Anda di halaman 1dari 9

Aspek Klinikopatologi Berbagai Radang Granulomatosa Pratista Patologi

Gandi Haryono, Maria Francisca Ham

Aspek Klinikopatologi Berbagai Radang Granulomatosa


Gandi Haryono ABSTRAK
Maria Fransisca Ham Peradangan granulomatosa adalah peradangan kronis yang
Departemen Patologi Anatomik mempunyai pola khas dan banyak ditemui dalam keadaan infeksi
Fakultas Kedokteran maupun non infeksi. Mengenali pola histopatologi radang granu-
Universitas Indonesia lomatosa dan menemukan etiologi dalam spesimen biopsi sangat
penting dalam memberikan pengobatan spesifik untuk mendapat-
kan hasil yang diharapkan. Kelainan peradangan granulomatosa
dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologinya kedalam golongan
infeksi, vaskulitis, kelainan imunologi, defisiensi leukosit oksidase,
hipersensitivitas, bahan kimia, dan neoplasia. Penyebab paling
umum dari granuloma adalah tuberkulosis, diikuti oleh kusta,
granuloma benda asing, infeksi jamur, rhinoscleroma, parasit,
tumor granuloma dan actinomycosis. Pemeriksaan histopatologi
lesi granulomatosa membantu kita untuk menemukan etiologi yang
tepat dari granuloma. Melihat ciri-ciri morfologi, keahlian dalam
melakukan interpretasi histologi, gejala-gejala klinis, melakukan
diagnosis banding dan penggunaan pewarnaan khusus juga
diperlukan untuk dapat membantu kita menemukan etiologi spesifik
dari granuloma-granuloma tersebut.

Kata kunci : Granuloma, hipersensitivitas, neoplasia, histopatologi.

PENDAHULUAN
Penyakit granulomatosa kronis pertama kali dikemukakan pada
tahun 1954 oleh Janeway CA et al dan Berendes H et al tahun
1957, tapi belum memberikan gambaran karakteristik yang cukup
baik. Bridges RA et al tahun 1959, untuk pertama kalinya dapat
menggambarkan karakteristik penyakit granulomatosa pada anak-
1
anak. Penyakit granulomatosa kronis adalah penyakit yang
berhubungan dengan immunodefisiensi yang dapat diturunkan
walaupun jarang terjadi, insiden penyakit ini adalah 1:200.000
sampai 1:250.000 tiap kelahiran hidup. Penyakit granulomatosa
awalnya dianggap sebagai penyakit X-linked pada laki-laki, tetapi
dengan ditemukannya penyakit ini pada anak perempuan tahun
1968 oleh Azimi PH et al maka diduga juga sebagai suatu penyakit
2-6
autosomal resesif.
Reaksi inflamasi granulomatosa merupakan tipe khusus
peradangan kronis yang ditandai dengan adanya fokus makrofag,
1-5
sel epithelioid dan giant cell multinuclear. Reaksi inflamasi
granulomatosa dapat terjadi dalam berbagai macam keadaan yaitu
pada penyakit infeksi, penyakit alergi , autoimun dan neoplastik,
bahan-bahan beracun, dan juga keadaan-keadaan yang tidak
2,3
diketahui etiologinya. Reaksi inflamasi ini ditandai oleh lesi fokal
yang disebut granuloma. Selain itu biasanya juga terdapat sel-sel
2
lain terutama limfosit, sel plasma dan fibroblas.
Agen penyebab peradangan granulomatosa tidak dapat
didegradasi oleh leukosit polimorfonuklear, makrofag dan mediator
kimia lain yang berhubungan dengan reaksi peradangan tersebut.
Kegiatan degradasi memerlukan makrofag dengan bantuan sel T
+ +
CD4 , sel T CD4 akan mengeluarkan berbagai mediator seperti
interleukin 2 (IL2), interferon a (Ifa), Tumor Necrotizing Factor

Vol. 4 No. 1 Januari 2015 60


Aspek Klinikopatologi Berbagai Radang Granulomatosa Pratista Patologi
Gandi Haryono, Maria Francisca Ham

