Tuna Laras Dan Tunadaksa
Tuna Laras Dan Tunadaksa
Dosen Pengampu
Disusun Oleh :
UNIVERSITAS ROKANIA
PASIR PANGARAIAN
2023/2024
1
KATA PENGANTAR
Puja dan Puji Syukur atas kehadirat Allah S.W.T yang telah melimpahkan Rahmat dan
Karunia_Nya kepada kita semua, sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah ini yang berjudul
“Anak Tuna Laras, Anak Tuna Daksa”.
Makalah ini berisikan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan juga manfaat yang
nantinya diharapkan Makalah ini memberikan informasi kepada kita semua tentang konsep
model keperawatan. Penulis menyadari bahwa Makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu diharapkan demi
kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat sebesar-
besarnya bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umunya, semoga Allah SWT senantiasa
meridhai segala usaha kita. Aamiin
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................4
A. Latar Belakang..............................................................................................4
B. Rumusan Masalah.........................................................................................4
C. Tujuan............................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................5
KESIMPULAN ............................................................................................ 16
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 17
3
BAB I
PENDAHULUAN
Mencari informasi tentang Anak Tunalaras dan Anak Tunadaksa, dan membagikannya
dengan pembaca. Semoga makalah ini dapet membatu pembaca untuk lebih mengenal Anak
tunalarasdan tunadaksa.
4
BAB I
PEMBAHASAN
5
2. Melakukan sosimetri
Test yang di gunakan untuk mengetahui suka tdknya seseorang.
3. Konsultasi ke Biro Konsultasi psikolog
Dengan konsulsasi seseorang yg mengalami ganguan emosi sosial atau tidak bisa diketahui.
4. Konsultasi ke Psikiari Anak
Dengan berkonsultasi dengan psikiaterdiharapkan dapat menetapkan seorang mengalami
kelainan atau tidak sehingga dapat diberikan program rehabilitasi dan terapi bagi mereka yg
mengalami ganguan perilaku.
5. Membandingkan dengan tingkah laku anak umunya.
6
biasanya dapat dibantu dengan terapi seorang konselor. Keadaan neurotik ini biasanya
disebabkan oleh sikap keluarga yang menolak atau sebaliknya, terlalu memanjakan anak serta
pengaruh pendidikan yaitu karena kesalahan pengajaran atau juga adanya kesulitan belajar yang
berat.
b. Children with psychotic processes
Anak pada kelompok ini mengalami gangguan yang paling berat sehingga memerlukan
penanganan yang lebih khusus. Mereka sudah menyimpang dari kehidupan yang nyata, sudah
tidak memiliki kesadaran diri serta tidak memiliki identitas diri. Adanya ketidaksadaran ini
disebabkan oleh gangguan pada sistem syaraf sebagai akibat dari keracunan, misalnya minuman
keras dan obat-obatan.
Tunadaksa merupakan suatu keadaan rusak atau terganggu sebagai akibat gangguan bentuk atau
hambatan pada tulang, otot, dan sendi dalam fungsinya yang normal. Kondisi ini dapat
disebabkan oleh penyakit, kecelakaan, atau dapat juga disebabkan oleh pembawaan sejak lahir
(White House Conference, 1931). Tunadaksa sering juga diartikan sebagai suatu kondisi yang
menghambat kegiatan individu sebagai akibat kerusakan atau gangguan pada tulang dan otot,
sehingga mengurangi kapasitas normal individu untuk mengikuti pendidikan dan untuk berdiri
sendiri.
Dari berbagai pengertian di atas dapatkami simpulkan bahwa anak tunadaksa adalah seseorang
yang mengalami kerusakan atau kelainan pada tulang, otot, dan sendi dalam fungsinya secara
normal sehingga mengakibatkan gangguan pada komunikasi, bersosialisasi, dan berkembang
bagi dirinya.
a. Kerusakan yang dibawa sejak lahir atau kerusakan yang merupakan keturunan, meliputi:
7
Congenital amputation (bayi yang dilahirkan tanpa anggota tubuh tertentu)
Fredresich ataxia (gangguan pada sumsum tulang belakang)
Coxa valga (gangguan pada sendi paha, terlalu besar)
Syphilis (kerusakan tulang dan sendi akibat penyakit syphilis).
