Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

KEDUDUKAN HARTA DALAM ISLAM

Dosen pengampu: Muhammad Shohibul Faza M. Pd. I

Disusun Oleh:

Anhar

Halfin

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

INSTITUT ISLAM MAMBA’UL ULUM

KOTA JAMBI
KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya


sehingga makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami
mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah
berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun
materinya. Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih
jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca praktikkan dalam kehidupan sehari-
hari. Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan
dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan
pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………..……….ii
DAFTAR ISI……………………………………………………….iii
BAB I PEMBUKAAN
A. Latar Belakang………………………………………………..1
B. Rumusan Masalah …………………………………………….1
C. Tujuan Penulisan ………………………………………..…….1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Harta........................................................................2
B. Kedudukan Harta…………………….………………………4
C. Pembagian Harta……………………………………………..10
D. Fungsi harta………………………………………………….11
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan …………………………………………………..16
DAFTARPUSTAKA..…………………………...…………………1

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Harta secara sederhana mengandung arti sesuatu yang dapat dimiliki.


Ia termasuk salah satu sendi bagi kehidupan manusia di dunia, karena tanpa
harta atau secara khusus makanan, manusia tidak akan dapat bertahan hidup.
Oleh karena itu, Allah SWT menyuruh manusia untuk memperolehnya,
memilikinya dan memanfaatkannya bagi kehidupan manusia dan Allah
melarang berbuat sesuatu yang akan merusak dan meniadakan harta itu.

Pemakalah kali ini akan menjelaskan definisi harta itu sendiri


menurut para ulama fuqaha, selanjutnya akan menjelaskan mengenai dalil-
dalil yang memerintahkan manusia agar mencari harta, dan juga fungsi harta
itu sendiri bagi kehidupan umat manusia.

B.Rumusan Masalah

1 Apa .Pengertian Harta?

2.Bagaimana Kedudukan Harta dan Anjuran untuk berusaha dan


memilikinya ?

3 Bagaimana.Fungsi dan Pembagian Harta?

C.Tujuan Penulisan

1.Mengetahui Pngertian Harta

2.Mengetahui Pendapat Tokoh Islam Tentang Harta

3.Mengetahui kedudukan, Anjuran, Fungsi, Dan Pembagian Harta Tersebut.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN HARTA

Harta dalam bahasa arab disebut al-maal, yang merupakan akar kata
dari lafadz ___ yang berarti condong, cenderung, dan miring.
Dalam al-Muhith dan Lisan Arab, menjelaskan bahwa harta
merupakan segala sesuatu yang sangat diinginkan oleh manusia untuk
menyimpan dan memilikinya. Dengan demikian unta, kambing, sapi, tanah,
emas, perak, dan segala sesuatu yang disukai oleh manusia dan memiliki
nilai (qimah), ialah harta kekayaan. 1
-Ibnu Asyr- mengatakan bahwa “Kekayaan pada mulanya berarti
emas dan perak, tetapi kemudian berubah pengertiannya menjadi segala
barang yang disimpan dan dimiliki

Sedangkan harta (al-maal), menurut Hanafiyah


“ialah sesuatu yang digandrungi oleh tabiat manusia dan
memungkinkan untuk disimpan hingga dibutuhkan”2

Maksud pendapat di atas definisi harta pada dasarnya merupakan


sesuatu yang bernilai dan dapat disimpan. Sehingga bagi sesuatu yang tidak
dapat disimpan, tidak dapat dikatagorikan sebagai harta. Adapun manfaat
termasuk dalam katagori sesuatu yang dapat dimiliki, ia tidak termasuk
harta. Sebaliknya tidaklah termasuk harta kekayaan sesuatu yang tidak
mungkin dipunyai tetapi dapat diambil manfaatnya, seperti cahaya dan
panas matahari. Begitu juga tidaklah termasuk harta kekayaan sesuatu yang
pada gahlibnya tidak dapat diambil manfaatnya, tetapi dapat dipunyai secara
kongrit dimiliki, seperti segenggam tanah, setetes air, seekor lebah, sebutir
beras dan sebagainya.