(TNF) dan limfotoksin yang menyebabkan sudah mati akan cepat digantikan dengan yang
makrofag menjadi sel epithelioid dan sel baru secara terus-menerus sampai agen penye-
raksasa, yang merupakan komponen dari bab habis terdegradasi. Makrofag yang berkum-
3
granuloma. Oleh karena itu peradangan pul dapat berubah menjadi sel epiteloid dan
2,8
granulomatosa kronik sangat berhubungan membentuk multinuclear giant cell.
7
dengan reaksi hipersensitivitas type IV. Karakteristik granuloma tidak hanya ter-
Selama 50 tahun terakhir penyakit gra- gantung pada sifat iritan penyebab. Faktor
nulomatosis kronis telah berubah dari penyakit pejamu juga memegang peranan yang penting,
yang fatal dengan komplikasi awal menjadi hal ini dapat kita gambarkan dalam patologi
penyakit kronis dengan survival rate yang me- penyakit kusta dimana reaksi granulomatosa
2
ningkat. Penyakit ini menjadi paradigma baru pada masing-masing penderita dapat berbeda.
dalam kelainan imun primer yang bukan bagian Faktor penting yang mengatur jenis reaksi ini
dari kelompok imunodefisiensi, yang memberi- adalah tingkat resistensi imunologi terhadap
kan petunjuk kepada kita dalam memahami agen penyebab yang dimiliki pejamu. Pasien
pentingnya metabolisme oksigen dalam proses dengan kekebalan yang baik akan memberikan
1
fagosit. reaksi tuberkuloid sementara mereka dengan
Tujuan dari penulisan tinjauan pustaka kekebalan rendah memberikan reaksi lepro-
2
ini adalah untuk lebih mengetahui dan me- matosa.
mahami aspek klinikopatologi peradangan Terdapat hubungan yang erat antara
granulomatosa sehingga membantu kita mene- aktifasi makrofag dengan meningkatnya eks-
mukan etiologi yang tepat dengan melihat ciri- presi molekul major histocompatibility kompleks
+
ciri morfologi, histopatologis, melakukan diag- (MHC) kelas II dan limposit Th1 CD4 . Sel-sel T
nosis banding dan menggunakan pewarnaan helper mengenali protein peptida dari antigen
khusus yang sesuai sehingga dapat mene- presenting cell MHC kelas II. Sel T menginduksi
mukan etiologi spesifik granuloma tersebut. interleukin-1 dari makrofag dan selanjutnya
bersama-sama dengan faktor kemotaksis
Pembentukan granuloma mempromosikan granulomagenesis. Interferon
Pembentukan granuloma dianggap gamma (IFN-δ) meningkatkan ekspresi molekul
sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap MHC kelas II pada makrofag, activated macro-
iritasi persisten yang berasal dari eksogen mau- phage reseptors akan diikat oleh Fcγ-receptors
pun endogen. Agen penyebab akan difagosit dari IgG (suatu reseptor yang mengikat antibodi
oleh makrofag tetapi tidak dapat didegradasi dan melekat pada sel yang terinfeksi atau
dengan baik. Keadaan ini akan menyebabkan kuman pathogen) untuk merangsang dan
aktivasi makrofag lainnya yang pada akhirnya mempotensiasi kemampuan fagosit sel-sel fago-
akan memberikan respon hipersensitifitas. Hal sitik atau sitotoksik menghancurkan kuman
ini menunjukkan bahwa faktor iritan dan pejamu pathogen atau sel yang terinfeksi. Hasil akhirnya
penting dalam mekanisme pembentukan granu- adalah epiteloid granuloma yang dapat me-
2,8
loma. nyebabkan fibrosis karena pengaruh dari
Normalnya granuloma adalah hasil dari transforming growth factor dan platelet-derived
4,8
mekanisme pertahanan tubuh ketika proses growth factor. Aktivasi sel T juga memerlukan
peradangan akut tidak dapat menghancurkan B7-CD28/CTLA-4 costimulatory pathway. CD28
8
agen penyebab. Agen penyebab yang masuk mediated costimulator akan menyebabkan sel T
ke tubuh pada awalnya merangsang sel mono- aktif berproliferasi, tanpa CD28 mediated
2
nuklear melakukan kemotaksis. Reaksi se- costimulator sel T akan anergi dan mengalami
lanjutnya tergantung pada perlawanan dari agen apoptosis. Stimulasi berlebih dari Th1 relatif
penyebab terhadap mekanisme degradasi ma- terhadap sel Th2 akan menyebabkan hiper-
krofag. Jika agen penyebab mudah didegradasi aktivasi sel, kerusakan jaringan, dan pemben-
4
maka makrofag akan menjauh setelah proses tukan granuloma (Gambar 1).
degradasi selesai. Namun jika agen penyebab Epstein et al 1977 menyatakan bahwa
sulit untuk didegradasi maka akan terbentuk peran mekanisme kekebalan tubuh dalam
2
granuloma. respon granulomatosa adalah penting sebagai
Area peradangan ataupun reaksi imuno- reaksi awal hipersensitifitas terhadap agen
logis merangsang aktivasi makrofag sampai penyebab pembentukan granuloma yang ia
2
agen penyebab terdegradasi. Makrofag yang sebut sebagai hipersensitivitas granulomatosa.

