Makalah Harta
Makalah Harta
Disusun Oleh:
Anhar
Halfin
KOTA JAMBI
KATA PENGANTAR
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………..……….ii
DAFTAR ISI……………………………………………………….iii
BAB I PEMBUKAAN
A. Latar Belakang………………………………………………..1
B. Rumusan Masalah …………………………………………….1
C. Tujuan Penulisan ………………………………………..…….1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Harta........................................................................2
B. Kedudukan Harta…………………….………………………4
C. Pembagian Harta……………………………………………..10
D. Fungsi harta………………………………………………….11
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan …………………………………………………..16
DAFTARPUSTAKA..…………………………...…………………1
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
B.Rumusan Masalah
C.Tujuan Penulisan
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN HARTA
Harta dalam bahasa arab disebut al-maal, yang merupakan akar kata
dari lafadz ___ yang berarti condong, cenderung, dan miring.
Dalam al-Muhith dan Lisan Arab, menjelaskan bahwa harta
merupakan segala sesuatu yang sangat diinginkan oleh manusia untuk
menyimpan dan memilikinya. Dengan demikian unta, kambing, sapi, tanah,
emas, perak, dan segala sesuatu yang disukai oleh manusia dan memiliki
nilai (qimah), ialah harta kekayaan. 1
-Ibnu Asyr- mengatakan bahwa “Kekayaan pada mulanya berarti
emas dan perak, tetapi kemudian berubah pengertiannya menjadi segala
barang yang disimpan dan dimiliki
1
Djauwanai,Din zaudin. Pengantar Fiqih Muamalah.Jogjakarta: Pustaka Pelajar.2008.hal112.
2
ibid Djauwanai,Din zaudin. Pengantar Fiqih Muamalah.Jogjakarta: Pustaka Pelajar.2008.hal113.
2
Dengan demikian, konsep harta menurut Imam Hanafi yaitu segala
sesuatu yang memenuhi dua kriteria :
3
Ibid hal 115
4
Ibid hal 115
3
Menurut ahli hukum positif, dengan berpegang pada konsep harta
yang disampaikan Jumhur Ulama’ selain Hanafiyyah, mereka
mendefinisikan bahwa benda dan manfaat-manfaat itu adalah kesatuan
dalam katagori harta kekayaan, begitu juga hak-hak, seperti hak paten, hak
mengarang, hak cipta dan sejenisnya.
Ibnu Najm mengatakan bahwa harta kekayaan, sesuai dengan apa
yang ditegaskan oleh ulama’-ulama’ Ushul Fiqh, adalah sesuatu yang dapat
dimiliki dan disimpan untuk keperluan tertentu dan hal itu terutama
menyangkut yang kongkrit. Dengan demikian tidak termasuk di dalamnya
pemilikan semata-semata atas manfaat-manfaat saja. Dalam hal ini, beliau
menganalogikan konsep harta dalam persoalan waris dan wakaf,
sebagaiman al-Kasyf al-Kabir disebutkan bahwa zakat maupun waris hanya
dapat terealisasi dengan menyerahkan benda (harta atau tirkah dalam hal
waris) yang kongkrit, dan tidak berlaku jika hanya kepemilikan atas manfaat
semata, tanpa menguasai wujudnya.
