Isolasi TB
Isolasi TB
“ISOLASI TB”
Disusun untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Keselamatan Pasien & K3 dalam Keperawatan
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 3
ADITYA A. RAMADHAN MELINDA ESTUNING PUTRI
CLARA M.M. MARAKUPAN RUT FRANSISKA WAY
DEBORA P.R. PANJAITAN SIPORA S. SURUMI
GIZAND R. DODOP WAHYUS HISAGE
INDAH SETIAWATI YULIKSON D. DONDI
MATEPENUS MABEL YUNALFIN MERASI
YUSTA YOHAME
JURUSAN KEPERAWATAN
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan
karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Isolasi
TB” ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Makalah ini guna untuk
memenuhi Tugas Mata Kuliah “Keselamatan Pasien & K3 dalam Keperawatan ”. Semoga
makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi
pembaca.
Terima kasih kami ucapkan kepada ibu dosen. Lamria Situmeang, S.Kep., Ns.,
M.Kep sebagai Dosen Pengampu Mata Kuliah Keselamatan Pasien & K3 dalam
Keperawatan, yang telah memberikan kami kesempatan dalam mengerjakan makalah ini.
Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman kelompok yang telah memberikan
dukungan dalam bentuk bertukar pikiran atau materi dalam pembuatan makalah ini, sehingga
termotivasi dalam menyelesaikan tugas ini dengan tepat waktu.
Harapan kami semoga makalah ini dapat bermanfaat dan dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri
maupun orang lain yang membacanya, terutama mahasiswa Politeknik Kesehatan Kemenkes
Jayapura. Kami menyadari bahwa makalah ini kurang sempurna. Maka dari itu, dengan
kerendahan hati kami mengharapkan kritik dan saran dari ibu dosen Lamria Situmeang,
S.Kep., Ns., M.Kep yang membangun demi perbaikan dan penyempurnaan di masa yang akan
datang. Sekian dari kami, akhir kata kami ucapkan terima kasih.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
A. Definisi ................................................................................................................... 1
B. Etiologi ................................................................................................................... 1
C. Klasifikasi .............................................................................................................. 2
D. Patofisiologi ........................................................................................................... 3
E. Manifestasi Klinis.................................................................................................. 5
F. Komplikasi ............................................................................................................. 6
G. Pemeriksaan Penunjang ....................................................................................... 6
H. Penatalaksanaan ................................................................................................... 8
A. Kesimpulan ............................................................................................................ 15
B. Saran ...................................................................................................................... 15
iii
BAB I
A. Definisi
Tuberkulosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis yang dapat menyerang pada berbagai organ tubuh mulai dari paru dan
organ di luar paruseperti kulit, tulang, persendian, selaput otak, usus serta ginjal yang
sering disebut dengan ekstrapulmonal TBC (Chandra, 2012).
Tuberculosis paru adalah suatu penyakit menular langsung yang disebabkan
oleh kuman TB Mycrobacterium Tuberculosis. Sebagian bersar kuman tuberculosis
menyerang paru tetapi juga dapat menyerang organ tubuh lainnya (Depkes, 2008).
Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksius yang menyerang paru-paru
yang secara khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosis
jaringan. Penyakit ini bersifat menahun dan dapat menular dari penderita kepada orang
lain (Santa, dkk, 2009).
B. Etiologi
Penyebab tuberkulosis adalah Myobacterium tuberculosae, sejenis kuman
berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/Um dan tebal 0,3-0,6/Um. Tergolong
dalam kuman Myobacterium tuberculosae complex adalah :
1. M. Tuberculosae
2. Varian Asian
3. Varian African I
4. Varian African II
5. M. bovis.
Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah yang
membuat kuman lebih tahan terhadap asam (asam alkohol) sehingga disebut bakteri
tahan asam (BTA) dan ia juga lebih tahan thadap gangguan kimia dan fisis. Kuman
dapat tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan
bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman bersifat dormant, tertidur
lama selama bertahun-tahun dan dapat bangkit kembali menjadikan tuberkulosis aktif
lagi. Di dalam jaringan, kuman hidup sebagai parasit Intraselular yakni dalam
sitoplasma makrofag. Makrofag yang semula memfagositasi malah kemudian
disenanginya karena banyak mengandung lipid (Asril Bahar, 2001).
