Monofilament Test Dan Pemeriksaan ABI Sebagai Deteksi Dini Peripheral Arterial Disease Di Puskesmas
Monofilament Test Dan Pemeriksaan ABI Sebagai Deteksi Dini Peripheral Arterial Disease Di Puskesmas
1. IDENTITAS PENELITIAN
A. JUDUL PENELITIAN
Monofilament Test dan Pemeriksaan ABI sebagai Deteksi Dini Peripheral Arterial Disease di Puskesmas
kota Makassar
Kesehatan - Keperawatan
2. IDENTITAS PENGUSUL
Nama (Peran) Perguruan Program Studi/ Bidang Tugas ID Sinta H-
Tinggi/ Institusi Bagian Index
1 Video Kegiatan
Luaran Tambahan
Tahun Jenis Status target capaian (accepted, Keterangan (url dan nama jurnal,
Luaran Luaran published, terdaftar atau granted, atau penerbit, url paten, keterangan sejenis
status lainnya) lainnya)
5. ANGGARAN
Rencana anggaran biaya penelitian mengacu pada PMK yang berlaku dengan besaran minimum dan
maksimum sebagaimana diatur pada buku Panduan Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat
6. KEMAJUAN PENELITIAN
A. RINGKASAN
Diabetes Melitus (DM) merupakan kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia
yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya. Klasifkasi DM secara umum
terdiri atas DM tipe 1 atau Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM) dan DM tipe 2 atau Non Insulin
Dependent Diabetes Melitus (NIDDM). Diabetes melitus (DM) mengalami peningkatan secara terus
menerus setiap tahunnya baik di dunia maupun di Indonesia. Berdasarkan Data International Diabetes
Federation (IDF) peningkatan kasus baru DM di Indonesia pada tahun 2017 hingga 2021 sebesar 9.189
kasus. Peripheral artery disease (PAD) merupakan suatu istilah yang digunakan untuk mendefnisikan
gangguan aliran darah melalui arteri yang disebabkan oleh stenosis dan obstruksi (oklusi) pembuluh
darah akibat pembentukan plak arterosklerotik dibawah lapisan dinding pembuluh darah, dapat mengenai
ekstremitas atas dan bawah. Namun, Peripheral artery disease biasanya paling sering terjadi pada
ekstremitas bawah, terjadi perubahan pada dinding pembuluh darah menyebabkan penurunan aliran
darah (perfusi) ke ekstremitas bawah yang ditandai dengan penurunan ankle brachial index (ABI).
Diagnosis klinis Peripheral artery disease dapat ditegakkan dengan pengukuran menggunakan skor ankle
brachial index (ABI), yaitu membandingkan antara ukuran nilai sistolik tekanan darah pada pergelangan
kaki dengan nilai sistolik tekanan darah pada lengan. Dinyatakan mengalami PAD jika hasil pengukuran
didapatkan skor ≤ 0.9. Tujuan dari penelitian ini adalah mendeteksi secara dini masyarakat penderita DM
yang berisiko mengalami Peripheral Arterial Disease dengan menggunakan Monoflament test dan
pemeriksaan Ankle Brachial Index (ABI). Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu menjadi dasar dalam
menghindari terjadinya kasus atau kejadian Peripheral Arterial Disease pada masyarakat di wilayah kerja
puskesmas kota Makassar. Luaran yang ditargetkan adalah terpublikasi dalam jurnal nasional
terakreditasi. Adapun hasil penelitian ini adalah menunjukkan bahwa 47 responden (94%) pada saat
pemeriksaan monoflament test menunjukkan hasil yang normal atau tidak mengalami neuropati,
sedangkan ada 1 responden yang masuk dalam kategori suspect neuropati, dan ada 2 responden atau
sekitar 4% yang sudah terdeteksi menderita neuropati. Selain itu untuk pemeriksaan ABI menunjukkan
bahwa dari hasil pemeriksaan Ancle Brachial Index menunjukkan bahwa teridentifkasi 8 responden atau
sekitar 16% yang mengalami Peripheral Arterial Disease, dan 42 responden atau sekitar 84% tidak
terddeteksi mengalami Peripheral Arterial Disease.