1
Djauwanai,Din zaudin. Pengantar Fiqih Muamalah.Jogjakarta: Pustaka Pelajar.2008.hal112.
2
ibid Djauwanai,Din zaudin. Pengantar Fiqih Muamalah.Jogjakarta: Pustaka Pelajar.2008.hal113.
2
Dengan demikian, konsep harta menurut Imam Hanafi yaitu segala
sesuatu yang memenuhi dua kriteria :

Pertama : Sesuatu yang dipunyai dan bisa diambil manfaatnya


menurut ghalib.
Kedua : Sesuatu yang dipunyai dan bisa diambil manfaatnya
secara kongkrit (a’ayan) seperti tanah, barang-barang perlengkapan,
ternak dan uang

Menurut Jumhur Ulama’ Fiqh selain Hanafiyyah mendefinisikan


konsep harta sebagai berikut :

Dari pengertian di atas, Jumhur Ulama’ memberikan pandangan


bahwa manfaat termasuk harta, sebab yang penting adalah manfaatnya dan
bukan dzatnya. Intinya bahwa segala macam manfaat-manfaat atas sesuatu
benda tersebut dapat dikuasai dengan menguasai tempat dan sumbernya,
karena seseorang yang memiliki sebuah mobil misalnya, tentu akan
melarang orang lain mempergunakan mobil itu tanpa izinnya. 3
Maksud manfaat menurut Jumhur Ulama’ dalam pembahasan ini
adalah faedah atau kegunaan yang dihasilkan dari benda yang tampak
seperti mendiami rumah atau mengendarai kendaraan. Adapun hak, yang
ditetapkan syara’ kepada seseorang secara khusus dari penguasaan sesuatu,
terkadang dikaitkan dengan harta, seperti hak milik, hak minum, dan lain
lain. Akan tetapi terkadang tidak dikaitkan dengan harta, seperti hak
mengasuh dan lain-lain.
Menurut Imam as-Suyuthi harta ialah segala sesuatu yang dapat
dimiliki dan mempunyai nilai jual yang akan terus ada, kecuali bila semua
orang telah meninggalkannya. Jika baru sebagian orang saja yang
meninggalkannya, barang itu mungkin masih bermanfaat bagi orang lain
dan masih mempunyai nilai bagi mereka. 4

3
Ibid hal 115

4
Ibid hal 115
3
Menurut ahli hukum positif, dengan berpegang pada konsep harta
yang disampaikan Jumhur Ulama’ selain Hanafiyyah, mereka
mendefinisikan bahwa benda dan manfaat-manfaat itu adalah kesatuan
dalam katagori harta kekayaan, begitu juga hak-hak, seperti hak paten, hak
mengarang, hak cipta dan sejenisnya.
Ibnu Najm mengatakan bahwa harta kekayaan, sesuai dengan apa
yang ditegaskan oleh ulama’-ulama’ Ushul Fiqh, adalah sesuatu yang dapat
dimiliki dan disimpan untuk keperluan tertentu dan hal itu terutama
menyangkut yang kongkrit. Dengan demikian tidak termasuk di dalamnya
pemilikan semata-semata atas manfaat-manfaat saja. Dalam hal ini, beliau
menganalogikan konsep harta dalam persoalan waris dan wakaf,
sebagaiman al-Kasyf al-Kabir disebutkan bahwa zakat maupun waris hanya
dapat terealisasi dengan menyerahkan benda (harta atau tirkah dalam hal
waris) yang kongkrit, dan tidak berlaku jika hanya kepemilikan atas manfaat
semata, tanpa menguasai wujudnya.

B. KEDUDUKAN HARTA
Disebutkan harta termasuk salah satu keperluan pokok manusia
dalam menjalani kehidupan didunia ini, sehingga oleh para ulama ‘ushul
fiqh persoalan harta dimasukkan kedalam salah satu ad-dharuriyat al-
khamsah (lima keperluan pokok), yang terdiri atas : Agama, Jiwa, Akal,
keturunan, dan harta. Oleh karena itu banyak manusia yang
mempertahankan harta dengan segala upaya yang dilakukan, sehingga
dalam Al-Qur’an dan Hadits banyak membicarakan harta serta
kedudukannya.5