B. KEDUDUKAN HARTA
Disebutkan harta termasuk salah satu keperluan pokok manusia
dalam menjalani kehidupan didunia ini, sehingga oleh para ulama ‘ushul
fiqh persoalan harta dimasukkan kedalam salah satu ad-dharuriyat al-
khamsah (lima keperluan pokok), yang terdiri atas : Agama, Jiwa, Akal,
keturunan, dan harta. Oleh karena itu banyak manusia yang
mempertahankan harta dengan segala upaya yang dilakukan, sehingga
dalam Al-Qur’an dan Hadits banyak membicarakan harta serta
kedudukannya.5
5
Haruen,Nasrun, Fiqih muamalah.Jakarta: Gaya Media Pratama. 2007.hal98
4
peruntukan ibadah lain dari harta tersebut. Allah berfirman didalam Al-
Qur’an:
َلِف ِفيِه ِلِه ِف ِه ِم
آ ُنوا ِبالَّل َو َرُس و َو َأْن ُقوا َّمِما َجَعَلُك ْم ُمْس َتْخ َني
Artinya :
”Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan
nafkahkanlah sebagian dari harta mu yang telah Allah pinjamkan kepada
mu. (QS. Al-Hadid:7)
َاَّلِذْيَن ُيْنِف ُقْو َن َاْم َو اُهَلْم ىِف َس ِبْيِل اِهلل َّمُث اَل ُيْتِبُعْو َن َم ا َاْنَفُقْو ا َو اَل َاًذا ُهَلْم َاْج ُر ُه ْم ِعْنَد
ُز ِّي ِللَّن اِس ُح ُّب الَّش َه اِت ِم الِّن اِء اْلَبِنَني اْلَقَن اِط ِري اْل َقْنَط ِة ِم الَّذ َه ِب
ُم َر َن َو َو َن َس َو َن
ِع ِة ِث ِل ِم ِة ِف ِة
َو اْل َّض َو اَخْلْي ِل اْلُم َس َّو َم َو اَأْلْنَع ا َو اَحْلْر َذ َك َم َت اُع اَحْلَي ا الُّد ْنَيا َو الَّل ُه ْن َد ُه
. ُح ْسُن اْلَم آِب
Artinya:
5
”Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada
apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak
dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah
ladang. Itulah kesenangan hidup didunia dan disisi Allah-lah tempat
kembali yang baik (surga). (Q.S. Al-Imran:14)
. ِإَّنَم ا َأْم َو اُلُك ْم َو َأْو اَل ُدُك ْم ِفْتَنٌة َو الَّلُه ِع ْنَد ُه َأْج ٌر َعِظ يم
Artinya :
”Sesungguhnya harta dan anak-anak kalian hanyalah cobaan
(bagi kalian) disisi Allah-lah pahala yang besar.
e. Harta sebagai perhiasan, Harta merupakan perhiasan dunia yang hanya
bersifat sementara dan untuk itulah maka sebagai seorang muslim
hendaknya dapat memanfaatkan harta dengan sebaik-baiknya untuk
beribadah kepada Allah. Didalam Q.S. Al-Kahfi:46, Allah berfirman:
َعْن َك ْع ِب ْبِن ِع َياٍض َقاَل َس ِم ْع ُت الَّنِبَّي َص َّلى الَّل ُه َعَلْي ِه َو َس َّلَم َيُق وُل ِإَّن ِلُك ِّل
. ُأَّمٍة ِفْتَنًة َو ِفْتَنُة ُأَّمِتي اْلَم اُل َقاَل َأُبو ِع يَس ى َه َذ ا َح ِد يٌث َح َس ٌن َص ِح يٌح َغِر يٌب
Artinya:
“Dari Ka’ab bin “Iyyadh telah berkata, aku mendengar nabi
bersabda,” sesungguhnya bagi setiap umatku adanya fitnah (ujian) nya dan
fitnah bagi umatku adalah masalah harta”.
b. Harta sebuah nikmat ketika dimanfaatkan oleh orang-orang yang shalih.
Disamping diperhatikannya kepentingan umum, kepentingan pribadi juga
diperhatikan, maka berlakulah ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
6
1. Masyarakat tidak boleh mengganggu dan melanggar kepentingan
pribadi, selama tidak merugikan orang lain dan masyarakat.
2. Karena pemilikan manfaat berhubungan serta dengan hartanya, maka
boleh pemilik (manfaat) untuk memindahkan hak miliknya kepada orang
lain, misalnya dengan cara menjualnya, menghibahkannya dan sebagainya.
