95-Article Text-124-1-10-20201208
95-Article Text-124-1-10-20201208
PENDAHULUAN
Penyakit granulomatosa kronis pertama kali dikemukakan pada
tahun 1954 oleh Janeway CA et al dan Berendes H et al tahun
1957, tapi belum memberikan gambaran karakteristik yang cukup
baik. Bridges RA et al tahun 1959, untuk pertama kalinya dapat
menggambarkan karakteristik penyakit granulomatosa pada anak-
1
anak. Penyakit granulomatosa kronis adalah penyakit yang
berhubungan dengan immunodefisiensi yang dapat diturunkan
walaupun jarang terjadi, insiden penyakit ini adalah 1:200.000
sampai 1:250.000 tiap kelahiran hidup. Penyakit granulomatosa
awalnya dianggap sebagai penyakit X-linked pada laki-laki, tetapi
dengan ditemukannya penyakit ini pada anak perempuan tahun
1968 oleh Azimi PH et al maka diduga juga sebagai suatu penyakit
2-6
autosomal resesif.
Reaksi inflamasi granulomatosa merupakan tipe khusus
peradangan kronis yang ditandai dengan adanya fokus makrofag,
1-5
sel epithelioid dan giant cell multinuclear. Reaksi inflamasi
granulomatosa dapat terjadi dalam berbagai macam keadaan yaitu
pada penyakit infeksi, penyakit alergi , autoimun dan neoplastik,
bahan-bahan beracun, dan juga keadaan-keadaan yang tidak
2,3
diketahui etiologinya. Reaksi inflamasi ini ditandai oleh lesi fokal
yang disebut granuloma. Selain itu biasanya juga terdapat sel-sel
2
lain terutama limfosit, sel plasma dan fibroblas.
Agen penyebab peradangan granulomatosa tidak dapat
didegradasi oleh leukosit polimorfonuklear, makrofag dan mediator
kimia lain yang berhubungan dengan reaksi peradangan tersebut.
Kegiatan degradasi memerlukan makrofag dengan bantuan sel T
+ +
CD4 , sel T CD4 akan mengeluarkan berbagai mediator seperti
interleukin 2 (IL2), interferon a (Ifa), Tumor Necrotizing Factor
(TNF) dan limfotoksin yang menyebabkan sudah mati akan cepat digantikan dengan yang
makrofag menjadi sel epithelioid dan sel baru secara terus-menerus sampai agen penye-
raksasa, yang merupakan komponen dari bab habis terdegradasi. Makrofag yang berkum-
3
granuloma. Oleh karena itu peradangan pul dapat berubah menjadi sel epiteloid dan
2,8
granulomatosa kronik sangat berhubungan membentuk multinuclear giant cell.
7
dengan reaksi hipersensitivitas type IV. Karakteristik granuloma tidak hanya ter-
Selama 50 tahun terakhir penyakit gra- gantung pada sifat iritan penyebab. Faktor
nulomatosis kronis telah berubah dari penyakit pejamu juga memegang peranan yang penting,
yang fatal dengan komplikasi awal menjadi hal ini dapat kita gambarkan dalam patologi
penyakit kronis dengan survival rate yang me- penyakit kusta dimana reaksi granulomatosa
2
ningkat. Penyakit ini menjadi paradigma baru pada masing-masing penderita dapat berbeda.
dalam kelainan imun primer yang bukan bagian Faktor penting yang mengatur jenis reaksi ini
dari kelompok imunodefisiensi, yang memberi- adalah tingkat resistensi imunologi terhadap
kan petunjuk kepada kita dalam memahami agen penyebab yang dimiliki pejamu. Pasien
pentingnya metabolisme oksigen dalam proses dengan kekebalan yang baik akan memberikan
1
fagosit. reaksi tuberkuloid sementara mereka dengan
Tujuan dari penulisan tinjauan pustaka kekebalan rendah memberikan reaksi lepro-
2
ini adalah untuk lebih mengetahui dan me- matosa.
