RINGKASAN MATERI
RINGKASAN MATERI
Perjuangan seorang pahlawan Wanita aceh melawan belanda yaitu Cut Nyak Dhien dapat
tergambarkan salah satunya dengan cara mengunjungi rumah Cut Nyak Dhien yang akan
memberikan sensasi perjalanan perjuangan sosok pahlawan perempuan hebat.
Rumah Cut Nyak Dhien menjadi daya Tarik tersendiri pengunjung dalam dan luar negeri
dengan kondisi yang selalu dirawat dan dijaga kelestarian dari setiap benda benda peninggalan
sejarah dari sosok pahlawan Cut Nyak Dhien
Bangunan mempunyai ukurann 25 x 17 m dengan halaman yang sangat luas dengan
dikelilingi oleh banyak tamah yang ditumbuhi banyak tanaman dan pohon pohon. Ketika
ssampai di rumah Cut Nyak Dhien pengunjung dapat merasakan sensasi sejarah perjuangan Cut
Nyak Dhien dengan adanya barang barang peninggalan Cut Nyak Dhien yang tetap dijaga
sehingga masih dapat di lihat sasmpai sekarang. Rumah Cut Nyak Dhien merupakah gaya rumah
adat traditional aceh pada umumnya yang dirancang dengan menggunakan simbol simbol adat
dan kepercayaan masyarakat aceh. Salah satu peninggalannya yaitu sumur yang ada di samping
rumah yang dibuat dengan material yang sangat kokoh sehingga masih bertahan dan masih mirip
dengan pada masa Cut Nyak Dhien
Rumah Cut Nyak Dhien merupakan sebuah bangunan yang berbentuk rumah panggung.
Bangunan ini merupakan rumah yang berkontruksi kayu dan juga bahan bangunan yang diambil
dari hasil kekayaan alam sekitar. Bangunan Rumah Cut Nyak Dhien secara umum terbagi dalam
tiga ruangan yaitu Seuramoe Keu (serambi depan), Tungai (serambi tengah), dan Seuramoe Likot
(serambi belakang). Dari Arsitektur Rumah Cut Nyak Dhien ini akan memiliki makna simbolis
dimulai dari setiap sudut, ruang, dan pekarangan rumah yang mecerminkan budaya daerah
masing-masing. Makna tersebut bisa menggambarkan agama, peraturan, tata krama, adat istiadat
dan budaya, serta hal-hal mistis menurut kepercayaan. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui makna simbolik yang terkandung dalam arsitektur Rumah Cut Nyak Dhien.
Bangunan rumah mencerminkan keariafan, kebudayaan, tata krama dan juga keimanan terhadap
Allah SWT. Segala bentuk arsitektur memiliki makna yang lebih dari sekedar fungsinya sebagai
bagian kesatuan sebuah bangunan. Makna simbol dari arsitektur ini dibangun untuk menciptakan
rasa cinta terhadap apa yang dimiliki dan juga untuk mengingat Allah SWT dalam menjalankan
segala aktivitasnya dikehidupan sehari-hari.
Rumah Cut Nyak Dhien ini memiliki makna simbolis dimulai dari setiap sudut, ruang,
dan pekarangan rumah yang mecerminkan budaya daerah aceh. Dalam pembuatannya, Rumah
Cut Nyak Dhien mengikuti bentuk budaya daerah aceh. Rumah Cut Nyak Dhien juga mengikuti
adat istiadat yang berlaku dan menjadi sebagai identitas. Bentuk
Bedasarkan tanda – tanda dari bentuk Rumah Cut Nyak Dhien itu sendiri, sang arsitek
atau Utoh (Tukang bangunan) ingin memberi pesan kepada masyarakat atau tamu yang
berkunjung. Pesan ini bisa berupa pesan moral maupun pesan agama yang dianut di Aceh.
Kearifan lokal yang dapat dipelajari pada bangunan Rumah Cut Nyak Dhien antara lain:
bentuk panggung dan kolong sebagai ekspresi terhadap lingkungan alam dan tepian sungai yang
sering mengalami banjir bahkan binatang buas dimasa lalu. Tiang utama penyangga terbuat dari
kayu pilihan, dinding terbuat dari bilah papan, dan bagian penutup atap dari daun rumbia.