Erb’s palsy (kerusakan pada syaraf lengan akibat tertekan atau tertarik waktu kelahiran).
Fragilitas osium (tulang yang rapuh dan mudah patah).
c. Infeksi:
e. Tumor:
a. Sebab-sebab yang timbul sebelum kelahiran, yaitu faktor keturunan, trauma dan infeksi
pada waktu kehamilan, usia ibu yang sudah lanjut pada waktu melahirkan anak, pendarahan
pada waktu kehamilan, dan keguguran yang dialami ibu.
b. Sebab-sebab yang timbul pada waktu kelahiran, yaitu penggunaan alat-alat pembantu
kelahiran (seperti tang, tabung, vacum, dll.) yang tidak lancar, serta penggunaan obat bius pada
waktu kelahiran..
Aspek fisik merupakan potensi yang berkembang dan harus dikembangkan oleh individu. Pada
anak tunadaksa, potensi itu tidak utuh karena ada bagian tubuh yang tidak sempurna. Potensi itu
8
tidak utuh karena ada bagian Secara umum perkembangan fisik anak tunadaksa dapat dikatakan
hampir sama dengan anak normal kecuali bagian-bagian tubuh yang mengalami kerusakan atau
bagian-bagian tubuh lain yang terpengaruh oleh kerusakan tersebut.
Implikasi dalam konteks perkembangan kognitif menurut Gunarsa dalam Efendi (2006:124) ada
empat aspek yang turut mewarnai, yaitu:
b) Pengalaman, yaitu hubungan timbal balik antara organism dengan lingkungan dan
dunianya.
c) Transmisi sosial, yaitu pengaruh yang diperoleh dalam hubungannya dengan lingkungan
sosial.
Untuk mengembangkan fungsi kognitif sebagai alat adaptasi terhadap lingkungan, dapat
dilakukan melalui dua proses yang saling memengaruhi. Proses tersebut yakni asimilasi
(integritas elemen-elemen dari luar terhadap struktur yang sudah lengkap pada organism) dan
akomodasi (proses dimana terjadi perubahan pada subjek agar bisa menyesuaikan terhadap objek
yang ada di luar dirinya).
Tunadaksa di bagi menjadi dua yaitu tunadaksa ortopedi dan tunadaksa saraf, meski keduanya
termasuk dalam tunadaksa yang memiliki gejala kesulitan yang sama, namun jika ditelaah lebih
lanjut terdapat perbedaan yang mendasar. Dari segi kognitif misalnya, wujud konkretnya dapat
dilihat dari angka indeks kecerdasan (IQ). Kondisi ketunadaksaan pada anak sebagian besar
menimbulkan kesulitan belajar dan perkembangan kognitif. Khususnya anak cerebral
palsy, selain mengalami kesulitan dalam belajar dan perkembangan fungsi kognitifnya, mereka
pun seringkali mengalami kesulitan dalam komunikasi, presepsi, maupun control geraknya,
bahkan beberapa penelitian sebagian besar diketahui terbelakang mental (tunagrahita).
ü Hemiplegia, apabila kelainan menyerang satu lengan dan satu tungkai yang terletak pada
belahan tubuh yang sama.
9
Athetosis, yaitu kerusakan pada basal banglia yang mengakibatkan gerakan-gerakan
menjadi tidak terkendali dan tidak terarah.
Ataxia, yaitu kerusakan pada cerebellum yang mengakibatkan adanya gangguan pada
keseimbangan.
Tremor, yaitu kerusakan pada basal ganglia yang berakibat timbulnya getaran-getaran
berirama, baik yang bertujuan maupun yang tidak bertujuan.