Vol. 4 No. 1 Januari 2015 61


Aspek Klinikopatologi Berbagai Radang Granulomatosa Pratista Patologi
Gandi Haryono, Maria Francisca Ham

Klasifikasi peradangan granulomatosis Tipe lain yaitu tipe tuberkuloid ditandai oleh satu
Klasifikasi peradangan granulomatosa dibagi atau beberapa lesi kulit dan keterlibatan saraf di
berdasarkan etiologi yaitu infeksi, vaskulitis, lokasi lesi. Biopsi kulit dapat mengandung basil
gangguan imunologi, kelainan leukosit oksidase, tahan asam dan granuloma giant cell dengan
hipersensitivitas, zat kimia, dan neoplasia (Tabel jelas, invasi granulomatosa dan kerusakan saraf
1). Menegakkan diagnosis dan diagnosis kulit, kadang-kadang dengan nekrosis perkijuan.
banding memerlukan keterampilan interpretasi Diagnosis penyakit kusta didasarkan pada
8
yang baik dari temuan klinis dan temuan kombinasi temuan klinis dan histologi. Kusta
4
histologi (Tabel 2). tipe tuberkuloid dengan pewarnaan imuno-
+
histokimia didapatkan sel T CD3 , histiosit
+ +
Klasifikasi peradangan granulomatosa dibagi CD68 , sel B CD20 dan sel plasma dimana
+ +
berdasarkan etiologi antara lain : predominan sel T CD3 dan histiosit CD68
10
(gambar 3).
I. INFEKSI
Infeksi adalah penyebab paling sering pera- I.3. Fish-tank ganuloma
dangan granulomatosa. Beberapa mikroorganis- Kuman penyebab adalah M. marinum. Fish-tank
me dapat menjadi peyebabnya, disamping itu ganuloma berkembang pada orang dengan luka
juga dapat disebabkan oleh infeksi yang belum lecet yang mencelupkan tangan mereka dalam
8
diketahui jelas etiologinya. Mycobacterium tangki ikan tropis yang terkontaminasi. Lesi
merupakan kelompok bakteri yang sering memberikan gambaran eritematous, papulo-
terlibat. Kuman ini menyebabkan peradangan nodular atau plaque-like lesions pada
granulomatosa di banyak sistem yang berbeda. ekstremitas. Masa inkubasi mulai dari 2-6 bulan
11,12
Pejamu yang terinfeksi akan memberikan reaksi sejak terinfeksi. Meskipun infeksi kulit primer
hipersensitivitas dengan melibatkan makrofag , jelas namun kelenjar getah bening dapat tidak
4
limfosit Th1 dan cytokines. Kuman Myco- terlibat dan dapat tidak diikuti nekrosis perkijuan.
bacterium terdiri dari M. tuberculosis, M. leprae, Biasanya granuloma bersifat soliter, berupa
M. avium complex, M. ulcerans dan M. nodul atau pustule, yang dapat membentuk luka
4,8
marinum. bernanah. Beberapa lesi dapat terjadi sepanjang
garis pembuluh limfatik (infeksi sporotri-
4,8,11,12
I.1. Tuberkulosis chotic).
M. tuberculosis adalah penyebab paling sering Mikroskopis menunjukan gambaran lesi infiltrat
peradangan granulomatosa karena infeksi. M. di dermis di bawah epidermis yang akantotik
tuberculosis granuloma klasik ditandai dengan dimana granuloma terdri atas sel limfosit,
11
adanya nekrosis perkijuan sentral yang disebut histiosit, neutrofil, dan giant cell (Gambar 4).
sebagai tuberkulum. Didaerah pusat nekrosis
merupakan daerah amorf perkijuan dengan I.4. Treponema
hilangnya sruktur seluler. Daerah ini dikelilingi Treponema pallidum, Treponema pertenue,
oleh sel epithelioid, limfosit, histiosit, fibroblas, Treponema carateum termasuk dalam golongan
dan kadang-kadang sel-sel datia Langhans. Spirochaeta, ketiganya memberikan kelainan
Histologi granuloma tuberkulosis yang cukup granuloma yang sulit dibedakan dengan
karakteristik memungkinkan keakuratan dalam kelainan granuloma lainnya. Lesi mukokutan
menegakkan diagnosis (gambar 2). Nekrosis pada sifilis sekunder menunjukkan histopatologi
perkijuan tidak selalu ditemukan dalam dari infiltrasi minimal sampai infiltrasi pada
peradangan ini, mungkin saja granuloma tidak seluruh dermis. Granuloma terbentuk dilapisan
8
diikuti dengan perkijuan. lamina propria oleh makrofag dengan sel-sel
epitheloid, histiosit, sel plasma dan multinuklear
I.2. Kusta giant cell. Dapat dijumpai juga jaringan nekrosis
8,13
Kusta atau penyakit Morbus Hansen adalah di tengah granuloma (gambar 5).
peradangan granulomatosa kronis yang
disebabkan oleh M. leprae, bakteri intraseluler I.5. Infeksi virus
obligat yang menginfeksi kulit dan saraf. Kusta Campak termasuk dalam golongan paramyxo-
tipe lepromatosa dapat menyerang kulit yang virus, kelompok virus RNA dapat menyebabkan
luas, basil kusta menginfiltrasi lesi secara difus gangguan granulomatosa idiopatik. Ditandai
dan dapat diikuti dengan keterlibatan visceral. dengan organ limfoid yang mengalami
hiperplasia folikular, sentrum germinativum