B. KATA KUNCI
Berdasarkan tabel diatas, menunjukkan bahwa mayoritas responden pada penelitian ini adalah berjenis
kelamin perempuan yakni 41 atau sebesar 82%. Karakteristik responden berdasarkan usia, paling banyak pada
kelompok usia manula dengan jumlah 13 responden atau 26% dan paling sedikit 2 responden dengan jumlah
peresentasi 4%. Responden dengan riwayat Diabetes melitus terbanyak adalah pada kategori 4-6 tahun sebanyak
36%, namun ada pula responden yang telah menderita DM lebih dari 10 tahun, sebesar 12%. Berdasarkan IMT
40% responden berada pada kelompok Normal, dan ada pula 32% mengalami Obesitas Tingkat 1, bahkan ada
Obesitas tingkat II sebanyak 6%. Berdasarkan riwayat merokok, 92% tidak merokok, hal ini mungkin karena
responden lebih banyak yang berjenis kelamin perempuan.
Jenis kelamin adalah perbedaan jenis kelamin yang diperoleh saat lahir untuk membedakan laki laki
dari perempuan. Baik pria maupun wanita berisiko terkena diabetes. Wanita memiliki risiko lebih tinggi terkena
diabetes dibandingkan pria karena secara fisik, wanita lebih cenderung mengalami peningkatan indeks massa
tubuh jika mengalami sindrom siklus bulanan (premenstrual syndrome). Pasca menopause membuat lemak tubuh
lebih mudah menumpuk akibat proses hormonal tersebut, sehingga wanita berisiko terkena diabetes (1).
Tingginya angka kejadian DM pada perempuan disebabkan perbedaan komposisi tubuh dan kadar
hormon seksual antara laki-laki dan perempuan dewasa (2). Jaringan adiposa lebih banyak pada perempuan
dibandingkan laki-laki, perbedaan kadar lemak laki-laki dan perempuan dewasa yaitu pada laki-laki 15-20%
sedangkan perempuan memiliki kadar lemak 20– 25% dari berat badan (3) Konsentrasi hormon estrogen yang
berkurang pada perempuan menopause menyebabkan cadangan lemak terutama di daerah perut mengalami
kenaikan yang mengakibatkan pengeluaran asam lemak bebas meningkat, kondisi tersebut berkaitan dengan
resistensi insulin (4).
Selain jenis kelamin, beberapa faktor risiko terjadinya diabetes melitus diantaranya adalah usia, tingkat
pendidikan, merokok, faktor genetik, dan stress. Pada penelitian sebelumnya mendapatkan hasil bahwa terdapat
hubungan antara tingkat pendidikan dengan kejadian diabetes melitus, orang dengaan tingkat pendidikanya rendah
1, 27 kali beresiko menderita diabetes melitus daripada orang yang berpendidikan tinggi (Irawan, 2010). Hasil
penelitian dinegara maju menunjukkan bahwa kelompok umur yang beresiko terkena Diabetes Melitus usia 65
tahun keatas. Negara berkembang, kelompok umur yang beresiko untuk menderita Diabetes Melitus adalah usia
46 – 64 tahun karena pada usia tersebut terjadi intoleransi glikosa. Penelitian Fatmawati menunjukkan bahwa
umur merupakan variabel yang signifikan terhadap kejadian Diabetes Melitus(Fatmawati,2010 dalam (5)).
Bedasarkan tabel tersebut menunjukkan bahwa 47 responden (94%) pada saat pemeriksaan
monofilament test menunjukkan hasil yang normal atau tidak mengalami neuropati, sedangkan ada 1 responden
yang masuk dalam kategori suspect neuropati, dan ada 2 responden atau sekitar 4% yang sudah terdeteksi
menderita neuropati. Monofilament Test akan dilakukan dengan hasil menunjukkan jika Pasien tidak dapat
merasakan sentuhan monofilamen jika ditekan ke kaki dengan tekanan yang cukup. Ini adalah hasil abnormal saat
mendeteksi ketika monofilamen menekuk kaki. Jika monofilamen tidak dapat dirasakan pada 3 titik, sensasi
perlindungan hilang (6). Hilangnya sensasi perlindungan pada neuropati perifer merupakan penyebab umum pada
pasien dengan tukak diabetik. Menggunakan pengujian serat tunggal adalah cara terbaik untuk mengevaluasi
neuropati diabetik. Pasien dengan sensasi kaki normal biasanya dapat merasakan kontak monofilamen, namun
pasien dengan dugaan penurunan atau hilangnya sensasi pelindung tidak dapat merasakan kontak monofilamen.