Rigidity, yaitu kerusakan pada basal ganglia yang mengakibatkan kekakuan pada otot-
otot.
Untuk mengetahui tingkat intelegensi anak tunadaksa dapat digunakan tes yang telah
dimodifikasi agar sesuai dengan anak tunadaksa. Tes tersebut antara lain Hausserman
Test (untuk anak tunadaksa ringan), Illinois Test (The Psycholinguistis Ability), dan Peabody
Picture Vocabulary Test. Lee dalam Soemantri (2007:129) mengungkapkan hasil penelitian yang
menggunakan tes Binet untuk mengukur tingkat intelegensi anak tunadaksa yang berumur antara
3 sampai 16 tahun sebagai berikut:
Pada anak cerebal palsy, kelainan yang mereka derita secara langsung menimbulkan kesulitan
belajar dan perkembangan intelegensi. Mereka lebih banyak mengalami kesulitan daripada anak
tunadaksa pada umumnya. Mereka banyak mengalami kesulitan baik dalam komunikasi,
persepsi, maupun kontrol gerak. Hasil pengukuran intelegensi anak cerebral palsy tidak
menunjukkan kurva normal, semakin tinggi IQ semakin sedikit jumlahnya.
Setiap manusia memilki potensi untuk berbahasa, potensi tersebut akan berkembang menjadi
kecakapan berbahasa melalui proses yang berlangsung sejalan dengan kesiapan dan kematangan
sensori motoriknya. Pada anak tunadaksa jenis polio, perkembangan bahasa/bicaranya tidak
begitu anak normal, lain halnya dengan anak cerebral palsy. Terjadinya kelainan bicara pada
anak cerbral palsy disebabkan oleh ketidakmampuan dalam kondisi motorik organ bicaranya
10
akibat kerusakan atau kelainan sistem neumotor. Gangguan bicara pada anak cerebral palsy
biasanya berupa kesulitan artikulasi, phonasi, dan sistem respirasi.
Adanya gangguan bicara pada anak cerebral palsy mengakibatkan mereka mengalami problem
psikologis yang disebabkan kesulitan dalam mengungkapkan pikiran, keinginan, atau
kehendaknya. Mereka biasanya menjadi mudah tersinggung, tidak memberikan perhatian yang
lama terhadap sesuatu, merasa terasing dari keluarga dan temannya.
Banyak masalah yang muncul sehubungan dengan sikap dan perlakuan anak-anak normal yang
berinteraksi dengan anak-anak tunadaksa. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa usia ketika
ketunadaksaan mulai terjadi turut mempengaruhi perkembangan emosi anak tersebut. Anak
tunadaksa sejak kecil mengalami perkembangan emosi sebagai tunadaksa secara bertahap.
Sedangkan anak yang mengalami ketunadaksaan setelah besar mengalaminya sebagai suatu hal
yang mendadak, disamping anak yang bersangkutan pernah menjalani kehidupan sebagai orang
yang normal sehingga keadaan tunadaksa dianggap sebagai suatu kemunduran dan sulit untuk
diterima oleh anak yang bersangkutan. Dukungan orang tua dan orang-orang di sekelilingnya
merupakan hal yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan kehidupan emosi anak
tunadaksa. Orang tua anak tunadaksa sering memperlakukan anak-anak mereka dengan sikap
terlalu melindungi, misalnya dengan memenuhi segala keinginannya dan memenuhi secara
berlebihan. Di samping itu ada juga orang tua yang menyebabkan anak-anak tunadaksa
merasakan ketergantungan sehingga merasa takut serta cemas dalam menghadapi lingkungan
yang tidak dikenalnya.
