penyakit.
3) Lingkungan sosial : berupa kultur, kebudayaan , kebiasaan, kepercayaan dan lain sebagainya

Pencegahan Penularan Penyakit TB Paru

di Rumah Sakit Penderita – penderita penyakit infeksi yang berpotensi menular, sangat membutuhkan
asuhan keperawatan secara khusus. Seperti, dibutuhkannya ruangan atau kamar khusus bagi penderita
melalui isolasi dengan tujuan :

a) Mencegah penyebaran bakteri yang bersumber dari penderita TB Paru dengan cara :
1) Isolasi : upaya di lakukannya isolasi bertujuan untuk mencegah penyebaran bakteri
Tuberkulosis dan juga melindungi orang lain dari kemungkinan penularan infeksi tersebut.
Jenis isolasi untuk penderita Tuberkulosis adalah isolasi penyakit saluran pernafasaan atau
isolasi respirasi. Menurut Darmadi (2008) ruangan isolasi harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut :
1) Lokasi harus jauh dari ruangan perawatan penderita lain.
2) Ventilasi ruangan harus memadai (masuknya sinar matahari dalam ruangan).
3) Pintu harus selalu dalam keadaan tertutup
4) Kebersihan kamar mandi harus selalu dijaga.
5) Prosedur barrier nursing harus benar – benar dijalankan.
6) Barang – barang yang telah digunakan oleh penderita harus dikelola dengan benar.
2) Pembuangan Sputum : kebiasaan meludah di sembarang tempat adalah perbuatan yang
dapat menularkan penyakit Tuberkulosis. Ludah yang mengandung dahak dapat berisi
banyak kuman penyakit termasuk Mycobacterium Tuberculosis, yang apabila dahak tersebut
kering makan akan tertiup angin dan tersebar kemana- mana sehingga dapat terhirup oleh
orang sehat dan menularkan penyakit Tuberkulosis tersebut. Untuk itu sediakanlah tempat
untuk membuang dahak (sputum pot) atau buang dahak di kamar mandi, hendaknya
berikan lisol atau disinfektan lainnya (Irianto, 2004).
3) Batuk yang benar : saat batuk maupun bersin, kuman Tuberkulosis dapat berhamburan
keluar bersamaan dengan percikan dahak. Oleh karena itu pada saat batuk atau bersin
hendaklah menggunakan saputangan / tisu untuk menutup mulut dan hidung agar tidak
menyebarkan kuman – kuman penyakit kepada orang lain atau menggunakan lengan bagian
dalam. Setelah itu cuci saputangan atau bakar tisu dan segeralah untuk mencuci tangan
(Irianto, 2004)
4) Penggunaan Masker : menurut Darmadi (2008) masker perlu digunakan untuk menahan
partikel yang tersebar saat batuk atau bersin maupun berbicara. Masker yang digunakan
harus cukup lebar karena harus menutupi hidung, mulut hingga rahang bawah. Usahakan
pemakaian masker pada posisi yang tepat dengan ikatan tali yang cukup kuat.
b) Melindungi orang lain disekitar klien dari risiko penularan TB Paru Untuk itu petugas
ruangan / bangsal perawatan harus mengenal dan mengetahui cara memutus rantai
penularan dari penyakit TB Paru. Antara lain dengan cara mengamankan atau mengontrol
produk-produk infeksius seperti sputum penderita dan mencegah penularan ke orang lain
dengan barrier nursing.
Barrier Nursing adalah upaya melindungi petugas dari penularan dengan menggunakan
alat perlindungan seperti menggunakan masker dan mencuci tangan sebelum dan sesudah
kontak dengan penderita serta lingkungan penderita TB Paru. Hal tersebut juga berlaku
untuk pengunjung/keluarga. Untuk penderita dapat diberikan penyuluhan atau pendidikan
kesehatan tentang cara berperilaku sehat seperti etika saat batuk, meludah/membuang
sputum dan penggunaan masker (Darmadi, 2008). Selain pencegahan yang dilakukan di atas
perlu dilakukannya pemeliharan ketahanan terhadap infeksi dengan cara :
1) Makan dengan diet yang seimbang, diit yang diperlukan adalah diet TKTP (Tinggi
Kalori Tinggi Protein), dikenal juga dengan diit ETPT (Energi Tinggi Protein Tinggi)
yaitu diit yang mengandung energi dan protein di atas kebutuhan normal. Diit di
berikan dalam bentuk makanan biasa ditambah dengan bahan makanan sumber
protein tinggi seperti susu, telur, dan daging, atau dalam bentuk minuman enteral.
2) Cukup tidur dan istirahat.
3) Menghindari keramaian pada saat timbulnya gejala – gejala infeksi.
4) Melakukan imunisasi yang telah di sediakan di pelayanan kesehatan.
c) Pengelolaan