Cara penularan TB (Depkes, 2006)
- Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.
- Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk
percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000
percikan dahak.
- Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam
waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar
1
matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama
beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab.
- Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan
dari parunya. Makin tinggi derajat kepos fan hasil pemeriksaan dahak, makin
menular pasien tersebut.
- Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh
konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.
C. Klasifikasi
Menurut Depkes (2006), klasifikasi penyakit TB dan tipe pasien digolongkan:
1. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:
a. Tuberkulosis paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang
jaringan (parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar
pada hilus.
b. Tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain
paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar
lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan
lain-lain.
2. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada TB Paru:
a. Tuberkulosis paru BTA positif.
✓ Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
✓ 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
menunjukkan gambaran tuberkulosis.
✓ 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif.
✓ 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS
pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada
perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
b. Tuberkulosis paru BTA negatif
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif.
Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:
✓ Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif
✓ Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.
✓ Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
✓ Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.
3. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit
- TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan
penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto
toraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas (misalnya proses
"far advanced"), dan atau keadaan umum pasien buruk.
- TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu:
• TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa
unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.
2
• TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis, peritonitis,
pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran
kemih dan alat kelamin.
4. Tipe Pasien
Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa
tipe pasien yaitu:
• Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
• Kasus kambuh (Relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberculosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis
kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).
• Kasus setelah putus berobat (Default)
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan
BTA positif.
• Kasus setelah gagal (failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali
menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
• Kasus Pindahan (Transfer In)
Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk
melanjutkan pengobatannya.
• Kasus lain:
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok
ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA
positif setelah selesai pengobatan ulangan.
D. Patofisiologi
Penularan tuberculosis paru terjadi karena kuman dibersinkan atau dibatukkan
keluar menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam
udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi
yang buruk dan kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan
selama berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang
sehat akan menempel pada jalan nafas atau paru-paru. Partikel mikromilimeter. dapat
masuk ke alveolar bila ukurannya kurang dari 5 mikromilimeter.
Tuberculosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas perantara
sel. Sel efektornya adalah makrofag sedangkan limfosit (biasanya sel T) adalah
imunoresponsifnya. Tipe imunitas seperti ini basanya lokal, melibatkan makrofag yang
diaktifkan ditempat infeksi oleh limposit dan limfokinnya. Raspon ini desebut sebagai
reaksi hipersensitifitas (lambat).
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi sebagai
unit yang terdiri dari 1-3 basil. Gumpalan basil yang besar cendrung tertahan dihidung
dan cabang bronkus dan tidak menyebabkan penyakit ( Dannenberg,1981). Setelah
3
berada diruang alveolus biasanya dibagian bawah lobus atas paru-paru atau dibagian
atas lobus bawah, basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit
polimorfonuklear tampak didaerah tersebut dan memfagosit bakteria namun tidak
membunuh organisme ini. Sesudah hari-hari pertama leukosit akan digantikan oleh
makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala
pneumonia akut. Pneumonia seluler akan sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak
ada sisa atau proses akan berjalan terus dan bakteri akan terus difagosit atau
berkembang biak didalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju
kelenjar getah bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih
panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid yang
dikelilingi oleh limposit. Reaksi ini butuh waktu 10-20 hari.
Nekrosis pada bagian sentral menimbulkan gambangan seperti keju yang biasa
disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang terjadi nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi
disekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblast menimbulkan respon yang
berbeda.Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa membentuk jaringan parut yang
akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel.
Lesi primer paru dinamakn fokus ghon dan gabungan terserangnya kelenjar
getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks ghon. Respon lain yang
dapat terjadi didaerah nekrosis adalah pencairan dimana bahan cair lepas kedalam
bronkus dan menimbulkan kavitas. Materi tuberkel yang dilepaskan dari dinding
kavitas akan masuk kedalan percabangan trakeobronkhial. Proses ini dapat terulang lagi
kebagian paru lain atau terbawa kebagian laring, telinga tengah atau usus.
Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan
meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen brokus dapat
menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapt dekat dengan perbatasan
bronkus rom rongga. Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir
melalui saluran penghubung sehingga kavitas penuh dengan bahan perkejuan dan lesi
mirip dengan lesi kapsul yang terlepas. Keadaan ini dapat dengan tanpa gejala dalam
waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan brokus sehingga menjadi
peradangan aktif.
Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah.
Organisme yang lolos dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah dalam
jumlah kecil, kadang dapat menimbulkan lesi pada oragan lain. Jenis penyeban ini
disebut limfohematogen yang biasabya sembuh sendiri. Penyebaran hematogen
biasanya merupakan fenomena akut yang dapat menyebabkan tuberkulosis milier. Ini
terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme
yang masuk kedalam sistem vaskuler dan tersebar keorgan-organ lainnya.
4
Pathway
E. Manifestasi Klinis
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau
lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk
darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise,
berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan
(Depkes, 2006).
Keluhan yang dirasakan pasien tuberkulosis dapat bermacam-macam atau
malah banyak pasien ditemikan Tb paru tanpa keluhan sama sekali dalam pemeriksaan
kesehatan. Gejala tambahan yang sering dijumpai (Asril Bahar. 2001):
1. Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang dapat
mencapai 40-41°C. Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar, tetapi
kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya sehingga pasien merasa tidak
pernah terbebas dari demam influenza ini.
5
2. Batuk/Batuk Darah
Terjadi karena iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-
produk radang keluar. Keterlibatan bronkus pada tiap penyakit tidaklah sama, maka
mungkin saja batuk baru ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru
yakni setelah berminggu-minggu atau berbulan-bulan peradangan bermula.
Keadaan yang adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang
pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberkulosis terjadi pada kavitas, tetapi dapat
juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.
3. Sesak Napas
Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak napas. Sesak napas
akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi
setengah bagian paru-paru.
4. Nyeri Dada
Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah
sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura
sewaktu pasien menarik/melepaskan napasnya.
5. Malaise
Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering
ditemukan berupa anoreksia (tidak ada nafsu makan), badan makin kurus (berat
badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, dan keringat pada malam hari tanpa
aktivitas. Gejala malaise ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul
secara tidak teratur.
F. Komplikasi
Komplikasi pada penderita tuberkulosis stadium lanjut (Depkes RI, 2005) :
1. Hemoptosis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat mengakibatkan
kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas.
2. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial.
3. Bronkiektasis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan
ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
4. Pneumotorak (adanya udara di dalam rongga pleura) spontan: kolaps spontan
karena kerusakan jaringan paru.
5. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, ginjal dan sebagainya.
6. Insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency)
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Sputum
Pemeriksaan sputum ini penting karena dengan ditemukannya kuman BTA
pada sputumseseorang sudah dapat didiagnosa tuberkulosis paru. Pemeriksaan
sputum juga dapatmengevaluasi pengobatan yang sudah diberikan.
Pemeriksaan ini mudah dan murah, tapi kadang-kadang sulit untuk
mendapatkan sampelsputum. Apabila ditemui kesulitan dalam mendapatkan
sampel maka dapat dilakukan hal sebagai berikut:
6
1) Pada pemeriksaan sputum pasien dianjurkan minum air sebanyak +2liter dan
dianjurkanmelakukan reflex batuk.
2) Memberi tambahan obat-obat mukolitik eks-pektoran atau dengan inhalasi
larutan garamhipertonik selama 20-30 menit. (Zulkifli Amin dan Asril Bahar,
2009) Sputum yang diperiksa terdiri dari 3 spesimen, yaitu :
a. Dahak setempat pertama ketika pasien dating
b. Dahak pagi hari berisi semua dahak yang terkumpul selama 1-2 jam pertama
c. Dahak setempat kedua ketika pasien kembali membawa dahak pagi hari
7
Apabila fasilitas memnungkinkan maka dapat dilakukan pemeriksaan
biakan. Bila 3 spesimen dahak hasilnya negative, diberikan antibiotic
spectrum luas (missal: contrimocsasolatau amoksisilin) Selama 1-2 minggu,
bila tidak ada perubahan, namun gejala klinis tetapmencurigakan
tuberkulosis paru, ulangi pemeriksaan dahak SPS.