Sikap orang tua, keluarga, teman sebaya, teman sekolah, dan masyarakat pada umumnya sangat
berpengaruh terhadap pembentukan konsep diri anak tunadaksa. Dengan demikian akan
mempengaruhi respon sebagian terhadap lingkungannya. Ejekan dan gangguan anak-anak
normal terhadap anak tunadaksa akan menimbulkan kepekaan efektif pada anak tunadaksa yang
tidak jarang mengakibatkan timbulnya perasaan negatif pada diri mereka terhadap lingkungan
sosialnya. Keadaan ini menyebabkan hambatan pergaulan sosial anak tunadaksa. Di jaman yang
sudah demikian maju seperti sekarang ini, keberhasilan seseorang sering diukur dari prestasinya
dan di dalam masyarakat dikenal norma tertentu bagi prestasi individu. Keterbatasan
kemampuan anak tunadaksa seringkali menyebabkan mereka menarik diri dari pergaulan
masyarakat yang mempunyai prestasi yang jauh di luar jangkauannya.
11
Secara umum anak-anak normal menunjukkan sikap yang berbeda terhadap anak-anak tunadaksa
bila dibadingkan dengan sikap mereka terhadap anak-anak normal. Demikian pula hanya sikap
guru. Perbedaan perlakuan ini nampaknya berkaitan dengan refrence group yang berbeda antara
anak normal dan anak tunadaksa.
Terdapat hal yang tidak menguntungkan bagi perkembangan kepribadian anak tunadaksa, antara
lain:
Hal-hal sebagaimana dijelaskan diatas, efek tidak langsung akibat ketunadaksaan yang dialami
seseorang dapat menimbulkan sifat hargadiri rendah, kurang percaya diri, kurang memiliki
inisiatif, atau mematikan kreatifitasnya. Faktor dominan yang memengaruhi perkembangan
kepribadian atau emosi anak adalah lingkungan. Atas dasar itulah presepsi sosial yang dapat
menjatuhkan perasaan anak tunadaksa akan berpengaruh terhadap self concept-nya. Hal ini
disebabkan sikap belaskasihan dari orang lain sering digunakan oleh tunadaksa.
Hal lain yang menjadi problem penyesuaian anak tunadaksa adalah perasaan bahwa orang lain
terlalu membesar-besarkan ketidakmampuannya. Ketiadaan kesempatan untuk berpartisipasi
praktis menyebabkan anak tunadaksa sukar untuk mengadakan penyesuaian sosial yang baik.
Demikian juga sikap masyarakat, secara langsung atau tidak langsung memiliki pengaruh yang
besar terhadap penyesuaian anak tunadaksa. Sikap masyarakat terhadap anak kondisi ketunaan
yang dialami anak tunadaksa seringkali bertentangan dengan penilaian penderita sendiri.
Konfrontasi antara sikap masyarakat dengan penilaian anak sendiri terhadap ketunaan, dalam
mencari penyelesaiannya terdapat kemungkinan-kemungkinan sebagai berikut:
Berdasarkan latar belakang anak tunadaksa yang mengalami kesulitan dalm proses penyesuaian
sosialnya, berikut ini beberapa petunjuk yang dapat digunakan anak tunadaksa dalam mencapai
proses penyesuaian sosial yang sehat antara lain:
12
Berusaha mendapatkan pendidikan.
Berupaya memberikan bimbingan dan penyuluhan.
Berusaha memusatkan perhatian pada kemampuan yang dimiliki.
Maksud rehabilitasi disini adalah suatu upaya yang dilakuakan pada penyandang kelainan fungsi
tubuh atau tunadaksa, agar memiliki kesanggupan untuk berbuat sesuatu yang berguna baik bagi
dirinya maupun orang lain. Sebagaimana telah di singgung pada bagian sebelumnya bahwa
kelainan pada fungsi anggota tubuh, baik yang tergolong pada tunadaksa ortopedi maupun
neurologis akan berpengaruh terhadap kemampuan fisik, mental, dan sosial dalam meniti tugas
perkembangannya. Oleh karena itu, tekanan rehabilitasi penderita tunadaksa hendaknya
menitikberatkan kepada aspek-aspek tersebut. Jenis rehabilitasi bagi penyandang tunadaksa
menurut kebutuhannya antara lain:
a) Rehabilitasi Medis
Dalam rehabilitasi medis ada beberapa teknik yang dapat digunakan, antara lain operasi
ortopedi, fisioterapi, actives in daily living (ADL), occupational therapy atau terapi tugas,
pemberian pemberian protease, pemberian alat-alat ortopedi, dan bantuan teknis lainnya.