Monofilamen adalah alat sederhana, murah, dan tidak menimbulkan rasa sakit yang dapat digunakan pada pasien
diabetes untuk skrining awal neuropati perifer (7). Tes ini dapat menguji fungsi reseptor Merkel dan Meissner
serta hubungannya dengan serabut saraf berdiameter besar. Penderita diabetes berisiko tinggi mengalami masalah
berkurang atau hilangnya sensasi pada serabut saraf tersebut. Semakin rendah nilai sensitifitas kakinya, maka akan
semakin besar pula peluangnya mengalami ulkus kaki diabetik.
Neuropati diabetik adalah salah satu dari banyak komplikasi diabetes jangka panjang, yang
mempengaruhi sekitar 50% penderita diabetes. Neuropati berkaitan erat dengan durasi dan tingkat keparahan
hiperglikemia. Prevalensi neuropati meningkat seiring dengan durasi diabetes dan kontrol gula darah yang buruk.
Kontrol glikemik yang buruk dan durasi diabetes yang berkepanjangan merupakan faktor risiko utama neuropati
diabetik. Durasi diabetes yang berkepanjangan dikaitkan dengan risiko tiga kali lipat terjadinya neuropati diabetik.
Faktor risiko lainnya termasuk usia tua, obesitas, hipertensi, hiperlipidemia, merokok dan konsumsi alkohol (8).
Berdasarkan hasil tabel 3 diatas, menunjukkan bahwa dari hasil pemeriksaan Ancle Brachial Index
menunjukkan bahwa teridentifikasi 8 responden atau sekitar 16% yang mengalami Peripheral Arterial Disease,
dan 42 responden atau sekitar 84% tidak terddeteksi mengalami Peripheral Arterial Disease.
Peripheral artery disease (PAD) merupakan suatu istilah yang digunakan untuk mendefinisikan gangguan
aliran darah melalui arteri yang disebabkan oleh stenosis dan obstruksi (oklusi) pembuluh darah akibat
pembentukan plak arterosklerotik dibawah lapisan dinding pembuluh darah, dapat mengenai ekstremitas atas dan
bawah. Namun, Peripheral artery disease biasanya paling sering terjadi pada ekstremitas bawah, terjadi perubahan
pada dinding pembuluh darah menyebabkan penurunan aliran darah (perfusi) ke ekstremitas bawah yang ditandai
dengan penurunan ankle brachial index (ABI) (9). Berdasarkan penelitian lainnya yang dilakukan di Amerika
Serikat, prevalensi faktor risiko usia ≥ 70 tahun pada pasien PAD sebesar 14.5%, dengan faktor risiko
kardiovaskuler berupa hiperkolesterolemia lebih dari 60%, hipertensi 74%, diabetes 26%, konsumsi rokok 33%.
Dari penelitian tersebut, didapatkan pasien PAD dengan penyakit kardiovaskuler seperti penyakit jantung koroner,
gagal jantung kongestif dan atau stroke sebesar 33%.8 Studi prevalensi yang dilakukan oleh Cardiological Society
of India Kerala Coronary Artery disease and Its Risk Factors, prevalensi pasien PAD dengan diabetes sebesar
25,5%, hipertensi 62,94%, hiperkolesterolemia 61,61%, HDL rendah 35,93%, konsumsi rokok 31%, dan 30,2%
pasien PAD dengan penyakit CAD (10).
D. STATUS LUARAN: Tuliskan jenis, identitas dan status ketercapaian setiap luaran wajib dan luaran
tambahan (jika ada) yang dijanjikan. Jenis luaran dapat berupa publikasi, perolehan kekayaan intelektual,
hasil pengujian atau luaran lainnya yang telah dijanjikan pada proposal. Uraian status luaran harus didukung
dengan bukti kemajuan ketercapaian luaran sesuai dengan luaran yang dijanjikan. Lengkapi isian jenis
luaran yang dijanjikan serta mengunggah bukti dokumen ketercapaian luaran wajib dan luaran tambahan
melalui BIMA.
Sehubungan dengan adanya masalah pada jurnal sebelumnya yang akan terpublikasi pada bulan Februari 2024,
sehingga peneliti mengubah tempat publikasi jurnal yang lain, yakni jurnal Comprehensive Health Care dengan
index SINTA 4.
E. PERAN MITRA: Tuliskan realisasi kerjasama dan kontribusi Mitra baik in-kind maupun in-cash (untuk
Penelitian Terapan, Penelitian Pengembangan, PTUPT, PPUPT serta KRUPT). Bukti pendukung realisasi
kerjasama dan realisasi kontribusi mitra dilaporkan sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. Bukti dokumen
realisasi kerjasama dengan Mitra diunggah melalui BIMA.