H. Penatalaksanaan
• Penatalaksanaan keperawatan diantaranya dapat dilakukan dengan cara:
a. Promotif
1. Penyuluhan kepada masyarakat apa itu TBC
2. Pemberitahuan baik melalui spanduk/iklan tentang bahaya TBC, cara
penularan, cara pencegahan, faktor resiko
3. Mensosialisasiklan BCG di masyarakat.
b. Preventif
1. Vaksinasi BCG
2. Menggunakan isoniazid (INH)
3. Membersihkan lingkungan dari tempat yang kotor dan lembab.
4. Bila ada gejala-gejala TBC segera ke Puskesmas/RS, agar dapat diketahui
secara dini.
• Penatalaksanaan secara medik
Dalam pengobatan TB paru dibagi 2 bagian:
1. Jangka pendek.
Dengan tata cara pengobatan :
Setiap hari dengan jangka waktu 1-3 bulan.
- Streptomisin injeksi 750 mg.
- Pas 10 mg.
- Ethambutol 1000 mg.
- Isoniazid 400 mg.
2. Jangka panjang
Tata cara pengobatan :
Setiap 2 x seminggu, selama 15 18 bulan, tetapi setelah perkembangan
pengobatan ditemukan terapi. Terapi TB paru dapat dilakukan dengan minum
obat saja, obat yang diberikan dengan jenis :
- INH
- Rifampicin.
8
- Ethambutol.
Dengan fase selama 2 x seminggu, dengan lama pengobatan kesembuhan
menjadi 6-9 bulan.
9
BAB II
1. Pengertian
Tuberkulosis (TBC) atau TB adalah penyakit menular akibat infeksi bakteri.
TBC umumnya menyerang paru-paru, tetapi juga dapat menyerang organ tubuh lain,
seperti ginjal, tulang belakang, dan otak.
2. Tujuan askep TB
• Diagnosa dini
• Memberi pengobatan yang efektif
• Pencegahan penularan penyakit TB
• Meningkatkan kualitas hidup klien
3. Ruang lingkup
1) Pengkajian klien
2) Diagnosa
3) Perencanaan keperawatan
4) Implementasi
5) Evaluasi
Konsep Asuhan Keperawatan dalam Upaya Mencegah dan Meminimalkan Hazard dan
Risiko dalam Asuhan Keperawatan:
Contoh kasus :
Pekerja yang berisiko tertular TB tidak hanya tenaga kesehatan profesional tetapi setiap
staf termasuk yang bukan tenaga kesehatan tetapi kontak dengan pasien TB yang belum
terdiagnosis TB atau yang baru memulai pengobatan. (Malawi, 2008;O'Donnel MR, et al.,
2010)
Berdasarkan lokasi kerja, rumah sakit dan tempat pelayanan kesehatan lainnya
termasuk Puskesmas merupakan tempt berisiko terpajan kuman TB. Di rumah sakit, lokasi
yang berisiko lebih tinggi adalah dorplet pasien TB, fasilitas rawat inap TB, laboratorium, rang
penyakit dalam, dan gawat darurat. (Joshi R, et al., 2006)
10
Hazard/Risiko yang terdapat pada kasus tersebut adalah :
1) Terpapar dorplet pasien TB
2) Fasilitas rawat inap
3) Ruang penyakit dalam
4) Terinfeksi TB melalui alat Laboratorium
A. Pengkajian
Pengkajian keperawatan untuk pasien dan petugas kesehatan yang terlibat dalam
penanganan TB perlu memperhatikan aspek-aspek berikut terkait hazard dan Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (K3):
1. Cuci tangan : di lakukan sebelum bertemu dan sesudah bertemu klien. Untuk
mengurangi risiko terpapar bakteri TB
2. Penggunaan perlengkapan pelindung (APD): memastikan penggunaan perlengkapan
pelindung yang tepat seperti masker N95,sarung tangan, dan pakaian pelindung untuk
mengurangi risiko paparan terhadap bakteri TB
3. Kepatuhan dan Pengetahuan: Mengevaluasi tingkat kepatuhan petugas kesehatan
terhadap protokol K3 dan pengetahuan mereka tentang langkah-langkah pencegahan
infeksi TB.
