Anda di halaman 1dari 6

RINGKASAN MATERI

TENTANG MESEUM RUMOH CUT NYAK DHIEN


oleh:
Santia varissa (210502037)
Dosen pengampu:
Rizki Rinaldi, S.S., M.Hum.

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA ARAB


FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY
BANDA ACEH
2023

Rumah Cut Nyak Dhien


Rumah Cut Nyak Dhien merupakan salah satu objek wisata bersejarah yang banyak
dikunjungi oleh masyarakat. Mereka yang datang dengan tujuan untuk mengenal dan mengingat
kembali sejarah tentang Cut Nyak Dhien. Rumah pahlawan nasional Cut Nyak Dhien yang
terletak di Desa Lampisang, Kecamatan Peukan Bada, Aceh Besar, menyimpan sejarah
perjuangan panjang masyarakat Aceh melawan penjajahan Belanda. Meski disebut "Rumah Cut
Nyak Dhien", rumah tersebut sebenarnya merupakan replika bangunan asli yang dibakar
penjajah Belanda pada tahun 1896. Belanda mengetahui Teuk Umar hanya berpura-pura mau
bekerja sama, sehingga mereka membakar rumah tersebut. Yang tersisa saat itu hanyalah air
mancur setinggi 2 meter di sisi kiri rumah. Rumah Cut Nyak Dhien dibangun kembali dalam
bentuk aslinya pada tahun 1981 dengan tujuan menjadi objek wisata edukasi dan pendidikan
sejarah. Rumah tersebut kemudian diresmikan pada tahun 1987 oleh Fuad Hassan, Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan.
Rumah Cut Nyak Dhienmerupakan rumah panggung khas Aceh beratap jerami yang
ditopang oleh 65 tiang kayu besi. Di Aceh disebut Kayusemantok. Bahan besi yang digunakan
adalah bahan besi merah kualitas tinggi . Kekuatan bangunan ini diuji ketika Aceh diguncang
gempa dan tsunami pada tahun 2004. Saat itu tidak terjadi kerusakan pada bangunan, namun
rumah tersebut menjadi pusat evakuasi warga sekitar. Untuk memasuki rumah, Anda perlu
menaiki tangga di sisi kanan bangunan. Pengunjung kemudian diajak ke sebuah ruangan luas
yang berfungsi sebagai ruang pertemuan untuk menyusun strategi melawan masa lalu Belanda.
Ruangan ini dipenuhi foto-foto perjuangan rakyat Aceh. Jika dicermati, salah satu foto
memperlihatkan wajah asli cut nyak yang tinggal di pengasingan di Sumedang, Jawa Barat.
Salah satu yang menarik dari Rumah Cut Nyak Dhien adalah letak dua toilet wanita. Sebenarnya
letaknya di depan rumah. Ruangan Cut Nyak Dhien sendiri letaknya berada di bagian belakan
Hal ini merupakan bagian dari strategi perlawanan , dimana setiap kali Belanda menyerang
rumah ini, mereka harus ke ruang depan terlebih dahulu dan tertipu agar Cat nyak Dien
mempunyai waktu untuk melarikan diri dan mempersiapkan perlawanan. Di ruangan lainnya,
pengunjung bisa melihat koleksi senjata perang tradisional Aceh dan satu-satunya artefak asli.
Air mancur sengaja dibangun setinggi 2 meter sebagai tindakan pencegahan agar Belanda tidak
meracuni air yang ada di dalamnya.