mahami aspek klinikopatologi peradangan Terdapat hubungan yang erat antara
granulomatosa sehingga membantu kita mene- aktifasi makrofag dengan meningkatnya eks-
mukan etiologi yang tepat dengan melihat ciri- presi molekul major histocompatibility kompleks
+
ciri morfologi, histopatologis, melakukan diag- (MHC) kelas II dan limposit Th1 CD4 . Sel-sel T
nosis banding dan menggunakan pewarnaan helper mengenali protein peptida dari antigen
khusus yang sesuai sehingga dapat mene- presenting cell MHC kelas II. Sel T menginduksi
mukan etiologi spesifik granuloma tersebut. interleukin-1 dari makrofag dan selanjutnya
bersama-sama dengan faktor kemotaksis
Pembentukan granuloma mempromosikan granulomagenesis. Interferon
Pembentukan granuloma dianggap gamma (IFN-δ) meningkatkan ekspresi molekul
sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap MHC kelas II pada makrofag, activated macro-
iritasi persisten yang berasal dari eksogen mau- phage reseptors akan diikat oleh Fcγ-receptors
pun endogen. Agen penyebab akan difagosit dari IgG (suatu reseptor yang mengikat antibodi
oleh makrofag tetapi tidak dapat didegradasi dan melekat pada sel yang terinfeksi atau
dengan baik. Keadaan ini akan menyebabkan kuman pathogen) untuk merangsang dan
aktivasi makrofag lainnya yang pada akhirnya mempotensiasi kemampuan fagosit sel-sel fago-
akan memberikan respon hipersensitifitas. Hal sitik atau sitotoksik menghancurkan kuman
ini menunjukkan bahwa faktor iritan dan pejamu pathogen atau sel yang terinfeksi. Hasil akhirnya
penting dalam mekanisme pembentukan granu- adalah epiteloid granuloma yang dapat me-
2,8
loma. nyebabkan fibrosis karena pengaruh dari
Normalnya granuloma adalah hasil dari transforming growth factor dan platelet-derived
4,8
mekanisme pertahanan tubuh ketika proses growth factor. Aktivasi sel T juga memerlukan
peradangan akut tidak dapat menghancurkan B7-CD28/CTLA-4 costimulatory pathway. CD28
8
agen penyebab. Agen penyebab yang masuk mediated costimulator akan menyebabkan sel T
ke tubuh pada awalnya merangsang sel mono- aktif berproliferasi, tanpa CD28 mediated
2
nuklear melakukan kemotaksis. Reaksi se- costimulator sel T akan anergi dan mengalami
lanjutnya tergantung pada perlawanan dari agen apoptosis. Stimulasi berlebih dari Th1 relatif
penyebab terhadap mekanisme degradasi ma- terhadap sel Th2 akan menyebabkan hiper-
krofag. Jika agen penyebab mudah didegradasi aktivasi sel, kerusakan jaringan, dan pemben-
4
maka makrofag akan menjauh setelah proses tukan granuloma (Gambar 1).
degradasi selesai. Namun jika agen penyebab Epstein et al 1977 menyatakan bahwa
sulit untuk didegradasi maka akan terbentuk peran mekanisme kekebalan tubuh dalam
2
granuloma. respon granulomatosa adalah penting sebagai
Area peradangan ataupun reaksi imuno- reaksi awal hipersensitifitas terhadap agen
logis merangsang aktivasi makrofag sampai penyebab pembentukan granuloma yang ia
2
agen penyebab terdegradasi. Makrofag yang sebut sebagai hipersensitivitas granulomatosa.