Operasi ortopedi dilakukan sebagai usaha untuk memperbaiki salah bentukdan salah
gerak dengan mengurangi atau menghilangkan bagian yang menyebabkan terjadinya
kesalahan bentuk atau gerak.
Fisioterapi adalah melatih otot-otot bagian badan yang mengalami kelainan, yang
dilakukan sebelum dan sesudah dilakukan tindakan medis. Dalam latihan ini melibatkan
otot atau gerak secara aktif melalui berbagai kegiatan fisik, latihan berjalan, latihan
keseimbangan, dan lain-lain. Untuk latihan fisioterapi ini sarana dan metode yang
digunakan sangat bervariasi, meliputi pengunaan air (bydrotherapy), penggunaan panas
sinar (thermotherapy), penggunaan listrik (electric therapy), penggunaan gerak-gerak
(kinesiotherapy), atau melalui pemijatan (massage)
Activities daily living adalah latihan berbagai kegiatan sehari-hari, dengan maksud untuk
melatih penderita agar mampu melakukan gerakan atau perbuatan menurut keterbatasan
kemampuan fisiknya. Latihan kegiatan sehari-hari dapat dikaitkan dengan aktivitas di
lingkunganrumah maupun dalam hubungannya dengan pekerjaan dan kehidupan
sosialnya
Occupational therapy adalah bentuk usaha atau aktifitas bersifat fisik dan psikis dengan
tujuan membantu penderita tunadaksa agar menjadi lebih baik dan kuat dari kondisi
sebelumnya melalui sejumlah tugas atau pekerjaan tertentu. Sarana yang dapat digunakan
dalam kegiatan terapi tugas ini antara lain melukis, memahat, membuat kerajinan tangan,
menyulam, merajut, untuk melatih kemampuan tangan. Pemberian protease adalah
pemberian perangkat tiruan untuk mengganti bagian-bagian dari tubuh yang hilang atau
cacat, misalnya kaki tiruan, tangan tiruan, mata tiruan, gigi tiruan, dan sebagainya.
Dilihat dari kegunaannya protease bagi penyandang tunadaksa dapat bersifat fungsional
13
(mampu menggantikan funfsi tubuh lain) dan bersifat kosmetik (sebagai pelengkap untuk
menambah kepantasan atau keindahan).
Perangkat ortopedi adalah perangkat yang berfungsi untuk menguatkan bagian-bagian
tubuh yang lemah atau layu. Perangkat tersebut dapat berupa brance dan spint. Dilihat
dari fungsinya perangkat ortopedi dapat dibagi menjadi:
Perangkat yang berfungsi sebagai penguat bagian tulang punggung dan badan.
Perangkat yang berfungsi sebagai penguat bagian-bagian anggota gerak atas.
Perangkat yang berfungsi sebagai penguat anggota gerak bawah.
b) Rehabilitasi Vokasional
Rehabilitasi vokasional atau karya adalah rehabilitasi penderita kelainan fungsi tubuh bertujuan
member kesempatan anak tunadaksa untuk bekerja. Metode atau pendekatan yang lazim
digunakan dalam rehabilitasi vokasi ini antara lain:
c) Rehabilitasi Psikososial
Rehabilitasi psikososial adalah rehabilitasi yang dilakukan dengan harapan mereka dapat
mengurangi dampak psikososial yang kurang menguntungkan bagi perkembangan dirinya.