1. Pengelolaan Farmakologis

Untuk program nasional pemberantasan TB Paru, WHO menganjurkan panduan obat sesuai dengan
kategori penyakit. Kategori didasarkan pada urutan kebutuhan pengobatan dalam program. Untuk itu,
penderita dibagi dalam empat kategori sebagai berikut :

a. Kategori I : kasus baru dengan sputum positif dengan meningitis, TB Miller, perikarditis,
peritonitis, pleuritis masif atau bilateral, spondiolitis dengan gangguan neurologis dan penderita
dengan sputum negatif tetapi kelainan parunya luas, TB usus, TB saluran perkemihan dan
sebagainya. Menggunakan fase 2 HRZS(E) setiap hari selama 2 bulan , bila sputum negatif maka
diberikan fase lanjutan, namun jika sputum tetap positif maka fase intensif diperpanjang
menjadi 2-4 minggu lagi. Kemudian dilanjutkan fase lanjutan yaitu 4 HR atau 4 H3R3. sebagai
panduan alternatif pada fase lanjutan ialah 6 HE.
b. Kategori II : kasus kambuh atau gagal dengan sputum tetap positif. Fase intensif dalam bentuk
2HRZES-1 HRZE, bila sputum negatif dilanjutkan ke fase lanjutan, jika selama 3 bulan sputum
masih positif maka pengobatan diperpanjan 1 bulan, namun apabila setelah 4 bulan sputum
masih positif maka pengobatan di hentikan 2-3 hari dan dilakukan pemeriksaan biakan dan uji
resistensi kemudian dilanjutkan fase lanjutan.
c. Kategori III : sputum negatif namun kelainan paru tidak luas dan kasus TB di luar paru.
Pengobatan yang diberikan adalah 2 HRZ/6 HE, 2 HRZ/4 HR, 2 HRZ/4 H3R3
d. Kategori IV : penderita TB kronis. Untuk negara maju atau pengobatan secara individu, dapat
dicoba dengan pemberian obat Quinolon, Ethioamide, Sikloserin, Amikasin, Kanamisin dan
sebagainya.

Dasar pemberian obat yang direkomendasikan oleh WHO sebagaimana yang tertulis pada tabel di
bawah ini.

3. Obat Anti-Tuberkulosis

Obat anti – TB aksi potensi rekomendasi dosis


Esensial (mg/kgBB)
Per perminggu
hari 3x 2x

Isoniazid (INH) Bakterisidal Tinggi 5 10 15


Rifampisin (R) Bakterisidal Tinggi 10 10 10

Pirazinamid (Z) Bakterisidal Rendah 25 35 50


Streptomisin (S) Bakterisidal 15 15 15
Streptomisin (S) bakteriostatik Rendah 15 30 45

3. Pengelolaan Non-Farmakologis
Pengelolaan Non- Farmakologi dilakukan dengan cara melakukan pendidikan penderita dan peran
serta keluarga. Banyak penderita TB Paru 27 yang mengalami kegagalan dalam pengobatannya, ini
dikarenakan kasus putus obat yang sering terjadi. Hal ini di picu oleh beberapa sebab antaranya,
kurangnya penjelasan dari dokter seberapa pentingnya berobat secara teratur dalam jangka waktu
tertentu, kurangnya kesadaran klien sendiri, biaya pengobatan yang mahal, masalah masalah sosial
dan budaya juga berpengaruh.
Cara paling efektif yang di gunakan untuk mencegah penularan adalah dengan penyuluhan kepada
klien mengenai bagaimana cara mengurangi risiko penularan yaitu dengan menutup hidung dan
mulut ketika batuk atau bersin sehingga inti droplet tidak menyebar di udara (Long, 1996 ).
Perawat juga harus menginstruksikan kepada klien dan keluarganya tentang prosedur pencegahan
penularan infeksi dengan membuang tisu basah dengan baik dan mencuci tangan (Sudoyo, 2013).
Penggunaan masker juga dianjurkan untuk menahan keluarnya percikan dahak yang keluar saat
berbicara, batuk maupun bersin.
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Asuhan keperawatan pada TB Paru dengan fokus studi pencegahan penularan infeksi pada TB
Paru adalah serangkaian proses keperawatan untuk mencegah penularan infeksi pada TB Paru
dengan penyuluhan kepada klien mengenai bagaimana cara mengurangi risiko penularan. Cara
memutuskan rantai penularan dengan memperhatikan tiga unsur dari rantai penularan, yaitu
Sumber penularan, Mekanisme transmisi, Penjamu/ calon penderita. Tujuannya untuk
mencegah, mendiagnosa dini, penanganan yang segera, dan pemberian informasi.
DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, Sunita. 2004. Penuntun Diet. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama

Andarmoyo, Sulistyo. (2012). Kebutuhan Dasar Manusia (Oksigenasi). Yogyakarta :


Graha Ilmu

Asih, Nilu Geder Yasmin & Christantie Effendy. (2004). Keperawatan Medikal Bedah
Klien dengan Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta : EGC

Bulechek, Gloria M, dkk. (2013). Nursing Interventions Classification (NIC). Indonesia


Elsevier

Chandra, Budiman. (2013). Kontrol Penyakit Menular pada Manusia. Jakarta : EGC

Crofton, John, dkk. (2002). Tuberkulosis Klinis. Jakarta : Widya Medika Darmadi. (2008).
Infeksi Nosokomial. Jakarta : Salemba Medika

Fitriana, Mutiara Ayu Rahma, dkk. (2013). Gambaran Perilaku Pencegahan Penularan
TB Paru pada Penderita TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas

Mayong II Kabupaten Jepara (online), http://perpusnwu.web.id/karyailmiah

Herdman, T. Heather & Shigemi Kamitsuru. (2016). Diagnosis Keperawatan Definisi &
Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10. Jakarta : EGC

Irianto, Kus & Kusno Waluyo. 2004. Gizi dan Pola Hidup Sehat. Bandung : Yrama Widya

Kirnanoro & Maryana. (2017). Anatomi Fisiologi. Yogyakarta : Pustaka Baru Press

Anda mungkin juga menyukai