Klasifikasi peradangan granulomatosis Tipe lain yaitu tipe tuberkuloid ditandai oleh satu
Klasifikasi peradangan granulomatosa dibagi atau beberapa lesi kulit dan keterlibatan saraf di
berdasarkan etiologi yaitu infeksi, vaskulitis, lokasi lesi. Biopsi kulit dapat mengandung basil
gangguan imunologi, kelainan leukosit oksidase, tahan asam dan granuloma giant cell dengan
hipersensitivitas, zat kimia, dan neoplasia (Tabel jelas, invasi granulomatosa dan kerusakan saraf
1). Menegakkan diagnosis dan diagnosis kulit, kadang-kadang dengan nekrosis perkijuan.
banding memerlukan keterampilan interpretasi Diagnosis penyakit kusta didasarkan pada
8
yang baik dari temuan klinis dan temuan kombinasi temuan klinis dan histologi. Kusta
4
histologi (Tabel 2). tipe tuberkuloid dengan pewarnaan imuno-
+
histokimia didapatkan sel T CD3 , histiosit
+ +
Klasifikasi peradangan granulomatosa dibagi CD68 , sel B CD20 dan sel plasma dimana
+ +
berdasarkan etiologi antara lain : predominan sel T CD3 dan histiosit CD68
10
(gambar 3).
I. INFEKSI
Infeksi adalah penyebab paling sering pera- I.3. Fish-tank ganuloma
dangan granulomatosa. Beberapa mikroorganis- Kuman penyebab adalah M. marinum. Fish-tank
me dapat menjadi peyebabnya, disamping itu ganuloma berkembang pada orang dengan luka
juga dapat disebabkan oleh infeksi yang belum lecet yang mencelupkan tangan mereka dalam
8
diketahui jelas etiologinya. Mycobacterium tangki ikan tropis yang terkontaminasi. Lesi
merupakan kelompok bakteri yang sering memberikan gambaran eritematous, papulo-
terlibat. Kuman ini menyebabkan peradangan nodular atau plaque-like lesions pada
granulomatosa di banyak sistem yang berbeda. ekstremitas. Masa inkubasi mulai dari 2-6 bulan
11,12
Pejamu yang terinfeksi akan memberikan reaksi sejak terinfeksi. Meskipun infeksi kulit primer
hipersensitivitas dengan melibatkan makrofag , jelas namun kelenjar getah bening dapat tidak
4
limfosit Th1 dan cytokines. Kuman Myco- terlibat dan dapat tidak diikuti nekrosis perkijuan.
bacterium terdiri dari M. tuberculosis, M. leprae, Biasanya granuloma bersifat soliter, berupa
M. avium complex, M. ulcerans dan M. nodul atau pustule, yang dapat membentuk luka
4,8
marinum. bernanah. Beberapa lesi dapat terjadi sepanjang
garis pembuluh limfatik (infeksi sporotri-
4,8,11,12
I.1. Tuberkulosis chotic).
M. tuberculosis adalah penyebab paling sering Mikroskopis menunjukan gambaran lesi infiltrat
peradangan granulomatosa karena infeksi. M. di dermis di bawah epidermis yang akantotik
tuberculosis granuloma klasik ditandai dengan dimana granuloma terdri atas sel limfosit,
11
adanya nekrosis perkijuan sentral yang disebut histiosit, neutrofil, dan giant cell (Gambar 4).
sebagai tuberkulum. Didaerah pusat nekrosis
merupakan daerah amorf perkijuan dengan I.4. Treponema
hilangnya sruktur seluler. Daerah ini dikelilingi Treponema pallidum, Treponema pertenue,
oleh sel epithelioid, limfosit, histiosit, fibroblas, Treponema carateum termasuk dalam golongan
dan kadang-kadang sel-sel datia Langhans. Spirochaeta, ketiganya memberikan kelainan
Histologi granuloma tuberkulosis yang cukup granuloma yang sulit dibedakan dengan
karakteristik memungkinkan keakuratan dalam kelainan granuloma lainnya. Lesi mukokutan
menegakkan diagnosis (gambar 2). Nekrosis pada sifilis sekunder menunjukkan histopatologi
perkijuan tidak selalu ditemukan dalam dari infiltrasi minimal sampai infiltrasi pada
peradangan ini, mungkin saja granuloma tidak seluruh dermis. Granuloma terbentuk dilapisan
8
diikuti dengan perkijuan. lamina propria oleh makrofag dengan sel-sel
epitheloid, histiosit, sel plasma dan multinuklear
I.2. Kusta giant cell. Dapat dijumpai juga jaringan nekrosis
8,13
Kusta atau penyakit Morbus Hansen adalah di tengah granuloma (gambar 5).