1) Identitas Pasien: Nama, usia, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, status pernikahan
2) Pengumpulan Riwayat Medis: Meliputi riwayat penyakit pasien, riwayat TB
sebelumnya (jika ada), riwayat pengobatan TB atau obat anti-TB yang telah
digunakan sebelumnya, riwayat paparan TB, dan riwayat kesehatan lainnya yang
relevan.
3) Pemeriksaan Fisik: Melakukan pemeriksaan fisik secara menyeluruh untuk
menilai gejala TB, seperti batuk persisten, demam, penurunan berat badan, dan
pembesaran kelenjar getah bening.
4) Evaluasi Gejala TB: Menilai keparahan gejala TB yang dialami pasien, termasuk
frekuensi dan intensitas batuk, keberadaan darah dalam dahak, demam, keringat
malam, penurunan berat badan, dan kelemahan umum.
5) Pengkajian Fungsi Pernapasan: Menilai fungsi pernapasan pasien melalui
pemeriksaan suara napas, penggunaan otot bantu napas, dan gejala gangguan
pernapasan seperti sesak napas atau nyeri dada.
6) Pemeriksaan laboratorium : seperti pemeriksaan sputum
mikroskopis,pemeriksaan darah (IGRA atau mantoux test), dan pemeriksaan
laboratorium umum.
7) Pengkajian Psikososial: Mengidentifikasi faktor-faktor psikososial yang dapat
memengaruhi kesejahteraan pasien, termasuk tingkat kecemasan, stres, dukungan
sosial, dan penyesuaian dengan diagnosis TB.
11
B. Perencanaan keperawatan
Perencanaan keperawatan untuk pasien dan petugas kesehatan yang terlibat
dalam penanganan TB perlu memperhatikan aspek-aspek berikut terkait hazard dan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3):
1) Penilaian Risiko:
• Melakukan evaluasi risiko TB di tempat kerja, termasuk mengidentifikasi
staf yang berpotensi terpapar dan area kerja dengan risiko tinggi, seperti
fasilitas rawat inap TB, laboratorium, dan gawat darurat.
• Mengidentifikasi faktor-faktor yang meningkatkan risiko paparan TB,
seperti ventilasi yang buruk atau kekurangan alat pelindung diri.
2) Pelatihan dan Edukasi:
• Memberikan pelatihan kepada staf tentang pengendalian infeksi dan
langkah-langkah pencegahan TB yang tepat.
• Edukasi tentang penggunaan alat pelindung diri, termasuk masker respirator
N95, sarung tangan, dan pakaian pelindung.
• Mengadakan sesi pelatihan berkala untuk memperbarui pengetahuan staf
tentang TB dan pencegahannya.
12
3) Perlengkapan dan Fasilitas:
• Memastikan ketersediaan alat pelindung diri yang memadai di tempat kerja,
termasuk masker respirator N95, sarung tangan, dan pakaian pelindung
• Memperbaiki atau meningkatkan ventilasi di area kerja yang berpotensi
terpapar TB.
• Menyediakan fasilitas cuci tangan yang memadai di seluruh tempat kerja.
4) Monitoring dan Penilaian:
• Melakukan monitoring secara rutin terhadap kepatuhan staf terhadap
prosedur-prosedur pencegahan TB.
• Mengidentifikasi dan menangani ketidakpatuhan serta masalah keamanan
dan kesehatan kerja terkait TB dengan cepat.
• Melakukan penapisan TB secara rutin pada staf untuk mendeteksi dini kasus
TB dan mencegah penularan lebih lanjut.
5) Komunikasi dan Kolaborasi:
• Membangun komunikasi yang efektif antara manajemen dan staf mengenai
risiko TB dan langkah-langkah pencegahannya.