3. Pada pokoknya, pemilikan manfaat itu kekal tidak terkait oleh waktu.
7
ada beberapa dalil, baik dari Al-qur’an maupun hadist yang dapat
dikategorikan sebagai isyarat bagi umat islam untuk memiliki kekayaan dan
giat dalam berusaha supaya memperoleh kehidupan yang layak dan mampu
melaksanakan semua rukun islam yang hanya diwajibkan dalam umat islam
yang mempunyai harta atau kemampuan dari segi ekonomi. Sementara itu,
harta kekayaan tidak mumgkin datang sendiri, tetapi harus dicapai melalui
usaha.Diantara dalil-dalil tersebut adalah sebagai berikut.6
6
Haruen,Nasrun, Fiqih muamalah.Jakarta: Gaya Media Pratama. 2007.hal 104
8
Yang artinya : “ seseorang yang mengambil tali untuk mengikat kayu bakar,
kemudian memanggul dipundaknya untuk dijual kepada manusia, sehingga
Allah mencukupinya adalah lebih baik dari pada meminta minta kepada
manusia, yang kemungkinan akan memberinya atau menolaknya”.
9
Rasulullah SAW. Pernah melarang shalat jenazah terhadap orang
yang meninggalkan hutang, tetapi tidak meninggalkan harta untuk
melunasinya: Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah SAW.
Melarang kami untuk menyalati orang meninggal dunia yang mempunyai
hutang, tetapi tidak meninggalkan harta untuk menbayar utangnya. Orang
yang mati syahid diampuni segala dosanya, kecuali apabila ia berhutang.
Hadist nabi yang artinya: ‘’semua dosa orang yang mati syahid diampuni
kecuali hutang.’’ (HR. Muslim dan Ibnu Umar)
C. FUNGSI HARTA
Harta dipelihara manusia karena manusia membutuhkan manfaat
harta tersebut, maka fungsi harta amat banyak, baik kegunaan dalam yang
baik, maupun kegunaan dam hal yang jelek, yaitu:7
a) Untuk menyempurnakan pelaksanaan ibadah yang khas (mahdhah),
sebab untuk ibadah memerlukan alat-alat seperti kain untuk menutup aurat
dalam pelaksanaan shalat, bekal untuk melaksanakan ibadah haji, berzakat,
shadaqah, hibbah dan yang lainnya.
b) Untuk meningkatkan keimanan (ketaqwaan) kepada Allah.
c) Untuk menyelaraskan (menyeimbangkan) antara kehidupan dunia dan
akhirat.
d) Untuk meneruskan kehidupan dari satu periode ke periode berikutnya.
e) Untuk mengembangkan dan menegakkan ilmu-ilmu, karena menurut
ilmu tanpa modal akan tersa sulit, seperti sesorang tidak bisa kuliah di
perguruan tinggi bila ia tidak memiliki biaya.
f) Untuk memutarkan (mentasharuf) peranan-peranan kehidupan yakni
adanya pembantu dan tuan. Adanya orang kaya dan miskin sehingga antara
pihak saling membutuhkan karena itu tersusunlah masyarakat yang
harmonis dan berkecukupan.
g) Untuk menumbuhkan silahturrahim, karena adanya perbedaan dan
keperluan sehingga terjadilah interaksi dan komunikasi silaturrahim dalam
rangka saling mencukupi kebutuhan.
7
Haruen,Nasrun, Fiqih muamalah.Jakarta: Gaya Media Pratama. 2007.hal 129
10
D.. PEMBAGIAN HARTA
8
Sya’I,Rahmat, Fiqih muamalah. Bandung: Pustaka Setia. 2001.hal302
11
a. Harta Istihlak adalah sesuatu yang tidak dapat diambil kegunaanya
dan manfaatnya secara biasa kecuali dengan menghabiskannya.
Harta Istihlak terbagi menjadi dua, yaitu:
a) Istihlak Haqiqi adalah suatu benda yang menjadi harta yang secara
jelas (nyata) zatnya habis sekali digunakan.
b) Istihlak Buquqi adalah suatu harta yang sudah habis nilainya bila
telah digunakan tetapi zatnya masih tetap ada.
b. Harta Isti’mal adalah sesuatu yang dapat digunakan berulanag kali dan
materinya tetap terpelihara. Harta isti’mal tidaklah habis dengan satu kali
menggunakan tetapi dapat digunakan lama menurut apa adanya.