Penelitian ini tidak melibatkan mitra
F. KENDALA PELAKSANAAN PENELITIAN: Tuliskan kesulitan atau hambatan yang dihadapi selama
melakukan penelitian dan mencapai luaran yang dijanjikan, termasuk penjelasan jika pelaksanaan penelitian
dan luaran penelitian tidak sesuai dengan yang direncanakan atau dijanjikan.
Kendala dalam penelitian ini adalah mengumpulkan pasien DM dalam 1 waktu, sehingga harus menunggu
beberapa waktu untuk menunggu jadwal selanjutnya. Namun hal ini tidak membuat peneliti menyerah, sehingga
responden dapat terkumpul sebanyak 50 orang.
G. RENCANA TAHAPAN SELANJUTNYA: Tuliskan dan uraikan rencana penelitian di tahun berikutnya
berdasarkan indikator luaran yang telah dicapai, rencana realisasi luaran wajib yang dijanjikan dan
tambahan (jika ada) di tahun berikutnya serta roadmap penelitian keseluruhan. Pada bagian ini
diperbolehkan untuk melengkapi penjelasan dari setiap tahapan dalam metoda yang akan direncanakan
termasuk jadwal berkaitan dengan strategi untuk mencapai luaran seperti yang telah dijanjikan dalam
proposal. Jika diperlukan, penjelasan dapat juga dilengkapi dengan gambar, tabel, diagram, serta pustaka
yang relevan. Pada bagian ini dapat dituliskan rencana penyelesaian target yang belum tercapai.
Rencana tahapan selanjutnya adalah diharapkan penelitian ini dapat menjadi kegiatan rutin disetiap puskesmas
untuk mendeteksi secara dini terjadinya masalah. Selain itu perlu dibuatkan kartu kontrol untuk setiap responden
yang harus dievaluasi setiap 3 bulan sekali.
H. DAFTAR PUSTAKA: Penyusunan Daftar Pustaka berdasarkan sistem nomor sesuai dengan urutan
pengutipan. Hanya pustaka yang disitasi pada laporan akhir yang dicantumkan dalam Daftar Pustaka.
1. Wahyuni. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Penyakit Diabetes Mellitus Didaerah Perkotaan di
Indones ia. Universitas Islam Syarif Hidayatullah; 2014.
2. Prasetyani D. Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Neuropati Diabetik Pada Pasien Diabetes
Mellitus Tipe 2. Viva Med J Kesehatan, Kebidanan, dan Keperawatan. 2019;12.
3. K P, KN H. Anak perempuan dan obesitas sebagai faktor risiko kejadian kadar gula darah tinggi pada
anak sekolah dasar. J Gizi Indones (The Indones J Nutr. 2018;6(2).
4. Isnaini N, R R. Faktor risiko mempengaruhi kejadian Diabetes mellitus tipe dua. J Kebidanan dan
Keperawatan Aisyiyah. 2018;14(1).
5. Pahlawati A, Nugroho PS. Hubungan Umur Dan Status Gizi Dengan Kadar Gula Darah Penderita
Diabetes Melitus Tipe Ii. J Ilmu Kesehat. 2018;6(2):153.
6. Rangki L, Afrini IM, Fadilah Z. Peningkatan Derajat Kesehatan Masyarakat Melalui Deteksi Dini
Kejadian Neuropati pada Kaki dengan Pemeriksaan Monofilament Test. Indones Berdaya. 2023;2030.
7. Shrikhande G V. Diabetes and Pperipheral Vascular disease: Diagnosis and Management. New York:
Humana Press; 2012.
8. Chawla R. Complication of Diabetes. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publisher; 2012.
9. Said A, Novianti AD, Fety Y. Early Detection of Peripheral Artery Disease through Ankle Brachial Index
Examination in Prolanist Group at Puskesmas Poasia. Heal Inf J Penelit. 2021;13(1):11–9.