1. Kedudukan harta didalam Al-Qur’an ialah sebagai berikut:


a. Harta adalah milik Allah, Manusia bukanlah pemilik mutlak, tetapi
dibatasi oleh hak-hak Allah sehingga wajib dikeluarkan zakatnya dan

5
Haruen,Nasrun, Fiqih muamalah.Jakarta: Gaya Media Pratama. 2007.hal98

4
peruntukan ibadah lain dari harta tersebut. Allah berfirman didalam Al-
Qur’an:
‫َلِف ِفيِه‬ ‫ِلِه ِف‬ ‫ِه‬ ‫ِم‬
‫آ ُنوا ِبالَّل َو َرُس و َو َأْن ُقوا َّمِما َجَعَلُك ْم ُمْس َتْخ َني‬
Artinya :
”Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan
nafkahkanlah sebagian dari harta mu yang telah Allah pinjamkan kepada
mu. (QS. Al-Hadid:7)

b. Harta sebagai sarana untuk memperoleh bekal menuju kehidupan

akhirat. Allah berfirman:

‫َاَّلِذْيَن ُيْنِف ُقْو َن َاْم َو اُهَلْم ىِف َس ِبْيِل اِهلل َّمُث اَل ُيْتِبُعْو َن َم ا َاْنَفُقْو ا َو اَل َاًذا ُهَلْم َاْج ُر ُه ْم ِعْنَد‬

‫َر ِهِّبْم َو اَل َخ ْو ٌف َعَلْيِه ْم َو اَل ُه ْم ْحَيَز ُنْو َن‬.


Artinya:
“orang-orang yang menafkahkan hartanya dijalan Allah,
kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkanya itu dengan
menyebut-nyebut pemberianya dan dengan
tidak menyakiti(perasaan sang penerima), mereka memperoleh pahala di
sisi tuhan mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan
tidak(pula) mereka bersedih hati”.(Q.S Al-Baqarah:262)
c. Harta merupakan sarana untuk memenuhi kesenangan.
Didalam al-Qur’an Allah berfirman:

‫ُز ِّي ِللَّن اِس ُح ُّب الَّش َه اِت ِم الِّن اِء اْلَبِنَني اْلَقَن اِط ِري اْل َقْنَط ِة ِم الَّذ َه ِب‬
‫ُم َر َن‬ ‫َو‬ ‫َو َن َس َو‬ ‫َن‬
‫ِع‬ ‫ِة‬ ‫ِث ِل‬ ‫ِم‬ ‫ِة‬ ‫ِف ِة‬
‫َو اْل َّض َو اَخْلْي ِل اْلُم َس َّو َم َو اَأْلْنَع ا َو اَحْلْر َذ َك َم َت اُع اَحْلَي ا الُّد ْنَيا َو الَّل ُه ْن َد ُه‬
. ‫ُح ْسُن اْلَم آِب‬

Artinya:

5
”Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada
apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak
dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah
ladang. Itulah kesenangan hidup didunia dan disisi Allah-lah tempat
kembali yang baik (surga). (Q.S. Al-Imran:14)

d. Harta sebagai ujian, pada Q.S.Ath-Taghaabun : 15

. ‫ِإَّنَم ا َأْم َو اُلُك ْم َو َأْو اَل ُدُك ْم ِفْتَنٌة َو الَّلُه ِع ْنَد ُه َأْج ٌر َعِظ يم‬
Artinya :
”Sesungguhnya harta dan anak-anak kalian hanyalah cobaan
(bagi kalian) disisi Allah-lah pahala yang besar.
e. Harta sebagai perhiasan, Harta merupakan perhiasan dunia yang hanya
bersifat sementara dan untuk itulah maka sebagai seorang muslim
hendaknya dapat memanfaatkan harta dengan sebaik-baiknya untuk
beribadah kepada Allah. Didalam Q.S. Al-Kahfi:46, Allah berfirman:

‫َاْلَم اُل َو اْلَبُنْو َن ِز ْيَنُة اَحلَيوِة الُّد ْنَيا‬...


Artinya : “Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan didunia".