• Melakukan kolaborasi dengan tim medis untuk memastikan penanganan
yang tepat bagi pasien TB dan mencegah penularan ke staf lainnya.
C. Implementasi
Implementasi keperawatan hazard dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
untuk pasien dan petugas yang terlibat dalam penanganan TB meliputi :
13
6) Kolaborasi Tim: Bekerja sama dengan tim kesehatan lainnya, termasuk dokter,
perawat, ahli gizi, dan konselor, dalam menyediakan perawatan yang holistik
dan terkoordinasi bagi pasien TB.
7) Konseling dan Dukungan: Memberikan dukungan emosional dan konseling
kepada pasien dan keluarga untuk membantu mereka mengatasi stres,
kecemasan, atau depresi terkait dengan diagnosis dan pengobatan TB.
D. Evaluasi
Evaluasi keperawatan hazard dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
terkait TB melibatkan penilaian menyeluruh terhadap implementasi rencana
keperawatan dan langkah-langkah pencegahan risiko. Berikut adalah beberapa aspek
yang dapat dievaluasi untuk pasien dan tenaga kesehatan:
Evaluasi pasien :
➢ Pemantauan Kemajuan Pengobatan: Memantau kemajuan pasien dalam mengikuti
regimen pengobatan TB, termasuk kepatuhan terhadap jadwal pengobatan dan
penggunaan obat secara konsisten.
➢ Evaluasi Respons Gejala: Menilai apakah gejala TB pasien mengalami perbaikan
atau masih persisten, serta mempertimbangkan apakah ada gejala baru yang muncul
selama pengobatan.
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini biasanya menyerang paru-paru, tetapi juga
dapat memengaruhi organ tubuh lainnya seperti otak, tulang, dan ginjal. TB dapat
menyebar melalui udara ketika seseorang dengan TB aktif batuk, bersin, atau berbicara,
dan kemudian orang lain menghirup bakteri tersebut. Pada kasus yang tertera di atas
untuk meminimalkan penyebaran penyakit TB para petugas kesehatan perlu
menerapkan hal-hal berikut :
1. Petugas mematuhi protokol keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dengan
semaksimal mungkin
2. Petugas menggunakan perlengkapan pelindung (APD) untuk melindungi diri dari
paparan bakteri TB
3. Petugas harus memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga, ini menjadi salah
satu pencegahan nya.
4. Memberikan bimbingan konseling dan dukungan psikososial pada klien terutama
untuk masyarakat luas
B. Saran
Untuk meminimalkan penyebaran Tuberkulosis (TB), petugas kesehatan perlu
mematuhi protokol K3 dengan seksama dan menggunakan perlengkapan pelindung
(APD) seperti masker respirator. Edukasi kepada pasien dan keluarga juga penting
dalam pencegahan penularan, dengan menyediakan informasi yang jelas dan akurat
tentang TB. Memberikan bimbingan konseling dan dukungan psikososial pada klien,
terutama di masyarakat luas, dapat meningkatkan keberhasilan pengobatan dan
mengurangi risiko penyebaran penyakit secara menyeluruh. Kolaborasi yang kuat
antara petugas kesehatan, pasien, dan masyarakat diperlukan untuk mencapai hasil
optimal dalam mengendalikan TB.
15
DAFTAR PUSTAKA
Angelia, A., Doda, D. V. D., & Manampiring, A. E. (2020). Prevalensi Tuberkulosis Laten Dan
Evaluasi Kebijakan Rumah Sakit Berdasarkan Persepsi Tenaga Kesehatan Terhadap
Pencegahan Tuberkulosis. Jurnal Biomedik:JBM, 12(3), 192.
https://doi.org/10.35790/jbm.12.3.2020.31632
Dewi, Kusma. 2011. Laporan Pendahuluan Pada Pasien Dengan Tuberkulosis Paru. Diakses
tanggal 10 Februari 2024 jam 21.15 dari http://www.scribd.com/doc/52033675/
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam edisi ketiga. Balai Penerbit FKUI: Jakarta.
16