Vol. 4 No. 1 Januari 2015 62


Aspek Klinikopatologi Berbagai Radang Granulomatosa Pratista Patologi
Gandi Haryono, Maria Francisca Ham

membesar dan multinuklear giant cell ter- Histopatologi DLE menunjukkan adanya
distribusi difus (sel Warthin-Finkeldey), anak inti hyperkeratosis, parakeratosis, atrofi epidermis,
eosinophilik dan terdapat badan inklusi di vakuolisasi sel basal, kerusakan kolagen,
4,8
sitoplasma. akantosis, inflamasi periappendageal, granu-
15
loma sebasea (gambar 7).
I.6. Penyakit Kikuchi’s
Penyakit Kikuchi’s atau necrotizing granuloma- II.2. Sarkoidosis
tous lymphadenitis mulai diketahui tahun 1972 Sarkoidosis merupakan kelainan multisistem
oleh ahli patologi Jepang. Penyakit ini jarang yang etiologinya tidak diketahui dengan jelas,
dengan etiologi yang belum diketahui dengan ditandai dengan formasi non-necrotizing
jelas. Penyakit ini didasari reaksi autoimun epitheloid granuloma. Sering mengenai pasien
4,8,16
terutama terjadi pada wanita di bawah 30 tahun dewasa muda.
dengan ratio pria:wanita adalah 1:4, self-limiting Granuloma terdiri dari limfosit dan macrophage-
8
course dengan recurrence rate 3% . Ditandai derived cells. Bagian sentral granuloma terdiri
oleh limfadenitis dengan hyperplasia fokal sel dari makrofag, sel epithelioid dan giant cell yang
+
retikulum, adanya debris nukleus dan tersebar, didominasi oleh sel T CD4 . Bagian
fagositosis. Limfadenitis dapat menjadi nekrosis perifer granuloma terdiri dari limfosit, fibroblas,
atau xanthomatous. Secara immunohistologi jarang terdapat makrofag dan fibrosit. Sel T
+
menunjukkan predominasi sel histiosit, sel CD4 melapisi bagian dalam dari lapisan perifer
+
plasma dan sel T, tidak ditemukan sel B dan sel T CD8 dilapisan terluarnya. Sel B
4,8,14
(Gambar 6). Diagnosa penyakit kikuchi’s limfosit biasanya jarang ditemukan. Nekrosis
sulit dibedakan dengan toksoplasma, tuber- sentral dapat ditemukan sebagai fokus granular
culosis, mononukleosus infeksiosa, dan limfoma asidofilik tanpa detritus nuklear sedangkan
non-hodgkin’s karena etiologinya yang belum nekrosis perkijuan tidak ditemukan (Gambar
4,8 16
diketahui. 8).