2. Kedudukan Harta didalam as-Sunnah


a. Harta adalah penyebab fitnah :

‫َعْن َك ْع ِب ْبِن ِع َياٍض َقاَل َس ِم ْع ُت الَّنِبَّي َص َّلى الَّل ُه َعَلْي ِه َو َس َّلَم َيُق وُل ِإَّن ِلُك ِّل‬

. ‫ُأَّمٍة ِفْتَنًة َو ِفْتَنُة ُأَّمِتي اْلَم اُل َقاَل َأُبو ِع يَس ى َه َذ ا َح ِد يٌث َح َس ٌن َص ِح يٌح َغِر يٌب‬
Artinya:
“Dari Ka’ab bin “Iyyadh telah berkata, aku mendengar nabi
bersabda,” sesungguhnya bagi setiap umatku adanya fitnah (ujian) nya dan
fitnah bagi umatku adalah masalah harta”.
b. Harta sebuah nikmat ketika dimanfaatkan oleh orang-orang yang shalih.
Disamping diperhatikannya kepentingan umum, kepentingan pribadi juga
diperhatikan, maka berlakulah ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
6
1. Masyarakat tidak boleh mengganggu dan melanggar kepentingan
pribadi, selama tidak merugikan orang lain dan masyarakat.
2. Karena pemilikan manfaat berhubungan serta dengan hartanya, maka
boleh pemilik (manfaat) untuk memindahkan hak miliknya kepada orang
lain, misalnya dengan cara menjualnya, menghibahkannya dan sebagainya.
3. Pada pokoknya, pemilikan manfaat itu kekal tidak terkait oleh waktu.

Dalam kaitan ini dapat dijelaskan bentuk-bentuk larangan yang berkenaan


dengan harta yang berkaitan dengan aktivitas ekonomi, produksi, distribusi
dan konsumsi harta:
1. Perkara-perkara yang merendahkan martabat dan akhlak manusia,
berupa:
a. Memakan harta sesama manusia dengan cara yang batal,
b. Memakan harta dengan jalan penipuan,
c. Dengan jalan melanggar janji dan sumpah,
d. Dengan jalan pencurian.
2. Perkara-perkara yang merugikan hak perorangan dan kepentingan
sebagian atau keseluruhan masyarakat, berupa perdagangan yang memakai
bunga.
3. Penimbuan harta debgan jalan kikir, orang-orang yang menimbun
harta dengan maksud untuk meninggikan (menaikan) harga sehingga ia
memperoleh keuntungan yang berlipat ganda.
4. Aktivitas yang merupakan pemborosan (mubazir), baik pemborosan
yang menghabiskan harta pribadi, perusahaan, masyarakat atau negara
maupun yang sifatnya mengeksploitasi sumber-sumber alam secara
berlebihan dan tidak memperhatikan kelestarian lingkungan (ekologi).
5. Memproduksi, memperdagangkan dan mengkonsumsi barang-barang
yang terlarang seperti narkotika dan minuman keras kecuali untuk
kepentingan ilmu pengetahuan dan kesehatan.

 Anjuran untuk berusaha dan memilikinya

7
ada beberapa dalil, baik dari Al-qur’an maupun hadist yang dapat
dikategorikan sebagai isyarat bagi umat islam untuk memiliki kekayaan dan
giat dalam berusaha supaya memperoleh kehidupan yang layak dan mampu
melaksanakan semua rukun islam yang hanya diwajibkan dalam umat islam
yang mempunyai harta atau kemampuan dari segi ekonomi. Sementara itu,
harta kekayaan tidak mumgkin datang sendiri, tetapi harus dicapai melalui
usaha.Diantara dalil-dalil tersebut adalah sebagai berikut.6