12
Harta ‘ain ghayr dzalti qimah, yaitu benda yang tidak dapat
dipandang sebagai harta, karena tidak memiliki harga seperti
sebiji beras.
b. Harta Dayn adalah sesuatu yang berada dalam tanggung jawab, seperti
uang yang berada dalam tanggung jawab seseorang.
Ulama Hanafiyah (hal. 2, Fiqih Muamalah, Drs. H. Hendi Suhendi, M.Si.)
berpendapat bahwa harta tidak dapat dibagi menjadi harta ‘ain dan dayn,
karena harta menurut Hanafiah ialah sesuatu yang berwujud maka sesuatu
yang tidak berwujud tidaklah dianggap sebagai harta, seperti hutang tidak
dipandang sebagai harta tetapi hutang adalah wash fi al-dgimmah.
13
Harta yang dimiliki oleh dua orang yang tidak berkaitan dengan hak bukan
pemiliknya, seperti dua orang yang berkongsi memiliki sebuah pabrik, maka
pabrik tersebut diurus bersama.
b. Harta Mubah adalah sesuatu yang pada asalnya bukan milik
seseorang, seperti air pada mata air, binatang buruan darat, laut, pohon-
pohon di hutan.
Tiap-tiap manusia boleh memiliki harta mubah sesuai dengan
kesanggupannya, orang yang mengambilnya maka ia akan menjadi
pemiliknya.
c. Harta Mahjur adalah sesuatu yang tidak dibolehkan dimiliki sendiri
dan memberikan kepada orang lain menurut syari’at, adakalanya benda itu
benda wakaf ataupun benda yang dikhususkan untuk masyarakat umum,
seperti jalan raya, masjid-masjid, kuburan-kuburan dan yang lainnya.
14
a) Harta khas ialah harta pribadi, tidak bersekutu dengan yang lain, tidak
boleh diambil manfaatnya tanpa disetujui pemiliknya.
b) Harta ‘am ialah harta milik umum (bersama) yang boleh mengambil
manfaatnya.
Harta yang dapat dikuasai (ikhraj) terbagi menjadi dua bagian, yaitu:
Harta yang termasuk milik perseorangan.
Harta-harta yang tidak dapat termasuk milik perseorangan.
Harta yang dapat masuk menjadi milik perseorangan, ada dua
macam yaitu:
Harta yang bisa menjadi milik perorangan tetapi belum ada sebab
pemiliknya, seperti binatang buruan di hutan.
Harta yang bisa menjadi milik perorangan dan sudah ada sebab
pemilikan, seperti ikan di sungai diperoleh seseorang dengan cara mengail.
Harta yang tidak dapat masuk menjadi milik perorangan adalah harta yang
menurut syara’ tidak boleh dimiliki sendiri, seperti sungai, jalan raya, dan
yang lainnya.
BAB III
PENUTUP
15
A. KESIMPULAN
Harta adalah sesuatu yang dibutuhkan dan di peroleh manusia,baik
berupa benda yang tampak seperti mas perak maupun yang tidak
tampak yakni manfaat seperti pakaian,tempat tinggal. Sehingga
persoalan harta dimasukkan kedalam salah satu lima keperluan
pokok yang diatur oleh Al-Qur’an dan as-sunah. Adapun fungsi
harta diantaranya kesempurnaan ibadah mahdzah,memelihara dan
meningkatkan keimanan dan serta menyelaraskan antara kehidupan
dunia dan akhirat. Sedangkan pembagian harta di bagi menjadi
sepuluh bagian.
B. PENUTUP
Demikian makalah yang kami buat. Semoga dapat bermanfaat bagi
pemakalah khususnya dan bagi pembaca umumnya. Dan pastinya
makalah ini terdapat kekurangan, maka dari itu kritik dan saran yang
membangun sangat kami harapkan.
DAFTAR PUSTAKA
16
Djauwanai,Din zaudin. Pengantar Fiqih Muamalah.Jogjakarta: Pustaka
Pelajar.2008
Haruen,Nasrun, Fiqih muamalah.Jakarta: Gaya Media Pratama. 2007.
Sya’I,Rahmat, Fiqih muamalah. Bandung: Pustaka Setia. 2001
17