II. Kelainan imunologi II.3. Penyakit Crohn’s


Penyakit Crohn’s adalah kelainan peradangan
II.1. Vaskulitis granulomatosa kronis ileum terminal dan kolon
Vaskulitis granulomatosa antara lain adalah yang mempunyai manifestasi klinis bervariasi.
Wegener’s granulomatosis, nekrosis sarcoidal Peradangan terjadi transmural, melibatkan sel-
granulomatosis, Churg-Strauss syndrome, sel radang kronis dengan agregat limfoid yang
8
lymphomatoid granulomatosis, polyarteritis tersebar di seluruh saluran usus (Gambar 9).
nodosa, granulomatosis bronchocentric, arteritis Reaksi sarkoid dapat terjadi di lapisan usus dan
giant cell dan sistemik lupus eritematosus kelenjar limfe regional. Reaksi sarkoid ini hampir
4,8
(SLE) sama seperti reaksi tuberkuloid pada penyakit
tuberculosis, namun granuloma pada penyakit
Diskoid lupus eritematosus Crohn’s tersusun dari sel-sel epitheloid dan
SLE adalah penyakit autoimun yang ditandai giant cell yang nampak lebih kecil dan lebih
dengan pleotropisme. Jika banyak system organ sedikit jumlahnya, histiosit dan tidak terdapat
17,18
yang terlibat maka dinamakan SLE. Jika hanya nekrosis perkijuan (Gambar 10).
kulit yang terkena dinamakan diskoid lupus Studi klinikopatologi di Royal Free Hospital
eritematosus (DLE). DLE adalah penyakit kronis (London) menunjukkan adanya vaskulitis
yang ditandai dengan adanya fibrosis, atrofi dan granulomatosa dan trombosis vena pada
fotosenstif dermatosis. Pasien dengan DLE penyakit Crohn’s yang menimbulkan focus-fokus
15 8
dapat berkembang menjadi SLE <5%. mikroulcer.
Lipid bebas dan vakuola lemak adalah pemicu
dari reaksi fagositosis ini yang akhirnya sel III. Zat kimia
epitheloid dan giant cell akan membentuk Terdapat empat zat kimia yang dapat
granuloma. Granuloma sebasea terjadi karena menyebabkan peradangan granulomatosa yaitu:
4
destruksi kelenjar sebasea akibat peradangan berilium , zirkonium, silika, dan talc.
15
kronik periappendageal.

Vol. 4 No. 1 Januari 2015 63


Aspek Klinikopatologi Berbagai Radang Granulomatosa Pratista Patologi
Gandi Haryono, Maria Francisca Ham