1. Para Nabi berusaha sendiri untuk bekal hidup


Allah SWT. Menyatakan bahwa para Nabi berusaha sendiri, tidak
menggantungkan kepada orang lain, seperti : Nabi Daud a.s yang
diceritakan dalam Al-Qur’an.
“dan Sesungguhnya telah Kami berikan kepada Daud kurnia dari kami.
(kami berfirman): "Hai gunung-gunung dan burung-burung, bertasbihlah
berulang-ulang bersama Daud", dan Kami telah melunakkan besi untuknya,
(yaitu) buatlah baju besi yang besar-besar dan ukurlah anyamannya; dan
kerjakanlah amalan yang saleh. Sesungguhnya aku melihat apa yang kamu
kerjakan. (QS. Saba’ : 10-11)
Dalam Al-qur’an pun disinggung pula perihal Nabi Nuh a.s membuat
kapal (QS.Hud : 37-38) dan Nabi Musa a.s mengembalakan domba selama
20 tahun sebelum diutus menjadi Rasul di Negeri Madyan. Kita juga
mengetahui dari sejarah bahwa Nabi Muhammad SAW.Dari kecil sudah
mengembalakan domba, kemudian berniaga untuk Siti Khadijah.Padahal
mereka adalah para Nabi yang suci, bergelar ulul azmi, tetapi mereka
berusaha untuk memenuhi kehidupannya.
2. Anjuran memanfaatkan dan memakan rezeki Allah SWT.
“Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, Maka berjalanlah di
segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya. dan hanya
kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan. (QS. Al-Mulk: 15)
3. Rasulullah SAW. Menyuruh umatnya untuk bekerja

6
Haruen,Nasrun, Fiqih muamalah.Jakarta: Gaya Media Pratama. 2007.hal 104
8
Yang artinya : “ seseorang yang mengambil tali untuk mengikat kayu bakar,
kemudian memanggul dipundaknya untuk dijual kepada manusia, sehingga
Allah mencukupinya adalah lebih baik dari pada meminta minta kepada
manusia, yang kemungkinan akan memberinya atau menolaknya”.

4. Perintah menunaikan zakat


Perintah mencari harta dan giat berusaha dapat dipahami dengan adanya
perintah menunaikan zakat yang selalu mengiringi perintah mendirikan
shalat dalam Al-qur’an. Apabila shalat, diibaratkan sebagai tiang agama,
zakat adalah jembatannya.Begitu pula dalam hadist terdapat keterangan
tentang macam-macam dan pembagian harta zakat. Disamping itu, dalam
islam pun ada zakat yang diwajibkan kepada setiap manusia, yakni zakat
fitrah. Zakat itu mungkin dapat dipenuhi oleh mereka yang tidak memiliki
harta atau tidak giat dalam berusaha.
5. Nabi SAW. Sering berdo’a agar dilapangkan rezeki
Misalnya ketika berwudhu sebagaimana dinyatakan dalam hadist
dari Abu Hurairah yang artinya:“ya Allah, ampunilah dosaku, lapangkanlah
rumahku, dan berkatilah rezekiku, kemudian beliau ditanya, ‘’alangkah
banyaknya yang engkau minta dengan do’a tersebut?’’ lalu beliau menjawab
“apakah kita meninggalkan salah satunya.’’(HR. Thabrani)
Selain itu masih banyak do’a dan zikir yang diajarkan Rasulullah
SAW. Yang intinya memohon agar dimudahkan dalam berusaha dan
mendapatkan rezeki, seperti do’a: Yang artinya “ Ya Allah, aku memohon
kepadamu atas petunjuk, ketakwaan, iffah (dijauhkan dari hal-hal yang
tidak hala), dan kekayaan.’’ (HR. Muslim, Turmudzi, dan Ibnu Majah dari
Ibnu Mas’ud).
Begitu pula do’aRasulullah SAW. Agar dijauhkan dari kefakiran, karena
kefakiran dapat menyebabkan kekufuran. Yang artinya : ‘’Ya Allah, aku
berlindung kepadamu dari kekufuran dan kefakiran, seorang laki-laki
berkata, apakah keduanya seimbang? Rasulullah menjawab , ya.’’
6. Nabi SAW. Pernah melarang menyalati orang berutang

9
Rasulullah SAW. Pernah melarang shalat jenazah terhadap orang
yang meninggalkan hutang, tetapi tidak meninggalkan harta untuk
melunasinya: Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah SAW.
Melarang kami untuk menyalati orang meninggal dunia yang mempunyai
hutang, tetapi tidak meninggalkan harta untuk menbayar utangnya. Orang
yang mati syahid diampuni segala dosanya, kecuali apabila ia berhutang.
Hadist nabi yang artinya: ‘’semua dosa orang yang mati syahid diampuni
kecuali hutang.’’ (HR. Muslim dan Ibnu Umar)