Sedangkan untuk system penghubung konstruksi tidak menggunakan paku, melainkan ikatan tali
rotan dan pasak kayu. Sedangkan tipe atau bentuk Rumah Cut Nyak Dhien sendiri telah bersifat
tetap (permanency) dengan orientasi arah bangunan, ruangan dan jumlah ruangan, serta elemen
struktur utama yang terdiri dari: umpak batu, kolom (tameh), balok (toi), lantai (aleue), bagian
atap (tulak angen) yang berfungsi untuk menciptakan cross ventilation pada bagian dalam
Rumah Cut Nyak Dhien. Rumah Cut Nyak Dhien merupakan sebuah bangunan yang berbentuk
rumah panggung. Bangunan ini merupakan rumah yang berkontruksi kayu dan juga bahan
bangunan yang diambil dari hasil kekayaan alam sekitar. Pada masa pemerintahan Sultan
Iskandar Muda terilhami arsitektur Rumah Cut Nyak Dhien yang diberlakukan dalam kehidupan
masyarakat Pidie sebagai pola hidup yang sehat dan bukan hanya sekedar tempat hunian, tetapi
juga merupakan ekspresi keyakinan masyarakat aceh terhadap Tuhan Yang Maha Esa serta
adaptasi manusia dengan alam sebagai tempat hunian yang sarat dengan nilai-nilai religi, histori
dan filosofi tidak bisa ditemukan lagi (punah) karena dibakar oleh Belanda sedangkan Rumoh
Raya
Arsitektur Rumah Cut Nyak Dhien dibangun sangat presisi dan tradisional dimana tidak
terdapatnya paku pada bangunan rumah dan menggunakan kayu hasil alam dengan cara
pemilihan kayu yang sangat ramah lingkungan. Rumah Cut Nyak Dhien dibangun sangat kokoh
hingga ratusan tahun serta tahan dari segala bencana alam seperti banjir, gempa, dan angin
kencang. Arsitektur Rumah Cut Nyak Dhien menyampaikan pesan tersirat atau sebuah makna
yang tersembunyi untuk menggambarkan sesuatu seperti strata sosial dengan jumlah tameh,
ukiran, bahan bangunan, bentuk rumah, serta ukuran rumah. Selanjutnya menggambarkan
kepercayaan terhadap Allah SWT atau menjalakan syariat atau kaidah islam dengan jumlah anak
tangga, bentuk pintu, guci, ukiran, serta arah rumah.
Sejarah Cut Nyak Dhien
Kelahiran Cut Nya Dien dan Pernikahannya dengan Teuku Ibrahim
Cut Nyak Dhientermasuk keturunan dari bangsawan Aceh. Beliau lahir tahun 1848 di kampung
Lam Padang Peukan Bada, wilayah VI Mukim, Aceh Besar. Semasa kecil, Cut Nyak
Dhiendikenal sebagai gadis yang cantik. Kecantikan itu semakin lengkap dengan pintarya Cut
Nyak Dhiendalam bidang pendidikan agama. Pada tahun 1863, saat itu Cut Nyak Dhienberusia
12 tahun, ia dijodohkan dengan Teuku Ibrahim Lamnga, putra dari Teuku Po Amat, Uleebalang
Lam Nga XIII. Suaminya adalah pemuda yang wawasannya luas dan taat agama. Cut Nyak
Dhiendan Teuku Umar menikah dan memiliki buah hati seorang laki-laki. Riwayat sejarah Aceh
mencatatkan bahwa Teuku Ibrahim berjuang melawan kolonial Belanda. Teuku Ibrahim sering
kali meninggalkan Cut Nyak Dhiendan anaknya karena melakukan tugas mulia yaitu berjuang
melawan kolonial Belanda. Berbulan-bulan setelah meninggalkan Lam Padang, Teuku Ibrahim
kembali datang untuk menyerukan perintah mengungsi dan mencari perlindungan di tempat yang
aman. Atas seruan dari suaminya itu, Cut Nyak Dhienbersama penduduk lainnya kemudian
meninggalkan daerah Lam Padang pada 29 Desember 1875. Kabar duka menimpa Cut Nyak
Dien, pada 29 Juni 1878, Teuku Ibrahim wafat. Kematian suaminya itu membuat Cut Nyak
Dhienterpuruk. Namun, kejadian itu tidak membuatnya putus asa, justru sebaliknya menjadi
alasan kuat Cut Nyak Dhienmelanjutkan perjuangan sosok suaminya yang sudah wafat.