Materi
Materi
Bakiriang
Dalam rangka menumbuhkan serta meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat secara
berkelanjutan untuk berperan serta dalam upaya konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya,
maka salah satunya ditempuh pengembangan kegiatan bina cinta alam melalui pembentukan Kader
Konservasi Tingkat Pemula di sekitar Suaka Margasatwa (SM) Bakiriang sebagai habitat satwa endemik
Burung Maleo (Macrocephalon maleo). Peningkatan upaya konservasi yang telah diselenggarakan hingga
saat ini telah menyadarkan kita bahwa kegiatan konservasi lebih bersifat preventif, namun demikian
memiliki nilai yang sangat penting dalam mencegah dan mengendalikan kerusakan sumber daya alam
hayati dan ekosistemnya.
Kader konservasi terdiri dari tingkat pemula, madya, dan utama. Pembentukan kader konservasi yang
dilaksanakan adalah Kader Konservasi Tingkat Pemula karena di sekitar SM Bakiriang belum pernah
dilakukan pembentukan Kader Konservasi sebelumnya dan karena SM Bakiriang merupakan habitat
Burung Maleo yang terancam punah sehingga perlu dilakukan pembentukan Kader Konservasi. Kader
Konservasi merupakan unsur penting dalam pembinaan cinta alam karena merupakan unsur pelopor dan
penggerak dalam upaya konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya serta diharapkan dapat
berperan aktif bersama pemerintah dalam mewujudkan manusia yang sadar konservasi.
Keberadaan dan peran kader konservasi akan sangat membantu untuk meminimalkan tekanan dan
gangguan pada kawasan konservasi. Kader konservasi dibentuk tidak hanya pada daerah-daerah sekitar
kawasan konservasi saja tetapi juga di sekitar kawasan konservasi karena keberadaan kawasan hutan
khususnya kawasan konservasi berpengaruh luas pada masyarakat.
Dalam rangka meningkatkan wawasan dan pengetahuan masyarakat sekitar SM Bakiriang terhadap
upaya pelestarian kawasan konservasi SM Bakiriang sebagai habitat Burung Maleo, maka dilaksanakan
kegiatan Pelatihan Teknis (Pembentukan Kader Konservasi Tingkat Pemula) di Suaka Margasatwa
Bakiriang Kabupaten Banggai Provinsi Sulawesi Tengah.
#Pengkaderan Anggota Kader Konservasi Taman Nasional Kutai SPTN Wilayah II.
Kader Konservasi adalah seseorang yang telah dididik/ditetapkan sebagai penerus upaya konservasi sumber
daya alam yang memiliki kesadaran dan ilmu pengetahuan tentang konservasi sumber daya alam serta
sukarela, bersedia dan mampu menyampaikan pesan konservasi kepada masyarakat.
• Sebagai pelopor dan penggerak upaya-upaya konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya
• Berperan aktif dalam menumbuhkembangkan gerakan upaya-upaya konservasi sumber daya alam di
tengah-tengah masyarakat.
►Sebagai mitra bina cinta alam, kader konservasi diharapkan dapat memberikan perannya sebagai :
a. Inisiator
Sebagai seseorang dari bagian komunitas sadar hutan dan lingkungan, kader konservasi diharapkan dapat
menjadi sumber ide/pemikiran konservasi yang bermanfaat bagi Unit Pelaksana Teknis (UPT) Perlindungan
Hutan dan Pelestarian Alam (PHKA) dari Kementerian Kehutanan, maupun masyarakat secara luas melalui
kepekaan dan pengetahuannya akan kondisi dan permasalahan hutan dan lingkungan saat ini.
b. Motivator
Membangkitkan semangat/motivasi dan dorongan kepada masyarakat untuk mengetahui, memahami, serta
menyadari pentingnya konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya serta penerapan prinsip-
prinsip konservasi dalam peri kehidupan.
c. Fasilitator
Dalam penerapan prinsip-prinsip konservasi melalui pelaksanaan /penyelenggaraan bina cinta alam, kader
konservasi berperan sebagai fasilitator/pendamping kegiatan yang diselenggarakan oleh Balai UPT PHKA,
LSM, kelompok swadaya, dan Pemda setempat maupun kegiatan yang diselenggarakan secara mandiri oleh
mitra.
d. Dinamisator
Dalam menghadapi permasalahan hutan dan lingkungan yang semakin meningkat akhir-akhir ini, kader
konservasi diharapkan dapat berperan sebagai mitra aktif dan sejajar dengan UPT PHKA untuk secara
dinamis menyikapi kondisi yang ada.