Table 1. Klasifikasi peradangan granulomatosa Tabel 3. Distribusi pasien berdasarkan umur dan jenis
4 20
berdasarkan etiologi. kelamin.
Etiologi Agen penyebab/penyakit TotaL
1. Infeksi Jamur Histoplasma Umur (tahun) Pria Wanita
(persentase)
Coccidioides 0-9 4 6 10 (5,88%)
Blastomyces
Sporothrix
10-19 15 11 26 (15,29%)
Aspergillus 20-29 25 21 46 (27,06%)
Cryptococcus 30-39 18 17 35 (20,59%)
Protozoa Toxoplasma 40-49 16 14 30 (17,65%)
Leishmania 50-59 8 7 15 (8,82%)
Metazoa Toxoplasma 60-69 6 2 8 (4,71%)
Schistosoma
Total 96 78 170 (100%)
Spirochaetes T pallidum
T carateum
T pertenue 20
Tabel 4. Distribusi granuloma berdasarkan etiologi.
Mycobacteria M tuberculosis
M leprae
No Granuloma Kasus Persentase
M kansasii 1 Tuberkulosis 84 49,41%
M marinum 2 Kusta 30 17,65%
M avian 3 Rhinoscleroma 20 11,76%
BCG vaccine 4 Aktinomikosis 2 1,18%
Bacteria Brucella 5 Jamur 10 5,88%
Yersinia
6 Granuloma benda asing 13 7,65%
2. Vasculitis Wegener’s, Necrotizing sarcoidal, Churg-
Strauss dengan etiologi yang
Lymphomatoid, Polyarteritis nodosa, diketahui
Bronchocentric 7 Grauloma dengan etiologi 11 6,47%
Giant cell arteritis, Systemic lupus yang tidak diketahui
erythematosus Total 170 100%
3. Kelainan Sarcoidosis, Crohn’s disease, Primary
immunologi biliary cirrhosis
Hepatic granulomatous disease, Tabel 5. Perbandingan pewarnaan Ziehl Neelsen
Langerhan’s granulomatosis (ZN) dan Auramine Rhodamine (AR) dalam diagnosis
Orofacial granulomatosis, Peyronie’s 20
disease tuberkulosis.
Blau’s syndrome, Pewarnaan AR+ AR- Total
Hypogammaglobulinaemia ZN+ 1 0 1
Histiocytosis X, Immune complex disease ZN- 19 5 24
4. Defek lekosit Penyakit granulomatosis kronik pada anak
oksidase dan dewasa
Total 20 5 25
5. Hypersensiti- Farmer’s lung, Bird fancier’s, Mushroom
vity pneumo- worker’s,
nitis Suberosis (debu gabus), Bagassosis,
Maple bark stripper’s
Paprika splitter’s, Coffee bean, Spatlese
lung
6. Zat kimia Beryllium, Zirconium, Silica, Starch, Talc

7. Neoplasia Reticulum cell sarcoma, Carcinoma,


Reticulosis, Pinealoma Dysgerminoma,
Seminoma, Malignant nasal granuloma
8. Infeksi lain Whipple’s disease, Kikuchi’s, Cat scratch
Buruli ulcer, Lymphogranuloma

4
Tabel 2. Perbandingan histologik berbagai peradangan granulomatosa.
Schaumann Peradangan sel Mediastinal
Kelainan Sarcoid granuloma Nekrosis Cavitas Vasculitis
bodies interstisial adenopati
Sarcoidosis + — +++ ± ±— ± +
Tuberculosis + ++ perkijuan ±— ± + ± + (Primer)
Extrinsic allergic + — ± ++ — ++ —
Alveolitis (stadium akut)
Beryllium disease + ± ++ ++ — — —
(kronik)
Wegener’s ± ++ Infark — ++ Giant cell ++ ++ jarang
granulomatosis
Lymphomatoid ± ++ — ++ Immature ± ± jarang
granulomatosis
Bronchocentric + + — Eosinophil ± ± jarang
granulomatosis
Necrotic sarcoidal + ++ — ++ Mature + ++ ±
granulomatosis
Churg-Strauss ++ ++ — ++ Mature — ++ jarang
granulomatosis

Vol. 4 No. 1 Januari 2015 64


Aspek Klinikopatologi Berbagai Radang Granulomatosa Pratista Patologi
Gandi Haryono, Maria Francisca Ham