peradangan granulomatosa kronis yang
disebabkan oleh M. leprae, bakteri intraseluler I.5. Infeksi virus
obligat yang menginfeksi kulit dan saraf. Kusta Campak termasuk dalam golongan paramyxo-
tipe lepromatosa dapat menyerang kulit yang virus, kelompok virus RNA dapat menyebabkan
luas, basil kusta menginfiltrasi lesi secara difus gangguan granulomatosa idiopatik. Ditandai
dan dapat diikuti dengan keterlibatan visceral. dengan organ limfoid yang mengalami
hiperplasia folikular, sentrum germinativum
membesar dan multinuklear giant cell ter- Histopatologi DLE menunjukkan adanya
distribusi difus (sel Warthin-Finkeldey), anak inti hyperkeratosis, parakeratosis, atrofi epidermis,
eosinophilik dan terdapat badan inklusi di vakuolisasi sel basal, kerusakan kolagen,
4,8
sitoplasma. akantosis, inflamasi periappendageal, granu-
15
loma sebasea (gambar 7).
I.6. Penyakit Kikuchi’s
Penyakit Kikuchi’s atau necrotizing granuloma- II.2. Sarkoidosis
tous lymphadenitis mulai diketahui tahun 1972 Sarkoidosis merupakan kelainan multisistem
oleh ahli patologi Jepang. Penyakit ini jarang yang etiologinya tidak diketahui dengan jelas,
dengan etiologi yang belum diketahui dengan ditandai dengan formasi non-necrotizing
jelas. Penyakit ini didasari reaksi autoimun epitheloid granuloma. Sering mengenai pasien
4,8,16
terutama terjadi pada wanita di bawah 30 tahun dewasa muda.
dengan ratio pria:wanita adalah 1:4, self-limiting Granuloma terdiri dari limfosit dan macrophage-
8
course dengan recurrence rate 3% . Ditandai derived cells. Bagian sentral granuloma terdiri
oleh limfadenitis dengan hyperplasia fokal sel dari makrofag, sel epithelioid dan giant cell yang
+
retikulum, adanya debris nukleus dan tersebar, didominasi oleh sel T CD4 . Bagian
fagositosis. Limfadenitis dapat menjadi nekrosis perifer granuloma terdiri dari limfosit, fibroblas,
atau xanthomatous. Secara immunohistologi jarang terdapat makrofag dan fibrosit. Sel T
+
menunjukkan predominasi sel histiosit, sel CD4 melapisi bagian dalam dari lapisan perifer
+
plasma dan sel T, tidak ditemukan sel B dan sel T CD8 dilapisan terluarnya. Sel B
4,8,14
(Gambar 6). Diagnosa penyakit kikuchi’s limfosit biasanya jarang ditemukan. Nekrosis
sulit dibedakan dengan toksoplasma, tuber- sentral dapat ditemukan sebagai fokus granular
culosis, mononukleosus infeksiosa, dan limfoma asidofilik tanpa detritus nuklear sedangkan
non-hodgkin’s karena etiologinya yang belum nekrosis perkijuan tidak ditemukan (Gambar
4,8 16
diketahui. 8).
Table 1. Klasifikasi peradangan granulomatosa Tabel 3. Distribusi pasien berdasarkan umur dan jenis
4 20
berdasarkan etiologi. kelamin.