# pembentukan kader konservasi balai RSDA Sumatera Baratpembentukan kader konservasi balai RSDA
Sumatera Barat
Pembentukan kader konservasi yang diselenggarakan oleh balai KSDA Sumatera Barat dilaksanakan
pada tanggal 4-6 Desember 2013 bertempat di Anai Resort Lembah Anai, Sumatera Barat, Kegiatan
ini diikuti oleh 10 anggota Tiger Heart dan masing-masing perwakilan mahasiswa pecinta alam
dari berbagai universitas di Sumatera Barat. Kegiatan ini bertujuan dalam pembentukan kader
baru pada Forum Komunikasi Kader Konservasi Indonesia (FK3I) di wilayah Sumatera Barat. Forum
ini diharapkan dapat menjadi jembatan bagi para kader konservasi untuk saling berbagi ilmu dan
berbagi pengalaman dalam melakukan kegiatan yang berkaitan dengan kelestarian lingkungan.
Berkaitan dengan hal tersebut, pada tanggal 19 s/d 21 Oktober 2012, Balai Taman Nasional Bogani Nani Wartabone
(TNBNW) telah membentuk kader-kader konservasi tingkat pemula, sebagai upaya dalam membangun semangat dan
jiwa konservasi dikalangan masyarakat desa penyangga.
Kegiatan pembentukan kader konservasi tahun 2012 ini dibuka secara langsung oleh Kepala Balai TNBNW, Ir.
Agustinus Rante Lembang M.Si. Dalam sambutannya, beliau menyampaikan bahwa keberadaan TNBNW sebagai
salah satu kawasan konservasi di Sulawesi Utara sangatlah penting. Karena, seiring dengan perkembangan
peradaban dunia, masalah konservasi merupakan salah satu permasalahan dunia yang menjadi pembicaraan
(tranding topic) internasional, maka dalam melaksanakan konservasi SDAH&E perlu dibentuk kader-kader konservasi
dari berbagai kalangan masyarakat, sehingga mereka bisa berpartisipasi dalam menjaga kelestarian SDAH&E, yang
diharapkan manfaatnya dapat terus dirasakan sampai anak cucu dan generasi yang akan datang.
Kegiatan Pembentukan Kader Konservasi ini diikuti oleh 30 peserta. Para peserta tersebut merupakan tenaga
pengajar (guru) Sekolah Dasar (SD) yang berada / berbatasan dengan kawasan TNBNW. Tujuan dari
penyelenggaraan kegiatan Pembentukan Kader Konservasi ini adalah untuk membentuk kader-kader konservasi yang
mampu menyampaikan pesan-pesan konservasi, bersedia memelihara dan menjaga lingkungan hidup serta
keberadaan TNBNW, memiliki kepedulian dan rasa empati terhadap kondisi hutan dan lingkungan di wilayah
Kabupaten Bolaang Mongondow
Materi yang disampaikan dalam kegiatan ini antara lain : Bina Suasana Pelatihan; Kehutanan Umum; Dasar-Dasar
Kepemimpinan; Dasar-Dasar Ekologi; Flora dan Fauna Indonesia; Dasar-Dasar Konservasi; Pembinaan Cinta Alam;
Wisata Alam; PPPK dan SAR; Praktek Lapangan, serta Diskusi Interaktif. Berkenaan dengan materi-materi yang
disampaikan dalam kegiatan tersebut, Balai TNBNW bekerjasama dengan beberapa pihak sebagai mitranya, seperti
Universitas Dumoga Kotamobagu, wildlife conservation society (WCS), Yayasan Rimbawan (LSM local), dan
Pemerintah Daerah setempat.
Tindakan melanggar
4.Pemburu kelelawar
Obyek perusakan : kelelawar penyerbuk bunga atau pemakan serangga
Dampak : kelelawar berpindah tempat/ punah, gangguan ekologis serius punahnya beberapa jenis
tanaman, wabah hama/ serangga.
6.Penelusur gua
Obyek perusakan : dekorasi dan biota gua serta sedimen gua.
Dampak : corat-coret,pengambilanspeleothem, pengotoran gua, gangguan ekologis.
7.Penelusuran gua sebagai kegiatan wisata (wisata minat khusus maupun minat biasa)
8.Penelitian flora dan fauna untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan (biologi, geologi,
kesehatan, dll)
9.Eksploitasi daerah karst sebagai bahan baku semen atau lokasi pengmbilan bahan galian harus melalui
pengkajian Prosedur Informasi Lingkungan (PIL) dan AMDAL.
Penangkapan ikan berlebih adalah salah satu bentuk eksploitasi berlebihan terhadap populasi
ikan hingga mencapai tingkat yang membahayakan. Hilangnya sumber daya alam, laju
pertumbuhan populasi yang lambat, dan tingkat biomassayang rendah merupakan hasil dari
penangkapan ikan berlebih, dan hal tersebut telah dicontohkan dari perburuan sirip hiuyang
belebihan dan mengganggu ekosistem laut secara keseluruhan.[1] Kemampuan usaha perikanan
menuju kepulihan dari jatuhnya hasil tangkapan akibat hal ini tergantung pada kelentingan
ekosistem ikan terhadap turunnya populasi. Perubahan komposisi spesies di dalam suatu ekosistem
dapat terjadi pasca penangkapan ikan berlebih di mana energi pada ekosistem mengalir ke spesies
yang tidak ditangkap.