Beryllium granuloma untuk menggabungkan semua informasi yang


Penyakit berilium terutama mengenai organ tersedia. Informasi dapat berasal dari riwayat
paru setelah terpapar langsung dengan zat klinis penyakit, pemeriksaan histologi dan
4
partikel-partikel halus berilium. hubungan klinikopatologis. Informasi ini penting
Reaksi hipersensitifitas memegang peranan untuk menegakkan diagnosis yang tepat untuk
dalam pembentukan granuloma ini. Karakteristik memberikan pengobatan yang sesuai dan
20
granuloma pada penyakt ini adalah terdapatnya benar.
granuloma sarcoid-like epitheloid cell. Granu-
loma terdiri dari focus-fokus sel epitheloid, giant RINGKASAN
cell, kadang ditemukan nekrosis sentral. Peradangan granulomatosa adalah peradangan
Histiosit, limfosit dan sel plasma lebih ke arah kronis yang mempunyai pola khas dan banyak
perifer dari sentral granuloma. Granuloma ditemui dalam keadaan infeksi maupun non
ditemukan di jaringan interstisial yang dapat infeksi. Reaksi inflamasi granulomatosa meru-
19
menyebabkan fibrosis interstisial (Gambar 11). pakan tipe khusus peradangan kronis ditandai
adanya fokus makrofag, sel epithelioid dan giant
Menegakkan diagnosis radang granuloma- cell multinuclear.
tosa Reaksi inflamasi granulomatosa dapat terjadi
Diagnosis granuloma yang tepat dapat ditegak- dalam berbagai macam keadaan yaitu pada
kan oleh patolog dengan melihat morfologi penyakit infeksi, alergi, autoimun dan neoplastik,
granuloma. Definitif diagnosis ditegakkan bahan-bahan beracun, dan juga keadaan yang
berdasarkan etiologi sangat dibutuhkan untuk tidak diketahui etiologinya. Reaksi inflamasi ini
manajemen pengobatan yang tepat dan sesuai ditandai oleh lesi fokal yang disebut granuloma.
untuk masing-masing granuloma. Histopatologi Selain itu biasanya juga terdapat sel-sel lain
merupakan pemeriksaan yang digunakan untuk terutama limfosit, sel plasma dan fibroblas.
menegakkan diagnosis yang benar. Selain itu Mengenali pola histopatologi radang granuloma-
riwayat klinis, pemeriksaan histologi yang baik tosa, menemukan etiologi dalam spesimen
dan hubungan klinikopatologis diperlukan untuk biopsi dan gejala-gejala klinis sangat penting
20
membuat diagnosis akhir. dalam menegakkan diagnosa guna memberikan
Pawale J et al pada tahun 2011 melakukan pengobatan yang spesifik untuk mendapatkan
penelitian yang bertujuan untuk menegakkan hasil yang diharapkan.
diagnosis granuloma pada sediaan histopatologi
biopsi dengan menggunakan pewarnaan khusus DAFTAR PUSTAKA
seperti Ziehl-Neelsen , Gomori Methenamine 1. Holland SM. Chronic granulomatous
Silver, Fite Faraco dan Auramine Rhodamine disease. Clinic Rev Allerg Immunol. 2010;
(Tabel 5). Sebanyak 170 kasus granuloma 38: 3-10.
didapatkan dari kelompok umur dan etiologi 2. Williams GT, Williams WJ. Granulomatous
yang berbeda (Tabel 3). Paling sering adalah inflammation-a review. J Clin Pathol 1983;
granuloma TBC berjumlah 84 (49,41%) kasus, 36: 723-33.
diikuti kusta, rhinoscleroma, actinomikosis, 3. Permi HS et al. A histopathological study f
infeksi jamur, granuloma benda asing dan granulomatous inflammation. NUJHS. 2012;
granuloma dengan etiologi yang tidak diketahui 2: 15-19.
20
(Tabel 4). 4. James DG. Aclinicopathological classi-
Didapatkan bahwa dari 170 kasus granuloma fication of granulomatous disorder. Postgrad
hanya 159 kasus dengan etiologi yang Med J 2000;76:457-65.
diketahui, 11 kasus dengan etiologi yang tidak 5. Van den Berg JM et al. Chronic granu-
diketahui. Walaupun telah menggunakan limatous disease: the european experience.
pewarnaan khusus, etiologi granuloma yang Plos One 2009;4:1-10.
dapat dikonfirmasi hanya sebesar 93.52% kasus
20
saja.
Pawale et al mengemukakan bahwa dibutuhkan Daftar Pustaka bersambung ke halaman 68
kerja sama antara para klinisi dan ahi patologis

Vol. 4 No. 1 Januari 2015 65


Aspek Klinikopatologi Berbagai Radang Granulomatosa Pratista Patologi
Gandi Haryono, Maria Francisca Ham

Gambar 1. Cytokine network. (IFN-δ= interferon


gamma; IL= intrleukin; MHC= major histocompatibility
4
complex; TNF= tumor necrosis factor).
Gambar 3. Kusta tipe tuberkuloid dengan pewarnaan
10
imunohistokimia.

Gambar 4. A. Infitrat inflamasi terletak di dermis di


bawah epidermis yang akantosis (HE 20x). B. Infiltrat
granuloma terdiri dari limfosit, histiosit, neutrofil dan
11
giant cell (HE 100x).

Gambar 2. Tahapan pembentukan granuloma pada Gambar 5. Granuloma dengan daerah nekrotik dan
13
paru-paru manusia. A, B. granuloma awal pembesar- giant cell Langhans (tanda panah).
an 40x dan 100x. C, D. Granuloma kaseosa pembe-
saran 100x dan 40x. E, F. Granuloma fibrokaseosa
pembesaran 40x. G, H. Granuloma resolusi pembe-
9
saran 40x.