Pelaksanaan rehabilitasi psikososial dalam kaitannya dengan program rehabilitasi yang lain
14
dilakukan secara bersamaan dan terintegrasi. Sasaran yang hendak dicapai dalam program
rehabilitasi psikososial ini secara khusus yaitu:
Meminimalkan dampak psikososial sebagai akibat kelainan yang dideritanya, seperti rendah diri,
putus asa, mudah tersinggung, cemas, lekas marah, dan lain-lain.
Meningkatkan kemampuan dan kepercayaan diri, memupuk semangat juang dalam meraih
kehidupan dan penghidupan yang lebih baik, serta menyadarkan pada tanggungjawab diri
sendiri, keluarga, masyarakat dan Negara.
Mempersiapkan mental penyandang kelainan kelak setelah terjun di masyarakat sehingga dapat
berperan aktif tanpa harus merasa canggung atau terbebani oleh ketunaan atau kelainannya.
15
BAB III
PENUTUP
Dari pembahasan makalah tersebut diatas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa tunadaksa
adalah ketidakmampuan anggota tubuh untuk melaksanakan fungsinya disebabkan oleh
berkurangnya kemampuan anggota tubuh untuk melaksanakan fungsi secara normal akibat luka,
penyakit, atau pertumbuhan yang tidak sempurna sehingga untuk kepentingan pembelajarannya
perlu layanan secara khusus. Seperti juga kondisi ketuntasan yang lain, kondisi kelainan pada
fungsi anggota tubuh atau tunadaksa dapat terjadi pada saat sebelum anak lahir (prenatal), saat
lahir (neonatal), dan setelah anak lahir (postnatal). Insiden kelainan fungsi anggota tubuh atau
ketunadaksaan yang terjadi sebelum bayi lahir atua ketika dalam kandungan, diantaranya
dikarenakan faktor genetik dan kerusakan pada system saraf pusat. Tujuan diselenggarakannya
layanan pendidikan bagi anak tunalaras adalah untuk membantu anak didik penyandang perilaku
sosial dan emosi, agar mampu mengembangkan sikap, pengetahuan dan keterampilan sebagai
pribadi maupun anggota masyarakat dalam menggalakkan hubungan timbal balik dengan
lingkungan sosial budaya dan alam sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan dalam
dunia kerja atau mengikuti pendidikan selanjutnya.
Pendidikan jasmani adaptif merupakan suatu sistem penyampaian layanan yang bersifat
menyeluruh (comprehensif) dan dirancang untuk mengetahui, menemukan dan memecahkan
masalah dalam ranah psikomotor. Hampir semua jenis ketunaan ABK memiliki problim dalam
ranah psikomotor. Dengan demikian dapat dipastikan bahwa peranan pendidikan jasmani bagi
anak berkebutuhan khusus (ABK) sangat besar dan akan mampu mengembangkan dan
mengkoreksi kelainan dan keterbatasan tersebut, dalam hal ini adalah bagi mereka para
penyandang tunalaras. Anak tunalaras sering disebut juga dengan anak tuna sosial karena
tingkah laku anak tunalaras menunjukkan penentangan yang terus-menerus terhadap norma-
norma masyarakat yang berwujud seperti mencuri, mengganggu dan menyakiti orang lain.
Sehingga dibutuhkan pembelajaran pendidikan jasmani khusus yang harus diterapkan pada
mereka para tunalaras.
16
DAFTAR PUSTAKA
Arma Abdoellah, Prof.,M.sc., (1996): Pendidikan Jasmani Adaptif, Ditjen Dikti, Depdikbud, Jakarta
Bucher, C.A., (1985): Foundations of physical Education and Sport, St.LOUIS: The CV. Mosby
Company.
http://duniapsikologi.dagdigdug.com/cirri-tuna-laras/
http://duniapsikologi.dagdigdug.com/2008/12/13/anak-tuna-laras/
Dra. Hj. T. Sutjihati Somantri, Psikologi Anak Luar Biasa, (Bandung: PT. Refika Aditama,
2005), hlm.121
17