Perjuangan seorang pahlawan Wanita aceh melawan belanda yaitu Cut Nyak Dhien dapat
tergambarkan salah satunya dengan cara mengunjungi rumah Cut Nyak Dhien yang akan
memberikan sensasi perjalanan perjuangan sosok pahlawan perempuan hebat.
Rumah Cut Nyak Dhien menjadi daya Tarik tersendiri pengunjung dalam dan luar negeri
dengan kondisi yang selalu dirawat dan dijaga kelestarian dari setiap benda benda peninggalan
sejarah dari sosok pahlawan Cut Nyak Dhien
Bangunan mempunyai ukurann 25 x 17 m dengan halaman yang sangat luas dengan
dikelilingi oleh banyak tamah yang ditumbuhi banyak tanaman dan pohon pohon. Ketika
ssampai di rumah Cut Nyak Dhien pengunjung dapat merasakan sensasi sejarah perjuangan Cut
Nyak Dhien dengan adanya barang barang peninggalan Cut Nyak Dhien yang tetap dijaga
sehingga masih dapat di lihat sasmpai sekarang. Rumah Cut Nyak Dhien merupakah gaya rumah
adat traditional aceh pada umumnya yang dirancang dengan menggunakan simbol simbol adat
dan kepercayaan masyarakat aceh. Salah satu peninggalannya yaitu sumur yang ada di samping
rumah yang dibuat dengan material yang sangat kokoh sehingga masih bertahan dan masih mirip
dengan pada masa Cut Nyak Dhien
Rumah Cut Nyak Dhien merupakan sebuah bangunan yang berbentuk rumah panggung.
Bangunan ini merupakan rumah yang berkontruksi kayu dan juga bahan bangunan yang diambil
dari hasil kekayaan alam sekitar. Bangunan Rumah Cut Nyak Dhien secara umum terbagi dalam
tiga ruangan yaitu Seuramoe Keu (serambi depan), Tungai (serambi tengah), dan Seuramoe Likot
(serambi belakang). Dari Arsitektur Rumah Cut Nyak Dhien ini akan memiliki makna simbolis
dimulai dari setiap sudut, ruang, dan pekarangan rumah yang mecerminkan budaya daerah
masing-masing. Makna tersebut bisa menggambarkan agama, peraturan, tata krama, adat istiadat
dan budaya, serta hal-hal mistis menurut kepercayaan. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui makna simbolik yang terkandung dalam arsitektur Rumah Cut Nyak Dhien.
Bangunan rumah mencerminkan keariafan, kebudayaan, tata krama dan juga keimanan terhadap
Allah SWT. Segala bentuk arsitektur memiliki makna yang lebih dari sekedar fungsinya sebagai
bagian kesatuan sebuah bangunan. Makna simbol dari arsitektur ini dibangun untuk menciptakan
rasa cinta terhadap apa yang dimiliki dan juga untuk mengingat Allah SWT dalam menjalankan
segala aktivitasnya dikehidupan sehari-hari.
Rumah Cut Nyak Dhien ini memiliki makna simbolis dimulai dari setiap sudut, ruang,
dan pekarangan rumah yang mecerminkan budaya daerah aceh. Dalam pembuatannya, Rumah
Cut Nyak Dhien mengikuti bentuk budaya daerah aceh. Rumah Cut Nyak Dhien juga mengikuti
adat istiadat yang berlaku dan menjadi sebagai identitas. Bentuk
Bedasarkan tanda – tanda dari bentuk Rumah Cut Nyak Dhien itu sendiri, sang arsitek
atau Utoh (Tukang bangunan) ingin memberi pesan kepada masyarakat atau tamu yang
berkunjung. Pesan ini bisa berupa pesan moral maupun pesan agama yang dianut di Aceh.
Kearifan lokal yang dapat dipelajari pada bangunan Rumah Cut Nyak Dhien antara lain:
bentuk panggung dan kolong sebagai ekspresi terhadap lingkungan alam dan tepian sungai yang
sering mengalami banjir bahkan binatang buas dimasa lalu. Tiang utama penyangga terbuat dari
kayu pilihan, dinding terbuat dari bilah papan, dan bagian penutup atap dari daun rumbia.