C. FUNGSI HARTA
Harta dipelihara manusia karena manusia membutuhkan manfaat
harta tersebut, maka fungsi harta amat banyak, baik kegunaan dalam yang
baik, maupun kegunaan dam hal yang jelek, yaitu:7
a) Untuk menyempurnakan pelaksanaan ibadah yang khas (mahdhah),
sebab untuk ibadah memerlukan alat-alat seperti kain untuk menutup aurat
dalam pelaksanaan shalat, bekal untuk melaksanakan ibadah haji, berzakat,
shadaqah, hibbah dan yang lainnya.
b) Untuk meningkatkan keimanan (ketaqwaan) kepada Allah.
c) Untuk menyelaraskan (menyeimbangkan) antara kehidupan dunia dan
akhirat.
d) Untuk meneruskan kehidupan dari satu periode ke periode berikutnya.
e) Untuk mengembangkan dan menegakkan ilmu-ilmu, karena menurut
ilmu tanpa modal akan tersa sulit, seperti sesorang tidak bisa kuliah di
perguruan tinggi bila ia tidak memiliki biaya.
f) Untuk memutarkan (mentasharuf) peranan-peranan kehidupan yakni
adanya pembantu dan tuan. Adanya orang kaya dan miskin sehingga antara
pihak saling membutuhkan karena itu tersusunlah masyarakat yang
harmonis dan berkecukupan.
g) Untuk menumbuhkan silahturrahim, karena adanya perbedaan dan
keperluan sehingga terjadilah interaksi dan komunikasi silaturrahim dalam
rangka saling mencukupi kebutuhan.

7
Haruen,Nasrun, Fiqih muamalah.Jakarta: Gaya Media Pratama. 2007.hal 129
10
D.. PEMBAGIAN HARTA

1. Mal Mulutaqawwim dan Ghair Mutaqawwim


a. Harta Mulutaqawwim adalah sesuatu yang boleh diambil manfaatnya
menurut syara’. Atau semua harta yang baik jenisnya maupun cara
memperoleh dan penggunaanya, misalnya kerbau adalah halal dimakan oleh
umat Islam tetapi kerbau tersebut disembelih tidak sah menurut syara’,
dipukul misalnya, maka daging kerbau tidak bisa dimanfaatkan karena cara
penyembelihannya batal menurut syara’.8
b. Harta Ghair Mutaqawwim adalah sesuatu yang tidak boleh diambil
manfaatnya, baik jenisnya, cara memperolehnya maupun cara
penggunaanya. Seperti babi karena jenisnya. Sepatu yang diperoleh dengan
cara mencuri termasuk ghair mutaqawwim karena cara memperolehnya
yang haram.

2. Mal Mitsli dan Mal Qimi


a. Harta Mitsli adalah benda-benda yang ada persamaan dalam kesatuan-
kesatuannya, dalam arti dapat berdiri sebagaimana di tempat yang lain tanpa
ada perbedaan yang perlu dinilai.
b. Harta Qimi adalah benda-benda yang kurang dalam kesatuan-
kesatuannya karena tidak dapat berdiri sebagian di tempat sebagian yang
lainnya tanpa ada perbedaan.

c. Dengan perkataan lain, harta mitsli adalah harta yang jenisnya


diperoleh di pasar (secara persis) dan qimi adalah harta yang jenisnya sulit
didapatkan di pasar, bisa diperoleh tapi jenisnya berbeda kecuali dalam nilai
dan harga.

3. Harta Istihlak dan harta Isti’mal

8
Sya’I,Rahmat, Fiqih muamalah. Bandung: Pustaka Setia. 2001.hal302
11
a. Harta Istihlak adalah sesuatu yang tidak dapat diambil kegunaanya
dan manfaatnya secara biasa kecuali dengan menghabiskannya.
Harta Istihlak terbagi menjadi dua, yaitu:
a) Istihlak Haqiqi adalah suatu benda yang menjadi harta yang secara
jelas (nyata) zatnya habis sekali digunakan.
b) Istihlak Buquqi adalah suatu harta yang sudah habis nilainya bila
telah digunakan tetapi zatnya masih tetap ada.
b. Harta Isti’mal adalah sesuatu yang dapat digunakan berulanag kali dan
materinya tetap terpelihara. Harta isti’mal tidaklah habis dengan satu kali
menggunakan tetapi dapat digunakan lama menurut apa adanya.