Vol. 4 No. 1 Januari 2015 66


Aspek Klinikopatologi Berbagai Radang Granulomatosa Pratista Patologi
Gandi Haryono, Maria Francisca Ham

Gambar 8. Sarcoid granuloma atau limpositik-


16
epitheloid granuloma.

Gambar 6. Histologi kelenjar limfe servikal yang


menunjukkan proses necrotizing inflamasi dan xanto-
granulomatous tanpa pembentukan granuloma. A.
+ 14
Pewarnaan HE, B. Histiosit CD68 .

Gambar 9. Inflamasi transmural kolon pada penyakit


Crohn’s dengan penebalan submukosa dengan fokus
17
hiperplasi limfadenoid.

Gambar 7. A. Biopsi kulit dari lesi discoid menunjukan


hyperkeratosis, atrofi epidermis & granuloma seba-
sea; B. Granuloma sebaseous dengan kelenjar
sebasea yang rusak terlihat seperti vakuol putih kecil;
C. Granuloma sebaseous dengan giant cell. Kelenjar
15
sebasea yang hancur terlihat sebagai lubang putih.

Gambar 10. Peradangan granulomatosa difus pada


18
kolon (pewarnaan HE 150x).

Vol. 4 No. 1 Januari 2015 67


Aspek Klinikopatologi Berbagai Radang Granulomatosa Pratista Patologi
Gandi Haryono, Maria Francisca Ham

10. Stinco G, Piccirillo F, Patrone P.


Imunohistochemical analysis of the immune
cells in the epitheloid cell granuloma of
tuberculoid leprosy. EJD. 2008; 18: 92-3.
11. Guarneri C, Cannavo SP. ‘Fish-tank’
granuloma: a diagnostic dilemma. Inter
Med J. 2009; 39: 338-40.
12. Gray SF, Smith RS, Reynolds NJ, Williams
EW. Fish tank granuloma. Br Med J. 1990;
1069-70.
13. Aarestrup FM, Vieira BJ. Oral manifestation
of tertiary syphilis: case report. Braz Dent J.
1999; 10(2): 117-21.
Gambar 11. Granuloma beryllium dengan sel epithe- 14. Xavier RG et al. Kikuchi-Fujimoto disease.
loid, mitokondria (M), kompleks golgi (G), vesikel (V) J Bras Pneumol. 2008; 34(12): 1074-78.
19
(Uranyl asetat dan lead sitrat x11000). 15. Yasmin R et al. Granuloma formation in
dscoid lupus erythematosus: a novel
Lanjutan Daftar Pustaka
microscopic feature. J Pakistan Association
Dermatol. 2011; 21(3): 154-8.
6. Grez M et al. Gene therapy of chronic 16. Kosjerina Z et al. The sarcoid granuloma:
granulomatous disease: the engraftment ‘epitheloid’ or ‘limphocytic-epitheloid’
dilemma. Mol Ther. 2011; 19: 28-35. granuloma?. MRM J. 2012; 7(11): 1-5.
7. Qureshi R, Sheikh RA, Ul Haque A. 17. Morson BC. Crohn’s disease. Section Med.
Chronic granulomatous inflammatory 1968; 61: 79-81.
disorders of skin at a tertiary care hospital 18. Williams WJ. Histology of crohn’s
in Islamabad. Inter J Pathol. 2004; 2: 31-4. syndrome. Gut. 1964; 5: 510-16.
8. Zumla AA, James DG. Granulomatous 19. William WJ. The beryllium granuloma. Proc
infection: etiology and classification. roy Soc Med. 1971 ; 64: 946-48.
Clinical Infection Disease 1996;23:146-58. 20. Pawale J, Puranik r, Kulkarni MH. A
9. Kim MJ et al. Caseation of human histopathological study of granulomatous
tuberculosis granulomas correlates with inflammation with an attempt to find the
elevated pejamu lipid metabolism. EMBO aetiology. J CDR. 2011; 5(2): 301-6.
Mol Med. 2010; 2: 258-74.

Vol. 4 No. 1 Januari 2015 68

Anda mungkin juga menyukai