Sedangkan untuk system penghubung konstruksi tidak menggunakan paku, melainkan ikatan tali
rotan dan pasak kayu. Sedangkan tipe atau bentuk Rumah Cut Nyak Dhien sendiri telah bersifat
tetap (permanency) dengan orientasi arah bangunan, ruangan dan jumlah ruangan, serta elemen
struktur utama yang terdiri dari: umpak batu, kolom (tameh), balok (toi), lantai (aleue), bagian
atap (tulak angen) yang berfungsi untuk menciptakan cross ventilation pada bagian dalam
Rumah Cut Nyak Dhien. Rumah Cut Nyak Dhien merupakan sebuah bangunan yang berbentuk
rumah panggung. Bangunan ini merupakan rumah yang berkontruksi kayu dan juga bahan
bangunan yang diambil dari hasil kekayaan alam sekitar. Pada masa pemerintahan Sultan
Iskandar Muda terilhami arsitektur Rumah Cut Nyak Dhien yang diberlakukan dalam kehidupan
masyarakat Pidie sebagai pola hidup yang sehat dan bukan hanya sekedar tempat hunian, tetapi
juga merupakan ekspresi keyakinan masyarakat aceh terhadap Tuhan Yang Maha Esa serta
adaptasi manusia dengan alam sebagai tempat hunian yang sarat dengan nilai-nilai religi, histori
dan filosofi tidak bisa ditemukan lagi (punah) karena dibakar oleh Belanda sedangkan Rumoh
Raya
Arsitektur Rumah Cut Nyak Dhien dibangun sangat presisi dan tradisional dimana tidak
terdapatnya paku pada bangunan rumah dan menggunakan kayu hasil alam dengan cara
pemilihan kayu yang sangat ramah lingkungan. Rumah Cut Nyak Dhien dibangun sangat kokoh
hingga ratusan tahun serta tahan dari segala bencana alam seperti banjir, gempa, dan angin
kencang. Arsitektur Rumah Cut Nyak Dhien menyampaikan pesan tersirat atau sebuah makna
yang tersembunyi untuk menggambarkan sesuatu seperti strata sosial dengan jumlah tameh,
ukiran, bahan bangunan, bentuk rumah, serta ukuran rumah. Selanjutnya menggambarkan
kepercayaan terhadap Allah SWT atau menjalakan syariat atau kaidah islam dengan jumlah anak
tangga, bentuk pintu, guci, ukiran, serta arah rumah.
Sejarah Cut Nyak Dhien
Kelahiran Cut Nya Dien dan Pernikahannya dengan Teuku Ibrahim
Cut Nyak Dhientermasuk keturunan dari bangsawan Aceh. Beliau lahir tahun 1848 di kampung
Lam Padang Peukan Bada, wilayah VI Mukim, Aceh Besar. Semasa kecil, Cut Nyak
Dhiendikenal sebagai gadis yang cantik. Kecantikan itu semakin lengkap dengan pintarya Cut
Nyak Dhiendalam bidang pendidikan agama. Pada tahun 1863, saat itu Cut Nyak Dhienberusia
12 tahun, ia dijodohkan dengan Teuku Ibrahim Lamnga, putra dari Teuku Po Amat, Uleebalang
Lam Nga XIII. Suaminya adalah pemuda yang wawasannya luas dan taat agama. Cut Nyak
Dhiendan Teuku Umar menikah dan memiliki buah hati seorang laki-laki. Riwayat sejarah Aceh
mencatatkan bahwa Teuku Ibrahim berjuang melawan kolonial Belanda. Teuku Ibrahim sering
kali meninggalkan Cut Nyak Dhiendan anaknya karena melakukan tugas mulia yaitu berjuang
melawan kolonial Belanda. Berbulan-bulan setelah meninggalkan Lam Padang, Teuku Ibrahim
kembali datang untuk menyerukan perintah mengungsi dan mencari perlindungan di tempat yang
aman. Atas seruan dari suaminya itu, Cut Nyak Dhienbersama penduduk lainnya kemudian
meninggalkan daerah Lam Padang pada 29 Desember 1875. Kabar duka menimpa Cut Nyak
Dien, pada 29 Juni 1878, Teuku Ibrahim wafat. Kematian suaminya itu membuat Cut Nyak
Dhienterpuruk. Namun, kejadian itu tidak membuatnya putus asa, justru sebaliknya menjadi
alasan kuat Cut Nyak Dhienmelanjutkan perjuangan sosok suaminya yang sudah wafat.