4. Harta Manqul dan Harta Ghair Manaqul


a. Harta Manqul adalah segala harta yang dapat dipindahkan (bergerak)
dari satu tempat ke tempat lain.
b. Harta Ghair Manaqul adalah sesuatu yang tidak bisa dipindahkan dan
dibawa dari satu tempat ke tempat lain.

5. Harta ‘Ain dan Harta Dayn


a. Harta ‘ain adalah harta yang berbentuk benda, seperti rumah,
pakaian, beras, kendaraan. Harta ‘ain terbagi menjadi dua, yaitu:
 Harta ‘ain dzati qimah, yaitu benda yang memiliki bentuk yang
dipandang sebagai harta karena memiliki nilai yang dipandang sebagai
harta, karena memiliki nilai ‘ain dzati qimah meliputi:
- Benda yang dianggap harta yang boleh diambil manfaatnya
- Benda yang dianggap hartta yang tidak boleh diambil manfaatnya
- Benda yang dianggap sebagai harta yang ada sebangsanya
- Benda yang dianggap harta yang tidak ada atau sulit dicari
seumpamanya
- Benda yang dianggap harta yang berharga dan dapat dipindahkan
(bergerak)
- Benda yang dianggap harta yang berharga dan tidak dapat
dipindahkan (benda tetap).

12
 Harta ‘ain ghayr dzalti qimah, yaitu benda yang tidak dapat
dipandang sebagai harta, karena tidak memiliki harga seperti
sebiji beras.
b. Harta Dayn adalah sesuatu yang berada dalam tanggung jawab, seperti
uang yang berada dalam tanggung jawab seseorang.
Ulama Hanafiyah (hal. 2, Fiqih Muamalah, Drs. H. Hendi Suhendi, M.Si.)
berpendapat bahwa harta tidak dapat dibagi menjadi harta ‘ain dan dayn,
karena harta menurut Hanafiah ialah sesuatu yang berwujud maka sesuatu
yang tidak berwujud tidaklah dianggap sebagai harta, seperti hutang tidak
dipandang sebagai harta tetapi hutang adalah wash fi al-dgimmah.

6. Mal al-‘ain dan al-naf’i (manfaat)


a. Harta ‘aini adalah benda yang memiliki nilai dan bentuk (berwujud),
seperti rumah, ternak, dll.
b. Harta nafi’ adalah a’radl yang berangsur-angsur tumbuh menurut
perkembangan masa, oleh karena itu mal al-naf’i tidak berwujud dan tidak
mungkin disimpan.

7. Harta Mamluk, Mubah, dan Mahjur


a. Harta Mamluk adalah sesuatu yang masuk ke bawah milik milik
perseorangan maupun milik badan hukum seperti pemerintah atau yayasan.
Harta mamluk (yang dimiliki) terbagi kepada dua macam, yaitu:
 Harta Perorangan (mustaqil) yang berpautan dengan hak bukan
pemilik, seperti rumah yang dikontrakkan. Harta perorangan yang tidak
berpautan dengan hak bukan pemilik, seperti seseorang yang mempunyai
sepasang sepatu yang dapat digunakan kapan saja.
 Harta Perkongsian (masyarakat) antara dua pemilik yang berkaitan
dengan hak yang bukan pemiliknya, seperti dua orang tang berkongsi
memiliki sebuah pabrik dan lima buah mobil, salah satu mobilnya
disewakan selama satu bulan kepada orang lain.