Dampak penangkapan ikan berlebih secara tidak langsung adalah mengurangi pendapatan nelayan
sehingga sebagian beralih profesi. Di Laut China Timur, nelayan beralih profesi dari perikanan
tangkap ke budi daya perairan, pemrosesan ikan, dan wisata bahari setelah hasil tangkapan lokal
menurun.[2]
Operasi Gabungan Balai KSDA Lampung dan Pol Air Polda Lampung
Sita 2,2 ton Cangkang Kima Raksasa
Beri peringkat:
Rate This
Posted in Perlindungan
Meninggalkan komentar
AGUSTUS 7, 2014
Kesiapsiagaan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Memasuki
Tahun 2014 di Lampung
1. Posko siaga kebakaran hutan di BKSDA Lampung aktif memantauhotspot melalui satelit NOOA 18;
2. Bersiaga dan mengintesifkan koordinasi ke instansi terkait tentang sebaran hotspot di berbagai daerah;
3. Meningkatkan sistem peringatan dini ke seluruh kabupaten;
4. Patroli pencegahan kebakaran hutan dan lahan di daerah rawan kebakaran hutan atau yang terpantau di satelit;
5. Groundcheck untuk mencari sumber hotspot yang terpantau di lokasi;
6. Sosialisasi pencegahan kebakaran hutan di desa-desa sekitar kawasan rawan kebakaran hutan dan lahan;
7. Peningkatan koordinasi dengan instansi terkait melalui Rapat Koordinasi Pengendalian Kebakaran Hutan;
8. Peningkatan sumberdaya manusia melalui Penyegaran Pelatihan Brigade Pengendalian Kebakaran Hutan se-
Provinsi Lampung;
9. Pemberdayaan masyarakat sekitar melalui Pembentukan Masyarakat Peduli Api (MPA) di sekitar kawasan
hutan;
10. Peningkatan sumberdaya manusia melalui Pembinaan Masyarakat Peduli Api yang sudah terbentuk sebanyak 12
kelompok yang tersebar di 10 kabupaten;
11. Penegakan hukum bagi pelaku pembakaran perlu ditingkatkan agar timbul efek jera.
Mengingat hotspot pada lahan pertanian dan perkebunan jauh lebih banyak dibanding di hutan maka diharapkan
Dinas Perkebunan dan Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura dapat mengambil peran misalnya melalui
penyusunan peraturan daerah mengenai pengendalian kebakaran lahan, penyusunan program pengendalian
kebakaran lahan pertanian, peningkatan kinerja PPNS dalam penegakan hukum terhadap pelanggaran di bidang
kebakaran lahan pertanian, peningkatan kualitas SDM dalam pengendalian kebakaran lahan pertanian, dan
memfasilitasi penerapan teknologi pertanian yang dapat meningkatkan upaya pengendalian kebakaran lahan dan
pertanian, sebagaimana Instruksi Presiden No. 16 tahun 2011 tentang Peningkatan Pengendalian Kebakaran Hutan
dan Lahan.
Pada akhir telekonferensi, Presiden SBY mempertanyakan kondisi yang berulang terjadi setiap tahun, kepada
masyarakat Riau. Presiden menghimbau masyarakat Riau untuk segera menghentikan pembakaran lahan dalam
penyiapan lahan dan mulai melakukan pembersihan lahan menggunakan traktor atau alat semi mekanis lainnya.
Karena demikian besarnya dana, tenaga, waktu, dan pemikiran yang dikerahkan, akan tetapi berulangkali terjadi dan
membahayakan negara maka perlu ditelaah lebih lanjut, apakah ini terjadi karena pembakaran atau kebakaran.
Balai KSDA Lampung telah menggalakkan metode penyiapan lahan tanpa bakar dengan mensosialisasikan
pembuatan pupuk kompos dan pembuatan briket arang. Setiap kelompok MPA binaan BKSDA Lampung dilatih
membuat pupuk kompos dan briket arang dengan memberikan EM 4 (Bokashi) sebagai aktivator kompos dan mesin
cetak briket. Sebagaimana diketahui bahwa dibutuhkan 3 unsur penyebab kebakaran yaitu udara, bahan (daun dan
ranting) dan api. Oleh sebab itu pemutusan rantai pada bahan kebakaran yaitu daun dan ranting yang dimanfaatkan
menjadi kompos dan briket arang, diharapkan mampu mencegah terjadinya kebakaran.
Eee