Etiologi Agen penyebab/penyakit TotaL
1. Infeksi Jamur Histoplasma Umur (tahun) Pria Wanita
(persentase)
Coccidioides 0-9 4 6 10 (5,88%)
Blastomyces
Sporothrix
10-19 15 11 26 (15,29%)
Aspergillus 20-29 25 21 46 (27,06%)
Cryptococcus 30-39 18 17 35 (20,59%)
Protozoa Toxoplasma 40-49 16 14 30 (17,65%)
Leishmania 50-59 8 7 15 (8,82%)
Metazoa Toxoplasma 60-69 6 2 8 (4,71%)
Schistosoma
Total 96 78 170 (100%)
Spirochaetes T pallidum
T carateum
T pertenue 20
Tabel 4. Distribusi granuloma berdasarkan etiologi.
Mycobacteria M tuberculosis
M leprae
No Granuloma Kasus Persentase
M kansasii 1 Tuberkulosis 84 49,41%
M marinum 2 Kusta 30 17,65%
M avian 3 Rhinoscleroma 20 11,76%
BCG vaccine 4 Aktinomikosis 2 1,18%
Bacteria Brucella 5 Jamur 10 5,88%
Yersinia
6 Granuloma benda asing 13 7,65%
2. Vasculitis Wegener’s, Necrotizing sarcoidal, Churg-
Strauss dengan etiologi yang
Lymphomatoid, Polyarteritis nodosa, diketahui
Bronchocentric 7 Grauloma dengan etiologi 11 6,47%
Giant cell arteritis, Systemic lupus yang tidak diketahui
erythematosus Total 170 100%
3. Kelainan Sarcoidosis, Crohn’s disease, Primary
immunologi biliary cirrhosis
Hepatic granulomatous disease, Tabel 5. Perbandingan pewarnaan Ziehl Neelsen
Langerhan’s granulomatosis (ZN) dan Auramine Rhodamine (AR) dalam diagnosis
Orofacial granulomatosis, Peyronie’s 20
disease tuberkulosis.
Blau’s syndrome, Pewarnaan AR+ AR- Total
Hypogammaglobulinaemia ZN+ 1 0 1
Histiocytosis X, Immune complex disease ZN- 19 5 24
4. Defek lekosit Penyakit granulomatosis kronik pada anak
oksidase dan dewasa
Total 20 5 25
5. Hypersensiti- Farmer’s lung, Bird fancier’s, Mushroom
vity pneumo- worker’s,
nitis Suberosis (debu gabus), Bagassosis,
Maple bark stripper’s
Paprika splitter’s, Coffee bean, Spatlese
lung
6. Zat kimia Beryllium, Zirconium, Silica, Starch, Talc
4
Tabel 2. Perbandingan histologik berbagai peradangan granulomatosa.
Schaumann Peradangan sel Mediastinal
Kelainan Sarcoid granuloma Nekrosis Cavitas Vasculitis
bodies interstisial adenopati
Sarcoidosis + — +++ ± ±— ± +
Tuberculosis + ++ perkijuan ±— ± + ± + (Primer)
Extrinsic allergic + — ± ++ — ++ —
Alveolitis (stadium akut)
Beryllium disease + ± ++ ++ — — —
(kronik)
Wegener’s ± ++ Infark — ++ Giant cell ++ ++ jarang
granulomatosis
Lymphomatoid ± ++ — ++ Immature ± ± jarang
granulomatosis
Bronchocentric + + — Eosinophil ± ± jarang
granulomatosis
Necrotic sarcoidal + ++ — ++ Mature + ++ ±
granulomatosis
Churg-Strauss ++ ++ — ++ Mature — ++ jarang
granulomatosis
Gambar 2. Tahapan pembentukan granuloma pada Gambar 5. Granuloma dengan daerah nekrotik dan
13
paru-paru manusia. A, B. granuloma awal pembesar- giant cell Langhans (tanda panah).
an 40x dan 100x. C, D. Granuloma kaseosa pembe-
saran 100x dan 40x. E, F. Granuloma fibrokaseosa
pembesaran 40x. G, H. Granuloma resolusi pembe-
9
saran 40x.