13
Harta yang dimiliki oleh dua orang yang tidak berkaitan dengan hak bukan
pemiliknya, seperti dua orang yang berkongsi memiliki sebuah pabrik, maka
pabrik tersebut diurus bersama.
b. Harta Mubah adalah sesuatu yang pada asalnya bukan milik
seseorang, seperti air pada mata air, binatang buruan darat, laut, pohon-
pohon di hutan.
Tiap-tiap manusia boleh memiliki harta mubah sesuai dengan
kesanggupannya, orang yang mengambilnya maka ia akan menjadi
pemiliknya.
c. Harta Mahjur adalah sesuatu yang tidak dibolehkan dimiliki sendiri
dan memberikan kepada orang lain menurut syari’at, adakalanya benda itu
benda wakaf ataupun benda yang dikhususkan untuk masyarakat umum,
seperti jalan raya, masjid-masjid, kuburan-kuburan dan yang lainnya.

8. Harta yang dapat dibagi dan tidak dapat dibagi


a) Harta yang dapat dibagi (mal qubil li al-qismah) ialah harta yang
tidak menimbulkan suatu kerugian atau kerusakan, apabila harta itu dibagi-
bagi, seperti beras, tepung, dan lainnya.
b) Harta yang tidak dapat dibagi (mal ghair qabil li al qismah) ialah
harta yang menimbulkan suatu kerugian atau kerusakan, apabila harta
tersebut dibagi-bagi, seperti gelas, kursi, meja, mesin dan lain sebagainya.

9. Harta pokok dan harta hasil (buah)


a) Harta pokok adalah harta yang mungkin darinya terjadi harta yang
lain. Harta pokok bisa juga disebut modal, seperti uang, emas, dan lainnya.
b) Harta hasil adalah harta yang lain. Harta hasil contohnya adalah bulu
domba dihasilkan dari domba, maka domba sebagai harta pokok dan
bulunya sebagai harta hasil, atau kerbau yang beranak maka anaknya
dianggap sebagai tsamarah dan induknya yang melahirkannya disebut harta
pokok.

10. Harta khas dan harta ‘am

14
a) Harta khas ialah harta pribadi, tidak bersekutu dengan yang lain, tidak
boleh diambil manfaatnya tanpa disetujui pemiliknya.
b) Harta ‘am ialah harta milik umum (bersama) yang boleh mengambil
manfaatnya.
Harta yang dapat dikuasai (ikhraj) terbagi menjadi dua bagian, yaitu:
 Harta yang termasuk milik perseorangan.
 Harta-harta yang tidak dapat termasuk milik perseorangan.
Harta yang dapat masuk menjadi milik perseorangan, ada dua
macam yaitu:
 Harta yang bisa menjadi milik perorangan tetapi belum ada sebab
pemiliknya, seperti binatang buruan di hutan.
 Harta yang bisa menjadi milik perorangan dan sudah ada sebab
pemilikan, seperti ikan di sungai diperoleh seseorang dengan cara mengail.
Harta yang tidak dapat masuk menjadi milik perorangan adalah harta yang
menurut syara’ tidak boleh dimiliki sendiri, seperti sungai, jalan raya, dan
yang lainnya.

BAB III
PENUTUP

15
A. KESIMPULAN
Harta adalah sesuatu yang dibutuhkan dan di peroleh manusia,baik
berupa benda yang tampak seperti mas perak maupun yang tidak
tampak yakni manfaat seperti pakaian,tempat tinggal. Sehingga
persoalan harta dimasukkan kedalam salah satu lima keperluan
pokok yang diatur oleh Al-Qur’an dan as-sunah. Adapun fungsi
harta diantaranya kesempurnaan ibadah mahdzah,memelihara dan
meningkatkan keimanan dan serta menyelaraskan antara kehidupan
dunia dan akhirat. Sedangkan pembagian harta di bagi menjadi
sepuluh bagian.

B. PENUTUP
Demikian makalah yang kami buat. Semoga dapat bermanfaat bagi
pemakalah khususnya dan bagi pembaca umumnya. Dan pastinya
makalah ini terdapat kekurangan, maka dari itu kritik dan saran yang
membangun sangat kami harapkan.

DAFTAR PUSTAKA

16
Djauwanai,Din zaudin. Pengantar Fiqih Muamalah.Jogjakarta: Pustaka
Pelajar.2008
Haruen,Nasrun, Fiqih muamalah.Jakarta: Gaya Media Pratama. 2007.
Sya’I,Rahmat, Fiqih muamalah. Bandung: Pustaka Setia. 2001

17

Anda mungkin juga menyukai