10. Sarjono AS. GAMBARAN FAKTOR RISIKO Peripheral Artery Disease PADA PASIEN Peripheral
Artery Disease DI RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG PERIODE JANUARI 2019 –
11. AGUSTUS 2021. Universitas Sriwijaya; 2021.
Submission Template For Autor
Monofilament test and Ankle Brachial Index examination as early detection of Peripheral
Arterial Disease at the Makassar City Health Center
Syaiful1, Risnawati 2
1,2Department of Nursing, Faculty of Nursing and Midwifery, University of Megarezky, Makassar
Corresponding Autor: pati120592@gmail.com
ABSTRACT
The increase in the number of diabetics is influenced by factors of age, overweight, ignorance and
unhealthy lifestyles. The most common complication is diabetic foot ulcer with an incidence rate
of 15%. Some things that need to be considered in everyday life to prevent diabetic foot injuries
are diet (nutritional therapy), exercise (exercise), pharmacological therapy, and education. The
purpose of this study was to detect early the incidence of neuropathy using the monofilament test
and the incidence of peripheral arterial disease using ABI. The research method used was
descriptive research with a quantitative approach, descriptive research was used to assess the
incidence of Peripheral Arterial Disease cases using the Monofilament Test and ABI (Ankle
Brachial Index) examination, with a total of 50 respondents with diabetes mellitus. The results
showed that 47 respondents (94%) at the time of the monofilament test showed normal results
or did not experience neuropathy, while there was 1 respondent who was included in the category
of suspected neuropathy, and there were 2 respondents or around 4% who had been detected
suffering from neuropathy. The results of the Ancle Brachial Index examination showed that 8
respondents or around 16% were identified as having Peripheral Arterial Disease, and 42
respondents or around 84% were not detected as having Peripheral Arterial Disease. The
conclusion is the low number of people with neuropathy and Peripheral arterial disease because
DM sufferers have a DM exercise routine 2 a week, this will help improve blood flow and prevent
an increase in blood glucose level.
KEYWORDS : Monofilament test; ABI; Peripheral Arterial Disease
RESULTS
This research was conducted in several Community Health Centers under the Work Area
of Makassar City Health Centers. This study involved 50 respondents who had been
diagnosed with diabetes mellitus. The characteristics of the respondents are as follow :
CONCLUSIONS
From the results of this study it can be concluded that women are more at risk of
developing diabetes mellitus, apart from gender, age is also a big influence, but
complications from diabetes can be prevented by regularly doing simple physical
activities, for example doing diabetes foot exercises which will have an effect on the
vessels of the body. , in particular improving blood flow in the legs, so that complications
from DM, namely diabetic neuropathy, can be prevented and avoid a decrease in skin
sensitivity which will result in foot wounds easily forming.
ACKNOWLEDGMENT
The researcher would like to thank the Ministry of Research, Technology and
Culture for providing the trust to carry out this research, thank the community health
center, the respondents and all the teams who have contributed to the success of this
research. Hopefully the results of this research can make a big contribution to
respondents, health centers and science.
Dengan ini, Pengelola Jurnal Comprehensive Health Care menyampaikan bahwa naskah
Anda dengan identitas:
Asri,S.Kep,Ns,M.Kep
©2022 (https://creativecommons.org/licenses/by-nc/4.0/ )
Indekxing by :
Monofilament Test dan
Pemeriksaan ABI
sebagai Deteksi Dini
Peripheral Arterial
Disease di Puskesmas
Kota Makassar
Ketua Pengusul : Ners Syaiful, M.Kep. (NIDN : 0911128602)
Anggota Pengusul : Ners Risnawati, M.Kep. (NIDN : 0913078703)
Dokumentasi
Latar
Penelitian ini telah
Belakang, mendapatakan LoA dan
Jurnal Comprehensive
Tujuan,
Kebaruan
Luaran akan dipublikasikan
pada Vol.7 No.3
Health care (terindex :
crossref, garuda, SINTA
4, dan dimensions)
Desember 2023
Metode dan
Hasil Bagi setiap penderita, keluarga dengan DM, pihak
Penelitian
Saran
Puskesmas atau Rumah Sakit untuk lebih
meningkatkan kegiatan rutin untuk aktivitas fisik para
penderita DM agar dapat memaksimalkan aliran
Luaran, darah menuju organ tubuh terjauh dari jantung
Kesimpulan,
Saran,
Rekomendasi Penderita diabetes berisiko tinggi mengalami masalah
berkurang atau hilangnya sensasi pada serabut saraf tersebut.
Semakin rendah nilai sensitifitas kakinya, maka akan semakin
Dokumentasi besar pula peluangnya mengalami ulkus kaki diabetik.
Latar
Belakang,
Tujuan,
Kebaruan
Metode dan
Hasil
Penelitian
Luaran,
Kesimpulan,
Saran,
Rekomendasi
Dokumentasi