Cut Nyak Dhiendan Meletusnya Perang Aceh


Pada 26 Maret 1873, Belanda memulai perang dengan Aceh. Belanda melalui armada
kapal Citadel van Antwerpen, mulai melepaskan tembakan meriam ke daratan Aceh.
Selanjutnya, pada tanggal 8 April 1873, Belanda di bawah pimpinan Johan Harmen Rudolf
Köhler berhasil mendarat di Pantai Ceureumen dan langsung menguasai dan membakar Masjid
Raya Baiturrahman, Aceh. Apa yang dilakukan oleh Belanda tersebut kemudian memicu
terjadinya perang Aceh yang dipimpin oleh Panglima Polim dan Sultan Mahmud Syah melawan
sekitar 3.198 prajurit Belanda. Tetapi, Kesultanan Aceh bisa memenangkan perang pertama
melawan Belanda tersebut dengan tertembaknya Köhler hingga tewas. Pada tahun 1874-1880, di
bawah kepemimpinan Jenderal Jan van Swieten, wilayah VI Mukim berhasil diduduki oleh
Belanda begitu juga dengan Keraton Sultan yang akhirnya harus mengakui kekuatan hebat dari
kolonial Belanda. Dengan kejadian tersebut, memaksa Cut Nyak Dhiendan bayinya mengungsi
bersama penduduk serta rombongan lain pada 24 Desember 1875. Namun, Teuku Ibrahim tetap
bertekad untuk merebut kembali daerah VI Mukim. Sayangnya, ketika Teuku Ibrahim bertempur
di Gle Tarum, dirinya tewas pada 29 Juni 1878. Hal itu akhirnya membuat Cut Nyak
Dhiensangat marah dan bersumpah untuk menghancurkan Belanda.

Cut Nyak DhienBersama Teuku Umar


Selepas kematian Teuku Ibrahim, Cut Nyak Dhienmenikah lagi dengan Teuku Umar,
seorang tokoh pejuang Aceh. Bukan hanya diikatkan dengan tali pernikahan saja, tetapi
keduanya bersatu untuk melawan penjajah. Pernikahan antara Cut Nyak Dhiendengan Teuku
Umar terbilang merupakan kisah yang menarik. Cut Nyak Dhienberalasan ingin berjuang
bersama dengan laki-laki yang mengizinkannya turun ke medan perang untuk melawan kolonial
Belanda, bukan hanya ingin mendapatkan sosok kepala rumah tangga saja. Awalnya Cut Nyak
Dhienmenolak, karena Teuku Umar memperbolehkan Cut Nyak Dhienuntuk melawan penjajah,
akhirnya Cut Nyak Dhienmenerima pinangan dari Teuku Umar dan mereka menikah pada tahun
1880. Dengan bersatunya Cut Nyak Dhiendan Teuku Umar, meningkatkan moral dan semangat
para pejuang Aceh semakin berkobar. Seakan tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan, Teuku
Umar mencoba untuk mendekati Belanda dan mempererat hubungannya dengan orang Belanda.
Pada tanggal 30 September 1893, Teuku Umar dan pasukannya yang berjumlah sekitar 250
orang kemudian pergi ke Kutaraja dan menyerahkan diri kepada kolonial Belanda. Strategi dari
Teuku Umar akhirnya berhasil untuk mengelabui Belanda hingga mereka memberi gelar pada
Teuku Umar yaitu Teuku Umar Johan Pahlawan dan menjadikan Teuku Umar sebagai komandan
unit pasukan Belanda yang memiliki kekuasaan penuh.
Cut Nyak Dhienbersama Teuku Umar menguatkan barisan para pejuang untuk kembali
mengusir Belanda dari bumi Aceh. Keduanya, melakukan pertempuran dengan semangat juang
yang membara. Salah satu keberhasilan yang telah mereka lakukan yaitu merebut kembali
kampung halaman Cut Nyak Dhiendari kolonial Belanda. Selain itu, Teuku Umar juga berpura-
pura tunduk kepada Belanda demi mendapatkan pasokan persenjataan yang kemudian mereka
gunakan untuk kembali menyerang penjajah.

Anda mungkin juga menyukai